Farmakologis Pola Penggunaan Obat

hormon seks antara anak laki-laki dan anak perempuan terjadi setelah mengalami pubertas yang ditandai dengan perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Perempuan memiliki hormon yang lebih kompleks dari pada laki-laki. Hormon estrogen pada perempuan dapat merangsang produksi antibodi oleh sel B yang dimungkinkan juga bertanggung jawab untuk terjadinya penyakit autoimun. Hormon androgen pada laki-laki umumnya bersifat imunosupresif sehingga dapat menekan kemungkinan terjadinya proses autoreaktif Baratawidjaja dkk, 2012.

B. Pola Penggunaan Obat

1. Farmakologis

a. Jenis Obat Gambaran umum distribusi penggunaan obat pada pasien AIHA anak rawat inap berdasarkan kelas terapi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 328 Tahun 2013 tentang formularium nasional disajikan pada Tabel III. Tabel III. Pola Penggunaan Obat pada Pasien AIHA Anak Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009-2014 No. Kelas Terapi Jenis Obat Jumlah Kasus n=12 Persentase 1 Hormon dan Antihormon Kortikosteroid Metilprednisolon 12 100 2 Analgesik Non-narkotik Parasetamol 5 42 3 Antasida dan antiulkus Ranitidin 1 8 4 Vitamin dan mineral Vitamin B1 1 8 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1 Hormon dan Antihormon Kelas terapi hormon dan antihormon yang digunakan dalam penanganan AIHA adalah kortikosteroid. Kortikosteroid merupakan analog sintetik dari hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal. Seperti hormon alami, kortikosteroid memiliki glukokortikoid kortisol danatau sifat mineralkortikoid aldosteron. Mineralkortikoid diatur oleh system renin-angiotensin dan memiliki sifat salt- retaining. Mineralkortikoid mempengaruhi transport ion di sel epitel pada tubulus ginjal dan terutama terlibat dalam regulasi elektrolit dan keseimbangan air. Glukokortikoid diatur terutama oleh kortikotropin ACTH dan dapat memiliki efek anti-inflamasi, serta beberapa efek metabolik dan imunogenik pada tubuh Zoorob, and Cender, 1998. Kortikosteroid merupakan lini utama pada pengobatan AIHA yang digunakan sebagai imunosupresan pada kondisi autoimun Sinha et al, 2008. Penggunaan kortikosteroid dalam AIHA bertujuan untuk menekan antibodi anti- eritrosit yang terbentuk, dengan adanya antibodi dalam tubuh dapat merusak eritrosit. Kortikosteroid bekerja dengan menurunkan produksi auto-antibodi oleh sel B, mengurangi kepadatan reseptor Fc-gamma pada fagosit di limpa. Kortikosteroid digunakan sampai kadar hem oglobin ≥ 10 gdL tercapai Zanella et al, 2014. Apabila hemoglobin telah stabil maka dosis kortikosteroid yang digunakan harus diturunkan secara perlahan tapering off Zeerleder, 2011. Saat ini, evidence-based guidelines terkait dengan tapering off corticosteroid belum tersedia, namun secara khusus tapering off merupakan bagian protokol dalam pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid sebelum penggunaan kortikosteroid dihentikan untuk mengurangi risiko terjadinya efek samping dan risiko terjadinya kekambuhan Liu et al, 2013. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menimbulkan efek samping potensial serius seperti: penyakit gastrointestinal, penyakit kardiovaskuler, kemungkinan terjadinya infeksi, gangguan hormon, ketidakseimbangan elektrolit, osteoporosis, gangguan pengelihatan, gangguan otot dan saraf, serta gangguan kulit Zoorob et al, 1998 sehingga dalam penggunaanya perlu dilakukan pemantauan yang ketat. Prednison merupakan kortikosteroid paling banyak digunakan dalam beberapa standar terapi AIHA dan penggunaannya dapat digantikan dengan kortikosteroid lainnya dalam golongan yang sama. Rumah Sakit Umum Pusat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menggunakan metilprednisolon sebagai protokol AIHA. Prednison dan metilprednisolon merupakan kortikosteroid yang memiliki golongan sama yaitu imunosupresan poten aksi sedang Liu et al, 2013. Kelebihan metilprednisolon berdasarkan equivalent glucocorticoid dose yaitu memiliki dosis yang lebih rendah dari prednison untuk menghasilkan efek terapi yang sama, memiliki efek imunosupresan yang lebih baik dari prednison, dan kecenderungan yang rendah untuk menginduksi retensi sodium dan air dibandingkan dengan prednison Sinha et al, 2008 karena efek mineralokortikoid yang lebih redah dibandingkan dengan prednisone Liu et al, 2013. Kortikosteroid dengan aksi panjang seperti deksametason hanya dibatasi pada terapi akut dan harus dihindari untuk penggunaan jangka panjang seperti pada warm AIHA yang umumnya bersifat kronis Patt, Bandgar, Lila, and Shah, 2013. Gambaran penggunaan kortikosteroid pada penelitian ini disajikan pada Tabel III. 2 Analgesik Non-narkotik Tujuan utama dari terapi demam pada anak adalah untuk meningkatkan kenyamanan dan menormalkan kembali suhu tubuh Sullivan et al, 2015. Analgesik Non-narkotik dan antipiretik digunakan sebanyak 42 pada kasus penelitian ini. Parasetamol sering digunakan pada terapi demam anak-anak. Parasetamol bekerja di hipotalamus yang meregulasi suhu tubuh dan dapat bekerja di perifer untuk memblokir impuls nyeri, serta dapat juga menghambat sintesis prostaglandin di CNS Botting, 2000. Parasetamol memiliki keuntungan tidak berpengaruh pada sistem kardiovaskular dan pernapasan, tidak mempengaruhi keseimbangan asam-basa, juga tidak memiliki efek pada trombosit, tidak mengiritasi lambung. Dalam dosis terapi, tidak membahayakan fungsi hati. Gambaran penggunaan analgesik non-narkotik dan antipiretik pada penelitian ini disajikan pada Tabel III. 3 Antasida dan Antiulkus Antasida dan antiulkus digunakan sebanyak 8 pada kasus dalam penelitian ini. Obat yang digunakan yaitu ranitidin merupakan H 2 -Receptor Antagonists yang sangat selektif, reversibel, dan merupakan antagonis kompetitif untuk aksi histamin pada H 2 -reseptor. Ranitidin dapat mengurangi volume sekresi lambung serta jumlah asam lambung yang disekresikan Chelimsky and Czinn, 2001. Gambaran penggunaan antasida dan antiulkus pada penelitian ini disajikan pada Tabel III. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4 Vitamin dan Mineral Vitamin dan Mineral sebenarnya tidak diindikasikan pada AIHA, tetapi anemia dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya perubahan irama jantung. Perubahan ini dikarenakan jantung berupaya keras memompa darah dengan sedikit oksigen ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Vitamin B1 dapat menurunkan risiko terjadinya aritmia Crook, FRCPath, Hally, and Panteli, 2001. Gambaran penggunaan vitamin dan mineral pada penelitian ini disajikan pada Tabel III. b. Rute Pemberian Obat Terdapat 2 rute pemberian obat yaitu rute sistemik dan lokal. Penanganan AIHA digunakan rute sistemik dimana obat mencapai sirkulasi sistemik sehingga obat dapat memberikan efek dengan segera. Rute sistemik terdiri dari rute enteral yaitu obat diberikan melalui saluran gastrointestinal, sedangkan rute parenteral yaitu obat diberikan langsung ke saluran sistemik. Gambaran umum penggunaan obat berdasarkan rute pemberian dapat dilihat pada Tabel IV. Seluruh kasus pada penelitian ini menggunakan obat dengan rute enteral maupun parenteral. Obat yang diberikan secara enteral dengan klasifikasi peroral pada kasus penelitian ini umumnya digunakan jika perlu ataupun obat yang sedang pada tahap tapering off dan pasien hendak pulang. Keuntungan dari rute peroral yaitu nyaman pasien dapat menggunakan sendiri, tidak merasa sakit, dan mudah dalam penggunaan, absorpsi berlangsung selama obat tersebut berada disaluran cernausus, dan murah jika dibandingkan dengan rute parenteral, sedangkan kerugiannya yaitu hanya sebagian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI obat yang dapat diserap, adanya first pass effect, kemungkinan terjadinya iritasi mukosa lambung, efek yang lama untuk kasus darurat, dan tidak dapat digunakan untuk pasien yang tidak sadar. Obat parenteral dengan klasifikasi intravaskuler digunakan umumnya karena kondisi pasien AIHA anak termasuk dalam status klinis yang berat berdasarkan pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium. Keuntungan dari pemberian secara intravaskuler yaitu tepat, akurat, onset segera, dapat diberikan dengan dosis besar, dan dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar. Sedangkan kerugian dari pemberian secara intravaskuler yaitu nyeri ditempat suntikan, konsentrasi tinggi cepat dicapai, dan kemungkinan risiko emboli Verma, Thakur, Deshmukh, Jha, and Verma, 2010. Tabel IV. Penggunaan Obat Berdasarkan Rute Pemberian pada Pasien AIHA Anak Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2009- 2014 Nomor Rute Pemberian Obat Jumlah Kasus n=12 Persentase 1 Parenteral 12 100 2 Enteral 9 75

2. Terapi Suportif

Dokumen yang terkait

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

2 39 174

Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

1 17 174

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN GANGGUAN LAMBUNG DI INSTALASI RAWAT Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Gangguan Lambung di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2015.

0 2 12

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMs (DRPs) POTENSIAL PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP Evaluasi Drug Related Problems (DRPs)Potensial pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS "Y" Periode Tahun 2015.

0 7 13

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien dewasa dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.

3 18 145

Evaluasi Drug Related Problems (DRPS) pada pasien Autoimmune Hemolytic anemia (AIHA) dengan komplikasi Systemic Lupus Erythematosus (SLE) di instalasi rawat inap RSUP dr. Sardjito Yogyakarta periode tahun 2009-2014.

1 11 117

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien lansia dengan diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) di instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2009-2014.

1 17 110

Evaluasi drug related problems [DRPs] pada pengobatan pasien kanker prostat yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2005 - USD Repository

0 0 150

Evaluasi drug related problems (DRPs) pada pasien anak dengue shock syndrome (DSS) di instalasi rawat inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 - USD Repository

1 1 98

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien asma pediatri rawat inap : studi kasus di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2013 - USD Repository

0 0 141