agent model, maka model tersebut umumnya mengabaikan preferensi yang saling bertentangan diantara anggota masyarakat yang heterogen dan hasil kompetisi
untuk mengejar kepentingan yang saling berseberangan.
2.1.1. Teori Kepentingan Publik
Tradisi pemikiran pertama berdasarkan ekonomi kesejahteraan Pigovian yang melakukan rekonsiliasi preferensi individu kedalam Teori Kepentingan
Publik Public Interest Theory dan intervensi pemerintah diperlukan terutama untuk mengatasi persoalan kegagalan pasar yang ditimbulkan karena kompetisi
yang tidak sempurna, adanya eksternalitas dan barang publik, serta industri yang memiliki fungsi biaya menurun decreasing cost industries. Teori ini memandang
pemerintah sebagai agen pelayan publik memiliki tujuan mulia untuk memperbaiki kegagalan pasar karena pada kondisi tersebut harga yang terjadi
gagal menjelaskan kelangkaan sumberdaya yang digunakan. Namun demikian keterlibatan pemerintah adalah netral dari berbagai kepentingan karena didukung
oleh para perencana profesional handal dimana kepentingan politik tidak nampak Barrett, 1999.
Pendekatan ini menekankan mengapa ekonomi pasar gagal berfungsi secara efisien dalam mengalokasikan dan mendistribusikan sumberdaya dan untuk
mengatasi kegagalan pasar negara menghasilkan barang publik dengan menginternalisasikan manfaat dan biaya sosial kedalam proses produksi, dan
secara efektif mengatur industri yang memiliki struktur biaya menurun serta mendistribusikan manfaat secara optimal. Teori kebijakan ekonomi ortodok yang
berlandaskan premis normatif untuk menemukan kebijakan ekonomi optimum
sangat relevan dengan kerangka kerja maksimisasi kemakmuran sosial ini. Namun jika terdapat kebijakan yang non optimal, hal tersebut dikarenakan kurangnya
pengetahuan dan buruknya manajemen pemerintah Swinnen and Zee, 1993.
2.1.2. Teori Kelompok Kepentingan
Tradisi yang kedua berasal dari teori kelompok kepentingan Interest Group Theory yang memusatkan perhatian pada peranan berbagai kelompok
kepentingan interest group dan perilaku birokrasi bureaucratic behavior. Pendekatan ini memberikan penekanan pada ketidaknetralan pemerintah dalam
melakukan intervensi, karena seperti pelaku ekonomi lain, pemerintah memiliki interest tertentu sehingga boleh jadi akan melahirkan kebijakan yang gagal.
Kehadiran kelompok kepentingan dalam studi merupakan konsekuensi logis dari adanya kepentingan tersendiri dari birokrat, politisi, dan kelompok-kelompok
penekan pressure group. Pendekatan ini dapat dilihat sebagai reaksi terhadap pendekatan pigovian yang menolak anggapan bahwa pemerintah didalam
mengatasai ketidaksempurnaan pasar melakukan koreksi dengan cara yang sempurna dan tanpa biaya. Intervensi pemerinah pada pasar mungkin saja gagal
memperbaiki ketidaksempurnaan pasar dan bahkan dapat membuatnya menjadi lebih buruk government failure.
Teori ini memusatkan perhatian pada alokasi sumberdaya publik di dalam pasar politik dengan mengkaji perilaku berbagai kelompok kepentingan, termasuk
politisi dan birokrat. Menurut pendekatan ini pemerintah tidak lebih dari sekumpulan lembaga eksekutif dan legislatif yang memilki kekuasaan dan
keinginannya sendiri. Pendekatan ini menganalisis bagaimana agen-agen
pemerintah berfungsi pada berbagai aransemen kelembagaan untuk menemukan penjelasan antara apa yang direkomendasikan dengan apa yang dilakukan
pemerintah dan menganalisis hasil yang dicapai Barrett, 1999; Swinnen and Zee,
1993.
Aliran pemikiran teori pilihan publik merupakan salah satu sudut pandang didalam memahami pembuatan keputusan politik. Teori ini menggunakan
argumentasi ekonomi economic reasoning di dalam persoalan-persoalan politik. Inti persoalan terletak pada perilaku rasional pemerintah dan berbagai kelompok
kepentingan yang melakukan ‘investasi’ untuk meningkatkan kemakmuran. Penyedia manfaat politik politisi dan birokrat menawarkan subsidi, manfaat
pajak, dan sejumlah regulasi kepada peminat atau demanders kelompok- kelompok kepentingan dengan imbalan pemberian suara, kontribusi pada
kampanye pemilihan umum, atau imbalan lain Gardner, 1987. Di banyak negara berkembang dimana birokrat dan politisi tidak dimonitor secara ketat, diskresi
kebijakan yang mereka miliki sering memunculkan penyuapan melalui kewenangan alokatif dan ketepatan waktu pelayanan. Peminat yang memberikan
penawaran tertinggi akan mendapatkan alokasi dan dilayani tepat waktu. Untuk mendapatkan pelayanan tepat waktu maka besarnya nilai penyuapan tergantung
pada marjinal benefit of time dari peminat sementara untuk mendapatkan alokasi tertentu ditentukan oleh perbandingan manfaat marjinal dengan pengeluaran
marjinal lobi. Untuk kasus Indonesia, hasil penelitian Kuncoro 2004 menunjukkan bahwa besarnya nilai penyuapan ini terhadap keseluruhan biaya
produksi untuk industri agribisnis mencapai 11.3 sementara untuk industri manufaktur adalah 9.3 .
Kedua tradisi ini meskipun berbeda secara ideologi dan metodologi, namun keduanya mengkaji persoalan bagaimana kepentingan ekonomi eksogen
mempengaruhi keseimbangan politik yang melibatkan berbagai kepentingan. Para kelompok kepentingan bersifat rasional yang dinyatakan sebagai
memaksimumkan fungsi tujuan dengan manfaat lobbies, kemakmuran individu voters, dan dukungan politik politiciants sebagai argumennya. Dengan cara ini
maka terdapat kesamaan antara analisis pasar politik dengan pasar ekonomi dimana keseimbangan terjadi ketika manfaat politik marjinal sama dengan biaya
politik marjinal. Selain itu terdapat interaksi yang kuat antara kedua pasar tersebut dimana pasar ekonomi dapat menciptakan kemakmuran wealth yang
dapat memperluas kekuasaan politik, sementara itu pasar politik dapat mendistribusikan kemakmuran yang pada gilirannya dapat memperkuat
kekuasaan ekonomi Swinnen and Zee, 1993.
2.2. Makroekonomi Politik Kebijakan Pertanian 2.2.1. Fakta Khas Kebijakan Pertanian