11 berdampak pada pembentukan CO
2
. Tingkat infiltrasi air dan difusi gas juga sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah demikian halnya dengan produksi serta emisi CO
2
Rastogi et al., 2002. 5
pH tanah Derajat keasaman pH tanah yang rendah berdampak negatif terhadap aktivitas
mikroorganisme, yang menyebabkan tingkat respirasi rendah sehingga berdampak pada rendahnya CO
2
yang dihasilkan Rastogi et al., 2002. Kowalenko and Ivarson 1978 diacu dalam Rastogi et al. 2002 melaporkan adanya peningkatan CO
2
seiring dengan meningkatnya pH. Akan tetapi, ketika pH tanah melebihi 7 berdampak sebaliknya pada emisi CO
2
. Pada pH 8.7, emisi CO
2
menurun 18 dibandingkan emisi pada pH 7 dan ketika pH meningkat sampai 10, tingkat reduksi emisi CO
2
mencapai 83. 6
Salinitas Rastogi et al. 2002 menyatakan kelebihan jumlah garam mempunyai efek negatif terhadap
proses fisik, kimia dan mikrobiologi yang terjadi di dalam tanah, termasuk mineralisasi C dan N serta aktivitas enzim yang sangat penting dalam proses dekomposisi bahan organik tanah. Pathak
dan Rao 1998 melaporkan terdapat penurunan CO
2
seiring dengan peningkatan salinitas tanah. Penambahan pupuk organik dapat meningkatkan CO
2
yang dihasilkan secara biologis, kecuali pada tanah dengan salinitas yang sangat tinggi. Pada kondisi tersebut emisi CO
2
yang dihasilkan cenderung rendah.
7 Tekanan atmosfer
Beberapa hasil penelitian menunjukkan tekanan atmosfer berbanding terbalik dengan emisi CO
2
. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa penurunan tekanan atmosfer memicu keluarnya CO
2
yang tersimpan di dalam profil tanah Rastogi et al., 2002. 8
Aplikasi pupuk organik dan buatan Menurut Rastogi et al. 2002, aplikasi pupuk nitrogen dapat menurunkan pembentukan CO
2
. Hal tersebut terjadi karena penambahan pupuk nitrogen dapat menurunan respirasi
mikroorganisme melalui peningkatan keasaman pH tanah. Sementara itu, aplikasi pupuk organik mampu menyediakan C organik bagi mikroorganisme tanah sehingga penambahan pupuk
dalam jumlah besar dapat meningkatkan emisi CO
2
secara signifikan.
2.4.2 Metana CH
4
Menurut Dubey 2005, emisi metana dari sawah dikendalikan oleh parameter yang kompleks dan berhubungan dengan karakteristik fisik dan biologis tanah dengan praktek budidaya yang spesifik.
Besarnya produksi metana bergantung pada kandungan dan kualitas karbon organik tanah, tekstur tanah, Eh, pH, kandungan Fe, kandungan sulfat dan salinitas serta penggunaan pupuk, dsb. Berikut ini
adalah beberapa faktor yang mempengaruhi emisi CH
4
di persawahan. 1
pH, Eh potensial redoks, dan tekstur tanah Produksi metana di lahan pertanian juga dipengaruhi oleh pH. Beberapa hasil penelitian di
berbagai tempat menunjukkan emisi CH
4
mencapai optimum pada pH berkisar antara 6-7 Batjes
12 and Bridges, 1992. pH tanah hingga 5.75 menyebabkan bakteri metanogen tidak mampu hidup
sehingga berpengaruh terhadap penurunan fluks CH
4
Isminingsih, 2009. Potensial redoks tanah merupakan estimasi dari aktivitas elektron dan digunakan untuk
memprediksi stabilitas elektrokimia dari unsur-unsur yang sensitif terhadap reaksi redoks seperti oksida Fe Vaughan et al., 2007. Proses pembentukan metana adalah akibat dekomposisi bahan
organik pada kondisi anaerob. Organisme yang berperan dalam proses dekomposisi ini terutama bakteri metanogen tidak dapat berfungsi dengan baik apabila terdapat oksidan electron
acceptor . Sebelum oksidan-oksidan tanah tereduksi, metana tidak akan terbentuk Riza, 2008.
Skema dalam review Batjes and Bridges 1992 menunjukkan pada pH 7, oksidan yang pertama kali direduksi adalah O
2
pada Eh sekitar +350 mV diikuti oleh NO
3 -
dan Mn
4 +
pada 225 mV, Fe
3 +
pada +125 mV dan SO
4 2-
pada -150 mV. Setelah mereduksi SO
4 2-
, pembentukan CH
4
dimulai pada Eh sekitar -190 mV.
Tekstur suatu tanah dapat menjelaskan berbagai karakteristik fisik-kimia dari tanah tersebut. Oleh karena itu, tekstur dapat mempengaruhi produksi metana secara tidak langsung Dubey,
2005. Jackel et al. 2001 diacu dalam Dubey, 2005 menemukan bahwa produksi CH
4
meningkat ketika ukuran agregat tanah juga meningkat. 2
Temperatur Fang et al. 2010 menemukan bahwa untuk semua jenis area hutan yang diamati, fluks CH
4
yang dihasilkan dari tanah berkorelasi negatif dengan temperatur tanah ketika temperatur tanah lebih rendah dari nilai optimalnya. Sedangkan korelasi positif terjadi ketika temperatur tanah di
atas nilai optimal. Temperatur optimum tersebut bervariasi untuk setiap lokasi. 3
Periode Pertumbuhan Isminingsih 2009 mengamati pada awal pertumbuhan tanaman padi, fluks CH
4
tidak berbeda nyata antar perlakuan. Bertambahnya jumlah anakan pada fase reproduktif mulai
berpengaruh terhadap nilai fluks. Pada fase anakan maksimum 50-60 HST, fluks secara umum meningkat. Setelah memasuki fase pemasakan hingga panen, fluks cenderung menurun.
4 Variasi diurnal dan musim
Tingkat emisi CH
4
secara umum meningkat dengan cepat setelah matahari terbit, mencapai puncak nilai maksimum pada awal sore kemudian menurun dengan cepat dan mencapai titik
terendah ketika malam hari Dubey, 2005. Sebaliknya, hasil penelitian Yunshe et al. 2000 menunjukkan fluks CH
4
pada malam hari lebih tinggi dibandingkan dengan siang hari. Perbedaan hasil tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan jenis lahan yang diamati dan perbedaan iklim di
lokasi pengamatan contoh : temperatur, curah hujan, dan intensitas sinar matahari. 5
Kultivar tanaman, pupuk organik dan residu tanaman Keberadaan bahan organik pupuk kandang di lahan sawah yang tergenang dapat
meningkatkan produksi CH
4
. Bahan organik tersebut akan menurunkan Eh tanah dan menyediakan sumber karbon untuk bakteri metanogen Dubey, 2005.
13 6
Pupuk Dampak dari penggunaan pupuk terhadap emisi CH
4
tergantung pada tingkat, tipe dan metode aplikasi penggunaan. Penggunaan pupuk urea meningkatkan fluks CH
4
selama musim pertumbuhan yang kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pH tanah yang diikuti hidrolisis
urea dan penurunan potensial redoks, yang dapat menstimulasi aktivitas metanogen Wang et al. 1993 diacu dalam Dubey 2005. Penggunaan pupuk urea tablet sebagai pengganti urea dapat
mengurangi emisi metana dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, penggunaan pupuk sulfit ammonium [NH
4
]
2
SO
4
akan mengurangi emisi metana yang lebih banyak Irmansyah, 2004.
2.4.3 Dinitro Oksida N