Golongan Ketiga Amil Zakat

urusan umum. Sebab bila ia tidak mengetahui hukum tak mungkin mampu melaksanakan pekerjaannya, dan akan lebih banyak berbuat kesalahan. Masalah zakat membuatkan pengetahuan tentang harta yang wajib dizakat dan yang tidak wajib dizakat. Juga urusan zakat memerlukan ijtihad terhadap masalah yang timbul untuk diketahui hukumnya. Apabila pekerjaan itu menyangkut bagian tertentu mengenai urusan pelaksanaan, maka tidak disyaratkan memiliki pengetahuan tentang zakat kecuali sekedar yang menyangkut tugasnya. 5 Kemampuan untuk melaksanakan tugas. Petugas zakat hendaklah memenuhi syarat untuk dapat melaksanakan tugasnya, dan sanggup memikul tugas itu. Kejujuran saja belum mencukupi bila tidak disertai dengan kekuatan dan kemampuan untuk bekerja. 6 Amil zakat disyratkan laki-laki. Sebagian ulama mensyaratkan amil zakat itu harus laki-laki. Mereka tidak membolehkan wanita dipekerjakan sebagai amil zakat, karena pekerjaan itu menyangkut urusan sedekah.

c. Golongan Keempat Muallaf

Yang dimaksud dengan golongan muallaf, antara lain adalah, mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap islam, atau terhalangnya niat jahat mereka terhadap kaum muslimin atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh. 33 Golongan ini dikatakan juga sebagai golongan yang dipandang negara bahwa jika mereka diberi zakat maka keyakinan mereka akan islam akan semakin bertambah. 34 Sebagai besar dari dana zakat telah digunakan untuk disumbangkan kepada kelompok ini pada zaman Rasulullah Saw tetapi jumlah tersebut telah dikurangi pada zaman khalifah Abu Bakar. Namun demikian, khalifa kedua yaitu Umar dan penerusnya telah menghentikan pembelanjaan anggaran ini ketika islam telah semakin kuat dan sejak saat itu anggaran untuk kelompok ini telah dimasukkan ke dalam dana zakat. Tetapi jika diperlukan suatu bantuan untuk orang-orang yang baru memeluk islam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hingga mereka mampu mandiri, atau untuk menarik mereka agar mereka cenderung kepada agama islam, atau terus mengganggu keamanan negara, pengunaan dana zaka tersebut dapat dihidupkan kembali. 35 Dengan menempatkan golongan ini sebagai sasaran zakat, maka jelas bagi kita, sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa zakat dalam pandangan islam bukan sekedar ibadah yang dilakukan 33 Qardawi, Ibid., h. 563 34 Taqiyuddin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, An Nidhamul Iqtishad Fil Islam, Terjemah M. Maghfur Wachid, Surabaya : Risalah Gusti, t.th, 1999, cet ke-4 h. 257. 35 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam,Yogyakarta : Dana Bhakti, 1996, Jilid III h. 302. secara pribadi, tetapi juga tugas penguasa atau mereka yang berwenang mengurus zakat, terutama permasalahan sasaran zakat untuk golongan muallaf ini, yang menurut kebiasaan tidak mungkin dapat dilakukan secara perseorangan.

d. Golongan Kelima Riqab

Mereka yang masih dalam perbudakan, dinamai riqab, disebutkan dalam Muntaqal Akhbar ; golongan ini meliputi golongan muqatab yaitu, budak yang telah dijanjikan oleh tuannya akan dilepaskan jika ia dapat membayar sejumlah tertentu dan termasuk pula budak yang belum dijanjikan ntuk dimerdekakan.menurut tiga imam yaitu, Hanafi, ham bali, dan Syafi’i rikob adalah hamba yang dijanjikan tuhannya bahwa ia boleh menebus dirinya. 36 fungsi dana zakat baginya adalah untuk memerdekakan dirinya. Ini merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh islam dalam rangka menghapuskan kebudakan. Untuk rikab di tambahkan pengertian lain yakani dana untuk membebaskan petani, pedagang dan nelayan kecil dari hisapan lintah darat, pengijun, dan renternir. 37 Meskipun penggunaan dana zakat untuk keperluan ini telah lama d hapus, dana ini boleh di adakan kembali asalkan tujuannya tidak bertentangan dengan al-Quran dan hadis dengan membantu 36 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru, 1990, hal 185-197. 37 Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, h. 68 pengrajin dan pengusaha kecil untuk membangun industri kecil meeka sendiri dari pada membiarkan mereka terus bekerja sebagai buruh. Ini bukan saja membantu mereka menjadi pemilik industri mereka sendirian, tetapi juga memberi tanbahan yang besar terhadap kekayaan negara. 38

e. Golongan Keenam Gharimin

Ghorimin adalah mereka yang punya hutang, tak dapat lagi membayar hutang, karena sudah jatuh fakir. Termasuk kedalamnya, mereka yang berhutang untuk kemaslahatannya, merka yang berhutang kemaslahatan hukum, dan kemaslahatan bersama, seperti mendamaikan per sengketaan, menjamu tamu, memakmurkan masjid, membuat jembatan dan lain-lain. Hanya mereka yang berhutang kemaslahatan diri, baru boleh meminta hak in, bila mereka telah fakir, telah jatuh miskin tak sanggup lagi membayarnya. Adapun merka yang berhutang karna kemaslahatan umum, maka ia boleh minta dari bagian ini buat membayar hutangnya, guna mendamaikan orang yang berselisih dan ahli fikih mensyaratkan hutang yang diperbuat itu, jangan dengan jalan maksiat melainkan apabila telah diketahui, bahwa ia telah bertaubat dari maksiatnya. 39 38 Afzalurahman, Doktrin Ekonomi Islam, h. 303. 39 Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, h. 185