Gambaran Cara Berpikir Negatif

Ny. Y mengatakan “Rasa sedih ada, penyakit kok begini, rasa sedih, kecewanya disini, saya kok begini amat...selama ini saya takut kemo” Ny. M mengatakan “Kecewa pada diri sendiri, marah, menyalahkan yang di atas ada...kecewa iya takut saya nggak bisa ya takut nggak bisa ngurus anak, suami, pesimis adalah sedikit...mending sekalian diambil... hidup saya hampa”. Ny J mengatakan “Kalau kaget, kebangun, kadang suka pegang dan kadang suka mikirin, ya gimana ya namanya sudah berumah tangga, takut apa bapa kasih sayangnya kurang...takutnya gini aja ya, umur saya sampe kapan, mikirinnya anak-anak terutama anak-anak kalau bapa udah nggak ma saya, nggak apa ma yang lain kalau anak-anak kan gini ya mikirinnya anak-anak sambil menunduk dan menangis” Nn. T mengatakan “Ya namane orang sekali waktu punya pikiran gimana, apa namanya kalau di rumah saya pernah mikir, takut nanti tidak bisa kerja lagi, takut penyakit kambuh lagi”. Menurut informan pendukung lain yaitu keluarga klien membenarkan bahwa kesedihannya pasien terjadi karena pikiran-pikiran, perasaan negatif pasien tentang dirinya, kematian, takut penyakit yang tambah buruk, dan ketakutan tidak bisa mengurus anak dan suami. Hal ini dapat dirasakan keluarga dari sikap dan keluhan pasien. Berikut pernyataannya: An. D mengatakan “Pikiran mamah tentang penyakitnya saat ini, mikirin anak terutama ade yang masih kecil, umurnya sampe kapan”. Tn. P mengatakan “Kadang-kadang ada takut ini takut ini kedepannya...ke suaminya gimana, takutnya kecewa”. Ny. S mengatakan “Mungkin ada pikirannya gimana, gak enak sama suaminya”. Tn. B mengatakan “Payudara itu kan penyakit yang agak serius ya jadi dia agak takut, ada si sedikit takut kambuh lagi, takut nanti nggak bisa kerja lagi, takut umurnya nggak lama”. Pernyataan keempat informan di atas juga didukung oleh pernyataan informan pendukung lain yaitu perawat yang mengatakan bahwa depresinya pasien terjadi karena pikiran pasien tentang kematian yang cepat, persepsi negatif atau ketakutan pasien tentang kemoterapi. Berikut pernyataannya: Zr. M mengatakan “Biasanya murungnya mereka terjadi karena ada pikiran tentang kematian apalagi mereka pernah cerita...aku juga bisa nyusul, begitu katanya... ada juga yang nggak mau kemo, kebanyakan sih takut...takut efek sampingnya mual muntah, ada yang takut rontok”. Hal yang sama juga dikatakan oleh psikiatri yang mengatakan bahwa depresinya pasien terjadi karena pikiran pasien tentang kematian, dan kekecewaan tidak dapat meneruskan rencana hidupnya. Berikut kutipannya : dr. I mengatakan “Penyebab depresi pada pasien kanker juga bisa terjadi karena ketakutan akan kematian mereka akan berpikir pasien kanker ya otomatis suatu saat akan menuju kematian kemudian mungkin juga kecewaan tidak dapat meneruskan rencana-rencana hidupnya...”.

c. Gambaran Ketegangan Peran

Ketegangan peran merupakan adanya perasaan sedih, frustasi, kecewa terhadap peran yang dijalankan saat ini. Hasil wawancara menunjukkan keempat informan mengatakan sedih, kecewa karena tidak dapat menjalankan perannya baik sebagi ibu, istri, pekerja maupun mengurus segala macam urusan rumah tangga yang diungkapkan informan berikut ini: Ny. Y mengatakan “Semua urusan rumah tangga anak saya yang ngurusin, saya cuma ngeliatin anak yang kecil...pas harus kemo, anak yang kecil, masih sekolah, dititipin ke tetangga sambil menunjuk ke anaknya yang paling kecil ...nggak ada kegiatan lagi sekarang ya emang rasa sedih ada harusnya kita ada tambah-tambahan sedikit nggak bisa, sekarang ngandelin anak”. Ny. M mengatakan “Ini nggak kuat untuk ngambil gayung, buat mandi sambil memegang tangan yang sakit, mandi saja masih dibantu suami, pernah ini saya kesel, ambil piring, piringnya mau jatuh...sekarang urusan rumah tangga masih dibantu”. Ny. J mengatakan “...cuma yang berat-berat nggak gitu, kayak yang sifatnya nyapu, ngiris sayuran, masih tapi kalau ngangkat air, nggak, ya kecewa masa saya nyuruh orang mulu, perasaan kan gak enak”. Nn. T mengatakan “Ya sedihnya karena nggak boleh ngapa-ngapain, nggak sepenuhnya kayak orang sehat, nggak boleh ngangkat berat- berat”. Pernyataan keempat informan di atas juga dibenarkan oleh keluarga yang menyatakan bahwa setelah mastektomi pasien mengeluhkan adanya ketidakmampuan dalam menjalankan peran baik sebagai wanita yang bekerja, ibu rumah tangga, istri maupun ibu dari anak-anaknya. Berikut pernyataannya: An. D mengatakan “Pernah cerita juga, keadaan kayak gini nggak bisa bantu apa-apa lagi tinggal anak aja bantu kan mamah sudah nggak biasa paling liatin ade aja...sedih sedikit sih nggak bisa kayak dulu lagi”. Tn. P mengatakan “Nggak bisa ngelakuin apa-apa, kesel dia...takut gimana sama suami”. Ny. S mengatakan “Masih ngelakuin seperti biasa paling gak enaknya sama suaminya”. Tn. B mengatakan “Ya sedih, nggak bisa ngelakuin pekerjaan kayak dulu lagi, paling yang ringan-ringan aja”.