Landasan Teori KAJIAN PUSTAKA

besar pelanggan akan tertarik untuk datang ke sebuah perusahaan bila penampilan luar perusahaan tersebut menarik. Bisa diambil contoh bila kita menemukan tempat makan baru, maka kita akan tertarik untuk mencicipinya bila tampilannya mencerminkan kualitas produk dan jasa yang ditawarkannya serta sesuai dengan budget yang kita miliki. b. Lokasi Fasilitas Jasa Lokasi fasilitas seringkali menentukan suksesnya suatu jasa, karena lokasi erat kaitannya dengan pasar potensial suatu perusahaan. Bila suatu perusahaan dekat dengan area kampus, berarti target pasarnya adalah mahasiswa, tetapi bila perusahaan berada di perumahan elit atau di tengah kota berarti target pasarnya adalah orang menengah ke atas. Menurut Tjiptono 1996:42, pemilihan tempat atau lokasi memerlukan pertimbangan yang cermat terhadap beberapa faktor berikut: 1 Akses: lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana transportasi 2 Visibilitas: lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan. 3 Lalu lintas 4 Tempat parkir yang luas dan aman 5 Ekspansi: tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha di kemudian hari 6 Lingkungan: daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan. 7 Persaingan: lokasi pesaing. Lingkungan fisik yang menyenangkan diharapkan mampu memberikan kepuasan pada konsumen yang nantinya bisa membentuk loyalitas pada perusahaan, sehingga omset perusahaan dapat meningkat pula. 3. Kualitas Menurut Goetsch Davis dalam Yamit, 2001:8 kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Lima pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu Yamit, 2001:9: a. Transcedental Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. b. Product-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur. c. User-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera fitness for used merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. d. Manufacturing-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya conformance quality dan prosedur. e. Value-based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga, bersifat relatif. Produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. 4. Kualitas Produk a. Pengertian Produk Menurut Lamb, dkk 2001:414, produk adalah segala sesuatu, baik menguntungkan maupun tidak, yang diperoleh seseorang melalui pertukaran. Sedangkan Kotler dan Keller 2009:4, menyatakan bahwa produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa, pengalaman, acara, orang, tempat, properti, organisasi, informasi dan ide. Dari kedua definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen dan diperoleh melalui pertukaran. b. Karakteristik Produk Dalam merencanakan penawaran pasarnya, pemasar harus melihat lima tingkat produk lihat Gambar II.2. Setiap tingkat menambah nilai pelanggan yang lebih besar, dan kelimanya merupakan bagian dari hierarki nilai pelanggan customer-value hierarchy . Gambar II.2 Tingkat Produk Sumber: Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009. terj. Bob Sabran. Manajemen Pemasaran. Edisi Ketiga Belas Jilid 2. Jakarta: Erlangga, hal.4 Kelima tingkat produk tersebut, yaitu Kotler dan Keller, 2009:4: 1 Pada tingkat dasar adalah manfaat inti, yaitu layanan atau manfaat yang benar-benar dibeli pelanggan. 2 Pada tingkat kedua, pemasar harus mengubah manfaat inti menjadi produk dasar basic Product. 3 Pada tingkat ketiga, pemasar mempersiapkan produk yang diharapkan expected product: sekelompok atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan pembeli ketika mereka membeli produk ini. 4 Pada tingkat keempat, pemasar menyiapkan produk tambahan augmented product. 5 Tingkat kelima adalah produk potensial potential product mencakup semua kemungkinan tambahan dan transformasi yang mungkin dialami sebuah produk atau penawaran di masa depan. c. Jenis-Jenis Produk Konsumen Menurut Lamb, dkk 2001:414 produk dapat diklasifikasikan sebagai produk bisnis industry atau sebagai produk konsumen, tergantung dari niat para pembeli. Produk bisnis digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa lain untuk memudahkan pengoperasian suatu organisasi, atau untuk dijual kepada pelanggan lain. Sedangkan produk konsumen dibeli untuk memuaskan keinginan pribadi seorang individu. Jenis-jenis produk konsumen, antara lain Lamb dkk, 2001: 414-416: 1 Produk kemudahan convenience products Produk kemudahan adalah jenis produk yang relatif murah dan menggunakan sedikit upaya untuk berbelanja sehingga konsumen tidak perlu bersusah payah berbelanja untuk jenis seperti itu. 2 Produk belanja shopping products Produk belanja adalah produk yang memerlukan perbandingan berbelanja, karena biasanya lebih mahal dibandingkan produk kemudahan dan ditemukan pada lebih sedikit toko. 3 Produk khusus specialty products Produk khusus adalah suatu jenis produk yang dicari konsumen secara intensif dan konsumen enggan untuk menerima pengganti. 4 Produk yang tidak dicari unsought products Produk yang tidak dicari adalah suatu produk yang tidak dikenal oleh calon pembeli atau produk yang dikenal tetapi pembeli tidak aktif mencarinya. d. Pengertian Kualitas Produk Kualitas produk adalah karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang dinyatakan atau diimplikasikan Kotler, 2006:272. Sedangkan, menurut Mowen dan Minor 2002:90 kualitas produk didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh pelanggan atas kebaikan kinerja barang atau jasa. Jadi, kualitas produk adalah segala karakteristik dari suatu produk yang mampu memuaskan pelanggan. Gambar II.3 Syarat atau Keperluan untuk Kualitas Produk Sumber: http:kusna.com20070512konsep-management-kualitas Syarat atau keperluan untuk kualitas produk perlu memperhatikan tiga hal yaitu kegunaan produk, sosial masyarakat dan manusia. Pada umumnya kegunaan mengarah pada performa dan ketahanan suatu produk. Selain itu kualitas produk yang baik perlu juga melibatkan sosial masyarakat seperti memperhatikan limbah industri. Sedangkan dari segi manusia, perusahaan harus mampu menjaga keselamatan kerja para karyawannya. Apabila ketiga hal tersebut telah dipenuhi, maka kualitas suatu produk akan menjadi baik bagi konsumen maupun produsen http:kusna.com20070512konsep- management-kualitas . Para konsumen seringkali menilai kualitas produk atau jasa tertentu atas dasar berbagai macam isyarat informasi yang mereka hubungkan dengan produk. Menurut Schiffman dan Kanuk 2004:163, isyarat-isyarat intrinsik berkaitan dengan karakteristik fisik produk itu sendiri, seperti ukuran, warna, rasa, atau aroma. e. Dimensi Kualitas Produk Karakteristik kualitas dari suatu produk sangat multidimensional, karena produk dapat memberikan kepuasan dan nilai kepada pelanggan dalam banyak cara. Martinich dalam Yamit, 2001:11 mengemukakan spesifikasi dari dimensi kualitas produk yang relevan dengan pelanggan dapat dikelompokkan dalam enam dimensi, yaitu: 1 Performance: kualitas produk menggambarkan keadaan yang sebenarnya. 2 Range and Type of Features: kemampuan atau keistimewaan yang dimiliki produk dan pelayanan. 3 Reliability and Durability: kehandalan produk dalam penggunaan secara normal dan lama produk dapat digunakan. 4 Maintainability and Serviceability : kemudahan untuk pengoperasian produk dan kemudahan perbaikan maupun ketersediaan komponen pengganti. 5 Sensory Characteristic: penampilan, corak, rasa, daya tarik, bau, selera dan lainnya. 6 Ethical Profile and Image: kualitas adalah bagian terbesar dari kesan pelanggan terhadap produk dan pelayanan. 5. Kualitas Pelayanan a. Pengertian Pelayanan Menurut Laksana 2008: 85 pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Komponen pelayanan dalam bisnis tidak dapat dipisahkan baik itu untuk perusahaan jasa maupun perusahaan dagang. Pada perusahaan dagang dan industri, pelayanan sebagai produk tambahan yang selalu melekat pada produk utamanya. b. Karakteristik Jasa atau Pelayanan Jasa mempunyai empat karakteristik berbeda yang sangat mempengaruhi desain program pemasaran, yaitu Kotler dan Keller, 2009:39-42: 1 Tak berwujud berarti bahwa jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, diraba, didengar atau dibaui sebelum jasa itu dibeli. 2 Tak terpisahkan berarti bahwa jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi sekaligus. 3 Bervariasi berarti bahwa kualitas jasa tergantung pada siapa yang menyediakannya, kapan dan di mana, dan kepada siapa, jasa sangat bervariasi. 4 Dapat musnah berarti bahwa jasa tidak dapat disimpan, jadi dapat musnahnya jasa bisa menjadi masalah ketika permintaan berfluktuasi. Menurut Mowen dan Minor 2002:185, lingkungan pelayanan service encounter adalah interaksi perorangan yang terjadi di antara seorang konsumen dan pemasar. Bagi konsumen lebih sulit menilai kualitas jasa daripada kualitas produk. Hal ini terjadi karena adanya beberapa karakteristik jasa yaitu tak berwujud, tak terpisahkan, bervariasi dan dapat musnah. Meningkatkan kualitas jasa yang ditawarkan tidak semudah usaha meningkatkan kualitas produk, karena karakteristiknya yang unik. Peningkatan kualitas jasa juga akan berdampak pada organisasi secara menyeluruh. c. Pengertian Kualitas Jasa atau Pelayanan Menurut Wyckof dalam Tjiptono, 1997, kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Sedangkan menurut Zeithaml dalam Laksana, 2008: 88, kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai besarnya perbedaan antara harapan atau keinginan konsumen dengan tingkat persepsi mereka. Jadi, kualitas pelayanan adalah segala karakteristik dari suatu jasa yang diberikan oleh suatu perusahaan yang mampu memuaskan pelanggan. d. Model Kualitas Pelayanan Menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam Laksana, 2008: 92, penilaian kualitas pelayanan dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi konsumen dan sisi penyedia jasa. Kotler dan Keller 2009: 51-52 mengidentifikasi lima kesenjangan yang menyebabkan kegagalan pengiriman jasa, yaitu: 1 Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen, yaitu manajemen tidak selalu memiliki anggapan yang benar tentang apa yang diinginkan oleh konsumen. 2 Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa, yaitu manajemen mungkin memiliki anggapan yang benar terhadap pelanggan tetapi tidak menetapkan standar kinerja. 3 Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penghantaran jasa, yaitu personel mungkin tidak terlatih atau tidak mampu atau tidak bersedia memenuhi standar; atau mungkin terikat dengan standar yang bertentangan, seperti meluangkan waktu untuk mendengarkan pelanggan dan melayani mereka dengan cepat. 4 Kesenjangan antara penghantaran jasa dan komunikasi eksternal, yaitu harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh iklan dan perwakilan perusahaan. 5 Kesenjangan antara jasa anggapan dan jasa yang diharapkan, yaitu ketika konsumen salah menganggap kualitas jasa. Komunikasi berita dari mulut ke mulut Kebutuhan pribadi Harapan konsumen terhadap pelayanan Persepsi konsumen terhadap pelayanan Cara pelayanan Desain pelayanan dan standar pelayanan Persepsi perusahaan atas harapan konsumen Pengalaman masa lalu Komunikasi perusahaan dengan konsumen KESENJANGAN 4 KESENJANGAN 5 KESENJANGAN 1 KESENJANGAN 2 KESENJANGAN 3 KONSUMEN PEMASAR Gambar II.4 Model Kualitas Pelayanan Sumber: Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2009 terj. Bob Sabran. Manajemen Pemasaran, Edisi Ketiga Belas Jilid 2. Jakarta: Erlangga, hal. 51 e. Dimensi Kualitas Pelayanan Menurut Kotler dan Keller 2009:52 terdapat 5 dimensi kualitas jasa, antara lain: 1 Keandalan: kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan andal dan akurat. 2 Responsivitas: kesediaan membantu pelanggan dan memberikan layanan tepat waktu. 3 Jaminan: pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menunjukkan kepercayaan dan keyakinan. 4 Empati: kondisi memperhatikan dan memberikan perhatian pribadi kepada pelanggan. 5 Wujud: penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan bahan komunikasi. 6. Pelanggan Menurut Yamit 2001:75 dalam pandangan tradisional, pelanggan adalah orang yang berinteraksi dengan perusahaan setelah proses produksi selesai, karena mereka adalah pengguna produk. Sedangkan orang yang berinteraksi dengan perusahaan sebelum proses produksi berlangsung adalah dianggap sebagai pemasok. Pelanggan dan pemasok dalam konsep tradisional ini adalah orang yang berada di luar perusahaan atau disebut pelanggan dan pemasok eksternal. Griffin 2003:31 mendefinisikan customer pelanggan sebagai seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli barang dari perusahaan. Kebiasaan tersebut bisa terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama beberapa waktu periode tertentu. Terdapat tiga jenis pelanggan, yaitu Yamit, 2001:77: a. Pelanggan internal: setiap orang yang ikut menangani proses pembuatan maupun penyediaan produk di dalam perusahaan atau organisasi. b. Pelanggan perantara: mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara untuk mendistribusikan produk kepada pihak konsumen atau pelanggan eksternal. c. Pelanggan eksternal: pembeli atau pemakai akhir yang sering disebut pelanggan yang nyata. Jadi, pelanggan adalah orang-orang yang kegiatannya membeli dan menggunakan suatu produk, baik barang maupun jasa, secara terus- menerus. Pelanggan atau pemakai suatu produk adalah orang-orang yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan- perusahaan bisnis. 7. Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah proses seorang pelanggan dalam membuat keputusan membeli, juga untuk menggunakan dan membuang barang-barang dan jasa yang dibeli: juga termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk Lamb, dkk., 2001:188. Schiffman dan Kanuk 2004:7 menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan dapat dipandang sebagai tiga tahap yang berbeda namun berhubungan satu sama lain: tahap masukan input, tahap proses, dan tahap keluaran output. Semua tahap tersebut dapat terlihat dalam Gambar II.5 di bawah ini. Usaha Pemasaran Perusahaan: 1. Produk 2. Promosi 3. Harga 4. Saluran distribusi Lingkungan Sosio-budaya: 1. Keluarga 2. Sumber informasi 3. Sumber nonkomersial lain 4. Kelas sosial 5. Subbudaya dan budaya Pengenalan Kebutuhan Penyelidikan Sebelum Pembelian Evaluasi Alternatif Bidang Psikologi: 1. Motivasi 2. Persepsi 3. Pengetahuan 4. Kepribadian 5. Sikap Pengalaman Pembelian 1. Percobaan 2. Pembelian ulang Evaluasi Setelah Pembelian Pengambilan Keputusan Konsumen Pengaruh Eksternal Masukan Proses Keluaran Perilaku Setelah Keputusan Gambar II.5 Model Sederhana Pengambilan Keputusan Konsumen Sumber: Schiffman, Leon G. dan Leslie Lazar Kanuk. 2004. terj. Zoelkifli Kaslip. Perilaku Konsumen. edisi ketujuh. Jakarta: Indeks, hal.8 Tahap masukan mempengaruhi pengenalan konsumen terhadap kebutuhan atas produk. Ada dua sumber informasi utama, yaitu: usaha pemasaran perusahaan produk, promosi, harga dan saluran distribusi dan lingkungan sosio-budaya keluarga, sumber informasi, sumber nonkomersial lain, kelas sosial serta sub-budaya dan budaya. Tahap proses memfokuskan pada cara konsumen mengambil keputusan. Berbagai faktor psikologis seperti motivasi, persepsi, pengetahuan, kepribadian dan sikap mempengaruhi pengenalan konsumen terhadap kebutuhan produk. Kemudian konsumen akan melakukan penyelidikan sebelum pembelian dan melakukan evaluasi berbagai alternatif. Pengalaman yang diperoleh melalui evaluasi tersebut akan mempengaruhi sifat psikologis konsumen yang ada. Tahap keluaran terdiri dari dua macam kegiatan yaitu pembelian dan evaluasi setelah membeli. Percobaan merupakan tahap penyelidikan pada perilaku pembelian, yaitu konsumen akan menilai produk melalui pemakaian langsung. Setelah konsumen merasa puas, maka ia akan melakukan pembelian ulang yang menandakan penerimaan akan produk. Evaluasi produk setelah pembelian akan memberikan pengalaman pada konsumen dalam tahap proses pada model ini. Menurut Lamb, dkk 2001:201 faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen adalah: a. Faktor budaya: budaya dan nilai, sub-budaya kelas sosial. b. Faktor sosial: referensi kelompok, opini para pemimpin dan para anggota keluarga. c. Faktor individu: jenis kelamin, umur, keluarga dan daur hidup keluarga, pribadi, konsep hidup dan gaya hidup. d. Faktor psikologis: persepsi, motivasi, pembelajaran, keyakinan dan sikap. 8. Kepuasan Konsumen Kepuasan pelanggan menjadi sasaran strategis bagi sebuah perusahaan agar dapat tumbuh berkembang dan tetap eksis dalam menghadapi perubahan. Kepuasan pelanggan juga menjadi petunjuk arah dan pendorong motivasi untuk menciptakan langkah kreatif, inovatif yang dapat membentuk keadaan masa depan yang gemilang. Kepuasan pelanggan customer satisfaction adalah tingkatan di mana kinerja anggapan produk sesuai dengan ekspektasi pembeli. Kepuasan konsumen dapat dipengaruhi oleh kualitas produk, pelayanan, harga bahkan dari lingkungan fisik perusahaan tersebut. Bila dilihat dari segi produk yang ditawarkan, pastilah konsumen menginginkan produk dengan kualitas terbaik dan harga yang sesuai. Bila dilihat dari segi pelayanan, konsumen menginginkan pelayanan yang cepat dan ramah tanpa harus menunggu pesanan dengan lama. Kepuasan konsumen merupakan perasaan di mana produk telah sesuai atau melebihi harapan konsumen Lamb, dkk., 2001:13. Produk Nilai produk bagi pelanggan Tujuan Perusahaan Harapan pelanggan terhadap produk Kebutuhan dan keinginan pelanggan Tingkat kepuasan pelanggan Gambar II.6 Konsep Kepuasan Pelanggan Sumber: Tjiptono, Fandy. 1997. Prinsip-prinsip Total Quality Service. Yogyakarta: Andi Offset, hal.130. a. Manfaat Kepuasan Pelanggan Manfaat kepuasan pelanggan bagi perusahaan mencakup Wood, 2009:11: 1 Dampak positif pada loyalitas pelanggan 2 Berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan melalui pembelian ulang, cross-selling dan up-selling 3 Menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan biaya komunikasi, penjualan dan layanan pelanggan 4 Menekan volatilitas dan resiko berkenaan dengan prediksi aliran kas masa depan 5 Meningkatnya toleransi harga 6 Rekomendasi gethok tular positif 7 Pelanggan cenderung lebih reseptif 8 Meningkatnya bargaining power relatif perusahaan. Maka, secara luas manfaat dari kepuasan pelanggan adalah menciptakan loyalitas pelanggan dengan menjaring konsumen sebanyak-banyaknya yang nantinya akan meningkatkan keuntungan sebuah perusahaan. Menurut Yamit 2001:83 faktor utama keberhasilan dalam membentuk fokus pada kepuasan pelanggan adalah menyadarkan karyawan akan pentingnya kepuasan pelanggan, menempatkan karyawan untuk berinteraksi secara langsung dengan pelanggan, dan memberikan kebebasan kepada karyawan untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka memuaskan pelanggan. Tetapi, bukan berarti bahwa jika karyawan sudah memiliki kesadaran akan pentingnya kepuasan pelanggan dapat menghilangkan munculnya kekecewaan complain. Kekecewaan pelanggan sangat sulit dihindari, karena keberagaman harapan dan keinginan konsumen yang tidak mungkin dapat dipenuhi seluruhnya oleh perusahaan. b. Mengukur Kepuasan Pelanggan Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Menurut Kotler dalam Yamit, 2001:80 beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan antara lain: 1 Sistem Pengaduan: Sistem ini memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk memberikan saran, keluhan dan bentuk ketidakpuasan lainnya dengan cara menyediakan kotak saran. 2 Survey Pelanggan: Cara yang digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan misalnya melalui surat pos, telepon atau wawancara langsung. 3 Panel Pelanggan: Perusahaan mengundang pelanggan yang setia terhadap produk dan mengundang pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah pindah menjadi pelanggan perusahaan lain. 9. Loyalitas Wulf, Schroder, dan Iaobucci dalam Zulganef, 2002:104 mendefinisikan loyalitas sebagai besarnya konsumsi dan frekuensi pembelian yang dilakukan oleh seorang konsumen terhadap suatu perusahaan toko retail. Mereka juga berhasil menemukan bahwa kualitas keterhubungan yang terdiri dari kepuasan, kepercayaan, dan komitmen mempunyai hubungan yang positif dengan loyalitas. Prus dan Brandt dalam Junaedi, 2003:107-108 menekankan bahwa loyalitas pelanggan bukanlah kepuasan pelanggan customer satisfaction . Kepuasan adalah salah satu komponen yang dibutuhkan untuk menuju suatu loyalitas. Kadang pembelian berulang dilakukan karena adanya suatu kemudahan yang diperoleh atau karena sudah kebiasaan. a. Pengukuran Loyalitas Setiap kali seseorang melakukan pembelian, ia akan melalui lima tahap pembelian, yaitu: kesadaran pembelian awal evaluasi pasca-pembelian keputusan membeli kembali pembelian kembali Griffin, 2003:18-20. Dari kelima tahap tersebut maka kita dapat melihat apakah konsumen memiliki keterikatan pada perusahaan atau tidak. Menurut Griffin 2003:31, pelanggan yang loyal adalah orang yang melakukan pembelian berulang secara teratur, membeli antarlini produk dan jasa, mereferensikan kepada orang lain dan menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing. b. Jenis Loyalitas Loyalitas dapat dibedakan menjadi empat jenis berdasarkan keterikatannya terhadap suatu produk yang ditawarkan, yaitu Griffin, 2003: 22-23: 1 Tanpa loyalitas: pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. 2 Loyalitas yang lemah: pelanggan melakukan pembelian berulang karena suatu kebiasaan atau karena toko tersebut dekat dari tempat tinggalnya. 3 Loyalitas tersembunyi: pelanggan menentukan pembelian berulang karena pengaruh situasi, bukan karena pengaruh sikap. 4 Loyalitas premium: pelanggan yang memiliki keterikatan tinggi dan melakukan pembelian berulang yang tinggi pula. Bahkan mereka akan memberi tahu atau menawarkannya kepada orang lain pula. Berpindah-pindahpeka terhadap perubahan harga Tidak ada loyalitas merek Pembeli komit Menyukai merek Menganggap merek sebagai sahabat Pembeli yang puas Dengan biaya peralihan Pembeli yang puas bersifat kebiasaan Tidak ada masalah untuk beralih Gambar II.7 Piramida Loyalitas Sumber: Junaedi, M.F. Shellyana. 2003. “Hubungan antara Kepuasan Konsumen dan Kualitas Jasa: Studi Perilaku Konsumen terhadap Loyalitas Merk”. Modus Vol.15. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, hal.108 c. Meningkatkan Loyalitas Pelanggan Perusahaan harus mampu membedakan strategi yang digunakan dalam membangun pangsa pasar dengan strategi membangun loyalitas lihat Tabel II.1. Tabel II.1 Meningkatkan Pangsa Pasar Versus Membangun Loyalitas Strategi Pangsa Pasar Strategi Loyalitas Sasaran Peralihan pembeli Loyalitas pembeli Kondisi pasar Pertumbuhan rendah atau pasar jenuh Pertumbuhan rendah atau pasar jenuh Titik perhatian Persaingan Pelanggan Pengukuran keberhasilan Pangsa pasar relatif terhadap pesaing Pangsa pelanggan; tingkat retensi pelanggan Sumber: Griffin, Jill. 2003. terj. Dwi Kartini Yahya. Customer Loyalty: Menumbuhkan dan Mempertahankan Kesetiaan Pelanggan . Jakarta: Erlangga, hal.6 Griffin 2003:35 menyebutkan tujuh tahap dalam menumbuhkan pelanggan yang loyal, yaitu: 1 Suspect: Orang yang mungkin membeli produk atau jasa anda. 2 Prospek: Orang yang membutuhkan produk atau jasa dan memiliki kemampuan untuk membeli orang tersebut baru mengetahui saja. 3 Prospek yang diskualifikasi: Setelah dipelajari, kita mengetahui bahwa orang tersebut tidak membutuhkan dan tidak memiliki kemapuan membeli. 4 Pelanggan pertama kali: Orang yang telah membeli satu kali. 5 Pelanggan berulang: Orang yang telah membeli lebih dari dua kali. 6 Klien: Orang yang melakukan pembelian secara teratur. 7 Penganjur advocate: Orang yang tidak hanya melakukan pembelian secara teratur, tetapi juga menganjurkan orang lain untuk membeli produk tersebut. 10. Restoran Menurut UU RI No. 34 Tahun 2000 dalam Abectipub: 2008, restoran adalah tempat menyantap makanan dan minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jenis tataboga atau catering . Ada beberapa tipe restoran, yaitu Marsum dalam Abectipub, 2008: a Table D’ hotel Restaurant adalah suatu restoran yang khusus menjual makanan menu table d’ hotel, yaitu suatu susunan menu yang lengkap dari hidangan pembuka sampai dengan hidangan penutup dan tertentu, dengan harga yang telah ditentukan pula. b Coffee Shop atau Brasserie adalah suatu restoran yang pada umumnya berhubungan dengan hotel, suatu tempat dimana tamu biasa mendapatkan makan pagi, makan siang dan makan malam secara cepat dengan harga yang relatif murah, kadang-kadang penyajiannya dilakukan dengan cara prasmanan. c Cafetaria atau Café adalah suatu restoran kecil yang mengutamakan penjualan cake kue-kue, sandwich roti isi, kopi dan teh. d Canteen adalah restoran yang berhubungan dengan kantor, pabrik atau sekolah. e Dining Room, terdapat di hotel kecil motel, merupakan tempat yang tidak lebih ekonomis dari pada tempat makan biasa. Dining Room pada dasarnya disediakan untuk para tamu yang tinggal di hotel itu, namun juga terbuka bagi para tamu dari luar. f Inn Tavern adalah restoran dengan harga murah yang dikelola oleh perorangan di tepi kota. g Pizzeria adalah suatu restoran yang khusus menjual Pizza, kadang- kadang juga berupa spaghetti serta makanan khas Italia yang lain. h Speciality Restaurant adalah restoran yang suasana dan dekorasi seluruhnya disesuaikan dengan tipe khas makanan yang disajikan atau temanya. i Familly Type Restaurant adalah suatu restoran sederhana yang menghidangkan makanan dan minuman dengan harga yang tidak mahal, terutama disediakan untuk tamu-tamu keluarga maupun rombongan. 11. Structural Equation Modeling SEM Menurut Ferdinand 2002: 6 Structural Equation Modeling SEM adalah sekumpulan teknik-teknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif “rumit”, secara simultan. Hubungan yang rumit itu dapat dibangun antara satu atau beberapa variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. Beberapa konvensi yang berlaku dalam SEM adalah sebagai berikut Ferdinand, 2002: 10: a. Variabel Terukur Measured Variable Variabel terukur adalah variabel yang dataya harus dicari melalui penelitian lapangan. Variabel ini disebut juga observed variables, indicator variables atau manifest variables, dan digambarkan dalam bentuk segi empat. b. Faktor Faktor adalah sebuah variabel bentukan, yang dibentuk melalui indikator-indikator yang diamati dalam dunia nyata. Variabel ini disebut latent variables, constructs atau unobserved variables, dan digambarkan dalam bentuk oval atau elips. c. Hubungan Antar Variabel Hubungan antar variabel dinyatakan melalui garis, maka dari itu bila tidak ada garis berarti tidak ada hubungan langsung yang dihipotesakan. Dalam permodelan manajemen, terdapat dua macam model yang dapat digunakan, yaitu model deskriptif dan model prediktif. Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk membuat permodelan SEM adalah sebagai berikut Ferdinand, 2002: 34 – 80: a. Pengembangan Model Teroretis Langkah pertama dalam pengembangan model SEM adalah pencarian atau pengembangan sebuah model yang mempunyai justifikasi teoretis yang kuat. Apabila dasar teoretis tidak kuat, maka SEM tidak dapat digunakan. Hal tersebut dikarenakan SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah model, tetapi digunakan untuk mengkonfirmasi model teoretis tersebut, melalui data empirik. b. Pengembangan Diagram Alur Path Diagram Pada langkah kedua, model teoritis yang telah dibangun sebelumnya digambarkan pada sebuah path diagram untuk mempermudah peneliti melihat hubungan-hubungan kausalitas yang ingin diujinya. Konstruk yang dibangun dalam diagram alur dapat dibedakan dalam dua konstruk yaitu konstruk eksogen dan konstruk endogen. 1 Konstruk Eksogen Exogenous Constructs dikenal juga sebagai source variables atau independent variables yang tidak diprediksi oleh variabel yang lain dalam model. 2 Konstruk Endogen Endogenous Constructs adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lainnya. c. Konversi Diagram Alur ke dalam Persamaan Langkah ketiga yaitu mengkonversi spesifikasi model tersebut ke dalam rangkaian persamaan. Persamaan yang dibuat akan terdiri dari: 1 Persamaan-persamaan struktural structural equations untuk menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk. Variabel endogen = variabel eksogen + variabel endogen + error 2 Persamaan spesifikasi model pengukuran measurement model. Pada spesifikasi ini harus ditentukan variabel mana mengukur konstruk mana, serta menentukan serangkaian matriks yang menunjukkan korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau variabel. X 1.1 = a X 1 + e 1 d. Pemilihan Matriks Input dan Teknik Estimasi atas Model yang Dibangun Input data yang digunakan dalam permodelan SEM dan estimasinya adalah matriks varianskovarians atau matriks korelasi. Matriks kovarians digunakan karena memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang valid antara populasi atau sampel yang berbeda, yang tidak dapat disajikan oleh korelasi. Ukuran sampel memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi hasil SEM. Pedoman ukuran sampel menurut Ferdinand 2002:48 yaitu: 1 100 – 200 sampel untuk teknik maximum likelihood estimation. 2 Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya adalah 5 – 10 kali jumlah parameter yang diestimasi. 3 Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5 sampai 10. Bila terdapat 20 indikator, besarnya sampel adalah antara 100 – 200. 4 Bila sampelnya sangat besar, maka peneliti dapat memilih teknik estimasi. Misalnya bila jumlah sampel di atas 2500, teknik estimasi ADF Asymptotically Distribution Free Estimation dapat digunakan. Setelah model dikembangkan dan input data dipilih, maka peneliti harus menentukan program komputer yang dapat digunakan untuk mengestimasi modelnya. Terdapat banyak program yang dapat digunakan antara lain LISREL, EQS, COSAM, PLS DAN AMOS. AMOS merupakan salah satu program yang handal untuk analisis model kausalitas. Program ini berada di bawah naungan SPSS. Teknik estimasi yang tersedia dalam AMOS adalah sebagai berikut: 1 Maximum Likelihood Estimation ML 2 Generalized Least Square Estimation GLS 3 Unweighted Least Square Estimation ULS 4 Scale Free Least Square Estimation SLS 5 Asymptotically Distribution- Free Estimation ADF Beberapa dasar yang dapat digunakan dalam menentukan teknik estimasi yang akan digunakan yaitu: Tabel II.2 Memilih Teknik Estimasi Pertimbangan Teknik yang dapat dipilih Keterangan Bila ukuran sampel adalah kecil 100 – 200 dan asumsi normalitas dipenuhi. ML ULS dan SLS biasanya tidak menghasilkan uji 2 , karena itu tidak menarik perhatian peneliti. Bila asumsi normalitas dipenuhi dan ukuran sampel antara 200 – 500. ML dan GLS Bila ukuran sampel kurang dari 500, hasil GLS cukup baik. Bila asumsi normalitas kurang dipenuhi dan ukuran sampai lebih dari 2500. ADF ADF kurang cocok bila ukuran sampel kurang dari 2500. e. Menilai Problem Identifikasi Problem identifikasi adalah problem mengenai ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik. Problem identifikasi dapat muncul melalui gejala – gejala berikut ini: 1 Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar. 2 Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan. 3 Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varians error yang negatif. 4 Munculnya korelasi yang sangat tinggi antar koefisien estimasi yang didapat misalnya lebih dari 0.9. Cara untuk menguji ada atau tidaknya problem identifikasi adalah sebagai berikut: 1 Model diestimasi berulang kali, dan setiap diestimasi dilakukan dengan menggunakan starting value yang berbeda-beda. Bila hasilnya tidak dapat konvergen pada satu titik yang sama, maka identifikasi ini harus diamati lebih dalam. 2 Model yang ada diestimasi lalu angka koefisien dari salah satu variabel dicatat untuk dijadikan sesuatu yang fix pada variabel tersebut. Kemudian estimasi lagi model tersebut, bila angka koefisien menunjukkan hasil yang berbeda maka diduga terdapat problem identifikasi. f. Evaluasi Model Langkah selanjutnya yang harus dilakukan yaitu memastikan data yang digunakan sudah memenuhi asumsi- asumsi SEM. Asumsi- asumsi SEM tersebut, yaitu: 1 Ukuran Sampel Ukuran sampel yang harus dipenuhi adalah sebanyak 5 sampai 10 kali jumlah parameter yang diestimasi dan minimum berjumlah 100. 2 Normalitas dan Linearitas Sebaran data harus dianalisis untuk melihat apakah asumsi normalitas dipenuhi sehingga data dapat diolah lebih lanjut untuk permodelan SEM. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode statistik. Uji normalitas dilakukan baik untuk normalitas data tunggal maupun normalitas multivariat. Uji linearitas dapat dilakukan dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linearitas. 3 Outliers Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai- nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariat yaitu yang muncul karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi lainnya. Outliers dapat muncul dalam empat kategori, yaitu: a Outlier muncul karena kesalahan prosedur seperti kesalahan dalam memasukkan data atau dalam mengkoding data. b Outlier muncul karena keadaan yang benar – benar khusus yang memungkinkan profil datanya lain daripada yang lain, tetapi peneliti punya penjelasan mengenai penyebab munculnya nilai ekstrim tersebut. c Outlier dapat muncul karena adanya suatu alasan tetapi peneliti tidak dapat mengetahui penyebab munculnya nilai ekstrim tersebut. d Outlier muncul dalam range nilai yang ada, tetapi bila dikombinasikan dengan variabel lain, kombinasinya menjadi tidak lazim atau sangat ekstrim. Hal ini disebut multivariate outliers. 4 Multicollinearity dan singularity Multikolinearitas adalah Kondisi dimana terdapat hubungan linier yang sempurna di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Multikolinearitas dapat dideteksi dari determinan matriks kovarians. Nilai determinan matriks kovarians yang sangat kecil menunjukkan adanya multikolinearitas atau singularitas. Solusinya adalah dengan mengeluarkan variabel yang menyebabkan singularitas dan menciptakan composite variables untuk analisis selanjutnya. Setelah asumsi – asumsi SEM dipenuhi, maka langkah selanjutnya adalah mengukur derajat kesesuaian antara model yang dihipotesakan dengan data yang disajikan. Beberapa indeks kesesuaian dan cut off value yang digunakan dalam menguji sebuah model yaitu: a χ2 - Chi-Square Statistic Menurut Ferdinand 2002:55 alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likelihood ratio Chi-square statistic . Model yang diuji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai chi-squarenya rendah. Semakin kecil nilai χ2 semakin baik model itu dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut-off value lebih dari 0.05. b RMSEA – The Root Mean Square Error of Approximation Menurut Baumgartner Homburg dalam Ferdinand, 2002:56 RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi chi-square statistic dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA yang kurang dari atau sama dengan 0.08 merupakan indeks yang dapat diterima untuk menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasarkan degrees of freedom. c GFI – Goodness of Fit Index GFI adalah sebuah ukuran non-statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 poor fit sampai dengan 1.0 perfect fit. Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah “better fit” Ferdinand, 2002:57. Nilai GFI yang dapat diterima adalah lebih dari atau sama dengan 0.90. d AGFI – Adjusted Goodness-of-Fit Index Menurut Ferdinand 2002:58 GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varians dalam sebuah matriks kovarians sampel. Nilai AGFI yang dapat diterima adalah lebih dari atau sama dengan 0.90. e CMINDF CMINDF digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model. CMINDF adalah statistic chi-square , χ2 dibagi DFnya sehingga disebut χ2- relatif Ferdinand, 2002:58. Nilai CMINDF yang dapat diterima adalah kurang dari atau sama dengan 2. f TLI – Tucker Lewis Index Menurut Baumgartner Homburg dalam Ferdinand, 2002:59 TLI adalah sebuah alternatif incremental fit index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai TLI yang dapat diterima adalah lebih dari atau sama dengan 0.95. g CFI – Comparative Fit Index Menurut Tanaka dalam Hullen dalam Ferdinand, 2002:60 keunggulan dari indeks ini adalah besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah model. Nilai CFI yang dapat diterima adalah lebih dari atau sama dengan 0.95. Tabel II.3 Goodness-of-fit Indices Goodness of Fit Index Cut-off Value χ2- Chi-Square Diharapkan kecil 0.05 Significance Probability 0.05 RMSEA 0.08 GFI 0.90 AGFI 0.90 CMINDF 2.00 TLI 0.95 CFI 0.95 Sumber: Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen . Semarang: Undip, hal.61 g. Interpretasi dan Modifikasi Model Langkah terakhir adalah menginterpretasikan model dan memodifikasi model bagi model-model yang tidak memenuhi syarat pengujian yang dilakukan. Ferdinand 2002:64-65 menyatakan bahwa batas keamanan untuk jumlah residual adalah 5. Bila jumlah residual lebih besar dari 5 dari semua residual kovarians yang dihasilkan oleh model, maka modifikasi perlu dipertimbangkan. Modifikasi dapat dilakukan dengan menguji standardized residual yang dihasilkan oleh model itu. Setelah diperoleh model yang memenuhi goodness-of-fit-indices, maka uji hipotesis dapat dilakukan dengan uji kausalitas. Hubungan kausalitas dapat dikatakan signifikan apabila parameter estimasi konstruk memiliki C.R. lebih besar atau sama dengan ±1,96 dengan taraf signifikansi 5 atau lebih besar atau sama dengan ±2,58 untuk taraf signifikansi sebesar 1.

B. Penelitian-penelitian Sebelumnya

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan empat jurnal sebagai acuan dalam penulisannya, yaitu: 1 Septa, Denny. 2004. “Analisis Minat Konsumen terhadap Pembelian Ulang Produk Coca-cola Kemasan Keluarga di Wilayah Semarang”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi . Vol. 6, No.1, April 2004, 60-74, STIE Trisakti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kualitas produk dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen yang akan berpengaruh terhadap pembelian ulang produk. Populasi dalam penelitian ini adalah warga dari perumahan Pasadena dan Tlogosari yang pernah membeli minuman Coca-cola kemasan keluarga. Ia menggunakan teknik random pada sebagian dari warga perumahan Pasadena dan Tlogosari yang pernah membeli minuman Coca-cola kemasan keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode angket. Alat analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modeling SEM. Dari hasil analisis yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan konsumen dibentuk oleh indikator-indikator yang meliputi kualitas produk, kualitas pelayanan dan kepuasan secara keseluruhan. Keterbatasan dari penelitian ini antara lain: obyek penelitian hanya dilakukan pada satu kota saja, yaitu Semarang; dan tidak semua indikator dari penelitian terdahulu diikutsertakan dalam penelitian. 2 Junaedi, M.F. Shellyana. 2003. “Hubungan antara Kepuasan Konsumen dan Kualitas Jasa: Studi Perilaku Konsumen terhadap Loyalitas Merk”. Modus. Vol.15 2: 105-118. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kepuasan konsumen dan kualitas jasa terhadap loyalitas merek. Ia menggunakan teknik convenience sampling pada mahasiswa program pasca sarjana fakultas ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan tenaga pengajar. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode angket. Alat analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modeling SEM. Dari hasil analisis yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa konsumen yang loyal terhadap suatu merek akan membentuk suatu dasar yang kuat bagi profitabilitas merek tersebut. 3 Zulganef. 2002. “Hubungan antara Sikap terhadap Bukti Fisik, Proses, dan Karyawan dengan Kualitas Keterhubungan, Serta Perannya dalam Menimbulkan Niat Ulang Membeli dan Loyalitas”. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen . Vol. 2 No. 3, September 2002, 98-115. Bandung: Universitas Widyatama. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peran sikap terhadap bukti fisik, proses, dan karyawan dalam menentukan kualitas keterhubungan kepuasan, kepercayaan dan komitmen dalam suatu keterhubungan pelanggan. Ia menggunakan teknik convenience sampling pada mahasiswa yang memiliki keterhubungan dengan suatu organisasi atau perusahaan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei. Alat analisis yang digunakan adalah Structural Equation Modeling SEM. Hasil perhitungan model penelitian dan model alternative memperlihatkan bahwa kepuasan konsumen hanya mempunyai hubungan positif dengan niat ulang. Sedangkan komitmen mempunyai hubungan positif dengan loyalitas. 4 Laksmidewi, Dwinita. 2002. “Pengaruh Lingkungan Fisik pada Antrian Pelayanan”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol 2 No. 1, Februari 2002. Jakarta: Universitas Atma Jaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lingkungan fisik di Front Office bank pada persepsi konsumen terhadap waktu antrian. Ia menggunakan teknik convenience sampling pada nasabah bank. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode kuesioner. Alat analisis yang digunakan adalah One Way ANOVA. Kesimpulannya adalah pengalaman mengantri, yang merupakan beban konsumen untuk melakukan pembelian jasa bank, mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap kepusan konsumen.

C. Kerangka Konseptual

Berdasarkan hasil kajian pustaka mengenai pengaruh lingkungan fisik, kualitas produk dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen serta loyalitas pelanggan, maka kerangka konseptual yang dapat dikembangkan untuk mendasari penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar II.8 Kerangka Konseptual

D. Hipotesis

1. Lingkungan Fisik Perancangan lingkungan perusahaan dagang merupakan aspek penting dalam strategi untuk mengatur posisi perusahaan dagang. Hal ini juga mampu mempengaruhi kesan dan perilaku konsumen. Lingkungan fisik suatu perusahaan dagang seperti restoran atau rumah makan bertujuan untuk menciptakan kesan yang akan menguntungkan perusahaan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Bitner dalam Laksmidewi, 2002:49 mengungkapkan bahwa ada hubungan antara lingkungan fisik dengan perilaku konsumen. Lingkungan fisik diproposisikan dapat menimbulkan respon konsumen yang positif atau negatif. Beberapa alasan konsumen datang ke sebuah restoran atau rumah makan bukan hanya karena menu yang disajikan enak, tetapi juga lingkungan yang menarik, kenyamanan tempat hingga area parkir yang luas. Waroeng Steak Shake merupakan salah satu tempat makan yang sering dikunjungi oleh konsumen karena tempatnya yang nyaman. Ciri khas dari rumah makan tersebut adalah penggunaan warna hitam dan kuning pada dinding maupun seragam para karyawannya. Papan menu yang dipajang di Waroeng Steak Shake juga memperindah tampilan dari rumah makan tersebut, sehingga konsumen lebih tertarik untuk mencoba menu yang ditawarkan. Dengan berbagai atribut yang ditampilkan oleh Waroeng Steak Shake, maka konsumen akan lebih nyaman untuk menikmati menu yang ditawarkan oleh rumah makan tersebut.

Dokumen yang terkait

PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN “WAROENG STEAK AND SHAKE” DI KEDATON BANDAR LAMPUNG

1 18 40

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PRODUK, KUALITAS PELAYANAN, DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP LOYALITAS Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas Pelayanan, Dan Kepuasan Konsumen Terhadap Loyalitas Konsumen Serabi Notosuman Di Surakarta.

0 2 13

ANALISIS PENGARUH KUALITAS PRODUK, KUALITAS PELAYANAN, DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN Analisis Pengaruh Kualitas Produk, Kualitas Pelayanan, Dan Kepuasan Konsumen Terhadap Loyalitas Konsumen Serabi Notosuman Di Surakarta.

0 2 14

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Kepuasan Konsumen Terhadap Loyalitas Konsumen Menggunakan Produk Lbc (Klinik Kecantikan) Di Solo.

0 2 14

Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen di Rumah Makan Waroeng Steak dan Shake, Bandung.

0 0 19

Pengaruh kualitas pelayanan terhadap intensi keperilakuan konsumen : studi pada Waroeng Steak And Shake Yogyakarta.

0 0 2

Pengaruh nilai, harga, kualitas produk dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen dan loyalits konsumen : studi kasus pada konsumen Waroeng Special Sambal (SS) Yogyakarta.

0 2 153

Hubungan kepuasan konsumen terhadap kualitas produk, pelayanan, lingkungan fisik dengan tingkat loyalitas konsumen : studi kasus Restoran Boyong Kalegan, Pakembinangun Sleman, Yogyakarta.

0 0 219

Bagian I : Identitas Responden - TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN WAROENG STEAK & SHAKE SAMPANGAN SEMARANG - Unika Repository

0 0 23

Pengaruh lingkungan fisik, kualitas produk dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen dan loyalitas konsumen : studi kasus pada konsumen Waroeng Steak and Shake cabang Sleman, Yogyakarta - USD Repository

0 1 176