Cara Penularan TB Paru Pengobatan TB Paru

c. Kasus setelah putus berobat Default Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif d. Kasus setelah gagal FailureAdalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke-5 atau lebih selama pengobatan. e. Kasus pindahan Transfer In Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB untuk melanjutkan pengobatannya.

f. Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam

kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.3.4. Cara Penularan TB Paru

Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis Basil Tahan Asam BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak droplet nuclei. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut Depkes RI, 2007. Universitas Sumatera Utara

2.3.5. Pengobatan TB Paru

1. Tujuan Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT Depkes RI, 2007. 2. Paduan OAT di Indonesia a. Kategori 1: 2HRZE4H3R3 Tahap intensif terdiri dari Isoniazid H, Rifampisin R, Pirazinamid Z dan Etambutol E. Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan 2HRZE. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid H, Rifampisin R, diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan 4H3R3. Obat ini diberikan untuk: 1 penderita baru TBC paru BTA positif, 2 penderita TBC paru BTA positif rontgen positif yang “sakit berat”, 3 penderita TBC ekstra paru berat Untuk seorang penderita baru BTA Positif 114 dosis, disediakan OAT untuk fase awal 60 kombipak II dan untuk fase lanjutan 54 kombipak III masing- masing dikemas dalam 1 dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar. b. Kategori 2 : 2HRZESHRZE5H3R3E3 Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniazid H, Rifampisin R, Pirazinamid Z dan Etambutol E dan suntikan streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid H, Rifampisin R, Pirazinamid Z dan Etambutol E setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE Universitas Sumatera Utara yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomycin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk: 1 Penderita kambuh relaps, 2 Penderita gagal failure, 3 Penderita dengan pengobatan setelah lalai after default Untuk seorang penderita kambuh atau gagal pengobatan BTA positif 156 dosis, disediakan OAT untuk fase awal 90 kombipak II, dan fase lanjutan 66 kombipak IV dikemas dalam satu dos besar disertai 1 dos Streptomicyn dan 1 dos pelengkap pengobatan spuit dan aqua bidest. c. Kategori 3 : 2HRZ4H3R3 Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan 2HRZ, diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu 4H3R3. Sehingga untuk 1 penderita BTA negatif rontgen positif atau ekstra paru 114 kali dosis harian, disediakan OAT untuk fase awal 60 kombipak I dan untuk fase lanjutan 54 kombipak III yang masing-masing dikemas dalam 1 dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar. d. OAT sisipan HRZE Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan HRZE setiap hari selama 1 bulan. Universitas Sumatera Utara 3. Prinsip Pengobatan Depkes RI 2007, pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal monoterapi. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap OAT-KDT lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. b. Untuk menjamin kepatuhan pasian menelan obat, dilakukan pengawasan langsung oleh seorang Pengawas Menelan Obat PMO. c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap awal intensif: 1 Pada tahap intensif awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. 2 Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. 3 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif konversi dalam 2 bulan. Tahap lanjutan: 1 Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lama. 2 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Universitas Sumatera Utara

2.3.6. Strategi DOTS Directly Observed Treatment, Short-course

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TB PARU DENGAN KEPATUHAN MENJALANI PROGRAM PENGOBATAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan Menjalani Program Pengobatan Pada Penderita TB Paru di BBKPM Surakarta.

0 0 15

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan Menjalani Program Pengobatan Pada Penderita TB Paru di BBKPM Surakarta.

0 1 4

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TB PARU DENGAN KEPATUHAN MENJALANI PROGRAM PENGOBATAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang TB Paru Dengan Kepatuhan Menjalani Program Pengobatan Pada Penderita TB Paru di BBKPM Surakarta.

0 0 15

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN DENGAN PASIEN TB PARU DALAM MENJAGA KELANGSUNGAN PENGOBATAN DI PUSKESMAS

0 0 23

HUBUNGAN FASE PENGOBATAN TB DAN PENGETAHUAN TENTANG MDR TB DENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN PASIEN TB (Studi di Puskesmas Perak Timur)

0 0 12

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN MOTIVASI PASIEN HIPERTENSI TERHADAP KEPATUHAN DALAM MENJALANI PENGOBATAN DI PUSKESMAS TALANG KABUPATEN SOLOK TAHUN 2014

0 1 11

Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013

0 0 31

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dengan Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

0 0 12

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PETUGAS KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2013 TESIS

0 0 21

HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN MEKANISME KOPING PADA PASIEN TB PARU YANG SEDANG MENJALANI PENGOBATAN

0 20 23