4
Dengan menggunakan kofaktor unsur dalam suatu matriks, dapat digunakan untuk menentukan determinan matriks tersebut. Berikut
merupakan rumus tanpa pembuktian untuk mencari determinan suatu matriks.
Jika
ij
a A
= berukuran n x n, maka determinan A dapat ditentukan
dengan menggunakan dua rumus berikut. a Ekspansi kofaktor dalam kolom ke- j
nj nj
j j
j j
C a
C a
C a
A +
+ +
=
2 2
1 1
b Ekspansi kofaktor baris ke-i
in in
i i
i i
C a
C a
C a
A +
+ +
=
2 2
1 1
Contoh 1.4.1
Diberikan
=
1 2
1 4
1 12
8 4
C .
Tentukan: a adjoin C b C dengan menggunakan ekspansi baris dan juga kolom
Penyelesaian :
7 8
1 1
2 4
1
11
− =
− =
=
M
4 4
1 1
4
12
− =
− =
=
M
1 1
2 1
1
13
− =
− =
=
M
, 16
24 8
1 2
12 8
21
− =
− =
=
M
8 12
4 1
1 12
4
22
− =
− =
=
M
8 8
2 1
8 4
23
= −
= =
M
20 12
32 4
1 12
8
31
= −
= =
M
16 16
4 12
4
32
= −
= =
M
4 4
1 8
4
33
= −
= =
M
7 1
11 1
1 11
− =
− =
+
M C
; 4
4 1
1
12 2
1 12
= −
− =
− =
+
M C
; =
13
C
-1, 16
21
= C
; 8
22
− =
C ;
23
=
C
, 20
31
=
C
; 16
32
− =
C
; 4
33
=
C
a adjA =
T ij
C
=
−
− −
− 4
1 16
8 4
20 16
7
b Menentukan C dengan ekspansi kofaktor kolom ke-1:
8 20
1 16
7 4
31 31
21 21
11 11
− =
+ +
− =
+ +
= C
a C
a C
a C
Menentukan C dengan ekspansi kofaktor baris ke-2: 8
4 8
1 16
33 23
22 22
21 21
− =
+ −
+ =
+ +
= C
a C
a C
a C
5
Contoh 1.4.2
Diberikan matrik
=
d c
b a
A
. Tentukan adjA
Penyelesaian: d
d C
= =
. 1
11
; c
c C
− =
− =
1
12
; b
b C
− =
− =
1
21
;
a a
C =
= .
1
22
adjA =
− −
=
a
c b
d C
C C
C
22 12
21 11
2.1.6 Invers Matriks Jika A dan B dua matriks persegi yang memenuhi AB = BA = I,
maka B disebut invers dari A, dan dituliskan B = A
-1
dan juga A disebut invers dari B .
Dari uraian adjoin suatu matriks, dapat dibuktikan bahwa untuk sebarang matriks persegi A, berlaku
I A
A adj
A =
. 1
dengan I adalah matriks satuan yang berordo sama dengan matriks A. Jika A matriks non-singular, maka
≠ A
. Oleh karena itu masing- masing ruas pada kesamaan 1 dapat dibagi dengan A , sehingga
diperoleh I
A A
adj A
= I
A A
A adj
A A
1 1
− −
=
A A
adj A
1
=
−
Dari Contoh 1.4.2, jika
=
b c
b a
A
, maka adjA =
−
−
a c
b d
.
Selanjutnya jika A non-singular, maka
bc ad
a c
b d
A
−
−
− =
− 1
Berikut adalah beberapa sifat invers matriks Jika A dan B adalah matriks-matriks non-singular yang berordo
sama, maka berlaku: a
A A
=
− −
1 1
b AB merupakan matriks non-singular dengan
1 1
1
− −
−
=
A B
AB
Contoh 1.5.1
6
Diberikan
=
1 2
1 4
1 12
8 4
C .
Dari Contoh 1.4.1, diperoleh 8
≠ −
= C
dan adjC
−
− −
− 4
1 16
8 4
20 16
7 .
1
1
C adj
C C
=
−
=
8 1
−
− −
− −
4 1
16 8
4 20
16 7
=
− −
− −
2 1
8 1
2 1
2 1
4 10
2 8
7
2.1.7 Sistem Persamaan Linear
Bentuk umum sistem persamaan linear dengan n variabel
n
x x
x ,
, ,
2 1
adalah
m n
mn m
m n
n n
n
b x
a x
a x
a b
x a
x a
x a
b x
a x
a x
a
= +
+ +
= +
+ +
= +
+ +
2 2
1 1
2 2
2 22
1 21
1 1
2 12
1 11
2
dengan
i ij
b a
,
adalah bilangan real,
n j
m i
, ,
2 ,
1 ;
, 2
, 1
= =
Sistem persamaan 2 dapat dituliskan sebagai
B AX
=
3
dengan
=
mn m
m n
n
a a
a a
a a
a a
a A
2 1
2 21
21 1
12 11
;
=
n
x x
x X
2 1
; dan
=
n
b b
b B
2 1
.
Persamaan 3 disebut persamaan matriks dari sistem persamaan linear 2.
Persamaan 3 mempunyai penyelesaian tunggal jika A mempunyai invers atau jika
≠ A
. Jika
≠ A
, maka persamaan 3 ekuivalen dengan
B A
AX A
1 1
− −
=
atau
B A
IX
1
−
=
atau
B A
X
1
−
=
4 Contoh 1.6.1
Tentukan nilai x dan y yang memenuhi sistem persamaan berikut
7
1 4
3 3
= +
= +
y x
y x
Penyelesaian:
1 4
3 3
= +
= +
y x
y x
⇔
4
3 1
1
y
x
=
1 3
⇔
AX = B, dengan A =
4 3
1 1
, X =
y x
, dan B =
1 3
. Karena
1 3
4 ≠
= −
= A
, maka X =
y x
=
B A
1
−
= B
A adj
A 1
=
− −
1 3
1 4
1 1
1 3
=
+ −
− 1
9 1
12
=
− 8
11
Berdasarkan kesamaan matriks diperoleh x = 11 dan y = -8 Pada sistem persamaan 2, jika
≠ A
, maka untuk mencari nilai
n
x x
x ,
2 ,
1
dapat digunakan aturan Cramer sebagai berikut.
A A
x A
A x
A A
x
n n
= =
= ,
, ,
2 2
1 1
dengan
j
A
adalah matrik yang diperoleh dari matriks A dengan mengganti unsur-unsur pada kolom ke-j dengan unsur-unsur pada
matriks B. Contoh 1.6.2
Tentukan nilai x dan y pada Contoh 1.6.1 dengan metode Cramer Penyelesaian
: ,
1 3
4 =
− =
A
11 1
12 4
1 1
3
1
= −
= =
A
,
8 9
1 1
3 3
1
2
− =
− =
= A
11 1
11
1
= =
= A
A x
, 8
1 8
2
− =
− =
= A
A y
2.2 VEKTOR 2.1
Notasi dan Penyajian Vektor Vektor adalah suatu besaran yang mempunyai besar dan arah .
Kecepatan dan gaya adalah contoh dari vektor. Suatu vektor yang menghubungkan titik A ke titik B, dinotasikan dengan
→
AB
. Titik A dan B berturut-turut disebut titik pangkal dan titik ujung. Kadang-kadang
→
AB
juga sering dinotasikan dengan hurup kecil yang di atasnya diberi tanda panah. Misalkan
→
AB
dapat dinotasikan sebagai
→
t
.
8
Suatu vektor dapat disajikan secara geometri maupun secara aljabar. Secara geometri,
→
AB
dapat disajikan sebagai ruas garis berarah yang menghubungkan titik A ke titik B.
Secara aljabar
→
AB
dapat disajikan sebagai matriks kolom atau matrik baris. Jika A dan B adalah dua titik di dalam
ℜ
3
dengan
, ,
3 2
1
a a
a A
=
dan
, ,
3 2
1
b b
b B
=
, secara aljabar penyajian
→
AB
adalah
] ,
, [
3 3
2 2
1 1
a b
a b
a b
− −
−
atau
−
− −
3 3
2 2
1 1
a b
a b
a b
atau
−
− −
3 3
2 2
1 1
a b
a b
a b
Bilangan-bilangan
3 3
2 2
1 1
, ,
a b
a b
a b
− −
−
berturut-turut disebut komponen pertama, kedua, ketiga dari
→
AB
2.2.2 Panjang Vektor dan Vektor-vektor Khusus Panjang
→
a
dinotasikan dengan
→
a
. Jika
→ →
= AB
a
, maka
→
a
=
→
AB
merupakan panjang ruas AB. Jika
→
a
adalah vektor di dalam
ℜ
3
dengan
→
a
=
3 2
1
a a
a , maka
→
a
=
2 3
2 2
2 1
a a
a +
+
Dua vektor dikatakan sama jika kedua vektor tersebut
mempunyai panjang dan arah yang sama. Jika
→
a
dan
→
b
adalah vektor- vektor di dalam
ℜ
3
dengan
→
a
=
3 2
1
a a
a dan
→
b
=
3 2
1
b b
b , maka
→
a
dikatakan sama dengan
→
b
dan
dituliskan dengan
→
a
=
→
b
jika
1 1
b a
= ,
2 2
b a
= , dan
3 3
b a
=
.
→
a
→
b
→
c
→ →
= b
a
→ →
≠ a
c
A B
→
AB
9
Lawan
→
a
dituliskan dengan -
→
a
adalah suatu vektor yang mempunyai panjag sama dengan panjang
→
a
tetapi arahnya berlawanan dengan
→
a
. Jika
→ →
= AB
a
, maka
→ →
→
= −
= −
BA AB
a
.
Vektor yang titik ujung dan titik pangkalnya sama disebut vektor nol
, dan ditulisksn dengan
→
O
atau
→
o
. Suatu vektor yang mempunyai
panjang satu satuan disebut vektor satuan. Jika
→
a ≠
0, maka
→ →
a a
dan
→ →
− a
a
masing-masing merupakan vektor satuan yang berturut-turut mempunyai panjang satu searah dengan
→
a
dan berlawanan dengan
→
a
. Vektor-vektor satuan yang sering digunakan adalah vektor-vektor satuan yang
pangkalnya titik O titik asal dan searah sumbu koordinat. Vektor-vektor satuan yang sering digunakan di dalam
ℜ
3
adalah
[ ]
, ,
1 =
→
i
,
[ ]
, 1
, =
→
j
,
[ ]
1 ,
, =
→
k
.
Suatu vektor yang titik pangkalnya titik O disebut vektor posisi.
Jadi
→
OA
,
→
OB
,
→
OC
, masing-masing merupakan vektor posisi dan berturut- turut disebut vektor posisi titik A, vektor posisi titik B dan vektor posisi
titik C. Jika
, ,
3 2
1
a a
a A
=
, maka vektor posisi titik A adalah
→
OA
=
[ ]
3 2
1
, ,
a a
a
=
3 2
1
a a
a
Dengan mengingat kesamaan dari dua vektor dan pengertian vektor posisi, maka setiap vektor dapat disajikan sebagai vektor posisi. Jika
→
a
-
→
a
→
i
→
j
→
k
1,0,0 0,1,0
0,0,1 X
Y Z
10
, ,
3 2
1
a a
a A
=
dan
, ,
3 2
1
b b
b B
=
, maka vektor posisi dari
→
AB
adalah
[ ]
3 3
2 2
1 1
, ,
a b
a b
a b
− −
−
. 2.2.3 Operasi Vektor
Jumlahan dua vektor
→
a
dengan
→
b
, dituliskan dengan
→
a
+
→
b
, yang secara aljabar merupakan suatu vektor yang komponennya diperoleh dari
menjumlahkan komponen-komponen
→
a
dan
→
b
yang seletak. Sebagai contoh jika
→
a
dan
→
b
adalah vektor-vektor di dalam
ℜ
3
dengan
→
a
=
3 2
1
a a
a dan
→
b
=
3 2
1
b b
b , maka
→
a
+
→
b
=
+
+ +
3 3
2 2
1 1
b a
b a
b a
Secara geometri,
→
a
+
→
b
dapat diperoleh dari: meletakkan pangkal
→
b
pada ujung
→
a
dan kemudian dilanjutkan dengan menghubungkan pangkal
→
a
ke ujung
→
b
. Dari kesamaan dua vektor dan jumlahan dua vektor, maka setiap vektor
dapat disajikan sebagai kombinasi linear vektor-vektor satuan, khususnya vektor-vektor satun yang mempunyai pangkal titik asal. Sebagai contoh
jika
→
a
adalah vektor di dalam
ℜ
3
dengan
→
a
=
3 2
1
a a
a , maka
→
a
=
→ →
→
+ +
k a
j a
i a
3 2
1
Pengurangan
→
a
dengan
→
b
, dituliskan dengan
→
a
-
→
b
, yang didefinisikan sebagai jumlahan
→
a
dengan lawan
→
b
.
→
b
→
a
→ →
+ b
a
→
a
→
b
→
− b
→
a
→ →
− b
a
→
a
→
b
11
Perkalian skalar k dengan
→
a
,dituliskan k
→
a
adalah suatu vektor
→ →
= a
k a
k
dan arah k
→
a
sama dengan arah
→
a
jika k 0 dan berlawanan dengan arah
→
a
jika k 0.
Perkalian skalar perkalian titik antara
→
a
dengan
→
b
, dituliskan dengan
→
a ⋅
→
b
adalah suatu bilangan yang didefinisikan sebagai
→
a ⋅
→
b
= θ
cos
→ →
b a
dengan θ
adalah sudut yang dibentuk oleh
→
a
dengan
→
b
dan 0
≤
θ
≤
π .
Perhatikan dua vektor
→
a
dan
→
b
berikut.
Jika
2
π θ
≤
, maka nilai θ
cos
0, sehingga
→
a ⋅
→
b
0. Jika
π θ
π
≤ 2
, maka nilai θ
cos
0, sehingga
→
a ⋅
→
b
0. Dari dua kemungkinan tersebut, apakah mungkin
→
a ⋅
→
b
= 0? Jika mungkin, kapan terjadi bagaimana kondisi
→
a
dan
→
b
? Jika tidak mungkin, mengapa?
Jika
→
a
dan
→
b
adalah vektor-vektor di dalam
ℜ
3
dengan
→
a
=
3 2
1
a a
a =
→ →
→
+ +
k a
j a
i a
3 2
1
dan
→
b
=
3 2
1
b b
b =
→ →
→
+ +
k b
j b
i b
3 2
1
, maka dengan menggunakan kenyataan
→ →
i i .
=
→ →
j j .
=
→ →
k k .
= 1.1.
cos
= 1 dan
→ →
j i .
=
→ →
k j .
=
→ →
i k .
= 1.1.
90 cos
= 0 dapat dibuktikan bahwa
3 3
2 2
1 1
. b
a b
a b
a b
a +
+ =
→ →
. Dari rumus perkalian titik dua vektor, maka diperoleh rumus
cosinus sudut antara dua vektor
→
a
dan
→
b
adalah
a a
b b
θ θ
12
→ →
→ →
= b
a b
a . cos
θ
Perkalian vektor perkalian silang antara
→
a
dengan
→
b
, dituliskan dengan
→
a
x
→
b
didefinisikan sebagai
→
a
x
→
b
=
→ →
→
u b
a
θ
sin
dengan θ
adalah sudut yang dibentuk oleh
→
a
dengan
→
b
dan
→
u
adalah vektor satuan yang tegak lurus
→
a
dan
→
b
sehingga
→
a
,
→
b
,
→
a
x
→
b
atau
→
a
,
→
b
,
→
u
membentuk sistem kanan. Sebagai contoh
→ →
→
k j
i ,
,
adalah vektor-vektor yang saling tegak lurus yang memenuhi sistem kanan, begitu juga vektor-vektor
→ →
→
i k
j ,
,
;
→ →
→
− k
i j
, ,
Jika
→
a
dan
→
b
adalah vektor-vektor di dalam
ℜ
3
dengan
→
a
=
3 2
1
a a
a =
→ →
→
+ +
k a
j a
i a
3 2
1
dan
→
b
=
3 2
1
b b
b =
→ →
→
+ +
k b
j b
i b
3 2
1
,
maka dengan menggunakan:
→ →
i x
i
=
→ →
j x
j
=
→ →
k x
k
=
→ →
→
j x
i
=
→
k
,
→ →
k x
j
=
→
i
,
→ →
i x
k
=
→
j
;
→ →
i x
j
= -
→
k
,
→ →
j x
k
= -
→
i
,
→ →
k x
i
= -
→
j
dapat dibuktikan bahwa
→
a
x
→
b
=
3 2
1 3
2 1
b b
b a
a a
k j
i
→ →
→
Contoh 2.3.1 :
Diberikan
→
a
=
→ →
→
+ +
k j
i 4
3 2
dan
→
b
=
→ →
→
− +
+ −
k j
i 5
2
. Tentukan: a. 2
→
a
+
→
b
; b.
→
a
.
→
b
; c. cosinus sudut yang dibentuk oleh
→
a
dan
→
b
; d.
→
a
x
→
b
; e. Vektor satuan yang berlawanan dengan
→
a
.
Penyelesaian:
a. 2
→
a
+
→
b
= 2
→ →
→
+ +
k j
i 4
3 2
+
→ →
→
− +
+ −
k j
i 5
2
=
→ →
→
+ +
k j
i 8
6 4
+
→ →
→
− +
+ −
k j
i 5
2
=
→ →
→
+ +
k j
i 3
8 3
.
13
b.
→
a
.
→
b
=
→ →
→
+ +
k j
i 4
3 2
.
→ →
→
− +
+ −
k j
i 5
2
= 2.-1 + 3.2 + 4 -5 = -2 + 6 + -20
= -16. c. Jika
θ adalah sudut yang dibentuk oleh
→
a
dan
→
b
, maka
→ →
→ →
= b
a b
a . cos
θ
2 2
2
4 3
2 +
+ =
→
a
=
29
;
2 2
2
5 2
1 −
+ +
− =
→
b
=
30
.
→ →
→ →
= b
a b
a . cos
θ =
30 .
29 16
−
=
870 16
−
.
d
→
a
x
→
b
=
5 2
1 4
3 2
− −
→ →
→
k j
i
=
→ →
→
+ +
+ −
− −
− k
j i
3 4
4 10
8 15
=
→ →
→
+ +
− k
j i
7 6
23
. e. Jika vektor satuan yang berlawanan dengan
→
a
adalah
→
u
, maka
→
u
=
→ →
− a
a
=
29 4
3 2
→ →
→
− −
− k
j i
=
→ →
→
− −
− j
j i
29 29
4 29
29 3
29 29
2
2.2.4 Perbandingan Ruas Garis Dengan menggunakan aturan penjumlahan vektor, pada gambar di
bawah berlaku
→ →
→
+ =
AC OA
OC
=
→ →
+ +
AB n
m m
OA
=
− +
+
→ →
→
OA OB
n m
m OA
=
→ →
+ +
+ OB
n m
m OA
n m
n
14
Jika C membagi ruas garis AB dengan perbandingan m : n dan
→ →
→
c b
a ,
,
berturut-turut adalah vektor-vektor posisi titik A, B, C, maka dari uraian di atas diperoleh
n m
a n
b m
c +
+ =
→ →
→
Contoh 2.4.1.: Pada segitiga di bawah Gambar a, AD : DC = 1 : 2 dan CE : EB= 1 : 3.
Sajikan
→
DE
sebagai jumlahan vektor-vektor posisi titik A, B, dan C
Penyelesaian:
Perhatikan segiempat OACB di atas Gambar b. Jika
→ →
→ →
→
e d
c b
a ,
, ,
,
berturu- turut merupakan vektor-vektor posisi dari titik-titik A, B, C dan E, maka:
3 2
→ →
→
+ =
c a
d dan
4 3
→ →
→
+ =
c b
e .
Oleh karena itu diperoleh
→ →
→
− =
d e
DE
= 3
2
→ →
+ c
a -
4 3
→ →
+ c
b =
→ →
→
− +
c b
a 12
5 4
1 3
2
.
a b
c C
n B
O A
m
a b
c 2
B
O A
1 C
E D
B A
C E
D 1
3
d e
a b
15
b b
a
c
θ
2.2.5 Proyeksi Vektor Pada Vektor Lain
Diberikan
→ →
≠ O
a
,
→ →
≠ O
b
, dan θ
adalah sudut antara
→
a
dan
→
b
,
≤
θ
≤
π . Proyeksi
→
a
pada
→
b
adalah suatu vektor
→
c
yang searah dengan cos
θ
→
b
dan
→
c
= θ
cos
→
a
. Besar vektor
→
c
, yaitu
→
c
sering disebut proyeksi skalar
→
a
pada
→
b
Dengan mengingat bahwa vektor satuan yang searah dengan
→
b
adalah
→ →
b b
, dan
→ →
→ →
= b
a b
a . cos
θ , maka proyeksi
→
a
pada
→
b
adalah suatu vektor
→
c
dengan
→ →
→ →
→ →
= b
b b
b a
c .
=
→ →
→ →
b b
b a
2
.
16
Contoh 2.5.1 :
Diberikan
→
a
=
→ →
+ −
j i
2
dan
→
b
=
→ →
+ j
i 5
4
. Tentukan proyeksi
→
a
pada
→
b
. Penyelesaian: Misal
→
c
adalah proyeksi
→
a
pada
→
b
. Maka
→
c
=
→ →
→ →
b b
b a
2
.
=
2 2
5 4
5 4
5 8
+ +
+ −
→ →
j i
=
→ →
− −
j i
41 15
41 3
1
J. Teknologi Informasi dan Komunikasi TIK untuk Pembelajaran Matematika
I. TUJUAN Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan dapat
a. Memilih alat ukur yang tepat untuk membantu pembelajaran
matematika b.
Menggunakan alat peraga matematika c.
Menganalisis penggunaan MS Excel untuk menyajikan data d.
Menggunakan fasilitas drawing MS Word untuk menggambar bangun-bangun geometri
e. Menjelaskan cara mengirimkan email menggunakan software klien
email f.
Menggunakan software aplikasi internet untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui internet
g. Menjelaskan kegunaan berbagai aplikasi internet yang berkaitan
dengan pengembangan profesi sebagai guru matematika
II. URAIAN MATERI
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi TIK sangat membantu pekerjaan manusia di berbagai bidang termasuk pendidkan.
Dengan adanya TIK guru akan terbantu dalam mengerjakan tugas- tugasnya seperti membuat perencanaan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, mengevaluasi hasil pembelajaran, hingga menindaklanjuti hasil pembelajaran. Dalam perencanaan pembelajaran guru dapat
memperkaya materi yang akan disampaikan dengan mencari informasi dengan bantuan internet. Pada saat pelaksanaan pembelajaran, guru
dapat menggunakan komputer dan perangkatnya sebagai media sehingga materi pelajaran dapat disajikan dengan lebih menarik.Agar dalam
mengevaluasi hasil pembelajaran lebih cepat dan tepat guru dapat memanfaatkan program-program yang ada di komputer.
Walaupun peran TIK dalam pembelajaran cukup besar namun peran guru tidak dapat digantikan.Oleh karena itu guru hendaknya menguasai TIK
agar dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan mudah dan cepat namun tetap dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Guru tidak
harus mempelajari semua program komputer namun cukuplah beberapa aplikasi dasar seperti pengolah kata, pengolah angka, penyajian
presentasi, dan penggunaan internet.
II.1 Aplikasi Pengolah Kata untuk Pembelajaran Matematika
2
Salah satu aplikasi pengolah kata yang populer adalah Microsoft Word MS Word.Dengan MS Word kita dapat mengetik, mengedit bahkan
menggambar walaupun sederhana.Dalam pembelajaran matematika terutama geometri banyak dipelajari masalah bangun-bangun datar
maupun ruang. Dalam mempelajari hal ini akan lebih mudah jika gambarnya disajikan.
II. 1.1 Menggambar Bentuk-Bentuk Geometris dengan Microsoft Word.
Pada modul ini digunakan Microsoft Word 2007. Untuk memunculkan gambar bentuk-bentuk geometris klik tab Insert-Shapes, kemudian klik
bentuk yang diinginkan. Kursor akan berubah bentuk seperti tanda “plus” +. Pindahkan kursor di tempat yang akan dibuat gambarnya kemudian
drag hingga muncul gambar bentuk yang diinginkan. Namun format gambar yang terjadi sesuai dengan nilai default-nya.Oleh karena itu kita
perlu mengeditnya agar menjadi gambar yang sesuai dengan keinginan kita. Pada setiap gambar objek yang di-klik maka pada tab atas akan
ditampilkan format yang bisa kita lakukan pada objek tersebut.
Contoh1: Menggambar Persegipanjang
Klik Tab Insert – Shapes Klik bentuk Persegipanjang Rectangle
Letakkan kursor di tempat yang diinginkan dan drag hingga membentuk persegipanjang
Edit menggunakan fasilitas yang ada pada TabFormat