Aqidah Pengaruh Pengajian Terhadap Sikap Keberagamaan Komunitas Punk Muslim

menemaninya. Resmi menjadi seorang muslim, pastinya Gondrong mempunyai konsekuensi untuk menjalankan ajaran agama barunya, yaitu Islam. Ia mulai belajar tata cara sholat, puasa, dan zakat serta banyak belajar tentang Islam. Keseluruhannya itu dengan mudah ia dapatkan dalam pengajian rutin bersama dengan anggota komunitas Punk Muslim lainnya. Saat ini ia telah menikah dan memiliki anak. Dan sampai dengan saat ini pula ia masih merasakan hal yang sama saat ia baru saja mengucapkan dua kalimat syahadat. Rasa senang dan tenang setelah memeluk Islam sangat ia rasakan seperti halnya bayi yang baru terlahir di dunia.

2. Akhlak

Darma bercerita, dirinya mulai terjerumus ke lembah hitam itu saat ia usia 9 tahun dan masih duduk di bangku kelas 3 SD. Ia terlahir dari keluarga yang tidak terlalu menekankan masalah agama. Kedua orang tuanya memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk masalah agama. Karena Ayah Darma saat menikah dengan Ibunya adalah seorang non Muslim sedangkan ibunya seorang muslimah. Saat menikah, kedua orang tua Darma masih tetap memegang teguh ajaran agamanya masing-masing. Hal inilah yang menjadikan Darma labil dalam masalah agama. Namum, lama kelamaan Ayah Darma akhirnya menjadi seorang mu’alaf. Ketika Ayahnya menjadi seorang mu’alaf, ternyata tidak pula merubah kehidupan Darma untuk menjadi lebih baik. Saat usia 9 tahun Darma mulai turun ke jalan untuk mengamen bersama teman-temannya. Dari sana Darma mulai menyukai musik dan menjadi sangat gandrung dengan berbgai macam jenis aliran musik. Kegandrungan Darma terhadap musik membawanya semakin jauh dari agama dan perilaku baik. Dia mulai mencicipi minuman keras, merokok, narkoba, free sex hingga ia mulai berideologikan ‘kebebasan’. Melihat keadaan anaknya yang semakin tidak terarah, orang tua Darma berinisiatif memasukkan Darma ke pesantren. Awal ia di pesantren Darma menikmati hari-harinya sebagai seorang santri. Dia menikmati setiap pendidikan dan pelajaran yang disampaikan guru- gurunya. Darma tidak dapat bertahan lama di dalam pesantren. Belum lama ia menetap di pesantren, lalu ia keluar dari pesantren dan kembali lagi ke jalanan bersama teman-temannya. Aktifitas-aktifitas ‘jalanan’ ia mulai lagi. Sehingga untuk kedua kalinya orang tuanya memasukkan Darma ke pesantren di Kudus. Di pesantren inilah, Darma mendalami kitab kuning yang kemudian menjadi bekal hidupnya sekarang. Setelah menyelesaikan pendidikannya di pesantren, ia kembali bersama keluarganya. Namun hal ini tetap tidak merubah kesukaannya terhadap musik. Sampai suatu hari ia bertemu dengan Budi di Taman Ismail Marzuki TIM Jakarta. Saat itu mereka sama-sama sedang menghadiri sebuah acara konser musik. Sosok Budi juga dikenal sebagai salah seorang yang menyukai musik. Setelah sempat mengobrol dengan Budi, Darma merasa terkesan dengan Budi. Walaupun Budi jebolan pesantren, tapi ia menyukai musik. Bagaimana mungkin seorang Budi yang bersosok religius bisa tetap bermusik tapi tidak meninggalkan perintah agamanya. Kata-kata Budi yang sangat diingat Darma adalah, “kita boleh menjadi Punk, bermusik dan lain sebagainya, tapi kita harus tetap menjalankan ajaran agama kita dengan benar. Jika kamu seorang muslim dan seorang Punkres, maka jadilah Punk yang berjiwa muslim”. Kata-kata itulah yang sangat melekat dalam hati Darma dan pertemuan saat itu pula yang mengawali terbentuknya komunitas Punk Muslim. Sejak saat itu Darma sadar bahwa selama ini ideologi Punk yang ia anut adalah salah dan keluar dari jalur agama. Mulailah ia membenahi hati dan membersihkan diri dari hal-hal buruk yang bisa menjerumuskannya ke dalam lembah hitam. Setelah rutin mengikuti pengajian dan mengajak teman-teman Punk dan anak jalanan lainnya, ia mulai meninggalkan minuman keras, narkoba, dan free sex. Awal perubahannya untuk menjadi lebih baik ia rasakan sangat sulit. Tapi ia harus tetap mencoba dan memaksakan diri. Jika pada awalnya Darma terbiasa minum minuman keras dalam sehari hingga mencapai 5 botol, ia kurangi menjadi 3 botol, 2 botol, 1 atau 2 gelas setiap harinya hingga akhirnya ia benar-benar bisa meninggalkan kebiasaan buruk itu. Masa-masa ini ia lewati dengan susah payah walau harus dengan cara membenturkan kepalanya ke dinding, karena ia merasakan betul betapa sulitnya untuk meninggalkan barang haram tersebut.