Frekuensi suatu spesies F
petak seluruh
Jumlah ditemukan
spesies petak
sub Jumlah
Frekuensi relatif suatu spesies FR
100 
 spesies
seluruh Frekuensi
sies suatu spe
Frekuensi
Dominasi suatu spesies D
Ha contoh
petak Luas
sies suatu spe
dasar bidang
Luas 
Dominasi relatif suatu spesies DR
100 
 spesies
seluruh Dominansi
sies suatu spe
Dominansi
Indeks Nilai Penting INP 
Untuk tingkat semai dan pancang : INP = KR + FR
 Untuk tingkat pohon dan tiang
: INP = KR + FR + DR Total  Indeks  Nilai  Penting  INP  untuk  setiap  tingkat  pohon,  tiang,
pancang, semai, dan tumbuhan bawah, dihitung untuk setiap tipe ekosistem. Nilai INP setiap tipe ekosistem menggambarkan kondisi vegetasi.
3.5.2 Analisis populasi
Analisis  populasi  digunakan  untuk  menjelaskan  jumlah  banteng  yang dijumpai  pada  saat  pengamatan.  Adapun  pendugaan  populasi  Banteng
berdasarkan  metode  concentration  count  menggunakan  rumus  Alokdra  2002 sebagai berikut :
Keterangan : P   =  Σ Pi
Pi  = jumlah individu  yang dijumpai di lokasi penelitian
P   = total populasi di seluruh areal penelitian
3.5.3 Analisis perilaku
Analisis  perilaku  digunakan  untuk  menjelaskan  perilaku  banteng  Bos javanicus
d‟Alton seperti perilaku perilaku makan, minum, beristirahat, merawat tubuh, mengasuh anak, berkelahi, hubungan antar individu banteng dan satwa lain
yang menggunakan habitat yang sama. Analisis perilaku menggunakan deskriptif dan  kuantitatif  dengan  menggunakan  tabel  dan  gambar  untuk  menjelaskan  data
yang diperoleh di lapangan.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1  Sejarah dan Dasar Hukum
Kawasan  hutan  Meru  Betiri  pada  awalnya  berstatus  hutan  lindung  yang ditetapkan  dengan  surat  Keputusan  Pemerintah  Hindia  Belanda,  yaitu  melalui
Besluit van den Directur van Landbouw Neverheid en Hendel No. 7347B tanggal 29 Juli 1931  serta Beslutit Directur van Economiche Zaken No 5751 tanggal  28
April 1938. Kawasan Meru Betiri pada tahun 1967 ditunjuk sebagai calon suaka alam.  Kemudian,  komplek  hutan  Meru  Betiri  ditetapkan  sebagai  kawasan  Suaka
Margasatwa  dengan  luas  50.000  Ha  berdasarkan  Surat  Keputusan  Menteri Pertanian  No. 276KptsUm61972 dengan tujuan utama untuk  melindungi  jenis
satwa harimau jawa Panthera tigris sondaica.
Berdasarkan  Surat  Keputusan  Menteri  Pertanian  No.  429KptsUm71978, kawasan  seksi  Perlindungan  dan  Pelestarian  Alam  Seksi  PPA  Jawa  Timur  II,
wilayahnya  dibagi  menjadi  2  Sub  Balai,  yaitu  Sub  Balai  Perlindungan  dan Pelestarian  Alam Jawa Timur II di Jember dan  Sub Balai  Kawasan Pelesatarian
Baluran  dan  sekitarnya  di  Banyuwangi.  Kawasan  Suaka  Alam  Meru  Betiri diperluas  menjadi  58.000  Ha  dengan  Surat  Keputusan  Menteri  Pertanian  No.
529KptsUm71982 tanggal 21 Juli 1982 terlampir. Perluasan tersebut meliputi Areal  Perkebunan  PT  Sukamade  Baru  Meru  Betiri  bagian  timur  dan  PT
Perkebunan  Bandealit  Meru  Betiri  bagian  barat  seluas  2155  Ha  serta  kawasan hutan lindung sebelah utara dan perairan laut sepanjang pantai selatan seluas 845
Ha. Suaka  Margasatwa  Meru  Betiri  kemudian  dinyatakan  sebagai  kawasan
calon  taman  nasional  melalui  Surat  Menteri  Pertanian  No.  736MentanX1982 tanggal 14 Oktober 1982. Pernyataan kawasan Meru Betiri sebagai calon taman
nasional  dikeluarkan  bersamaan  dengan  diselenggarakannya  Kongres  III  Taman Nasional  se-Dunia  di  Denpasar,  Bali.  Sejak  berakhirnya  izin  HGU  perkebunan
PT. Sukamade Baru dan PT Bandealit tahun 1980, maka status perluasan kawasan calon  Taman  Nasional  Meru  Betiri  menjadi  58.000  Ha  diperkuat  dengan  Surat
Keputusan  Menteri  Kehutanan  No.  377Kpts-II1986  tentang  pengaturan pengelolaan dalam masa peralihan areal perkebunan.