Konstruksi Sosial LANDASAN TEORITIS

1. Tahap menyiapkan materi konstruksi: ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni: keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum. 2. Tahap sebaran konstruksi: sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca. 3. Tahap pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi berlangsung melalui: a konstruksi realitas pembenaran; b kesediaan dikonstruksi oleh media massa; c sebagai pilihan konsumtif. 4. Tahap konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembentukan konstruksi. Menurut Ibnu Hamad dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualitas dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita, cerita, ataupun ilmu pengetahuan tanpa ada bahasa. Keberadaan bahasa diungkapkan Ibnu Hamad tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambaran citra yang akan dimunculkan di benak khalayak, terutama dalam media massa. 32 32 Ibnu Hamad, Agus Sudibyo, Mohamad Qodari, Kabar-kabar Kebencian: Prasangka Agama di Media Massa, Jakarta: ISAI, 2001, h. 69. Dalam hal ini pendekatan konstruksionis memiliki penilian tersendiri bagaimana media, wartawan dan berita dilihat: 1. Fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi Realitas berita dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu wartawan, karena realitas bisa berbeda-beda tergantung bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda. 2. Media adalah agen konstruksi Media adalah subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan bias dan pemihaknya. 3. Berita bukan realitas Berita yang kita baca hanya konstruksi dari realitas kerja jurnalistik yang hadir di hadapan khalayak. 4. Berita bersifat subjektif atau konstruksi realitas Opini tidak dapat dihilangkan ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif. 5. Etika Pilihan moral dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam produksi berita. 33

D. Analisis Framing 1. Konsep Framing

Gagasan mengenai Framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat 33 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 19-27. kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku strips of behavior yang membimbing individu dalam membaca realitas. 34 Terdapat berbagai definisi mengenai framing yang dikemukakan oleh berbagai ahli. Menurut Todd Gitlin mendefinisikan framing sebagai: “Strategi bagaimana realitasdunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan, presentasi aspek tertentu dari realitas ”. 35 Menurut Gitlin, frame adalah bagian yang pasti hadir dalam praktik jurnalistik. Dengan frame, jurnalis memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disampaikan kepada khalayak. 36 Sementara itu, Robert N. Entman mendefinisikan framing yaitu suatu proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol ketimbang aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan 34 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, Cet IV, h. 162. 35 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h.78. 36 Ibid, h. 80. informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain. 37 Pada dasarnya, Framing adalah metode untuk melihat cara bercerita story telling media atas peristiwa, cara bercerita itu tergambar itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis Framing adalah analisa yang dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media. 38 Gans, Shomaker dan Reeses seperti dikutip Darmanto, menyarankan paling sedikit harus ada tiga pengaruh potensial dalam menframing berita, yaitu: 39 a. Faktor pertama, yaitu pengaruh wartawan. Wartawan akan lebih sering membuat konstruksi analisis untuk membuat perasaan memiliki akan kedatangan informasi. Wartawan dalam menulis dipengaruhi oleh variabel-variabel seperti ideologi, perilaku, norma-norma profesional dan akhirnya lebih mencirikan jalan wartawan dalam mengupas berita. b. Faktor kedua, yang mempengaruhi penulisan berita adalah pemilihan pendekatan yang digunakan wartawan dalam penulisan berita sebagai konsekuensi dari tipe dan orientasi politik atau yang disebut “rutinitas organisasi”. c. Faktor ketiga, yaitu pengaruh dari sumber-sumber eksternal, misalnya aktor politik dan otoritas. 37 Ibid, h. 77. 38 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h. 10. 39 Darmanto, Makalah: Membongkar Ideologi di Balik Penulisan Berita dengan Analisa Framing, T.tp: Universitas Brawijaya-Fakultas Teknik jurusan Teknik Mesin, 2004, h. 3.