B. Diskusi
Jones, Hanson, dan Smith 1980 mengemukakan bahwa kesepian diasosiasikan dengan kepercayaan bahwa cinta merupakan dasar yang tidak begitu
penting bagi pernikahan dimana mereka yang merasakan kesepian punya pandangan bahwa pernikahan seseorang akan berakhir dengan perceraian dalam
Baron Byrne, 1991. Pernyataan ini tidak berlaku pada responden III dimana cinta merupakan dasar yang sangat penting dalam pernikahan. Responden III
merasa bahwa jika kita tidak mencintai seseorang dan orang lain juga tidak mencintai kita, maka hubungan yang baik tidak akan terjalin. Pada responden I
dan II pernyataan tersebut berlaku dimana bagi mereka cinta tidak begitu penting dalam pernikahan, yang penting bagi kedua responden tersebut adalah komitmen
dari pernikahan itu sendiri dan kemapanan dari pihak pria yang dapat memenuhi kebutuhan calon pasangan hidupnya.
Weiss dalam Santrock, 2003 mengemukakan isolasi sosial melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisasi, peran yang
berarti dimana isolasi sosial ini merupakan bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa diasingkan, bosan dan cemas. Pada responden I ini terjadi sesaat
saat responden I merasa bahwa ia akan diasingkan dengan saudara sekandungnya yang lain saat semua saudara kandungnya sudah menikah. Pada responden II hal
ini juga pernah muncul sekali dimana responden II pernah diasingkan oleh teman- temannya saat tidak memiliki minta yang sama. Responden III juga merasakan hal
ini dimana terdapat perasaan bosan dan ingin berada jauh dari orang lain. Ketiga
Universitas Sumatera Utara
responden juga pernah merasakan bosan dan perasaan tersebut terjadi karena perubahan mood dan penyebab eksternal.
Faktor-faktor yang mempegaruhi kesepian Brehm dkk, 2002 yaitu usia, status perkawinan, gender, status sosial ekonomi, dan karakteristik lain yaitu
perceraian orang tua. Pada responden III faktor lain ditemukan yang mempengaruhi seseorang mengalami kesepian yaitu faktor daerah. Responden III
merasa bahwa daerah sangat mempengaruhi perasaan seseorang. Apakah daerah yang satu cocok dengan individu tersebut atau tidak dan daerah juga
mempengaruhi bagus tidaknya seseorang menjalani hidup. Austrom dan Hanel 1985, Frazier dkk 1996, Lewis dan Moon 1997
menunjukkan sebab-sebab individu dewasa hidup melajang yaitu pilihan personal, keadaan eksternal, dan defisit personal. Pada ketiga responden sebab melajang
yang pertama yaitu pilihan personal tidak ditemukan. Pada dasarnya responden memiliki usaha untuk dapat menjalin hubungan romantis dengan lawan jenis,
akan tetapi terjadi tarik ulur antara hubungan tersebut. Meskipun ketiga responden memiliki argumen positif tentang kehidupan melajang tidak membuat ketiga
responden memilih untuk hidup melajang. Menurut Jana Darrington dkk 2005 jenis individu yang melajang ada dua,
yaitu individu yang memeluk gaya hidup dan menikmati gaya hidup tersebut dan individu yang tidak puas dengan kehidupan melajangnya dan menyalahkan status
mereka yang belum menikah karena ketidakcukupan personal dan situasional. Jenis yang pertama dialami oleh responden I dan II. Akan tetapi kedua responden
tersebut hanya menikmati status lajangnya dan tidak memeluk gaya hidup lajang
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Responden III mengalami jenis yang kedua yaitu tidak puas dengan kehidupan melajang dan ingin mendapatkan pasangan hidup akan tetapi
responden tidak menyalahkan statusnya yang belum menikah. Ketiga responden sama-sama memiliki anak angkat. Anak angkat tersebut
sama-sama merupakan keponakan responden, yaitu anak dari saudara sekandung responden. Ketiga responden juga membiayai hidup anak angkatnya tersebut.
DeGenova 2008 mengemukakan kerugian melajang adalah tidak memiliki anak dan tidak bisa membawa anak-anak untuk melakukan kegiatan yang
menyenangkan. Pada ketiga responden dalam mengatasi rasa kesepiannya agar tidak merasa mengalami kerugian dalam hidup melajang, mereka mengangkat
anak yang merupakan keponakannya sendiri. Pengangkatan keponakan sebagai anak juga disebabkan karena responden merasa kasihan terhadap si anak karena
tidak dapat menerima kasih sayang orang tuanya dan mengalami kesulitan ekonomi.
Pengangkatan anak juga responden lakukan agar responden dapat menjalani tugas perkembangan dewasa madya dimana pada masa dewasa madya individu
sudah mendidik dan membesarkan anak-anak hingga mereka dewasa Havighurst, 1982. Oleh karena itu pengangkatan anak merupakan proyeksi dari tugas
perkembangan yang dirasa belum dilaksanakan. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan bahwa dewasa madya merupakan masa yang paling sulit untuk dilalui
oleh individu karena masa ini ditandai dengan tanggung jawab yang berat dan beragam, menuntut peran dan tanggung jawab sebagai orang yang menjalankan
rumah tangga, departemen maupun perusahaan, merawat orangtua mereka,
Universitas Sumatera Utara
membesarkan anak, dan mulai menata karir yang baru Gallagher, 1993; Lachman, 2001; Lachman, Lewkowicz, Marcus Peng, 1994; Merril
Verbrugge, 1999, dalam Papalia, Old dan Feldman, 2008.
C. Saran