Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                berbicara  peserta  didik  pada  saat  mengungkapkan  kalimat  sederhana  bahasa Jerman  masih  rendah.    Hal  tersebut  disebabkan  oleh  banyak  faktor.  Minat  dan
motivasi  peserta  didik  untuk  belajar  bahasa  Jerman  masih  kurang.  Hal  tersebut dikarenakan  peserta  didik  beranggapan  bahwa  bahasa  Jerman  lebih  sulit  untuk
dipelajari  dibandingkan  bahasa  Inggris  yang  sudah  dipelajari  sejak    Sekolah Menengah  Pertama.  Peserta  didik  juga  cenderung  takut  untuk  berbicara  bahasa
Jerman  karena  perasaan  takut  salah,  tingkat  penguasaan  struktur  dan  kosakata belum mantap, sehingga tidak percaya diri untuk berbicara dalam bahasa Jerman.
Berdasarkan  pengalaman  KKN-PPL  di  SMA  N  2  Wates  Kulonprogo  yang telah  dilakukan  pada  bulan  Juli  sampai  September  2013,  kemampuan  berbicara
bahasa  Jerman  peserta  didik  masih  terlihat  kurang.  Ketika  peserta  didik  diberi tugas untuk berbicara dalam bahasa Jerman mereka masih kurang percaya diri dan
masih banyak pengucapannya yang perlu diperbaiki. Misalnya dalam pengucapan vokal umlaut ä, ö, ü, masih banyak yang harus diperbaiki, karena jika tidak sering
dilatih akan susah dibiasakan untuk pengucapan yang benar. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peserta didik yang masih kurang paham atau terkadang lupa dalam
mengucapkan huruf Umlaut yang benar. Untuk  mengatasi  masalah  tersebut,  guru  tentunya  harus  kreatif  dan  bisa
menemukan  suatu  cara  yang  dapat  menumbuhkan  minat  peserta  didik  untuk meningkatkan  keterampilan  berbicara  mereka  dan  dalam  waktu  yang  bersamaan
dapat  meningkatkan  kualitas  prestasi  peserta  didik  dalam  pembelajaran  bahasa Jerman.  Berdasarkan  masalah-masalah  tersebut,  diperlukan  adanya  upaya  usaha
yang dapat meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Jerman. Salah satu usaha
yang  dapat  dilakukan  yaitu  menerapkan  model  pembelajaran  dengan  teknik Rollenspiel.  Teknik  ini  dipelopori  oleh  George  Shaftel.  Bermain  peran  atau
Rollenspiel  merupakan  model  pembelajaran  yang  dapat  dilakukan  dalam  sebuah lingkungan  peserta  didik  dimana  mereka  dapat  mengembangkan  daya  cipta  dan
bermain. Dalam kehidupan nyata, setiap orang mempunyai cara  yang unik dalam berhubungan dengan orang lain. Masing-masing dalam kehidupannya memainkan
sesuatu  yang  dinamakan  peran.  Oleh  karena  itu,  untuk  dapat  memahami  diri sendiri  dan orang lain  masyarakat sangatlah penting bagi  kita untuk  menyadari
peran dan bagaimana peran tersebut dilakukan. Dengan  teknik  Rollenspiel  bermain  peran  peserta  didik  diberi  peran  dan
situasi  untuk  berlatih  mengembangkan  dan  keterampilan  berbicara,  serta  tingkah laku  dalam  situasi  yang  sesuai  dengan  kehidupan  nyata.  Peserta  didik
memerankan diri orang lain, sehingga jika terjadi kesalahan tidak akan membuat pemeran malu. Bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk
membantu  siswa  menemukan  makna  diri  jati  diri  di  dunia  sosial,  dapat  juga memilih  peran  masing-masing  dan  memecahkan  dilema  dengan  bantuan
kelompok.  Artinya,  melalui  bermain  peran  peserta  didik  belajar  menggunakan konsep  peran,  menyadari  adanya  peran-peran  yang  berbeda  dan  memikirkan
perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Teknik  ini  dipilih  peneliti  karena  memiliki  daya  tarik  tersendiri  bagi  peserta
didik.  Pertama  karena  peserta  didik  terlebih  dahulu  menyusun  sebuah  narasi, mereka  secara  tidak  sengaja  belajar  menyusun  kalimat  menurut  tata  bahasa
Jerman  yang  benar.  Teknik  Rollenspiel  belum  pernah  diterapkan  pada  proses
pembelajaran  bahasa  Jerman  di  SMA  Negeri  2  Wates  Kulonprogo.  Oleh  karena itu  peneliti  mencoba  meneliti  mengenai  keefektifan  penggunaan  teknik
Rollenspiel  pada  pembelajaran  keterampilan  berbicara  bahasa  Jerman  peserta didik kelas XI SMA Negeri 2 Wates, Kulonprogo.
                