Pengaruh Intervensi Psikoedukasi Dalam Mengatasi Depresi Postpartum Di Rsu Dr. Pirngadi Medan

(1)

PENGARUH INTERVENSI PSIKOEDUKASI DALAM

MENGATASI DEPRESI POSTPARTUM

DI RSU DR. PIRNGADI MEDAN

T E S I S

Oleh

S O E P

077033034/IKM

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 9


(2)

PENGARUH INTERVENSI PSIKOEDUKASI DALAM

MENGATASI DEPRESI POSTPARTUM

DI RSU DR. PIRNGADI MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

S O E P

077033034/IKM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 9


(3)

Judul Tesis : INTERVENSI PSIKOEDUKASI DALAM MENGATASI DEPRESI PENGARUH POSTPARTUM

DI RSU DR. PIRNGADI MEDAN Nama Mahasiswa : S o e p

Nomor Pokok : 077033034

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Kekhususan : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Syamsir B.S, Sp.KJ (K)) (Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Si) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 3 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. Syamsir B.S, Sp.KJ (K) Anggota : 1. Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Si 2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH INTERVENSI PSIKOEDUKASI DALAM

MENGATASI DEPRESI POSTPARTUM

DI RSU DR. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2009

S O E P 077033034


(6)

ABSTRAK

Depresi Postpartum adalah salah satu jenis depresi yang terjadi pada ibu setelah melahirkan yang diawali dari adanya kelelahan, gangguan tidur, adanya perasaan tidak mampu merawat bayi, adanya perasaan senang yang berlebihan akibat kelahiran bayi dan gejala stres dan upaya untuk menguranginya salah satunya adalah melalui intervensi psikoedukasi baik dengan metode eksplorasi, asesmen, diskusi, bermain peran dan demonstrasi.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu, dengan Non Equivalent Control Group untuk menganalisis pengaruh intervensi psikoedukasi dalam mengatasi depresi postpartum. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang sudah melahirkan tiga hari secara normal tanpa tindakan khusus di RSU dr. Pirngadi Medan berjumlah 110 ibu bersalin. Sampel penelitian sebanyak 60 ibu bersalin masing-masing 30 orang sebagai kelompok yang diberi perlakuan, dan 30 orang sebagai kelompok kontrol dengan kriteria dinyatakan depresi postpartum. Pengambilan dilakukan secara purposive sampling. Analisis data menggunakan uji Pair-Test dan regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 48,4% ibu menderita depresi

postpartum setelah dilakukan intervensi psikoedukasi. Terjadi penurunan depresi

postpartum sebesar 65% setelah dilakukan intervensi psikoedukasi. Hasil uji Pair- Test terdapat perbedaan depresi postpartum pada ibu yang dilakukan intervensi psikoedukasi dengan ibu yang tidak dilakukan intervensi psikoedukasi dengan nilai sig.0,011 (p<0,05), dan berdasarkan hasil uji regresi logistik menunjukkan tidak terdapat hubungan umur dan pekerjaan terhadap depresi post partum dan terdapat pengaruh signifikan pendidikan ibu (p=0,003), paritas ibu (p=0,016) dan dukungan suami (p=0,000) terhadap depresi postpartum.

Disarankan perlu peningkatan penyuluhan kesehatan pada ibu yang melahirkan di RSU dr. Pirngadi Medan, dan perlu pemberian edukasi kepada keluarga atau suami yang mendampingi isterinya ketika melahirkan.


(7)

ABSTRACT

Postpartum depression is one type of depression that occur in the mother after delivering baby, beginning with fatigue, sleep problem, the feeling is not capable of caring for the baby, over euphoria after delivering baby,and stress symptoms, and efforts to minimize it is one of them through the psychoeducation intervention whether with the exploration methods, assessment, discussion, role play and demonstration.

This study is a quasi-experimental research, with Non-equivalent Control Group to analyze the influence of psychoeducation intervention in overcoming postpartum depression. Population in this research is the post partum mother which has been delivered three days to normal without special action on the dr. Pirngadi General Hospital amounted to 110 mothers. Research sample is 60 post-partum mothers each group as 30 people who were given treatment, and 30 persons as control group with the stated criteria of postpartum depression. The sampling is purposive sampling. Analysis of data using Pair Test and logistic regression to the extent the confidence level 95%.

Results of research shows there are 48.4% mothers had postpartum depression after the psychoeducation intervention. Postpartum depression decrease 65% after the psychoeducation intervention. Pair-test results there is a difference between postpartum depression mother with psychoeducation intervention with a mother who does not get psychoeducation intervention with the sig.value 0, 011 (p <0.05), and based on the logistic regression test showed no relationship between age and job with post partum depression and there is a significant relationship postpartum mother education (p = 0.003), mother parity (p = 0.016) and the husband support (p = 0.000) with postpartum depression.

Suggested need to improve health education on postpartum mothers in dr. Pirngadi General Hospital, and it is necessary to give education to the family or the husband who accompanies his wife during the labor.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang senantiasa dan tiada hentinya melimpahkan rahmat dan karunia Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Intervensi Psikoedukasi dalam Mengatasi Depresi Postpartum di RSU dr. Pirngadi Medan” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi jenjang pendidikan Strata-2 pada Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis haturkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Prof. Dr. Syamsir B.S., Sp.KJ (K) selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah membimbing penulis dari awal sampai selesainya penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu memberikan perhatian dan dukungan atas penyelesaian tesis ini, terutama kepada yang terhormat:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Program Studi IKM Kekhususan Promosi Kesehatan sekaligus Dosen Pembanding Tesis.

3. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Dosen Pembanding Tesis.

4. Pimpinan RSU dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan izin penelitian dan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian penulisan tesis ini.

5. Seluruh Staf Dosen dan Administrasi Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memberikan pengajaran, bimbingan dan arahan selama pendidikan.

6. Ibunda tercinta Supiah Boru Pasaribu yang selalu memberikan doa dan dorongan baik moril maupun materi untuk selalu melanjutkan pendidikan penulis ke jenjang yang lebih tinggi.


(9)

7. Istri tercinta Lenny Hartati Harahap, SP. M.Si yang senantiasa memberi semangat belajar dan inspirasi serta doa selama penulis mengikuti perkuliahan hingga selesai pendidikan di Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

8. Seluruh rekan-rekan Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Medan, Juni 2009 Penulis,

Soep


(10)

RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS

1. Nama : Soep

2. Jenis Kelamin : Laki-laki

3. Agama : Islam

4. Tempat/Tgl lahir : Deli Serdang/22 Desember 1970

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri No. 102034 Sei Rampah tahun 1977 – 1983

2. SMP Negeri Sei Rampah tahun 1983 – 1986

3. SMA Negeri Sei Rampah tahun 1986 – 1989

4. Akper DepKes RI Medan tahun 1992 – 1995

5. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia tahun 1999 – 2002 6. Program Magister Promosi Kesehatan dan

Ilmu Perilaku Sekolah Pascasarjana USU tahun 2007 – 2009

C. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Dosen Akper Sehat Binjai tahun 1996 – 1997 2. Dosen Akper DepKes RI Medan tahun 1998 – 2001 3. Konselor Community Mental Health Nursing

(CMHN) Pasca Tsunami Banda Aceh tahun 2004 – 2007 4. Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Medan tahun 2002 – sekarang


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Depresi ... 11

2.2. Depresi Postpartum ... 13

2.3. Determinan Depresi Postpartum ... 13

2.4. Diagnosis Depresi Postpartum ... 19

2.5. Penatalaksanaan Depresi Postpartum ... 20

2.6. Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS)... 22

2.7. Psikoedukasi ... 24

2.8. Landasan Teori ... 30

2.9. Kerangka Konsep Penelitian ... 35

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 37

3.1. Jenis Penelitian ... 37

3.2. Lokasi Penelitian ... 38

3.3. Waktu Penelitian ... 38

3.4. Populasi dan Sampel ... 38


(12)

3.6. Variabel dan Definisi Operasional ... 44

3.7. Metode Pengukuran ... 46

3.8. Metode Analisa Data ... 48

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 50

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 50

4.2. Karakteristik Responden ... 52

4.3. Analisis Univariat ... 53

4.4. Analisis Bivariat ... 65

4.5. Analisis Multivariat... 68

BAB 5 PEMBAHASAN ... 71

5.1. Depresi Postpartum pada Ibu Postpartum di RSU dr. Pirngadi Medan ... 71

5.2. Pengaruh Intervensi Psikoedukasi terhadap Penurunan Depresi Postpartum pada Ibu Postpartum di RSU dr. Pirngadi Medan... 72

5.3. Hubugan Karakteristik Ibu terhadap Depresi Postpartum pada Ibu Postpartum... 75

5.4. Pengaruh Intervensi Psikoedukasi terhadap Karakteristik Ibu dengan Depresi Postpartum ... 78

5.5. Keterbatasan Penelitian... 81

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

6.1. Kesimpulan ... 82

6.2. Saran ... 83


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Distribusi Alat Ukur Depresi Postpartum... 40 3.2. Hasil Uji Validitas dan Realiabilitas Alat Ukur ... 42 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Ibu Pastportum yang

Menderita Depresi Postpartum di RSU dr. Pirngadi Medan ... 52 4.2. Distribusi Skor Sebelum Intervensi Psikoedukasi ... 54 4.3. Distribusi Skor Untuk Identifikasi Depresi Berdasarkan

Intervensi Psikoedukasi... 55 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Depresi pada Ibu

Postpartum... 56 4.5. Peroleh Skor Indikator Depresi Postpartum pada Ibu Postpartum... 60 4.6. Distribusi Frekuensi Depresi Postpartum Berdasarkan

Intervensi Psikoedukasi pada Ibu Postpartum ... 61 4.7. Distribusi Frekuensi Depresi Postpartum Setelah Dilakukan

Intervensi Psikoedukasi pada Ibu Postpartum ... 62

4.8. Distribusi Karakteristik Ibu Berdasarkan Intervensi

Psikoedukasi pada Ibu Postpartum... 63 4.9. Distribusi Perbedaan Depresi Postpartum Berdasarkan Intervensi

Psikoedukasi ... 66 4.10. Tabulasi Silang Depresi Postpartum Berdasarkan

Karakteristik Ibu ... 67

4.11. Hasil Uji Regresi Logistik... 68 4.12. Probabilitas Penurunan Depresi Postpartum Menurut


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Pyramid of Family Care ... 25

2.2. Landasan Teori dan Konsep Penelitian ... 35

2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 36

3.1. Desain Penelitian ... 37

4.1. Distribusi Responden Menurut Skor Indikator Depresi Postpartum 59 4.2. Depresi Postpartum pada Ibu Postpartum Sebelum dan Sesudah Intervensi Psikoedukasi dengan Booklet... 62


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Jadwal Penelitian ... 88

2. Kuesioner Penelitian ... 89

3. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ... 94

4. Izin Penelitian ... 95

5. Surat Selesai Penelitian ... 96

6. Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur... 97

7. Hasil Pengolahan Data ... 99


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Depresi merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa yang dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan kehidupan yang dihadapi oleh setiap individu. Salah satu bentuk depresi tersebut adalah depresi postpartum, yaitu depresi pasca kelahiran. Depresi postpartum diawali dari adanya kelelahan, gangguan tidur, adanya perasaan tidak mampu merawat bayi, adanya perasaan senang yang berlebihan akibat kelahiran bayi dan gejala stres. Depresi postpartum merupakan salah satu bagian integral dari permasalahan gangguan jiwa yang terjadi pada ibu yang melahirkan. Dampak dari depresi ini dapat menurunkan semangat hidup, bahkan sampai pada tindakan ekstrem yaitu bunuh diri (Hawari, 2001).

Secara epidemiologis, depresi postpartum dapat terjadi pada semua golongan umur persalinan dan diberbagai daerah di dunia maupun di Indonesia. Berdasarkan Laporan WHO (1999) diperkirakan wanita melahirkan yang mengalami depresi postpartum ringan berkisar 10 per 1000 kelahiran hidup dan depresi postpartum sedang atau berat berkisar 30 sampai 200 per 1000 kelahiran hidup. Beberapa penelitian juga mengemukakan bahwa depresi postpartum bervariasi di setiap daerah penelitian. Hasil penelitian O’Hara dan Swain (1996) menemukan kejadian depresi postpartum di Belanda sekitar 2%-10%, di Amerika Serikat 8%-26%, di Kanada 50%-70% dan sekitar 13% wanita primipara mengalami depresi postpartum pada


(17)

periode tahun pertama pasca melahirkan. Chen (2000), melaporkan kejadian depresi postpartum ringan sampai berat di Taiwan sebesar 40%, diberbagai negara dilaporkan bahwa terdapat 50%-80% ibu yang baru pertama kali melahirkan mengalami depresi postpartum.

Hasil penelitian yang dilakukan Wratsangka (1996) di RS Hasan Sadikin Bandung mencatat 33% ibu setelah melahirkan mengalami depresi postpartum. Hasil penelitian Alfiben (2000) di RSUP Cipto Mangunkusumo mencatat 33% ibu setelah melahirkan mengalami depresi postpartum. Hasil penelitian yang dilakukan Sylvia (2002) di RSUD Serang mencatat 30% ibu setelah melahirkan mengalami depresi postpartum.

Beberapa determinan terhadap terjadinya depresi postpartum, antara lain: 1) faktor hormonal berupa perubahan kadar estrogen, progesterone, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah; 2) faktor demografi yaitu umur dan jumlah anak; 3) pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan; 4) latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta dukungan lingkungan sosialnya, yaitu dukungan dari suami, keluarga dan teman (Regina, 2001).

Berdasarkan hasil penelitian Wratsangka (1996), bahwa kurangnya dukungan suami pada saat ibu melahirkan merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh dengan kejadian depresi postpartum. Menurut Gardner dan Campbell (1991), dapat disimpulkan bahwa hal lain yang dapat memicu terjadinya depresi


(18)

postpartum adalah nyeri setelah persalinan, termasuk kelelahan, kurang tidur, asupan nutrisi yang menurun, kecemasan dan rasa takut pada saat akan melahirkan.

Konsekuensi dari depresi postpartum menurut Beck (2000), bahwa depresi postpartum mempunyai efek yang merusak (negative effect) hubungan interaksi antara bayi dan ibu dalam tahun pertama kehidupan mereka dan adanya hubungan signifikan antara perilaku bayi dan ibu yang mengalami depresi. Bayi-bayi dari ibu yang mengalami depresi dilaporkan menunjukkan perilaku yang lebih rewel, mudah menangis dan kurang berespons terhadap rangsangan yang diberikan kepadanya.

Berdasarkan penyebab dan dampak dari depresi postpartum serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, maka perlu dilakukan upaya penanganan yang serius terhadap ibu postpartum guna mengatasi kejadian depresi postpartum. Salah satu upaya tersebut adalah melalui psikoedukasi pada ibu postpartum.

Upaya psikoedukasi pada ibu postpartum yang lazim ditemukan di Indonesia adalah hanya dalam bentuk saran dan nasehat agar ibu bayi dapat menjaga kesehatan diri dan bayinya, serta sabar terhadap segala konsekuensi yang dihadapinya, namun upaya tersebut tidak dilakukan secara komprehensif, dan tidak terprogram serta bukan merupakan bagian dari pelayanan persalinan seutuhnya, dan terkadang hanya pada kalangan tertentu saja, dan tenaga perawat tertentu saja (Wrasangka, 1996). Keadaan tersebut dapat menjadi salah satu faktor risiko terhadap terjadinya depresi postpartum pada ibu yang melahirkan.

Secara umum kegiatan-kegiatan yang bersifat edukasi pada ruang perawatan


(19)

dilaksanakan dengan baik, disebabkan oleh minimnya tenaga perawat yang mampu untuk melakukan psikoedukasi, terbatasnya waktu untuk melakukan psikoedukasi akibat banyaknya pasien, dan hanya terfokus pada perawatan fisik ibu dan bayi. Psikoedukasi merupakan suatu kebutuhan bagi ibu postpartum, karena periode postpartum merupakan suatu masa transisi di mana terjadi perubahan secara fisik dan psikologis, perubahan tersebut memerlukan proses adaptasi atau penyesuaian, sehingga menimbulkan berbagai gangguan emosional dan psikologis pada periode setelah melahirkan, terutama bagi wanita yang baru pertama kali melahirkan (Field, 2004).

Hal tersebut senada dengan pendapat Rubin (1999), yang mengutip pendapat Pilliteri, bahwa wanita setelah melahirkan melewati penyesuaian maternal yang meliputi fase menerima (taking in), fase dependent (taking hold) dan fase interdependent (letting go). Pada fase taking hold, beberapa ibu menghadapi kesulitan penyesuaian selama adaptasi maternal terutama untuk tugas-tugas sebagai orang tua, isolasi yang dialami karena harus merawat bayi. Pada fase taking hold ini sering terjadi depresi, perasaan mudah tersinggung yang biasanya timbul akibat berbagai faktor termasuk faktor psikologis akibat kejenuhan dengan banyaknya tanggung jawab sebagai orang tua, kehilangan dukungan yang pernah diterima dari anggota keluarga dan teman-teman ketika hamil, perasaan kecewa ketika persalinan dan kelahiran telah selesai, juga faktor keletihan setelah melahirkan, maka perlu penanganan yang serius terhadap masalah psikologis ibu postpartum. Menurut Wheller (1997), penanganan psikologis dalam bentuk psikoedukasi pada ibu


(20)

postpartum dapat mereduksi terjadinya depresi postpartum yang dilakukan oleh penyedia pelayanan kesehatan termasuk dokter, perawat dan bidan untuk mencari penyelesaian depresi postpartum.

Menurut Roy (1999), psikoedukasi adalah suatu tindakan yang diberikan untuk memperbaiki atau meningkatkan respons positif dari ibu dan suaminya yang sesuai dengan yang diharapkan yang difokuskan untuk mempertahankan keutuhan psikososial (self concept needs), perubahan fungsi atau peran dan ketergantungan atau kebutuhan interaksi. Psikoedukasi dapat diberikan dengan metode atau cara eksplorasi, asesmen, diskusi, bermain peran dan demonstrasi.

Manfaat dari pemberian psikoedukasi tersebut menurut Adryan (2002), dapat membantu mengatasi kecemasan, membuat perasaan menjadi lebih baik dan dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi, mengurangi depresi dan menumbuhkan rasa percaya diri. Menurut Mottaghipour dan Bickerton (2005), psikoedukasi dapat memperkuat strategi koping atau suatu cara khusus dalam menangani kesulitan perubahan mental yang dialami. Pelayanan keluarga yang mengalami gangguan kesehatan mental dikembangkan berdasarkan hirarki kebutuhan menurut Maslow, di mana tingkat dasar adalah connection and assessment, tingkat kedua general education, tingkat ketiga psikoedukasi, tingkat keempat consultation, tingkat kelima (tertinggi) family therapy.

Nichols dan Humenick (2000), mengatakan psikoedukasi bagi ibu-ibu postpartum perlu melibatkan keluarga selama ibu berada di rumah sakit, agar ibu mandiri dalam melakukan perawatan diri dan bayinya serta mampu mengatasi


(21)

masalah psikologis yang dialaminya, hal ini memerlukan intervensi yang bersifat edukatif karena ibu sesungguhnya memiliki kemampuan melakukan perawatan mandiri atau merawat diri sendiri.

Metode psikoedukasi yang dapat dilakukan pada ibu yang mengalami depresi postpartum dengan mengemas materi edukasi dalam bentuk poster, leaflet dan booklet yang berisi tentang pengertian depresi postpartum, perubahan-perubahan baik fisik maupun mental, faktor-faktor yang dapat menyebabkan depresi postpartum, akibat depresi postpartum pada bayi yang dilahirkan maupun keluarga, cara mencegah depresi postpartum, dan cara-cara untuk mengatasi bila terjadi depresi postpartum. Hasil yang diterapkan membuktikan bahwa depresi postpartum dapat teratasi setelah dilakukan program psikoedukasi dalam bentuk materi tersebut. Psikoedukasi dapat diberikan oleh penyedia pelayanan kesehatan seperti dokter, psikolog, perawat dan bidan (Knowes, 1985).

Berdasarkan pendapat para ahli (Tong dan Chamberlain, 2000; Rivard, 2004; Moses dan Roth, 2005; dan Mottaghipour, 2005), dapat disimpulkan di luar negeri baik pelayanan rumah sakit maupun pelayanan di komunitas sudah ada program psikoedukasi dan sudah dilaksanakan pemberian psikoedukasi bagi klien postpartum dengan mengemas materi edukasi tentang cara pencegahan depresi dalam bentuk poster, leaflet, flipchart, booklet dan video. Hasil yang diterapkan membuktikan bahwa depresi postpartum dapat teratasi setelah dilakukan program psikoedukasi dalam bentuk materi tersebut.


(22)

Salah satu rumah sakit di Indonesia yang juga mempunyai masalah psikologis pada ibu postpartum adalah Rumah Sakit Umum (RSU) dr. Pirngadi Medan. RSU dr. Pirngadi merupakan salah satu RSU di Kota Medan yang mempunyai kunjungan persalinan terbanyak, dengan jumlah persalinan 1.317 ibu bersalin pertahun, dengan rata-rata 110 ibu bersalin perbulannya, dengan lama hari rawat antara 3-5 hari. Keadaan ini menunjukkan bahwa masalah psikologis ibu postpartum cenderung terjadi, khususnya depresi postpartum.

Hasil wawancara dengan kepala ruangan RSU dr. Pirngadi Medan (April, 2008), yang merawat langsung ibu postpartum di ruang rawat inap bersalin diketahui bahwa pada hari ketiga setelah melahirkan sering menemukan gejala-gejala pada ibu postpartun seperti bersedih, cemas, mudah marah, tidak nafsu makan, susah tidur dan kurang perhatian pada bayinya pada saat menangis, hal ini merupakan bagian dari gejala gangguan psikologis ibu yang mengarah pada depresi postpartum. Hasil pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti selama 1 (satu) minggu diruang rawat inap bersalin RSU dr. Pirngadi Medan (April, 2008), menemukan gejala-gejala pada ibu postpartum seperti sedih, susah tidur, tidak nafsu makan, mudah marah, pada saat bayi menangis kurang diperdulikan, hal ini juga merupakan gejala gangguan psikologis pada ibu postpartum yang mengarah pada depresi postpartum.

Tingginya gejala-gejala yang mengarah pada depresi postpartum tersebut disebabkan oleh minimnya upaya pendidikan kesehatan yang terarah dan terstruktur yang dilakukan oleh tenaga perawat atau bidan di ruang rawat inap bersalin, hal ini disebabkan minimnya waktu atau kesempatan pada petugas kesehatan (bidan dan


(23)

perawat), dan tingginya kunjungan atau rujukan pasien melahirkan di RSU dr. Pirngadi Medan. Hasil wawancara dengan beberapa orang bidan yang merawat langsung ibu melahirkan, diketahui bahwa pendidikan kesehatan yang dilakukan dalam bentuk ceramah pada ibu-ibu setelah melahirkan di ruang rawat inap belum menunjukkan pengaruh dalam mengatasi kejadian depresi postpartum.

Keadaan tersebut dapat berisiko terhadap terjadinya depresi postpartum, selain dari faktor yang terdapat pada ibu seperti latar belakang psikososial ibu yang bersangkutan seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya serta kurangnya dukungan suami dan keluarga saat ibu melahirkan. Perlu dilakukan upaya strategis untuk mengatasi dan menanggulangi kejadian depresi postpartum pada ibu bersalin di RSU dr. Pirngadi Medan, salah satunya adalah program psikoedukasi pada ibu postpartum dengan metode pendidikan kesehatan, baik metode partisipatif, maupun media lainnya, yang diharapkan dapat mengurangi terjadinya gejala-gejala psikologis yang mengarah pada depresi atau gangguan kejiwaan lainnya. Penelitian tentang pengaruh intervensi psikoedukasi dalam mengatasi depresi postpartum belum pernah dilakukan di Indonesia dan di Provinsi Sumatera Utara khususnya di RSU dr. Pirngadi Medan. Intervensi psikoedukasi yang diberikan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk pendidikan kesehatan dengan menggunakan media booklet.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian tentang pengaruh intervensi psikoedukasi dalam mengatasi depresi postpartum menjadi penting dilakukan mengingat konsekuensi dari terjadinya depresi postpartum sangat


(24)

berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan bayinya, keberlangsungan hidup ibu serta dapat menjadi masalah kesehatan ibu dan bayi, sehingga dapat menjadi masukan dalam perencanaan penanganan depresi postpartum serta gangguan jiwa lainnya pada ibu bersalin di RSU dr. Pirngadi Medan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu: sejauhmana pengaruh intervensi psikoedukasi dalam mengatasi depresi postpartum di RSU dr. Pirngadi Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh intervensi psikoedukasi dalam mengatasi depresi postpartum di RSU dr. Pirngadi Medan.

1.4. Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah intervensi psikoedukasi berpengaruh secara signifikan dalam mengatasi depresi postpartum di RSU dr. Pirngadi Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan pembuat kebijakan untuk menyusun program dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di semua tatanan sehingga angka kejadian depresi postpartum dapat diatasi.


(25)

2. Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit dan bidan dalam meningkatkan peran dan dukungan psikologis yang diberikan kepada klien serta menyadarkan bidan akan kecenderungan terjadinya depresi postpartum pada ibu yang baru melahirkan sehingga dapat menggunakan intervensi psikoedukasi dalam mengatasi kejadian depresi postpartum.

3. Sebagai pengembangan ilmu dan pengetahuan dalam bidang kesehatan masyarakat khususnya bidang promosi kesehatan dalam merancang metode promosi kesehatan dalam bentuk edukasi untuk mengatasi kejadian depresi postpartum.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Depresi

Menurut Hawari (2001), depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan, kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegairahan hidup, apatis dan pesimisme kemudian dapat diikuti gangguan perilaku. Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama dewasa ini, hal ini amat penting karena orang dengan depresi produktivitasnya akan menurun dan ini amat buruk akibatnya bagi suatu masyarakat, bangsa dan negara yang sedang membangun. Depresi juga sebagai penyebab utama tindakan bunuh diri, dan tindakan ini menduduki urutan ke-6 dari penyebab kematian utama di Amerika Serikat.

Menurut Chaplin (2005), depresi adalah merupakan gangguan kemurungan, kesedihan, patah semangat yang ditandai dengan perasaan gelisah, menurunnya kegiatan dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang. Beberapa faktor penyebab dari depresi adalah: 1) kehilangan orang yang dicintai, mungkin karena kematian; 2) peristiwa traumatis atau stressfull, misalnya mengalami kekerasan, masalah sosial; 3) penyakit fisik yang kronis; 4) adanya penyakit mental lain; 5) seseorang yang mempunyai orang tua atau saudara kandung yang mengalami depresi akan mengalami peningkatan risiko mengalami depresi.

Menurut Maslim (2000), gejala-gejala yang dapat terlihat dari seseorang yang mengalami depresi adalah: a) konsentrasi dan perhatian berkurang; b) harga diri dan


(27)

kepercayaan diri berkurang; c) gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna; d) pandangan masa depan yang suram dan pesimistis; e) gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri; f) tidur terganggu; g) nafsu makan berkurang. Depresi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Depresi ringan; minimal harus ada dua dari tiga gejala utama depresi, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala sampingan (yang tidak boleh ada gejala berat diantaranya), lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar dua minggu, hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang bisa dilakukannya.

2. Depresi sedang; minimal harus ada dua dari tiga gejala utama, ditambah sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya, seluruh episode berlangsung minimal dua minggu, menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga, tanpa gejala somatik atau dengan gejala somatik.

3. Depresi berat tanpa gejala psikotik; semua gejala utama harus ada, ditambah minimal empat dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat, sangat tidak mungkin pasien untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

4. Depresi berat dengan gejala psikotik; memenuhi seluruh kriteria depresi berat tanpa gejala psikotik, disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.


(28)

2.2. Depresi Postpartum

Menurut Pillitteri dan Regina (2001), depresi postpartum adalah depresi pasca persalinan yang mulai terjadi pada hari ketiga setelah melahirkan dan berlangsung sampai berminggu-minggu atau bulan yang dikategorikan sebagai sindrom gangguan mental ringan dengan menunjukkan kelelahan, perasaan sedih, mudah marah, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan dengan suami).

Menurut Erikania (1999), depresi Postpartum adalah munculnya gangguan

mood dan kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental

yang muncul setelah melahirkan (pascasalin) pada periode mulai hari ke 4 sampai kurang lebih 3-4 minggu dengan disertai gejala mimpi buruk, tidak dapat tidur, cemas, meningkatnya sensitivitas, dan perubahan mood seperti sedih, kurang nafsu makan, mudah marah, kelelahan, sulit berkonsentrasi, perasaan tidak berharga, menyalahkan diri, dan tidak mempunyai harapan untuk masa depan.

2.3. Determinan Depresi Postpartum

Menurut Kruckman (2001), terjadinya depresi postpartum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1) faktor biologis berupa perubahan kadar hormonal seperti estrogen, progesteron, prolaktin, dan estriol yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa melahirkan atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalu lambat; 2) faktor demografi yaitu umur perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan


(29)

mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu, umur yang tepat bagi seorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20-30 tahun; 3) faktor pengalaman, depresi postpartum lebih banyak ditemukan pada perempuan yang baru pertama kali melahirkan (primipara) bahwa peran seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres; 4) faktor pendidikan, perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak-anaknya; 5) faktor selama persalinan hal ini mencakup lamanya persalinan serta intervensi medis yang digunakan selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin; 6) faktor dukungan sosial dari suami dan keluarga yang membantu pada saat kehamilan, persalinan, dan pascasalin, beban seorang ibu sedikit banyak berkurang.

Menurut Pillitteri dan Regina (2001), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya depresi postpartum yaitu: 1) kelelahan setelah melahirkan yang menyebabkan berubahnya pola tidur dan kurangnya istirahat menyebabkan ibu yang baru melahirkan belum kembali ke kondisi normal; 2) kegalauan dan kebingungan dengan kelahiran bayi yang baru, dan perasaan tidak percaya diri untuk dapat merawat bayinya yang baru sementara masih merasa bertanggung jawab dengan


(30)

semua pekerjaan yang ada; 3) perasaan stres dari perubahan dalam pekerjaan maupun rutinitas dalam rumah tangga; 4) perasaan kehilangan akan identitas diri, akan kemampuan diri, akan figur tubuh sebelum kehamilan dan perasaan akan menjadi kurang menarik; 5) kurangnya waktu untuk diri sendiri sebagaimana yang dilakukan sebelum dan selama kehamilan dan harus tinggal di dalam rumah dalam jangka waktu yang lama. Menurut Paykel (2001), yang mengutip pendapat Regina faktor penyebab depresi postpartum adalah: a) riwayat keluarga yang memiliki penyakit kejiwaan; b) kurangnya dukungan dari suami dan keluarga; c) perasaan khawatir yang berlebihan pada kesehatan janin; d) ada masalah pada kehamilan atau kelahiran bayi sebelumnya; e) sedang menghadapi masalah keuangan; f) hamil usia muda.

Menurut Bowes (2003), yang mengutip pendapat Pillitteri faktor perubahan fisik pada periode postpartum meliputi perubahan adaptasi fisik juga dapat mempengaruhi keadaan psikologis ibu, yaitu:

a. Uterus

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada digaris tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada waktu 12 jam tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas imbilikus. Dalam beberapa hari kemudian perubahan involusio berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari ke 6 fundus berada diantara umbilikus dengan pinggir atas simpisis pubis. Uterus tidak dapat


(31)

dipalpasi pada abdomen pada hari ke 9 postpartum. Seminggu setelah melahirkan uterus sudah berada didalam panggul dan pada minggu ke 6 beratnya menjadi 50-60 gram.

b. Afterpain

Setelah melahirkan tonus uterus meningkat sehingga fundus tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang awal puerperium yang disebut afterpains. Proses menyusui dan pemberian oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya dapat merangsang kontraksi uterus.

c. Lokia

Pengeluaran lokia setelah melahirkan, jumlahnya berkurang secara perlahan dan disertai perubahan warna. Lokia ini mengalami perubahan, pada awalnya disebut lokia rubra berwarna merah terutama mengandung darah dan debris desidua serta debris trofoblastik. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau coklat stelah 3-4 hari yang disebut lokia serosa. Lokia serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih disebut lokia alba. Lokia alba biasanya bertahan selama 2-6 minggu stelah bayi lahir dan berangsur berhenti.

d. Payudara

Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil (estrogen, progesteron, human chorionic gonadotropin, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan


(32)

hormon-hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh ibu menyusui atau tidak. Apabila wanita memilih untuk tidak menyusui dan tidak menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Sekresi dan eksresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah melahirkan. Pada hari kedua atau ketiga ditemukan adanya nyeri seiring dimulainya produksi air susu. Pada hari ketiga atau keempat bisa terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara teregang, bengkak, keras dan nyeri bila ditekan serta hangat jika diraba. Apabila bayi belum mengisap atau dihentikan, laktasi berhenti dalam beberapa hari atau satu minggu.

e. Vagina dan perineum

Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan. Jaringan penopang dasar panggul yang teregang memerlukan waktu sampai enam bulan untuk kembali ketonus semula. Relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini terdiri atas uterus, kandung kemih dan rektum. Walaupun relaksasi dapat terjadi pada setiap wanita, tetapi biasanya merupakan komplikasi langsung yang timbul terlambat akibat melahirkan.

f. Perubahan hormonal (sistem endokrin)

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon seperti human placental lactogen (HPL), estrogen, progesteron dan kortisol serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan sehingga gula


(33)

darah menurun secara bermakna. Selama menyusui kadar prolaktin meningkat sehingga ovarium tidak berespons terhadap folikel stimulasi horman (FSH).

Menurut Rubin (1999), yang mengutip pendapat Pilliteri faktor adaptasi psikologis yang terjadi pada ibu postpartum terdiri dari 3 fase juga dapat menyebabkan depresi postpartum yaitu: a) fase taking in disebut juga periode ketergantungan. Pada fase ini ibu berfokus pada diri sendiri dan tergantung pada orang lain. Pikiran ibu masih berfokus pada persalinan dan tenaganya diarahkan untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya, dibandingkan dengan merawat bayinya. Perilaku yang ditunjukkan pasif dan tergantung, ibu memerlukan bantuan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosionalnya. Fase ini terjadi dalam 1 sampai 2 hari dan dapat diobservasi pada satu jam setelah persalinan; b) fase taking hold merupakan perpindahan dari periode ketergantungan menjadi mandiri. Pada fase ini tenaga ibu meningkat. Ibu merasa lebih nyaman dan lebih berfokus pada bayi daripada dirinya sendiri. Ibu lebih mandiri untuk memulai perawatan diri dan berfokus pada fungsi tubuh. Ibu dapat menerima tanggung jawab dalam perawatan bayi seperti mengontrol tubuhnya sendiri. Menurut Rubin, fase ini sangat ideal untuk memberikan edukasi tentang perawatan diri dan bayinya. Fase ini berlangsung mulai hari ke tiga sampai hari ketujuh; c) fase ketiga adalah fase letting go, yang merupakan periode kemandirian dalam menjalankan peran sebagai ibu baru. Ibu mulai dapat menjalankan peran barunya sebagai ibu secara penuh sejalan dengan kemampuan merawat bayi dan semakin percaya diri. Fase ini mulai sekitar dua minggu postpartum.


(34)

2.4. Diagnosis Depresi Postpartum

Menurut Ling dan Duff (2001), bahwa gejala depresi postpartum yang dialami 60% wanita hampir sama dengan gejala depresi pada umumnya. Tetapi dibandingkan dengan gangguan depresi yang umum, depresi postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain: 1) mimpi buruk, akibat mimpi-mimpi buruk yang menakutkan sehingga sering terbangun dan tidak dapat tidur lagi; 2) insomnia, biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya seperti kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia; 3) phobia, rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh ibu, walaupun diketahuinya bahwa hal itu irasional adanya; 4) kecemasan, rasa tidak aman dan khawatir yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahuinya; 5) meningkatnya sensitivitas, periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan, ibu harus belajar bagaimana cara merawat bayi. Kurangnya pengalaman atau kurangnya rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif akan meningkatkan sensitivitas ibu; 6) perubahan

mood, depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut: sedih, murung,

perasaan tidak berharga, mudah marah, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, kurang nafsu makan, gangguan tidur, dan tidak mempunyai harapan untuk masa depan.


(35)

Menurut Anshari (2005), secara global diperkirakan 20% wanita setelah melahirkan mengalami depresi postpartum dengan gejala-gejala yang hampir sama dengan gejala depresi psikosis. Pada depresi postpartum gejala-gejala tersebut lebih khas antara lain: a) perasaan yang negatif pada bayi yang dilahirkannya; b) kesulitan untuk tidur; c) sering menangis; d) makan terlalu banyak atau terlalu sedikit; e) rasa tidak berharga dan rasa bersalah; f) menjauhkan diri dari teman atau keluarga; g) kehilangan harapan dan pesimistik; h) sakit kepala, nyeri dada, jantung berdebar-debar, dan napas cepat; i) sulit untuk berkonsentrasi dan tidak dapat membuat keputusan; j) merencanakan dan percobaan bunuh diri.

2.5. Penatalaksanaan Depresi Postpartum

Menurut Albin (2001), banyak perempuan tidak mau bercerita bahwa mereka menderita depresi postpartum, karena merasa malu, takut dan merasa bersalah karena merasa depresi disaat seharusnya merasa bahagia, dan takut dikatakan tidak layak untuk menjadi ibu. Tidak berarti bila menderita depresi postpartum tidak pantas menjadi ibu, ada beberapa bantuan yang dapat dilakukan untuk mangatasi depresi tersebut antara lain: 1) banyak istirahat sebisanya, tidurlah selama bayi tidur; 2) hentikan membebani diri sendiri untuk melakukan semuanya sendiri. Kerjakan apa yang dapat dilakukan dan berhenti saat merasa lelah; 3) mintalah bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan pemberian makan pada malam hari, mintalah pada suami untuk mengangkat bayi untuk disusui saat malam hari sehingga ibu dapat menyusui ditempat tidur tanpa harus banyak bergerak; 4) bicarakan dengan


(36)

suami, keluarga, teman, mengenai perasaan yang dimiliki; 5) jangan sendirian dalam jangka waktu lama, pergilah keluar rumah untuk merubah suasana hati; 6) bicaralah dengan ibunda agar dapat saling bertukar pengalaman; 7) ikuti grup support untuk perempuan dengan depresi melalui edukasi; 8) jangan membuat perubahan hidup yang sangat drastis selama kehamilan seperti pindah pekerjaan, pindah rumah, memulai usaha baru, merenovasi atau membangun rumah. Bila perubahan drastis tidak dapat dielakkan, buatlah perencanaan yang matang dan bantuan ataupun support untuk persiapan kelahiran bayi.

Menurut Wheller (1997), penatalaksanaan depresi postpartum dapat dilakukan dengan cara: 1) mengidentifikasi gangguan suasana hati postpartum dengan cara waspada terhadap tanda-tanda dan gejala gangguan suasana hati, ajarkan klien dan keluarganya tentang gangguan-gangguan ini melalui edukasi; 2) mendukung dan memberikan terapi klien dan keluarganya dengan cara pemberian psikoedukasi, kembangkan tujuan terapeutik yang spesifik, pertahankan jadwal konsultasi yang diprogramkan, jaga komunikasi terbuka dengan tenaga kesehatan, koordinasi dengan pelayanan sosial, sertakan partisipasi dan keterlibatan keluarga dalam rencana perawatan dan buat rujukan yang tepat; 3) mendukung upaya ikatan orang tua dan bayi dengan cara beri dukungan untuk perawatan lanjutan ibu kepada bayinya jika memungkinkan dan aman pada bayi, rencanakan perawatan berkesinambungan untuk ibu, bayi dan keluarga; 4) kurangi masalah yang dapat menyebabkan gangguan perasaan dan jika merasa terbebani dengan pekerjaan rumah usahakan seseorang untuk membantu; 5) luangkan waktu untuk melakukan sesuatu


(37)

untuk diri anda, minta seseorang untuk menjaga bayi anda dan minta pertolongan jika memerlukan pertolongan atau nasehat dan carilah seseorang yang dapat membantu anda.

Menurut Erikania (1999), yang harus dilakukan jika seseorang mengalami perasaan negatif dan kacau setelah melahirkan, yaitu: 1) tanamkan dalam pikiran sesuatu yang positif dari gejala-gejala yang dirasakan setelah melahirkan; 2) carilah waktu istirahat sebanyak mungkin berhentilah memaksa diri sendiri melakukan segala sesuatu agar dapat tidur dengan nyenyak dan perhatikan asupan makanan; 3) jangan menghabiskan waktu sendirian sesekali luangkan waktu untuk berduaan saja dengan suami. Mencurahkan perasaan pada suami, keluarga, sahabat, akan membantu seseorang yang depresi mengeluarkan perasaan tertekan yang dialaminya; 4) kalau anda sering menangis tanpa sebab jangan memaksa untuk mencari jawabannya, manfaatkan air mata yang keluar untuk mengikis perasaan khawatir yang mengendap di dalam hati; 5) bila gejala-gejala depresi tersebut tidak hilang dalam waktu dua minggu, sebaiknya carilah bantuan tenaga profesional. Terapi individual dan terapi grup melalui psikoedukasi biasanya juga dapat digunakan untuk membantu penderita.

2.6. Edinburgh Postnatal Depresi Scale (EPDS)

Menurut Cox (2000), untuk mendeteksi adanya depresi postpartum atau risiko untuk mengalami depresi postpartum, dapat digunakan alat ukur Edinburgh Postnatal Depresi Scale (EPDS) pada awal postpartum untuk mengidentifikasi berbagai risiko penyebab depresi postnatal. EPDS adalah alat yang berbentuk skala yang berfungsi


(38)

untuk mengidentifikasi risiko timbulnya depresi postpartum selama 7 (tujuh) hari pasca salin dengan 10 (sepuluh) pertanyaan. EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.

Menurut Regina (2001), di luar negeri skrining untuk mendeteksi gangguan mood depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining depresi postpartum dapat dipergunakan kuesioner Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 (tujuh) hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah, keinginan untuk bunuh diri serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada depresi postpartum. Kuesioner EPDS terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu postpartum. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Jumlah skor dari sepuluh pertanyaan yang diajukan dalam EPDS 30 skor, semakin besar jumlah skor gejala depresi semakin berat. Skor di atas 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian depresi postpartum.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Beck dan Gable (2001), menyebutkan bahwa validasi EPDS memiliki sensitifitas 86% dengan nilai prediksi 78% dan nilai


(39)

prediksi positif 73% dan koefisien alpha 0,87% dengan sampel 84 orang wanita postpartum. Demikian juga hasil penelitian yang dilakukan Renaud (2005) konsistensi internal EPDS dengan menggunakan dua teknik pengukuran pada minggu pertama dan minggu ketiga postpartum memenuhi persyaratan untuk digunakan pada sebuah test untuk screening awal depresi postnatal di unit maternitas. EPDS memiliki sensitivitas 92,5% dengan nilai prediksi 76,7% dan koefisien alpha 0,95% dengan sampel 100 orang wanita postpartum.

2.7. Psikoedukasi

Psikoeduksi dikembangkan oleh Mottaghipour dan Bickerton pada tahun 2005 ahli kesehatan mental orang dewasa bekerjasama dengan Australia National Standards for Mental Health Services, berupa kerangka kebutuhan pelayanan keluarga yang mengalami gangguan kesehatan mental yang disebut ”Pyramid of Family Care”. Piramid ini dikembangkan berdasarkan hirarki kebutuhan menurut Maslow, di mana tingkat dasar adalah connection and assesment, tingkat kedua: general education, tingkat ketiga: psychoeducation, tingkat keempat: consultation dan tingkat kelima (tertinggi): Family therapy. Tingkatan kerangka kebutuhan pelayanan keluarga yang mengalami gangguan kesehatan mental dapat dilihat seperti gambar ini:


(40)

V. Family Therapy IV. Consultation III. Psychoeducation II. General Education I. Connection and Assesment

Sumber: Mottaghipour dan Bickerton (2005)

Gambar 2.1. Pyramid of Family Care

Menurut Mottaghipour dan Bickerton (2005), psikoedukasi adalah merupakan suatu tindakan yang diberikan kepada individu dan keluarga untuk memperkuat strategi koping atau suatu cara khusus dalam menangani kesulitan perubahan mental. Psikoedukasi dapat dilaksanakan diberbagai tempat pada berbagai kelompok atau rumah tangga. Tindakan psikoedukasi memiliki media berupa catatan seperti poster, booklet, leaflet, vidio, dan beberapa eksplorasi yang diperlukan. Proses pemberian psikoedukasi sangat diperlukan kehadiran keluarga sebagai kunci keberhasilan intervensi. Perawat dapat membangun hubungan saling percaya agar dapat melakukan pengkajian yang tepat dan memberikan pengertian terhadap keluarga bagaimana psikoedukasi memberikan keuntungan pada mereka, dapat mengatasi dan mencegah terjadinya gangguan emosional dengan strategi koping yang efektif.

Menurut Roy (1999), psikoedukasi adalah suatu tindakan yang diberikan untuk memperbaiki atau meningkatkan respons positif dari ibu dan suaminya sesuai


(41)

yang diharapkan yang difokuskan pada mempertahankan keutuhan psikososial (self concept needs), perubahan fungsi atau peran dan ketergantungan atau kebutuhan interaksi. Psikoedukasi dapat diberikan melalui pendidikan kesehatan dengan metode atau cara eksplorasi, asesmen, diskusi, bermain peran dan demonstrasi.

Menurut Albin (2001), pemberian psikoedukasi mengenai perubahan-perubahan yang dialami selama hidup dan bersikap terbuka dengan orang lain, serta penggunaan koping yang efektif dapat membantu untuk mengurangi kecemasan, membuat perasaan menjadi lebih baik dan dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi, mengurangi depresi dan menumbuhkan rasa percaya diri.

Menurut Billing dan Moons (1984), yang mengutip pendapat Keliat menjelaskan bahwa kecenderungan penggunaan koping seseorang dipengaruhi oleh karakteristik dari orang tersebut antara lain: 1) usia, orang yang lebih tua usianya berusaha menjadi model bagi orang yang lebih muda, semakin tinggi usia seseorang maka diharapkan akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap suatu masalah; 2) pengalaman, pada wanita multipara, memiliki pengalaman dalam persalinan, kelahiran merawat diri dan merawat bayi dan menjadi ibu, sehingga ibu lebih sering menggunakan koping dalam menghadapi masalah yang mungkin timbul. Pengalaman menggunakan koping ini, individu memungkinkan untuk melakukan evaluasi terhadap koping yang digunakan sebagai bahan dalam memilih koping yang akan dikembangkan bila menghadapi stres berikutnya. Sedangkan bagi wanita primipara membutuhkan waktu untuk beradaptasi terhadap perubahan menjadi ibu; 3) paritas, riwayat kehamilan sampai bersalin serta komplikasi dari kehamilan dan persalinan


(42)

sebelumnya. Serta jumlah anak yang dilahirkan akan mempengaruhi koping seseorang dalam menghadapi stres; 4) tingkat pendidikan, dalam hal ini tingkat pendidikan berpengaruh terhadap efektif tidaknya strategi koping yang digunakan. Orang yang berpendidikan tinggi akan lebih realistis dan lebih aktif dalam memecahkan masalah dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan akan lebih mampu menyesuaikan diri; 5) pekerjaan, dalam hal ini pekerjaan dalam kaitannya dengan koping, hasil penelitian membuktikan bahwa mereka yang memiliki status pekerjaan mampu melakukan analisis logis dalam mengatasi masalah, sedangkan mereka yang tidak memiliki status pekerjaan cenderung menggunakan strategi yang berbentuk pelepasan emosi dan menghindari masalah; 6) dukungan suami, dalam hal ini ibu bersalin yang didampingi suaminya saat melahirkan akan merasa mendapatkan support yang lebih dan dapat menurunkan tingkat stres dalam melalui proses persalinan.

Menurut Aldwin dan Reverson (1987), yang mengutip pendapat Keliat membagi bentuk strategi koping menurut fungsinya menjadi dua, yaitu:

1. Problem Focused Coping (PFD), merupakan suatu usaha untuk mengurangi atau

menghilangkan stres dengan cara menghadapi stres secara langsung, atau individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres. Ada tiga strategi koping untuk Problem Focused Coping, yaitu: a) kehati-hatian (cautioness), yaitu individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta pendapat orang lain tentang masalah yang dihadapi,


(43)

bersikap hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mencoba mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan; b) tindakan instrumental (instrumental action), meliputi tindakan individu yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah secara langsung serta menyusun langkah-langkah yang diperlukan; c) negosiasi (negotiation), meliputi usaha individu yang ditujukan kepada orang lain yang terlibat atau menjadi penyebab masalah yang sedang dihadapinya untuk ikut memikirkannya atau menyelesaikan masalah tersebut.

2. Emotional Focused Coping (EFC), merupakan usaha yang dilakukan individu untuk mengurangi atau menghilangkan stres dengan cara tidak menghadapi secara langsung, tetapi lebih diarahkan untuk menghadapi tekanan-tekanan emosi, mengekspresikan perasaan misalnya berteriak saat marah, menangis atau dengan menggunakan situasi sebagai bahan lelucon. Emotional Focused Coping (EFC) mempunyai 4 strategi koping, yaitu: a) lari dari masalah (escapism) di mana individu menghindari masalah yang ada dengan cara mengalihkan pemikiran atau situasi misalnya berkhayal sedang berada pada situasi tempat yang menyenangkan, bernyanyi-nyanyi, banyak makan, tidur, merokok atau menghindari bertemu orang lain; b) pengurangan beban masalah (minimization), yaitu usaha untuk menolak masalah yang ada dengan cara menganggap seolah-olah masalah tidak ada, atau masalah besar dianggap sebagai sesuatu yang ringan dan mudah penyelesaiannya; c) menyalahkan diri sendiri (self blame), yaitu individu cenderung menyalahkan dan menghukum diri sendiri serta menyesali apa yang sudah terjadi; d) pencarian arti (seeking meaning), yaitu individu berusaha mencari arti kegagalan yang dialaminya.


(44)

Metode psikoedukasi dapat dilakukan pada ibu yang mengalami depresi postpartum dengan mengemas materi edukasi dalam bentuk poster, leaflet dan booklet yang berisi tentang pengertian depresi postpartum, perubahan-perubahan baik fisik maupun mental, faktor-faktor yang dapat menyebabkan depresi postpartum, akibat depresi postpartum pada bayi yang dilahirkan maupun keluarga, cara mencegah depresi postpartum, dan cara-cara untuk mengatasi bila terjadi depresi postpartum dengan pendekatan pada penguatan koping individu dalam mengatasi depresi. Hasil yang diterapkan membuktikan bahwa terjadi penurunan angka depresi postpartum setelah dilakukan program psikoedukasi dalam bentuk materi tersebut. Psikoedukasi dapat diberikan oleh penyedia pelayanan kesehatan seperti dokter, psikolog, perawat dan bidan (Knowes, 1985).

Berdasarkan pendapat para ahli (Tong dan Chamberlain, 2000; Rivard, 2004; Moses dan Roth, 2005; dan Mottaghipour, 2005), dapat disimpulkan di luar negeri baik pelayanan rumah sakit maupun pelayanan di komunitas sudah ada program psikoedukasi dan sudah dilaksanakan pemberian psikoedukasi bagi klien postpartum dengan mengemas materi edukasi tentang cara pencegahan depresi dalam bentuk poster, leaflet, flipchart, booklet dan video berisi hal-hal yang menyebabkan setelah melahirkan rentan terhadap depresi dan dukungan yang dapat diberikan dalam mengatasi depresi. Hasil yang diterapkan membuktikan bahwa terjadi penurunan angka depresi postpartum setelah dilakukan program psikoedukasi dalam bentuk materi tersebut. Menurut Klein (1990), yang mengutip pendapat Kendall mengajarkan teori coping skill. Teori ini menekankan pada tingkat kritis dan kesulitan yang


(45)

diperlukan untuk menemukan pengaruh dari pengalaman traumatik. Ada empat tingkatan yaitu: 1) keamanan (safety); 2) pengaruh aturan (affect regulation); 3) berduka (grieving); 4) pemberdayaan (empowerment). Istilah yang digunakan dalam mengembangkan konsep ini adalah adaptasi terhadap kelalaian memfasilitasi pemahaman dan pengertian dari setiap tingkatan. Wanita postpartum perlu difasilitasi dengan psikoedukasi agar mampu menghadapi situasi krisis yang meliputi keamanan (misalnya takut jatuh jika menggendong bayinya), pengaruh aturan (misalnya bangun malam hari menyusui bayi setiap 2-3 jam), berduka (misalnya perubahan bentuk tubuh seperti pembesaran payudara) dan pemberdayaan (misalnya bertambahnya tugas-tugas baru setelah punya anak atau suami yang tidak dapat berpartisipasi membantu ibu merawat bayi).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa intervensi psikoedukasi dapat berpengaruh terhadap pencegahan depresi postpartum dengan melakukan pendidikan kesehatan dalam mengatasi masalah yang dihadapi setelah melahirkan.

2.8. Landasan Teori

Pendekatan family centered care berkeyakinan bahwa persalinan dan kelahiran dipandang sebagai suatu keadaan normal, sejahtera, bukan suatu keadaan sakit. Keterlibatan suami dan anggota keluarga lainnya sangat diperlukan karena peristiwa persalinan, kelahiran dan merawat bayi merupakan pengalaman keluarga. Perawat berperan memfasilitasi keterlibatan seluruh anggota keluarga dalam membantu keluarga agar mampu membuat keputusan untuk perawatan mereka,


(46)

membantu keluarga memiliki pengalaman yang positif sesuai dengan harapannya, menangani masalah yang ditemui dalam perawatan ibu dan bayi serta interaksi harmonis diantara mereka melalui program edukasi (May dan Mahlmeister, 1990). Menurut Matteson (2000), dukungan sosial, (social support) didefinisikan sebagai informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Orang yang merasa mendapat dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Pendapat yang sama dikemukakan Sarason (1983), menyatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan dan kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Pandangan yang sama juga dikemukakan Cox (1998) yang mengutip pendapat Sarafino, bahwa individu yang menerima dukungan sosial akan merasa dicintai, diperhatikan, dihargai, serta merasa dirinya merupakan bagian dari suatu jaringan sosial. Rasa aman karena dicintai mempunyai pengaruh positif terhadap kesehatan fisik dan kesejahteraan psikologis.

Menurut Alfiben et.al. (2000), dalam proses penyesuaian menjadi ibu, ibu sangat rentan terhadap gangguan emosi terutama selama kehamilan, persalinan dan postpartum. Sistem dukungan yang kuat dan konsisten merupakan faktor utama keberhasilan melakukan penyesuaian bagi ibu. Dukungan yang paling efektif didapat dari suami. Pada periode postpartum awal, ibu membutuhkan bantuan dalam


(47)

menyelesaikan tugas-tugas rumah tangganya seperti menyiapkan makanan, mencuci pakaian dan berbelanja, dan juga ibu membutuhkan dorongan, penghargaan dan pernyataan bahwa ia adalah ibu yang baik (Murray et.al, 2001).

Dukungan anggota keluarga lainnya juga ikut mempengaruhi kesejahteraan ibu. Kehadiran orang tua sebagai model peran sebagai ibu sangat mendukung kesiapan psikologis ibu untuk menjalankan peran sebagai ibu, dan demikian juga anggota keluarga lainnya termasuk saudara, anak yang sudah dewasa dan pekerja di rumah tangga, juga membantu ibu sebagai tempat mengekspresikan perasaan atau tempat meminta bantuan dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga selama periode postpartum awal (Bick et.al, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Paykel et.al (1990), menunjukkan bahwa keberadaan ibu dalam keluarga besar (extended family) memberi pengaruh yang signifikan terhadap kejadian depresi postpartum dibandingkan dengan bila ibu tinggal dengan suami atau anak kandung (small family or nuclear family) di mana angka kejadian depresi postpartum ternyata lebih tinggi bagi ibu dengan small family dari pada extended family. Berdasarkan bahwa semakin banyak dukungan dari orang-orang terdekat, semakin kecil kemungkinan timbulnya depresi selama postpartum. Menurut Ballard (1995), yang mengutip pendapat Bryar tujuan perawatan postpartum adalah memberikan kesempatan pada ibu untuk berhasil menjadi seorang ibu dan keberhasilan ini tidak saja pada proses fisiologis tetapi juga melibatkan proses psikologis yang akan menjadi motivasi bagi ibu untuk memenuhi kebutuhan menjadi orang tua. Perubahan respons emosi ibu setelah persalinan dipengaruhi oleh


(48)

kepribadian ibu dan kualitas dukungan yang mereka terima dari keluarga serta sistem dukungan sosial.

Teori adaptasi, memandang individu memiliki empat model adaptasi terhadap berbagai perubahan, yaitu: fisiologi, konsep diri, peran dan ketergantungan. Tujuan dari psikoedukasi adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan respons positif dari ibu dan suaminya sesuai yang diharapkan. Informasi yang diperlukan difokuskan pada mempertahankan keutuhan psikososial (self-concept needs), perubahan fungsi atau peran dan ketergantungan atau kebutuhan interaksi (Roy, 1999). Untuk membantu wanita postpartum agar mampu beradaptasi terhadap perubahan psikologis (konsep diri, peran dan ketergantungan) diperlukan bimbingan untuk mengembangkan mekanisme koping melalui edukasi.

Teori krisis, di mana tujuan dari model ini adalah mencegah berkembangnya situasi krisis atau meningkatkan resolusi dari sebuah situasi krisis. Anguilera mencatat bahwa ada tiga faktor penting yang harus diseimbangkan, yaitu: persepsi nyata terhadap suatu kejadian, situasi dukungan yang adekuat, dan mekanisme koping yang adekuat (Anguilera, 1998). Informasi atau layanan yang diberikan dalam mengangani kondisi krisis yang terjadi pada wanita postpartum bertujuan untuk menyelaraskan ketiga faktor tersebut.

Teori Self-Care, dalam hal ini teori Self-care Orem’s didasarkan pada kemampuan individu untuk caring terhadap dirinya dan memiliki suatu kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya. Tujuan dari teori ini adalah untuk meningkatkan kemampuan klien merawat dirinya. Orem mengidentifikasi tiga sistem selfcare:


(49)

wholly compensatory, partly compensatory, dan supportive-educative. Pada wholly compensatory, individu tidak berperan merawat dirinya tetapi sangat mengharapkan bantuan orang lain (total care). Partly compensatory, individu mampu melakukan perawatan dirinya tetapi tidak sepenuhnya, individu masih memerlukan bantuan orang lain. Sedangkan supportive–educative, individu mampu merawat diri sendiri dan tidak memerlukan bantuan tenaga kesehatan secara langsung. Namun masih dibutuhkan informasi-informasi dalam meningkatkan derajat kesehatannya (Orem, 1995).

Landasan teori penelitian ini menjelaskan bahwa pada periode postpartum terjadi perubahan yang memerlukan adaptasi fisik dan psikologis dari seorang wanita yang baru melahirkan. Agar mampu beradaptasi secara positif, maka perlu difasilitasi atau didukung oleh orang-orang terdekat yang dapat diandalkan oleh ibu postpartum termasuk tenaga profesional atau bidan. Bidan perlu menyediakan layanan yang tepat dalam memecahkan masalah klien. Seperti halnya kondisi yang sering dihadapi oleh ibu postpartum yaitu depresi, maka bidan perlu menyiapkan paket tindakan yang dapat mengatasi masalah psikososial dalam bentuk psikoedukasi.

Dalam menguatkan landasan teori dan konsep penelitian ini, perlu didukung oleh teori atau konsep-konsep terkait sebagaimana dapat terlihat pada gambar berikut ini:


(50)

Dukungan Suami dan

Keluarga Supportive-educative

Teori Transisi

Peran Adaptasi Postpartum: 1. Adaptasi Fisik

2. Adaptasi Psikologis

Depresi

Tidak depresi

Adaptation Theory Perubahan: fisiologis, konsep

diri, peran dan ketergantungan

Psychoeducation

Critical Theory: Keseimbangan

persepsi, dukungan dan

koping Stresor

Self Care Theory:

Sumber: Aldwin dan Reverson, 1987; Orem, 1995; Aguilera, 1998; Roy, 1999; Pilliteri, 2003; Moses-Kolko & Roth, 2004; Mottaghipour & Bickerton, 2005.


(51)

2.9. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian ini menggambarkan bahwa yang akan diteliti adalah pengaruh intervensi psikoedukasi terhadap pencegahan depresi postpartum, namun untuk mengetahui depresi postpartum sebelum dilakukan intervensi psikoedukasi diukur dengan pretest dan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh intervensi tersebut diukur dengan posttest.

INTERVENSI Psikoedukasi booklet

PRETEST

POSTTEST

Variabel Moderate INPUT

Depresi postpartum

OUTPUT Depresi postpartum

Karakteristik Ibu: - Umur

- Paritas - Pendidikan - Pekerjaan

- Dukungan Suami


(52)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk quasi experiment (eksperimen semu), dengan rancangan Non Equivalent Control Group (Arikunto, 1998), tujuannya ingin mengetahui pengaruh intervensi psikoedukasi dalam mengatasi kejadian depresi postpartum di RSU dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini menggunakan dua kelompok, yaitu kelompok yang diberi perlakuan psikoedukasi dan kelompok kontrol. Desain penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ye sb X Y e ssd Yk 1 Y k 2

Gambar 3.1. Desain Penelitian

Keterangan:

Ye sb : Pretest sebelum diberikan perlakuan psikoedukasi dengan booklet dalam mengatasi kejadian depresi postpartum.

Ye ssd :Posttest sesudah diberikan perlakuan psikoedukasi dengan booklet dalam

mengatasi kejadian depresi postpartum.

Yk 1 : Pretest untuk kelompok kontrol depresi postpartum. Yk 2 :Posttest untuk kelompok kontrol depresi postpartum. X : Intervensi psikoedukasi dengan booklet.


(53)

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap bersalin RSU dr. Pirngadi Medan, dengan pertimbangan merupakan RSU di Propinsi Sumatera Utara dengan jumlah kunjungan persalinan paling banyak diantara RSU lainnya, jumlah pasien bersalin 1.317 orang setiap tahun dengan rata-rata 110 orang setiap bulannya. Selain itu sering dijumpai gejala pada ibu postpartum yang mengarah pada depresi postpartum seperti sedih, cemas, mudah marah, tidak nafsu makan, susah tidur dan kurang perhatian pada bayinya pada saat menangis, serta belum pernah dilakukan penelitian yang serupa di lokasi ini.

3.3. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai dengan pengusulan judul penelitian, penelusuran daftar pustaka, persiapan proposal penelitian, merancang kuesioner, membuat booklet psikoedukasi, konsultasi dengan pembimbing, pelaksanaan penelitian sampai dengan laporan akhir yang dimulai dari bulan Juli 2008 dan diharapkan selesai pada bulan Mei 2009.

3.4. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang sudah melahirkan tiga hari secara normal tanpa tindakan khusus di RSU dr. Pirngadi Medan. Berdasarkan data laporan tahunan RSU dr. Pirngadi Medan tahun 2007 jumlah persalinan normal rata-rata 110 orang setiap bulan. Metode pengambilan sampel yang disebut sebagai


(54)

responden dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Budiarto, 2004). Sampel dalam penelitian ini ditetapkan dengan kriteria inklusi, yaitu:

a. Ibu setelah melahirkan secara normal tiga hari di RSU dr. Pirngadi.

b. Ibu yang dinyatakan mengalami depresi postpartum berdasarkan penilaian peneliti dengan kuesioner EPDS.

c. Bersedia menjadi responden penelitian, dapat membaca dan menulis.

Besar sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang masing-masing 30 orang sebagai kelompok yang diberi perlakuan, dan 30 orang sebagai kelompok kontrol.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner EPDS yang diisi langsung ibu

postpartum. Untuk mengetahui depresi postpartum digunakan instrumen berupa

kuesioner Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) yang dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti yang mengacu pada teori Cox (2000), yaitu pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah, keinginan bunuh diri. Dalam mengembangkan kuesioner, peneliti juga mengacu pada teori Azwar (2000), penyusunan skala psikologi tentang peran wanita. Sebelum kuesioner digunakan sebagai alat pengumpulan data terlebih dahulu dilakukan pengujian pada pasien postpartum di RSU lain di Kota Medan yaitu RSU H. Adam


(55)

Malik Medan pada 10 orang responden untuk mengetahui validitas dan realiabilitas alat ukur.

Pada pengukuran depresi postpartum ada 32 item pertanyaan, untuk tipe jawaban tidak pernah diberi skor 0, tidak begitu sering diberi skor 1, ya, kadang-kadang diberi skor 2, ya, sering diberi skor 3 dalam bentuk favorable sebanyak 16 item, pada pertanyaan (1,2,3,4,5,6,7,8,17,18,19,20,21,22,23, dan 24). Total skor ≥ 13 depresi, total skor < 13 tidak depresi. Sedangkan untuk pernyataan unfavorable dengan tipe jawaban tidak pernah diberi skor 3, tidak begitu sering diberi skor 2, ya, kadang-kadang diberi skor 1, ya, sering diberi skor 0, pada pertanyaan (9,10,11,12,13,14,15,16,25,26,27,28,29.30,31, dan 32). Total skor ≥ 13 depresi, total skor < 13 tidak depresi. Distribusi alat ukur depresi postpartum yang sudah teruji validitas dan realiabilitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.1. Distribusi Alat Ukur Depresi Postpartum

Nomor Item Pernyataan Aspek Pengukuran

Favorable Unfavorable

Jlh 1. Labilitas perasaan 1, 3, 4, 5, 17, 19, 20 9, 11, 12, 13, 25, 27, 28 14

2. Kecemasan 6, 18, 22, 14, 26, 30 6

3. Perasaan bersalah 2, 7, 23, 10, 15, 31 6 4. Keinginan bunuh diri 8, 21, 24 16, 29, 32 6

Jumlah 16 16 32

Sumber: Cox (2000); Azwar (2000).

Data sekunder diperoleh dari catatan rekam medik RSU dr. Pirngadi Medan seperti jumlah kunjungan ibu bersalin dan data profil rumah sakit.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dibantu oleh tenaga bidan yang bertugas diruangan rawat inap ibu postpartum sebanyak 5 (lima) orang. Sebelum


(56)

dilakukan pengumpulan data terlebih dahulu diadakan pelatihan tentang cara pengisian kuesioner dan pemahaman isi kuesioner, dan cara menskoring setiap item pertanyaan serta cara menentukan mana yang mengalami depresi postpartum dan yang tidak mengalami depresi postprtum.

3.5.1. Uji Validitas

Validitas alat ukur adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevaliditasannya atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Azwar, 2000). Uji validitas instrumen penelitian yang digunakan adalah validitas konstruk dengan mengetahui nilai total setiap item pada analisis realiabilitas yang tercantum pada nilai correlation corrected item. Suatu pertanyaan dikatakan valid atau bermakna sebagai alat pengumpul data bila korelasi hasil hitung (r–hitung) lebih besar dari angka kritik nilai korelasi (r-tabel), pada taraf signifikansi 95% (Riduwan, 2005). Nilai r-tabel dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 10 ibu postpartum adalah sebesar 0,423, maka ketentuan dikatakan valid, jika: Nilai r-Hitung variabel ≥ 0,423 dikatakan valid, dan Nilai r-Hitung variabel < 0,423 dikatakan tidak valid.

3.5.2. Uji Realiabilitas

Uji Realiabilitas bertujuan untuk melihat bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Apabila datanya memang benar dan sesuai kenyataan, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama (Azwar, 2000). Teknik yang dipakai untuk


(57)

menguji kuesioner penelitian, adalah teknik Alpha Cronbach yaitu dengan menguji coba instrumen kepada sekelompok responden pada satu kali pengukuran, juga pada taraf 95% (Riduwan, 2005). Nilai r-Tabel dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 10 orang ibu postpartum adalah sebesar 0,423, maka ketentuan dikatakan realiabel, jika: nilai r-Hitung variabel ≥ 0,423 dikatakan realiabel, dan nilai r-Hitung variabel < 0,423 dikatakan tidak realiabel.

Hasil uji realiabilitas dan validitas dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Realiabilitas Alat Ukur

No Aitem Pertanyaan Nilai Corrected item- total

Correlation

Keputusan

01 Aitem Pertanyaan Favorable

Pertanyaan Depresi 1 0,7401 Valid

Pertanyaan Depresi 2 0,8580 Valid

Pertanyaan Depresi 3 0,8772 Valid

Pertanyaan Depresi 4 0,7848 Valid

Pertanyaan Depresi 5 0,8098 Valid

Pertanyaan Depresi 6 0,8849 Valid

Pertanyaan Depresi 7 0,7848 Valid

Pertanyaan Depresi 8 0,6167 Valid

Pertanyaan Depresi 9 0,6941 Valid

Pertanyaan Depresi 10 0,7848 Valid

Pertanyaan Depresi 11 0,4648 Valid

Pertanyaan Depresi 12 0,6786 Valid

Pertanyaan Depresi 13 0,8453 Valid

Pertanyaan Depresi 14 0,8098 Valid

Pertanyaan Depresi 15 0,5764 Valid

Pertanyaan Depresi 16 0,6301 Valid

Nilai Aplha Cronbach 0.9544 Realibel

02 Aitem Pertanyaan UnFavorable

Pertanyaan Depresi 1 0,9630 Valid

Pertanyaan Depresi 2 0,9630 Valid

Pertanyaan Depresi 3 0,7789 Valid

Pertanyaan Depresi 4 0,5832 Valid

Pertanyaan Depresi 5 0,9223 Valid

Pertanyaan Depresi 6 0,9223 Valid

Pertanyaan Depresi 7 0,8727 Valid

Pertanyaan Depresi 8 0,8468 Valid

Pertanyaan Depresi 9 0,5707 Valid


(58)

Lanjutan Tabel 3.2

No Aitem Pertanyaan Nilai Corrected item- total

Correlation

Keputusan

Pertanyaan Depresi 11 0,8727 Valid

Pertanyaan Depresi 12 0,5707 Valid

Pertanyaan Depresi 13 0,8727 Valid

Pertanyaan Depresi 14 0,8089 Valid

Pertanyaan Depresi 15 0,9630 Valid

Pertanyaan Depresi 16 0,9630 Valid

Nilai Aplha Cronbach 0.9583 Realibel

Berdasarkan Tabel 2.2. di atas, diketahui bahwa secara keseluruhan vaiabel favorabel dan unfavorable dapat dikatakan valid, karena nilai hasil pengujian pada

Nilai Corrected item- total Correlation menunjukkan < nilai r-Tabel yaitu di atas nilai 0,423, demikian juga dengan realiabilitas alat ukur juga dapat dikatakan realiabel, karena nilai r-hitung juga di bawah nilai r-tabel, yaitu nilai Aplha hasil hitung (r-Hitung) = 0,9554; (rh(0,9554>rt(0,423).

3.5.3. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi dua tahapan, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Mempersiapkan sarana dan prasarana yang akan mendukung kegiatan ini seperti izin penelitian, koordinasi dengan bidan di ruang bersalin RSU dr. Pirngadi Medan, booklet dan petugas yang akan membantu.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Sebelum dilakukan intervensi psikoedukasi ibu yang melahirkan setelah tiga hari dilakukan pretest dengan menggunakan kuesioner EPDS dengan


(59)

terlebih dahulu diberikan penjelasan cara mengisinya, setelah diskor yang mengalami depresi postpartum menjadi sampel yang akan diberi perlakuan dan tidak diberi perlakuan, yang tidak mengalami depresi postpartum tidak menjadi sampel dalam penelitian ini.

b. Setelah itu dilakukan pembagian kelompok yang diberi perlakuan dengan kelompok kontrol. Kelompok yang diberi perlakuan psikoedukasi dengan metode ceramah menggunakan booklet selama 30 menit dan diskusi selama 15 menit. Materi psikoedukasi yang diberikan sesuai dengan booklet yang sudah disusun sebelumnya.

c. Pada tahap selanjutnya dilakukan posttest dengan menggunakan kuesioner EPDS untuk mengetahui perbandingan sebelum diberi perlakuan dengan sesudah diberi perlakuan apakah masih mengalami depresi postpartum. Pada kelompok kontrol dilakukan posttest dengan menggunakan kuesioner EPDS untuk melihat apakah masih mengalami depresi postpartum.

3.6. Variabel dan Definisi Operasional 3.6.1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah intervensi psikoedukasi, yaitu suatu tindakan yang diberikan untuk mengatasi depresi dengan memperkuat mekanisme koping pada ibu postpartum yang mengalami depresi postpartum melalui pendidikan kesehatan agar ibu mampu mengembangkan koping efektif dan mengatasi


(60)

depresi yang dialami. Media yang digunakan berbentuk booklet mengenai keseimbangan persepsi, koping dan dukungan.

3.6.2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah depresi postpartum, yaitu perubahan emosional dan suasana hati ibu postpartum yang dialami pada minggu pertama sampai minggu keempat postpartum seperti labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah, keinginan bunuh diri:

1) Labilitas perasaan adalah keadaan atau situasi dan kondisi emosional individu yang mengarah pada respons negatif.

2) Kecemasan adalah perasaan was-was atau khawatir seakan-akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman dan bersifat subjektif.

3) Perasaan bersalah adalah keadaan suasana hati dan perasaan yang menyalahkan diri sendiri terhadap sesuatu yang terjadi.

4) Keinginan bunuh diri adalah dorongan dari dalam diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan.

3.6.3. Variabel Moderate

Dalam penelitian ini terdapat variabel moderate yaitu umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, dan dukungan keluarga:

1) Umur adalah jumlah tahun hidup yang dihitung sejak tanggal lahir sampai dengan tahun terakhir pada saat penelitian yang dinyatakan dalam tahun.

2) Paritas adalah jumlah kelahiran bayi baik kelahiran bayi hidup maupun kelahiran bayi mati yang pernah dialami sampai kelahiran bayi saat penelitian dilakukan.


(61)

3) Pendidikan adalah jenis pendidikan terakhir yang pernah dijalani sampai akhir jenjang pendidikan.

4) Pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan dan menghasilkan pendapatan. 5) Dukungan keluarga adalah adanya interaksi dalam bentuk dukungan psikologis

yang diperoleh dari anggota keluarga termasuk suami, orang tua, dan saudara.

3.7. Metode Pengukuran

Pengukuran terhadap variabel independen yaitu intervensi psikoedukasi didasarkan pada skala nominal.

Pengukuran variabel dependen yaitu depresi postpartum didasarkan pada skala ordinal berdasarkan 32 (tiga puluh dua) pertanyaan dari tiga indikator depresi postpartum dengan alternatif jawaban, sebagai berikut:

a. Tidak pernah, diberi skor 0 b. Tidak begitu sering, diberi skor 1 c. Ya, kadang-kadang, diberi skor 2 d. Ya, sering diberi skor 3

Masing-masing indikator depresi postpartum tersebut terdiri dari: 1. Aspek Labilitas terdiri dari 14 pertanyaan dengan total skor 42 2. Aspek Kecemasan terdiri dari 6 pertanyaan dengan total skor 18 3. Aspek Perasaan Bersalah terdiri dari 6 pertanyaan dengan total skor 18 4. Aspek Keinginan Bunuh Diri terdiri dari 6 pertanyaan dengan total skor 18


(62)

Selanjutnya skor setiap jawaban diakumulasikan dan variabel dependen dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu:

1. Depresi, jika responden memperoleh nilai ≥ 32 2. Tidak Depresi, jika responden memperoleh nilai <32

Pengukuran variabel moderate pertama yaitu umur didasarkan pada skala ordinal, dan dikategorikan menjadi:

2. Usia muda, jika responden berusia ≤ 20 tahun 3. Usia dewasa, jika responden berusia > 20 tahun

Pengukuran variabel moderate kedua yaitu paritas didasarkan pada skala ordinal, dan dikategorikan menjadi:

1. Primipara, jika responden hanya mempunyai satu anak 2. Multipara, jika responden mempunyai ≥ 2 anak

Pengukuran variabel moderate ketiga yaitu pendidikan didasarkan pada skala ordinal, dan dikategorikan menjadi:

1. Tinggi, jika responden berpendidikan D3 dan S1 2. Sedang, jika responden berpendidikan SLTA

3. Rendah, jika responden berpendidikan SD dan SLTP

Pengukuran variabel moderate keempat yaitu pekerjaan didasarkan pada skala nominal, dan dikategorikan menjadi:

1. Bekerja, jika responden mempunyai pekerjaan sebagai PNS/TNI/POLRI/, Buruh/Tani/Wiraswasta maupun pegawai swasta


(1)


(2)

Faktor-faktor apa saja

yang dapat menyebabkan

depresi postpartum ?

-

Perubahan hormon

-

Tidak percaya diri dan tidak

siap terhadap peran baru

menjadi ibu, dengan

bertambahnya tugas dan

tanggung jawab akan

menimbulkan kecemasan

dan kekhawatiran

-

Hubungan yang tidak

harmonis dengan suami atau

keluarga

-

Kehamilan yang tidak

diinginkan atau jenis

kelamin anak yang tidak

sesuai dengan harapan

keluarga

-

Kelelahan selama persalinan

-

Perilaku bayi yang rewel

mengakibatkan ibu tidak

punya waktu untuk istirahat

-

Perubahan struktur fisik

setelah melahirkan

menyebabkan gangguan

gambaran diri


(3)

(4)

Bagi Ibu : tidak dapat

merawat bayi dengan baik,

hubungan dengan suami dan

keluarga tidak harmonis,

muncul sikap bermusuhan

dan mudah marah, apabila

semakin berat dapat merusak

diri sendiri seperti bunuh diri

atau mencederai bayi

Bagi bayi : pertumbuhan dan

perkembangan bayi terganggu,

baik fisik maupun mentalnya,

bayi menjadi sangat rewel, bayi

akan mudah sakit-sakitan, dan

dapat cedera.

Bagi suami : Mengalami

kecemasan karena perilaku istri

yang aneh, tidak terpenuhinya

kebutuhan seks dan tidak

terpenuhinya kebutuhan hidup

sehari-hari.


(5)

1.

Bicarakan rasa tertekan dengan

orang yang memiliki keterampilan

mendengar ( suami, keluarga,

sahabat dekat)

2.

Luangkan waktu berbicara dengan

suami atau anggota keluarga lainnya

3.

Hentikan membebani diri sendiri,

kerjakan apa yang dapat dilakukan

dan berhenti saat merasa lelah

4.

Banyak istirahat sebisanya, tidurlah

selama bayi tidur

5.

Mintalah bantuan untuk

mengerjakan pekerjaan rumahtangga

dan pemberian makan bayi pada

malam hari

6.

Jangan sendirian dalam jangka

waktu lama, pergilah keluar rumah

untuk merubah suasana hati

7.

Bicaralah dengan ibunda agar dapat

saling bertukar pengalaman

8.

Jangan membuat perubahan hidup

yang sangat drastis selama

kehamilan seperti pindah pekerjaan,

pindah rumah, memulai usaha baru,

merenovasi atau membangun rumah.

9.

Ikuti grup support untuk perempuan

dengan depresi melalui edukasi


(6)

1. Munculkan keberanian dalam diri anda untuk menghadapi sesuatu yang baru dan siap belajar menghadapi tantangan

2. Sadari bahwa status anda sudah menjadi seorang ibu dan juga sebagai seorang istri, wanita yang memiliki anak dan suami merupakan kebanggaan tersendiri

3. Merawat bayi dan memenuhi segala kebutuhan keluarga bukan hanya tanggung jawab ibu tetapi sudah menjadi tanggungjawab bersama seluruh keluarga termasuk suami dan anggota keluarga lainnya

4. Minta bantuan suami dan anggota keluarga untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan perawatan bayi seperti mengganti pakaian bayi, menggendong bayi saat menangis malam hari dan memandikan bayi

5. Terima dan sayangilah apapun adanya bayi anda karena dia adalah karunia Tuhan yang sangat berharga

6. Jangan malu membicarakan segala sesuatu dengan suami anda atau kepada ibu (orangtua) supaya mereka dapat membantu dan memikirkan solusi dalam menyelesaikannya

7. Makan makanan yang seimbang, bergizi, mengandung banyak vitamin dan mineral seperti sayuran dan buah-buahan untuk menjaga Fisik anda tetap kuat

8. Susun urutan prioritas pekerjaan yang perlu anda selesaikan dan jangan paksakan memikirkan atau mengerjakan sendiri bila anda tidak mampu, mintalah bantuan orang terdekat (suami dan keluarga)

9. Istirahatlah yang cukup, tidurlah pada saat bayi tidur agar kesehatan tetap terjaga dengan baik

Bagaimana cara mengatasi depresi