1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial terkandung suatu
maksud bahwa manusia tidak terlepas dari manusia yang lain. Kehidupan manusia berlangsung dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bentuk
komunikasi. Kehidupan semacam inilah terjadi interaksi. Proses interaksi terjadi karena manusia pada hakekatnya memiliki sifat sosial yang besar,
dengan demikian kegiatan hidup manusia akan selalu disertai dengan proses interaksi atau komunikasi baik dengan alam lingkungan, dengan sesama
manusia maupun dengan Tuhan. Setiap proses interaksi terjadi ikatan suatu situasi seperti situasi
pendidikan. Interaksi yang terjadi dalam situasi pendidikan disebut interaksi edukatif. Interaksi edukatif adalah interaksi yang berlangsung dalam suatu
ikatan untuk tujuan pendidikan serta pengajaran dan lebih spesifik dikenal
dengan istilah interaksi belajar-mengajar Sardiman,2008. Interaksi belajar- mengajar memuat kegiatan seperti guru melaksanakan tugas mengajar dan
siswa belajar, keduanya untuk mencapai tujuan pendidikan. Hubungan interaktif antara guru dan siswa, dan siswa dengan siswa pada dasarnya
dapat diciptakan dalam proses belajar mengajar di kelas. Interaksi tersebut dapat diciptakan melalui interaksi guru dengan siswa, siswa dengan siswa
dan siswa dengan media atau alat peraga.
Menurut Sardiman 2008 didalam kegiatan belajar diperlukan aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk
mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas, itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas
yang sangat penting didalam interaksi belajar-mengajar. Didalam kegiatan pembelajaran selalu terjadi proses interaksi.
Demikian juga dalam pembelajaran matematika di sekolah. Matematika merupakan salah satu ilmu dasar untuk melatih berpikir kritis, sistematis,
logis, kreatif dan kemampuan bekerja sama yang efektif. Oleh karena itu, betapa pentingnya interaksi dalam pembelajaran matematika di kelas secara
khusus pada saat pemaparan materi secara klasikal dan diskusi kelompok. Pada proses kegiatan belajar mengajar guru harus mampu menciptakan
interaksi yang baik dengan siswa, karena hal ini dapat menunjang proses kelancaran dalam pembelajaran di kelas. Terjalinnya interaksi yang baik
antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa, maka seorang guru akan lebih mudah mengetahui taraf perkembangan siswa baik dalam prestasi
akademik ataupun keaktifan siswa. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru
atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.
Guru yang kurang berinteraksi dengan para siswa menyebabkan proses belajar kurang lancar dan siswa juga merasa jauh dari guru, maka
segan berpartisipasi secara aktif dalam belajar. Sementara itu guru yang suka
berinteraksi dengan para siswa akan menyebabkan siswa menjadi dekatakrab dengan guru. Dengan adanya hubungan yang dekat tersebut
membuat siswa menjadi lebih bersemangat dalam belajar dan tidak merasa canggung untuk bertanya bila mengalami kesulitan dalam belajar.
Proses Interaksi yang terjadi selama pembelajaran sebagai upaya untuk meningkatkan keaktifan siswa seperti siswa harus dapat
mengemukakan pendapat atau idenya kepada orang lain baik itu siswa lain maupun gurunya, supaya memperoleh masukan berupa informasi dan
akhirnya dapat digunakan untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pemahamannya. Menurut Moh.Uzer Usman 2008 diskusi kelompok
sebagai suatu proses yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi,
pengambilan kesimpulan atau pemecahan masalah. Oleh karena itu, dengan adanya diskusi kelompok dapat menunjang terjadinya interaksi antara siswa
dengan siswa melalui keaktifan siswa dalam memaparkan ide maupun mengaktifkan pengetahuan sebelumnya dan pemecahan masalah. Keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan
mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, masing-masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas
yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses interaksi belajar mengajar adalah faktor gender. Gender diasumsikan sebagai atribut, minat,
dan kebiasaan yang diasosiasikan dengan kebudayaan khusus bagi pria dan wanita yang akan direfleksikan sebagai maskulinitas dan femiminitas
Ashmore, 1990; dalam Cramer Neyedley, 1998. Menurut Santrok 2002 peran gender ini merupakan seperangkat harapan yang
menggambarkan bagaimana laki-laki dan perempuan seharusnya berpikir, merasa dan bertindak.
Sifat laki-laki dan perempuan memiliki respon yang berbeda terhadap hal-hal yang dipelajari. Sifat tersebut misalnya rajin dan tekun
dalam mempelajari pembelajaran matematika. Hal tersebut dapat berpengaruh pada hasil prestasi belajar siswa. Ada pendapat bahwa
psikologis laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan dalam hal proses berpikir dan cara memandang sesuatu. Misalnya, Ruth Tiffany 1988
menyatakan bahwa ada perbedaan yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Menurutnya, laki-laki cenderung analitis, merinci sesuatu untuk
memeriksa bagian-bagian secara teliti, sedangkan perempuan mencoba melihat segala sesuatu sekaligus, walaupun kadang-kadang menjadi susah
untuk memilih satu jawaban yang tepat. Dijelaskan lebih lanjut bahwa laki- laki cenderung lebih teoritis dan abstrak, sedangkan perempuan menuntut
perhatian yang detail sehingga perempuan cenderung untuk memperhatikan yang khusus dan konkret.
Saat ini sebenarnya sudah banyak penelitian tentang interaksi dalam proses belajar mengajar di sekolah kelas tetapi kebanyakan melihat
interaksi belajar mengajar antara guru dengan siswa tanpa memperhatikan gender. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mendeskripsikan bagaimana
interaksi belajar mengajar matematika di kelas dalam kaitannya dengan gender. Berdasarkan latar belakang inilah peneliti mengambil judul
“Interaksi Belajar Mengajar Matematika di Kelas dalam Kaitannya dengan Gender pada Siswa Kelas VIII SMP Kanisius Gayam Yogyakarta Tahun
Pelajaran 20142015 ”. Peneliti memilih SMP Kanisius Gayam sebagai
tempat penelitian berdasarkan pada beberapa pertimbangan seperti lokasinya mudah dijangkau serta jumlah siswa laki-laki dan perempuan seimbang
sehingga memudahkan peneliti untuk mengambil data.
B. Identifikasi Masalah