Masa Berumah Tangga Bangun Tarigan Sebagai Seniman Karo

26

2.8.3 Masa Berumah Tangga

Bapak Bangun Tarigan menikah pada tahun 1984 saat berusia 21 tahun dengan masih mengikuti kuliah di Etnomusikologi semester 4. Beliau menikah dengan Nemi br Gurusinga. Dari pernikahan ini beliau dan istrinya dikaruniai satu orang anak yaitu, Trisuci Ria br Tarigan. Namun hubungan pernikahan tersebut tidak berjalan dengan baik, maka pada tahun 1990 beliau kembali menikah dengan Ibu Nari br Surbakti. Dari pernikahan itu mereka di karuniai empat orang anak, satu orang anak perempuan dan tiga orang anak laki-laki yaitu: 1. Nopri Deliana br Tarigan 2. Pridonta Tarigan 3. Remando Tarigan 4. Jejoredo Tarigan

2.8.4 Bangun Tarigan Sebagai Seniman Karo

Sejak kecil Bangun Tarigan memang sudah memiliki keterampilan dalam bidang seni terutama dalam memainkan alat musik tradisional Karo. Alat musik keteng-keteng dan balobat sudah biasa dibuat dan dimainkan oleh beliau sejak masih kecil. Beliau belajar dari banyak orang di sekelilingnya termasuk yang paling berperan adalah kepala sekolah beliau saat masih bersekolah di SMP Masehi Kabanjahe, kepala sekolah tersebut banyak mengajarkan cara-cara memainkan dan membuat alat musik tradisional Karo. Pada tahun 1986 beliau mempelajari alat musik Karo seperti gung, penganak, kulcapi, surdam, dan gendang yang diajarkan oleh almarhum Bapak Jasa Tarigan, dan pada saat itu beliau merupakan pemukul penganak dan gung Universitas Sumatera Utara 27 untuk mengisi acara-acara pernikahan, kematian, dan gendang guro-guro aron. Kemudian pada tahun 1990 beliau mendalami permainan kulcapi Karo dari almarhum Bapak Tukang Ginting. Bangun Tarigan telah mengisi berbagai macam acara dalam permusikan di Tanah Karo mulai dari tahun 1986 sampai dengan sekarang, beliau juga banyak memberikan pembelajaran dan semangat untuk generasi-generasi muda agar tidak melupakan musik tradisional Karo. Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karo adalah salah satu suku yang berasal dari provinsi Sumatera Utara. Etnis karo merupakan salah satu dari lima kelompok etnis batak lainnya, yaitu, Toba, Karo, Simalungun, Pakpak, Mandailing-Angkola, Bangun, 1993:94. Seperti suku-suku lain yang ada di dunia ini, suku Karo mempunyai budaya yang diwariskan secara turun temurun dari leluhur mereka, baik secara lisan maupun tulisan. Salah satu bentuk kebudayaan yang dapat kita lihat dalam kehidupan masyarakat adalah kesenian. Banyak ragam kesenian yang terdapat pada suku Karo yaitu seni ukir, seni musik, seni tari dan masih banyak lagi. Bagi suku Karo, musik mempunyai peranan yang sangat penting dalam aspek kehidupan masyarakatnya, karena hampir seluruh kegiatan adat, ritual, hiburan, selalu menggunakan musik. Masyarakat Karo mempunyai budaya musikal sendiri. Dalam penyajiannya ada yang menggunakan alat musik, ada vokal, gabungan vokal dengan musik, dalam penggunaan alat musiknya ada yang dimainkan secara ensambel ada juga yang secara solo. Dalam masyarakat karo istilah musik disebut dengan gendang, terdapat dua ensambel gendang yang digunakan pada masyarakat Karo yaitu ensambel gendang lima sendalanen dan ensambel gendang telu sendalanen. Kedua ensambel tersebutlah yang sering dipergunakan masyarakat karo dalam kehidupan mereka sehari-hari baik dalam konteks ritual, upacara adat maupun hiburan. Ensambel gendang lima sendalanen terdiri dari lima instrumen musik yaitu Universitas Sumatera Utara