terkait dengan ketentuan pencabutan izin usaha Bank, pembubaran Badan Hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
42
Dalam Pasal 2 ayat 4 disebutkan dalam hal debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpan dan
penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek dibawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.
4. Badan Pengawas Pasar Modal
43
Dalam Pasal 2 ayat 5 dikemukakan bahwa dalam hal debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, dana pensiun, atau BUMN yang
bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan
pailit untuk Instansi-Instansi yang berada di bawah pengawasannya.
5. Menteri Keuangan Republik Indonesia
44
Mekanisme permohonan pernyataan pailit dijelaskan dalam Pasal 6 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 yakni permohonan diajukan
ke Ketua Pengadilan. Pengadilan yang dimaksud disini adalah Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan Peradilan Umum Pasal 1 butir 7 Undang-Undang
Kepailitan, yaitu:
45
a. Permohonan diajukan ke Ketua Pengadilan Niaga.
42
Ibid., h. 25.
43
Ibid., h. 26.
44
Ibid., h. 28.
45
Sentosa Sembiring, Op. Cit. h. 29.
Universitas Sumatera Utara
b. Panitera mendaftarkan permohonan.
c. Sidang paling lambat 20 hari setelah permohonan didaftarkan.
d. Bila alasan cukup pengadilan dapat menunda paling lambat 25 hari.
e. Pemeriksaan paling lambat 20 hari Pasal 6 ayat 6 Undang-Undang
Kepailitan. f.
Hakim dapat menunda 25 hari Pasal 8 ayat 7 Undang-Undang Kepailitan.
g. Pemanggilan dilakukan 7 hari sebelum sidang dilakukan.
h. Putusan pengadilan paling lambat 60 hari setelah permohonan
pernyataan pailit didaftarkan Pasal 8 ayat 5 . Permohonan Pernyataan Pailit harus diputuskan dalam waktu yang tidak
berlarut-larut Undang-Undang Kepailitan harus menjamin proses Kepailitan berjalan tidak berlarut-larut. Untuk mencapai tujuan itu, Undang-Undang
Kepailitan harus membatasi berapa lama proses Kepailitan harus telah tuntas sejak proses Kepailitan itu dimulai.
Dalam hubungan ini, maka harus ditentukan batas waktu bagi pengadilan yang berwenang memutuskan pernyataan pailit harus telah memeriksa dan
memutuskan permohonan pernyataan pailit itu, dan keputusan tidak boleh terlalu cepat karena dapat menghasilkan keputusan yang mutunya mengecewakan karena
dibuat tergesa-gesa oleh hakim. Undang-Undang Kepailitan telah menganut asas cepat tersebut, namun
Pasal 6 ayat 4 Undang-Undang Kepailitan yang menentukan bahwa putusan atas permohonan pernyataan pailit harus ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat
30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit
Universitas Sumatera Utara
didaftarkan adalah tidak realistis. Waktu tersebut sangat pendek sehingga hanya akan menghasilkan kualitas putusan yang kurang baik karena diputuskan secara
terburu-buru. Undang-Undang Kepailitan tidak memberikan sanksi seandainya putusan
tersebut ditetapkan dalam jangka waktu melebihi 30 tiga puluh hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 4 UUK tersebut. Bahkan Mahkamah Agung dalam
Putusan Peninjauan Kembali, yaitu putusan Mahkamah Agung No. 011PKN1999 tanggal 15 Juli 1999 mengemukakan: bahwa alasan permohonan
peninjauan kembali tidak dapat dibenarkan, sebab meskipun putusan dijatuhkan melampaui tenggang waktu 30 tiga puluh hari, hal tersebut tidak membatalkan
putusan.
E. Akibat Hukum Pernyataan Pailit