1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ibadah haji merupakan perjalanan yang bernilai, pengembaraan yang sakral dan perjalanan wisata yang agung, di mana kaum muslimin mendatangi
negeri yang aman dengan jiwa raganya untuk bermunajat kepada Tuhan semesta alam.
1
Ditinjau dari segi etimologi ibadah Haji terdiri dari kata “Hajj”, yaitu
menyengaja sesuatu perbuatan. Sedangkan secara terminologi makna Haji yaitu berkunjung ke Baitullah Ka’bah untuk melakukan amalan antara lain:
wukuf, thawaf, sa’i dan amalan lainnya pada masa tertentu, demi memenuhi panggilan Allah SWT dan mengharapkan ridhaNya.
2
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkarinya, maka sesungguhnya Allah Maha
Kaya dari semesta alam
” QS. Ali Imron 3: 97 Ibadah Haji merupakan rukun Islam yang kelima. Allah SWT
menjanjikan surga kepada kaum muslim sebagai pahala bagi para Haji mabrur.
1
Nashir ibn Musfir az-Zahrani, Indahnya Ibadah Haji Jakarta: Qisthi press, 2007, h. 7
2
Departemen Agama RI, Bimbingan Manasik Haji, Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggara Haji, 2002, h. 4
2
Maka tidak berlebihan jika dengan menunaikan ibadah Haji seorang muslim merasa telah menyempurnakan agamanya.
3
Artinya: “Umroh ke umroh merupakan penghapus dosa antara keduanya dan
tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga ” HR. Bukhori
Haji merupakan praktik keagamaan yang sangat penting bagi orang Islam dalam kehidupannya. Hal ini dapat dilihat pada tingginya jumlah jamaah
haji pada saat Indonesia justru sedang dilanda krisis ekonomi pada tahun 1998. Sebagaimana terlihat pada tahun 1994-1998, jumlah pergi haji berada pada
rata-rata 70 ribu sampai 100 ribu orang setiap tahunnya, namun dalam beberapa tahun terakhir yaitu tahun 1998-2002 ternyata jumlahnya telah
meningkat pesat, sehingga mencapai rata-rata 150 ribu sampai 200 ribu orang lebih pertahunnya.
4
Di dalam pelaksanaan ibadah Haji, ada banyak aspek yang harus dipenuhi oleh pihak pengelola Pemerintah seperti transportasi, akomodasi,
konsumsi dan kesehatan. Begitu pula dari pihak jamaah Haji sendiri seperti memenuhi BPIH Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji, dan kelengkapan
dokumen-dokumen. Banyaknya dokumen yang harus dilengkapi dan juga keinginan untuk mendapatkan pelayanan ibadah haji yang lebih baik membuat
sebagian calon jamaah haji merasa membutuhkan adanya pihak ketiga untuk membantu mereka seperti Kelompok Bimbingan Ibadah Haji KBIH dan
Penyelenggara Ibadah Haji Khusus PIHK.
3
Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, h.1
4
M. Amin Akkas, Haji dan Reprodruksi Sosial, Jakarta: Mediacita, 2005, h. 3
3
Sebagaimana diketahui, tanggapan dan partisipasi masyarakat selama ini cukup positif dalam membantu Pemerintah untuk memenuhi tuntunan
masyarakat yang semakin beraneka ragam itu dalam penyelenggaraan haji. Tanggapan masyarakat yang positif ini dapat terlihat dengan kehadiran
berbagai Kelompok Bimbingan Ibadah Haji KBIH yang dibentuk Majlis Taklim, Kelompok Pengajian dan Yayasan-yayasan Islam. Kemudian untuk
memenuhi tuntutan pelayanan khusus dari sementara lapisan masyarakat muncul Penyelenggara Ibadah Haji Khusus PIHK yang dibentuk oleh para
pelaku bisnis. PIHK ini sebelumnya dikenal sebagai Penyelenggara Ongkos Naik Haji Plus ONH Plus. Sejak akhir tahun 90-an jumlah KBIH dan PIHK
semakin menjamur dan seiring dengan itu orientasi bisnisnya juga kian menonjol.
5
Menurut UU No. 13 tahun 2008 pasal 2 tentang penyelenggaraan ibadah haji bahwa penyelenggaraan ibadah haji dilaksanakan berdasarkan asas
keadilan, profesionalitas dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba.
6
Oleh karena itu tidak ada larangan bagi pelaku bisnis yang ingin menjadi PIHK
asalkan memenuhi peraturan pemerintah dalam mendirikan sebuah biro perjalanan ibadah haji.
Banyaknya PIHK yang ada saat ini, menjadikan mereka saling bersaing untuk menjaring pelanggan sebanyak mungkin. Tidak dapat pungkiri bahwa
salah satu faktor yang menjadikan konsumen memilih sebuah perusahaan baik produk maupun jasa adalah mengenai persepsi mereka terhadap perusahaan
5
Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, h.80
6
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
4
tersebut. Persepsi masyarakat dari adanya pengalaman, kepercayaan, perasaan, dan pengetahuan masyarakat terhadap perusahaan dinamakan citra.
Citra merupakan salah satu aset terpenting dari Perusahaan atau organisasi yang selayaknya terus menerus dibangun dan dipelihara. Citra yang
baik merupakan perangkat kuat, bukan hanya untuk menarik konsumen dalam memilih produk atau Perusahaan, melainkan juga dapat memperbaiki sikap
dan kepuasan konsumen terhadap Perusahaan. Perusahaan dapat menjadikan citranya sebagai strategi diferensiasi dalam pemasaran. Strategi diferensiasi
adalah strategi yang bertujuan memproduksi barang dan jasa yang dianggap unik oleh industri. Semakin berbeda citra sebuah perusahaan maka semakin
banyak masyarakat yang mengenal dan mengenang perusahaan tersebut. Penulis sangat tertarik untuk meneliti tentang strategi diferensiasi citra
dalam pemasaran sebuah perusahaan biro perjalanan ibadah haji dan umroh. Kemudian penulis memilih Travel Maktour sebagai tempat penelitian skripsi
ini. Travel Maktour adalah sebuah Penyelenggara Ibadah Haji Khusus PIHK yang memiliki citra ekslusif. Hal ini penulis lihat dari kualitas pelayanan,
fasilitas dan harga yang ditawarkan oleh Travel Maktour berbeda dengan travel lain. Oleh karena itu tepat kiranya jika dan memberi judul bagi
penelitian ini
“Analisis Strategi Diferensiasi Citra Dalam Pemasaran Travel Maktour
”.
5
B. Batasan dan Rumusan Masalah