Hubungan intraspesifik dan interspesifik

melindungi kelompoknya. Banteng jantan dewasa ini biasanya membentuk formasi menghadap sumber datangnya bahaya seperti pada Gambar 18, yang bertujuan untuk melindungi kelompoknya. Banteng jantan dewasa yang memenangkan pertarungan ketika musim kawin akan memperoleh kekuasaan untuk kawin dan memilih betina yang akan dikawininnya. Banteng remaja dalam kelompok bersifat kodominan karena belum memiliki peran dalam kelompok. Banteng remaja ini cenderung mengikuti banteng dewasa dalam hal berpindah untuk makan dan banteng remaja ini ketika dewasa akan mengambil alih kekuasaan dalam kelompoknya. Gambar 18 Formasi banteng jantan ketika ada bahaya. Menurut Suratmo 1979 hirarki sosial di dalam suatu masyarakat binatang sering disebut “Peck Order” yaitu terdapat banteng yang lebih berkuasa dan dihormati dalam kelompoknya terbentuk atau berkembang karena beberapa faktor di antaranya adalah pengalaman suatu satwa, umur, keadaan tubuhnya atau ukuran tubuhnya. Banteng cenderung bergabung dengan banteng yang relatif seumur dalam kelompoknya. Beberapa contoh adalah hubungan antara induk dan anak yang akrab tetapi pada saat musim kawin maka hubungan keduanya menjadi renggang, hal ini tampak pada pengusiran anak oleh induknya. Banteng jantan dewasa memang tidak memimpin suatu kelompok namun pada musim tertentu terutama pada musim kawin banteng jantan dewasa biasanya melakukan perkelahian untuk mendapatkan kekuasaan terutama dalam memilih betina yang akan dikawini. Banteng jantan yang kalah dalam perkelahian akan menjauh dari kelompoknya dan menjadi soliter. Banteng soliter ini tidak pernah bergabung lagi dengan kelompoknya lagi melainkan memilih untuk mencari makan sendiri dan banteng soliter ini lebih banyak menghabiskan sisa hidupnya di dalam hutan. Banteng soliter ini terlihat lebih agresif dan gampang marah jika diganggu. Gambar 19 Hubungan intraspesifik banteng. Dalam penggunaan habitat baik untuk makan maupun istirahat terdapat satwa-satwa lain yang juga menggunakan habitat yang sama. Hubungan banteng dengan satwa yang menggunakan habitat sama tergolong menjadi dua hubungan, yaitu hubungan yang menguntungkan dan hubungan yang merugikan seperti pada Gambar 19 yang menggambarkan adanya babi hutan Sus scrofa di tempat banteng merumput. Pada saat musim kemarau dimana sumber pakan sedikit, terjadi persaingan untuk mendapatkan pakan contohnya antara babi dan banteng seperti pada Gambar 19. Berikut jenis satwa yang sering terlihat berinteraksi dengan banteng. Tabel 10 Hubungan interspesifik banteng dengan satwa lain No Jenis satwa Nama latin Jenis hubungan menguntungkan merugikan 1. Babi hutan Sus scrofa - merugikan 2. Burung Gagak Corvus enca Menguntungkan - 3. Lutung Trachypithecus auratus Menguntungkan - 4. Monyet ekor panjang Macaca fascicularis Menguntungkan - Satwa yang ditemukan pada saat banteng merumput antara lain lutung, monyet ekor panjang, babi hutan Sus scrofa dan burung gagak Corvus enca. Keberadaan babi hutan sedikit mengganggu aktivitas makan banteng hal ini ditunjukkan sesekali banteng mengusir babi hutan yang mendekat ke kelompok banteng yang sedang merumput. Selama aktivitas makan pengamat melihat adanya lutung dan monyet ekor panjang yang menggunakan habitat yang sama tapi hal ini tenyata tidak mengganggu kelompok banteng yang sedang makan. Aktivitas yang terjadi ini terjadi hubungan timbal balik yang menguntungkan dimana lutung dan monyet ekor panjang berfungsi sebagai “alarm” jika terjadi bahaya. Lutung dan monyet ekor panjang akan lari ke hutan lebih dahulu lalu disusul oleh banteng jika terdapat bahaya. Banteng juga berfungsi sebagai pelindung bagi kawanan lutung dan monyet ekor panjang tersebut dari gangguan. Banteng jantan dewasa membentuk formasi jika ada gangguan yang secara tidak langsung juga melindungi kawanan lutung dan monyet tersebut. Terjadi hubungan yang saling menguntungkan antara burung gagak dan banteng karena burung gagak biasanya terlihat di atas punggung banteng dan memakan lalat dan nyamuk yang berada di punggung banteng. Menurut Hogerwerf 1970 kehidupan banteng dan satwa pemakan tumbuhan lainnya baik, tetapi pada musim kawin sedikit ditandai oleh sikap permusuhan.

5.3.10 Konservasi banteng

Sistem pengawasan terhadap populasi banteng di TNMB tergolong berjalan baik, hal ini dibuktikan pada titik-titik dimana banteng sering dijumpai diadakan patroli rutin oleh petugas Taman Nasional. Pengelolaan di Resort Sukamade dan Resort Bandealit masih ada kekurangan seperti tidak berfungsinya padang pengembalaan buatan untuk sumber pakan banteng yang terletak di dua lokasi yaitu padang pengembalaan Sumbersari dan padang pengembalaan Pringtali. Ancaman terhadap populasi banteng di TNMB ini karena dekatnya habitat banteng ini dengan penduduk dan tempat wisata. Seperti yang diketahui bahwa pantai Sukamade dan pantai Bandealit merupakan tempat wisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan dari luar kawasan bahkan dari luar negeri. a b Gambar 20 a Plang interpretasi di Resort Bandealit; b Wawancara dengan warga Bandealit. Banteng di TNMB hidup berdekatan dengan pemukiman penduduk. Hal ini dikarenakan terdapat kebun di dalam kawasan Taman Nasional sehingga membuat banyak penduduk yang bekerja pada kebun. Banteng cenderung lebih suka mencari makan di kebun, sehingga membuat sering terjadinya interaksi antara banteng dan manusia di kawanan Taman Nasional ini. Perburuan belum menjadi hal yang membahayakan bagi konservasi banteng di TNMB karena pada hasil wawancara penduduk dan data dari pihak Taman Nasional selama 10 tahun terakhir tidak ditemukannya perburuan banteng. Masyarakat yang berada di dalam kawasan sendiri tidak berani untuk memburu banteng karena takut akan sanksi yang diterima. Banteng memerlukan habitat yang ideal untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Kondisi habitat di Taman Nasional Meru Betiri harus dijaga agar kehidupan dan populasi banteng tidak terganggu. Adapun komponen dari habitat banteng ini adalah padang rumput untuk sumber pakan, sumber air dan tempat mengasin untuk membantu proses pencernaanya. Dalam usaha pelestariannya diperlukan kajian mengenai perilaku untuk mendukung program pengelolaan pelestarian banteng di TNMB ini. Pelestarian banteng tidak cukup hanya mengetahui jumlahnya tetapi juga harus ditinjau dari parameter-parameter lainnya seperti pergerakan, kematian, kelahiran, struktur kelamin dan umur serta berbagai faktor yang berpengaruh terhadap setiap parameter tersebut Setiawati 1986. Diperlukan penerapan peraturan yang mengatur tentang pengawasan satwa khusunya banteng ini secara tegas, hal ini