D. Mekanisme Gel
Menurut Glicksman 1979, pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk
suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.
Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat
elastis dan kekakuan. Kappa-karaginan dan iota-karaginan merupakan fraksi yang mampu
membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Kemampuan pembentukan gel pada
kappa dan iota karaginan karena mengandung gugus 3,6-anhidrogalaktosa. Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan
mengakibatkan polimer karaginan dalam larutan menjadi random coil acak. Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix pilinan
ganda dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan
terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat. Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan
gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis Thomas 1992. Mekanisme pembentukan gel karaginan dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Mekanisme pembentukan gel karaginan Thomas 1992
E. Edible Film
Edible film merupakan lapisan tipis dan kontinyu yang terbuat dari bahan- bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi komponen makanan coating atau
diletakkan diantara komponen makanan film yang berfungsi sebagai barrier terhadap transfer massa, misalnya kelembapan, oksigen, lipid, cahaya, dan zat
terlarut, atau sebagai carrier bahan makan dan bahan tambahan, serta untuk meningkatkan penanganan makanan Krochta dan De Mulder Johnston, 1997.
Edible film harus mempunyai sifat-sifat yang sama dengan film kemasan seperti plastik, yaitu harus memiliki sifat menahan air sehingga dapat mencegah
kehilangan kelembaban produk, memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu, mengembalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan
warna, pigmen alami dan gizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan.
Krochta et al., 1994
Komponen utama penyusun edible film dikelompokkan menjadi tiga yaitu: hidrokoloid, lipid dan komposit dari keduanya Krochta, 1992. Setiasih 1999
menjelaskan bahwa hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film dapat berupa protein atau polisakarida. Bahan dasar protein dapat berasal dari
jagung, kedele, kasein, kolagen, gelatin, protein susu dan protein ikan. Polisakarida yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah selulosa dan
turunannya, pati dan turunannya, pektin, ekstrak ganggang laut alginat, karaginan, agar, gum gum arab dan gum karaya, xanthan, kitosan, dan lain-lain.
Sedangkan lemak yang umum digunakan dalam pembuatan edible film adalah: lilin alami beeswax, carnauba wax, dan paraffin wax, asil gliserol, asam lemak
asam oleat dan asam laurat. Edible film yang terbuat dari hidrokoloid menurut Krochta 1992
memiliki beberapa kelebihan, yaitu baik untuk melindungi produk terhadap oksigen maupun CO
2
dan lipid, serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan, selain itu meningkatkan kesatuan struktural produk. Sedangkan kekurangan
bungkus dari karbohidrat yaitu, kurang bagus untuk mengatur migrasi uap air dan bungkus dari protein biasanya dipengaruhi oleh perubahan pH. Kelebihan edible
film dari lipid dapat melindungi produk dan tidak menyerap air selama penyimpanannya, sedangkan kekurangannya adalah penggunaannya dalam bentuk
murni terbatas karena kurangnya integritas dan ketahanannya. Diagram alir proses pembuatan edible film dapat dilihat pada Gambar 7.
Pelarutan bahan dasar hidrokoloid, lipidkomposit
Penambahan plastisizer
Pemanasan dan pengadukan suhu 55-70ºC selama 15 menit
Pencetakan menggunakan auto-casting machine
Pengeringan selama 12-18 jam Suhu 30ºC RH 50
Penyimpanan
Edible film
Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan edible film
Krochta dan De Mulder Johnston, 1997.
Edible film dengan kualitas yang baik akan memiliki karakteristik yang dapat ditentukan dari sifaft fisik dan mekanik. Sifat fisik dan mekanik edible film
yaitu sebagai berikut:
1. Ketebalan Thickness
Ketebalan edible film merupakan sifat fisik yang besarnya dipengaruhi oleh konsentrasi bahan dasar pembentuk edible film dan ukuran plat kaca
pencetak. Ketebalan edible film mempengaruhi laju uap air, gas dan senyawa volatile. Sebagai kemasan, semakin tebal edible film maka kemampuan
penahannya akan semakin besar atau semakin sulit dilewati uap air, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang Hugh dan Krochta, 1994.
2. Persen perpanjangan Elongasi
Elongasi adalah pertambahan panjang awal pada saat mengalami penarikan hingga putus yang dinyatakan dalam persen. Nilai elongasi edible film
menunjukkan kemampuan rentangnya Gontard, 1993.
3. Kekuatan peregangan Tensile Strength
Kekuatan peregangan edible film merupakan kemampuan bahan dalam menahan tekanan yang diberikan saat bahan berada dalam regangan maksimum
yang dapat diterima oleh bahan atau sample. Pemberian tekanan secara terus menerus akan menekan bahan sehingga terjadi perubahan peregangan. Pada saat
dimana bahan tidak lagi mampu menahan gaya tekan, maka terjadi cracking yaitu titik dimana deformasi permanen terjadi. Titik inilah yang merupakan data untuk
mendapatkan data regangan Gontard, 1993.
4. Laju transmisi uap air Water Vapor Transmission Rate
Transmisi uap air adalah kecepatan perpindahan uap air melalui suatu unit area dari material dengan ketebalan tertentu. Lenger dan Beverloo 1975 dalam
Purwitasari 2002 menyatakan bahwa kecepatan transmisi uap air dari bahan tergantung dari beberapa factor diantaranya yaitu, luas permukaan dan jenis atau
tipe permukaan dari bahan sehingga semakin luas permukaan maka jumlah uap air yang berdifusi persatuan waktu akan semakin besar.
F. Plasticizer
Plasticizer adalah salah satu komponen bahan dasar pembuatan edible film yang berfungsi untuk mengatasi sifat rapuh. Plasticizer merupakan bahan non
volatil dengan titik didih tinggi dan jika ditambahkan ke dalam bahan lain akan merubah sifat fisik dan sifat mekanik dari bahan tersebut Hugh dan Krochta,
1994. Penggunaan plasticizer harus cocok dengan polimer pembentuk edible film
dan berada permanen dalam sistem pelarut polimer pada kondisi yang digunakan. Hal ini penting karena formulasi edible film secara keseluruhan polimer, pelarut,
plasticizer dan bahan lain memiliki efek langsung pada karakteristik film yang dihasilkan, sehingga polimer dan plasticizer harus memiliki kelarutan yang
hampir sama dalam pelarut yang digunakan. Bureau dan Multon, 1996. Mekanisme proses plastisisasi polimer sebagai akibat penambahan
plasticizer berdasarkan Sears and Darby, 1982 di dalam : Di Gioia and Guilbert, 1999 melalui urutan sebagai berikut :
1. Pembasahan dan adsorpsi 2. Pemecahan dan atau penetrasi pada permukaan
3. Absorpsi, difusi 4. Pemutusan pada bagian amorf
5. Pemotongan struktur Plasticizer yang banyak digunakan adalah sorbitol, gliserol, polietilen
glikol, propilen glikol dan sukrosa. Plasticizer seperti gliserol, sorbitol dan polietilen glikol akan memberikan sifat fleksibilitas dan elastisitas rantai polimer.
Fleksibilitas dan elastisitas dicapai karena plasticizer dapat meningkatkan jarak intermolekul dan larut dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga akan
mempermudah gerakan molekul polimer Hugh dan Krochta, 1994. Plasticizer seperti sorbitol dapat memberikan sifat fleksibilitas dan
elastisitas terhadap rantai polimer dari edible film, karena sorbitol dapat larut dalam tiap-tiap rantai polimer dan meningkatkan jarak intermolekul sehingga akan
mempermudah gerakan molekul polimer. Selain itu sorbitol mampu merangsang terbentuknya film yang lebih kompak dan padat, sehingga dapat mengurangi
kerapuhan, serta dapat mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan intermolekuler yang dapat dapat menjadikan resistensi terhadap migrasi uap air
makin baik Sulaiman, 1996. Sorbitol C
6
H
14
O
6
berasal dari golongan gula alkohol. Gula alkohol merupakan hasil reduksi dari glukosa di mana semua atom oksigen dalam molekul
gula alkohol yang sederhana terdapat dalam bentuk kelompok hidroksil. Beberapa keunggulan yang dimiliki sorbitol yaitu: sorbitol cukup stabil, tidak reaktif, dan
mampu bertahan dalam suhu tinggi dan tidak ikut serta dalam reaksi maillard. Penggunaan lain dari sorbitol adalah sebagai pencegah kristalisasi dalam produk
makanan, karena sifatnya yang mampu mempertahankan kelembaban makanan yang cenderung mengering dan mengeras agar bahan makanan tersebut tetap
segar Diana, dkk, 2005. H
2
C OH CH OH
OH C H HC OH
HC OH H
2
C OH
Gambar 8. Rumus kimia sorbitol.
G. Analisis Keputusan