BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumput Laut Eucheuma cottonii
Menurut Doty 1985, Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah Rhodophyceae dan berubah nama menjadi Kappaphycus
alvarezii karena karaginan yang dihasilkan termasuk fraksi kappa-karaginan. Nama daerah ‘cottonii’ umumnya lebih dikenal dan biasa dipakai dalam dunia
perdagangan nasional maupun internasional. Ciri fisik Eucheuma cottonii adalah mempunyai thallus silindris, dan
permukaannya licin. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya
karena faktor lingkungan. Penampakan thallus bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada thallus runcing memanjang, agak
jarang-jarang dan tidak bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan ke daerah pangkal
Atmadja, 1996. Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat gula
atau Vegetable-gum, protein, sedikit lemak, dan abu yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Selain itu rumput laut juga
mengandung vitamin. Beberapa jenis rumput laut mengandung lebih banyak vitamin dan mineral penting, seperti kalsium dan zat besi bila dibandingkan
dengan sayuran dan buah-buahan Anggadiredja, dkk, 2008.
Kandungan unsur makro dan mikro yang terdapat dalam rumput laut, Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan unsur-unsur makro dan mikro Eucheuma cottonii
Sumber : Winarno 1990 Unsur
Kisaran kandungan dalam berat kering Karaginan
Kadar air Karbohidrat
Protein Abu
Serat kasar Lemak
Chlor Kalium
Natrium Magnesium
Belerang Silicon
Fosfor Kalsium
Besi Iod
Vitamin B
1
Thiamin Vitamin B
2
Riboflacin Vitamin C
67,51 11,80
10,64
9,20 4,79
1,73 0,16
1,5 – 3,5 1,0 – 2,2
1,0 – 7,9 0,3 – 1,0
0,5 – 1,8 0,2 – 0,3
0,2 – 0,3 0,4 – 1,5
0,1 – 0,15 0,1 – 0,15
0,14 mg100g 2,7 mg100g
12 mg100g
B. Semirefine Carrageenan SRCKaraginan Setengah Jadi
Karaginan yang berasal dari rumput laut Eucheuma cottonii yaitu jenis kappa-karaginan. Proses produksi SRC pada intinya dilakukan melalui perlakuan
alkali dalam kondisi panas yang disebut dengan proses alkali treatment. Menurut Rees, 1972 dalam Suryaningrum, et al., 1991 penggunaan larutan alkali dapat
meningkatkan kekuatan gel kappa-karaginan karena kation alkali seperti kation K
+
, Na
+
, Ca
++
dapat mereduksi gugus sulfat kappa-karaginan. Selain itu Stanley 1987 juga menjelaskan bahwa perlakuan alkali bertujuan untuk mengkatalisis
hilangnya gugus 6-sulfat yang bersifat hidrofilik dari unit monomer karaginan dan membentuk 3,6-anhydrogalaktosa yang bersifat hidrofobik sehingga dapat
meningkatkan gel karaginan yang dihasilkan, meningkatkan titik leleh karaginan di atas suhu pemasakannya, sekaligus memucatkan warna rumput laut sehingga
dihasilkan karaginan yang mempunyai kekuatan gel yang tinggi dan warna yang lebih putih.
Pemakaian ion K
+
yang diperlukan dalam proses pembentukan gel adalah minimal 0,007 M. Pada konsentrasi yang lebih rendah kappa-karaginan tidak
dapat membentuk gel Rochas dan Rinoudo, 1984 dalam Marlinah, 1992. Asupan ion K
+
pada proses ekstraksi kappa-karaginan dapat diperoleh dari larutan alkali seperti KOH maupun NaOH dan KCL, namun demikian penggunaan garam
natrium dapat menyebabkan kekuatan gel menjadi lebih rendah jika dibandingkan dengan penambahan garam kalium. Keunggulan garam kalium yang digunakan
pada proses ekstraksi di samping dapat mereduksi kandungan lemak dan protein, ion K
+
juga akan bereaksi dengan gugus sulfat OSO
3 -
. Produk SRC flour dapat digunakan dalam industri makananminuman
food grade maupun industri lainnya non food grade. Konsentrasi alkali dan lama memasak akan sangat menentukan apakah SRC flour ditujukan untuk food
grade atau non food grade. Untuk SRC flour food grade, proses pengeringan diupayakan menggunakan mesin atau alat pengering. Di samping itu minimalkan
kontak dengan udara terbuka untuk mengurangi jumlah kandungan mikroba sebagai persyaratan untuk makanan Anggadiredja, dkk, 2008.
Proses pengolahan rumput laut menjadi SRC dengan perlakuan alkali menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan 2003, melalui tahapan berikut :
1 Sortasi
Menghilangkan kotoran-kotoran seperti benang, kayu dan batu yang terdapat pada rumput laut
2 Pencucian
Dilakukan dengan air bersih yang mengalir hingga lumpur, garam dan kotoran lainnya yang melekat terlepas.
3 Proses perlakuan alkali
Rumput laut direbus dalam larutan KOH 8 dan suhu dipertahankan dibawah 85ºC selama 2 jam. Volume larutan KOH yang digunakan sebagai perebus
sebanyak 3-4 kali berat rumput laut keringnya. Selama perebusan rumput laut diaduk-aduk sehingga pemanasannya merata.
4 Netralisasi
Rumput laut direndam dan dicuci berulang-ulang sampai air pencucian pH nya netral pH 7.
5 Pemotongan
Rumput laut dipotong-potong dengan ukuran sepanjang 2-4 cm. 6
Pengeringan Dikeringkan selama 2-3 hari, sehingga diperoleh ATC dalam bentuk chips.
7 Penepungan
Produk akhir kemudian digiling dan diayak menjadi tepung SRC yang berukuran 40-60 mesh.
Rumput laut jenis Euchema cottoni Sortasi
Pencucian dengan air bersih
Perlakuan alkali
Netralisasi
Pemotongan 2-4 cm
Pengeringan
Penepungan
Pengayakan 60 mesh
Tepung SRC
Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan tepung SRC
Badan Riset Kelautan dan Perikanan, 2003
C. Karaginan