Terkait dengan adanya aspek tindakan atau perilaku, Azwar memberikan penjelasan bahwa terdapat tiga postulat yang menyangkut
konsistensi antara sikap dengan perilaku. Postulat yang pertama mengasumsikan adanya hubungan langsung antara sikap dan perilaku. Hal
tersebut dapat dilihat pada pola perilaku individu yang memiliki sikap ekstrim. Postulat kedua mengasumsikan bahwa sikap dan perilaku tidak
mempunya hubungan yang konsisten. Sementara itu, postulat yang ketiga mengasumsikan bahwa hubungan antara sikap dan perilaku sangat
ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu. Di antara faktor-faktor situasional adalah norma-peranan, kelompok, dan kebudayaan.
8
B. Bahasa
Harimurti dalam Hidayat memberikan penjelasan bahwa “bahasa sebagai sistem lambang arbitrer yang dipergunakan suatu masyarakat
untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri”.
9
Arbitrer artinya mana suka. Bahasa mempunyai sifat manasuka.
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian bahasa ke dalam tiga batasan, yaitu yang pertama sistem lambang bunyi berartikulasi
yang bersifat arbitrer dan konvensional yang dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Kedua, bahasa adalah
perkataan-perkataan yang dipakai oleh suatu bangsa. Ketiga, bahasa adalah sebagai percakapan yang baik: sopan santun, tingkah laku yang
benar.
10
Bahasa dipahami sebagai alat komunikasi antar makhluk sosial. Sistem lambang bunyi dalam bahasa mengarah pada lisan dan tulisan. Jadi,
bahasa bukan hanya terkait bahasa lisan, namun juga bahasa tulisan. Sistem dalam bahasa dipengaruhi oleh pengulangan peristiwa yang sama.
Sifatnya yang arbitrer membuat bahasa suatu bangsa berbeda dengan bangsa yang lainnya. Bahasa juga berada dalam sebuah
kesepakatan para pemakainya. Adanya kesepakatan dalam bahasa
8
Ibid., h. 16-17.
9
Asep Ahmad Hidayat, Filsafat Bahasa, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, h. 22.
10
Ibid.
memberikan arti bahwa setiap bahasa mempunyai aturan yang berbeda. Artinya, bahasa tidak mempunyai hubungan sebab akibat dan ditentukan
berdasarkan perjanjian di antara pemakainya. Pada umumnya, bahasa dalam masyarakat banyak dipahami
sebagai sistem lambang. Sebagai sistem lambang atau sebagai sistem simbol, entitas bahasa memilki ciri kebermaknaan atau keberartian. Brown
dalam Kunaja Rahardi menyebutkan delapan prinsip dasar bahasa. Prinsip- prinsip tersebut adalah, “1 merupakan kebiasaan, 2 bersifat berubah-
ubah, 3 berhubungan dengan budaya, 4 merupakan alat komunikasi, 5 bersifat unik dan khas, 6 lambang arbitrer, 7 bersifat vokal, dan 8
merupakan sistem”.
11
Kedelapan prinsip tersebut harus dimiliki oleh suatu bahasa sebagai sistem lambang bunyi.
“Sosok bahasa sering disebut penanda eksistensi budaya dari masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang maju budayanya pasti
akan berkembang baik entitas bahasanya. Bahasa yang baik juga dapat menunjukkan keberadaan masyarakatnya. Maka, bahasa sering pula
disebut cerminan masyarakat”.
12
Budaya sebagai salah satu hasil dari kehidupan bermasyarakat tidak dapat dilepaskan begitu saja dengan
bahasa. Bahasa menjadi cerminan suatu budaya. Sejalan dengan penjelasan di atas, “sebagai lambang identitas
nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa Indonesia. Ini berarti, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu
sifat, perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia”.
13
Masyarakat sebagai bagian dari bangsa Indonesia harus cermat dalam berbahasa
Indonesia. Jangan sampai bahasa Indonesia yang dipakai oleh masyarakatnya tidak mencerminkan bangsa Indonesia yang baik. Sebagai
11
Kunjana Rahardi, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Erlangga, 2009, h. 4.
12
Ibid., h. 1.
13
Masnur Muslich, Bahasa Pada Era Globalisasi: Kedudukan, Fungsi, Pembinaan, dan Pengembangan, Jakarta: Bumi Aksara, 2010, h. 7.
salah satu ciri kepribadian bangsa, bahasa Indonesia harus dijaga dan terus dipelihara oleh pemiliknya.
C. Sikap Bahasa