40
begitu saja. Mungkin sebagian orang menganggap remeh dengan memandang sebelah mata persoalan sengketa tanah ini, padahal persoalan
ini merupakan persoalan yang harus segera dicarikan solusinya. karena sengketa tanah sangat berpotensi terjadinya konflik antar ras, suku dan
agama.
2.5 Tinjauan Umum Sertifikat Hak atas Tanah
2.5.1 Sertifikat Hak atas Tanah
Dalam Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang dimaksud sertifikat adalah: “Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-
masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan” Sutedi, 2006:52. Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis
dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Pasal 1 angka 19 Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Menurut Chomzah 2002:122, yang dimaksud dengan sertifikat adalah: “Surat tanda bukti hak yang terdiri salinan buku tanah dan surat ukur, diberi
sampul, dijilid menjadi satu, yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara AgrariaKep
ala Badan Pertanahan Nasional.” Menurut Hutagalung 2012:37-38, jika suatu bidang tanah sudah
diterbitkan sertifikat secara sah atas nama atau badan hukum yang memperoleh tanh tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasai tanah tersebut, pihak
lain yang merasa yang mempunyai hak atas tanah tersebut tidak dapat lagi
41
menuntut haknya apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat tersebut. Menurut Pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah, Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis
yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
2.5.2 Sertifikat Sebagai Alat Bukti yang Kuat
Menurut Undang-Undang Pokok Agraria sebagai landasan hukum bidang pertanahan di Indonesia, Pasal 19 ayat 2 sub. C sertifikat sebagai alat
pembuktian yang kuat. Pengertian dari sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat adalah bahwa data fisik dan data yuridis yang sesuai dengan data yang tertera
dalam buku tanah dan surat ukur tersebut. Hal ini lebih diperkuat lagi dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dalam ketentuan
Pasal 32 yang menyebutkan bahwa
:
Ayat 1 berbunyi: “Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut
sesuai dengan data yang ada dalam Surat Ukur dan Buku Tanah hak yang bersangkutan
”. Ketentuan Pasal 32 tersebut adalah dalam rangka memberikan jaminan
kepastian hukum di bidang pertanahan menjadi tampak dan dirasakan arti praktisnya yaitu sistem publikasi yang digunakan adalah sistem negatif
Harsono:2008:482.