Sebelum 1945 Tahun 1945-1947 Tahun 1947 Tahun 1947-1998

BAB III HUKUM KEPAILITAN

A. Sejarah Hukum Kepailitan Di Indonesia

Pailit, failliet dalam bahasa Belanda, atau bankrupt dalam bahasa Inggris. Pailit pada masa Hindia Belanda tidak dimasukkan ke dalam KUH Dagang WvK dan diatur dalam peraturan tersendiri ke dalam Faillissements- verordening Staatblad Tahun 1905, Nomor 207 Jo Stb Tahun 1906 Nomor 348, sejak tahun 1906 yang dulu diperuntukkan bagi pedagang saja tetapi kemudian dapat digunakan untuk semua golongan.

1. Sebelum 1945

Undang-Undang Kepailitan Sebelum 1945 mula-mula, kepailitan untuk kasus pedagang pengusaha Indonesia diatur dalam Wetboek van Koophandel W.v.K, buku Ketiga, yang berjudul van de Voorzieningen in geval van onvermogen van kooplieden Peraturan tentang Ketidakmampuan Pedagang. Peraturan ini termuat dalam Pasal 749 sampai dengan Pasal 910 W.v.K, tetapi kemudian telah dicabut berdasarkan Pasal 2 Verordening ter Invoering van de Faillissementsverordening S. 1906-348. Peraturan ini berlaku untuk pedagang saja, Sedangkan kepailitan untuk bukan pedagang pengusaha diatur dalam Reglement op de Rechtsvordering atau disingkat Rv Stb.1847-52 Jo. 1849-63, Buku Ketiga, Bab Ketujuh, yang berjudul: Van den Staat van Kennelijk Onvermogen Tentang Keadaan Nyata-nyata Tidak Mampu, dalam Pasal 899 sampai dengan Pasal 915, yang kemudian telah dicabut oleh S1906-348. Universitas Sumatera Utara

2. Tahun 1945-1947

Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 menentukan sebagai berikut: Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Berdasarkan Aturan Peralihan tersebut, maka seluruh perangkat hukum yang berasal dari zaman Hindia Belanda diteruskan berlakunya setelah proklamasi kemerdekaan, kecuali jika setelah diuji ternyata bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila.

3. Tahun 1947

Pada tahun 1947, Pemerintah pendudukan Belanda di Jakarta menerbitkan Peraturan Darurat Kepailitan 1947 Noodsregeling Faillissmenten 1947. Tujuannya ialah untuk memberikan dasar hukum bagi penghapusan putusan kepailitan yang terjadi sebelum jatuhnya Jepang. Tugas ini sudah lama selesai, sehingga dengan demikian Peraturan Darurat Kepailitan 1947 itu sudah tidak berlaku lagi.

4. Tahun 1947-1998

Di dalam praktik, Faillissementsverordening relatif sangat sedikit digunakan. Faktor penyebabnya antara lain karena keberadaan peraturan itu di tengah-tengah masyarakat, kurang dikenal dan dipahami. Sosialisasinya ke masyarakat sangat minim. Adanya dua buah peraturan ini telah menimbulkan banyak kesulitan dalam pelaksanaannya, di antaranya ialah: a. Banyak formalitas yang harus ditempuh. b. Biaya tinggi. Universitas Sumatera Utara c. Terlalu sedikit bagi Kreditor untuk dapat ikut campur terhadap jalannya proses kepailitan. d. Pelaksanaan kepailitan memakan waktu yang lama. Karena persepsi masyarakat yang negatif terhadap badan peradilan, maka masyarakat merasa tidak ada sarana yang efektif yang dapat digunakan Kreditor untuk dapat melindungi kepentingannya, khususnya agar Debitor yang nakal dapat melunasi kewajibannya, jika perlu dengan melakukan paksaan secara hukum melalui pengadilan. Adapun latar belakang diterbitkannya FV faillissement-verordening adalah: 29 a. Menghindari perebutan harta debitor oleh kreditor secara bersamaan. b. Menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya. c. Menghindari adanya kecurangan-kecurangan oleh salah satu kreditor atau debitor sendiri. Masalah pailit sebagaimana peraturan lainnya, dirasakan sangat penting keberadaanya. Tahun 1997, ketika krisis ekonomi melanda Indonesia dimana hampir seluruh sendi kehidupan perekonomian nasional rusak, termasuk dunia bisnis dan masalah keamanan investasi di Indonesia. Krisis tersebut membawa makna perubahan yang sangat penting bagi perkembangan peraturan Kepailitan di Indonesia selanjutnya. Disadari bahwa peraturan lama dan yang masih berlaku ternyata tidak bisa menyesuaikan dengan kebutuhan perubahan jaman. Oleh 29 Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan, Bandung: Nuansa Aulia, 2006, h. 19. Universitas Sumatera Utara karena itu, pada tahun 1998, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.