Tahap Interpretasi, Analisis, dan Pembuatan Peta Bahaya Longsor

3.3.2. Penyusunan Peta Dasar dan Peta Tematik

Peta dasar format digital disiapkan untuk penyajian peta-peta tematik parameter pemicu tanah longso r peta permeabilitas tanah, kontur, penggunaan lahan, jaringan jalan, infrastruktur dan geologi. a. Peta Permeabilitas Tanah drainase dan tekstur tanah Permeabilitas tanah diidentifikasi berdasarkan Peta Tanah Tingkat Tinjau skala 1:50.000 Provinsi Jawa Barat Puslittanak, dengan memperhatikan faktor drainase, tekstur tanah, dan posisinya. Peta ini berguna dalam penyusunan peta bahaya tanah longsor. b. Peta Kontur Kelerengan tingkat kecuraman dan geomorfologi dianalisis menggunakan Peta Rupabumi, skala 1:25.000 Bakosurtanal dengan pendekatan garis kontur. Peta ini berguna dalam penyusunan peta bahaya tanah longsor. c. Peta Penggunaan Lahan Peta Penggunaan LahanLand Use , skala 1:25.000 Bakosurtanal direvisi dengan citra Landsat, citra ASTER dan hasil pengamatan lapangan. d. Peta Geologi Peta Geologi, skala 1:100.000 Direktorat Geologi, Bandung, 1994 dijadikan dasar untuk pengelompokkan kondisi geologilitologi sebagai faktor kerawanan terhadap kestabilan tanah dalam kedudukannya dalam suatu lereng. e. Peta In frastruktur Peta Infrastruktur diperoleh dari peta Rupabumi, skala 1:25.000 Bakosurtanal. f. Peta Jaringan Jalan Peta Jaringan Jalan diperoleh dari peta Rupabumi, skala 1:25.000 Bakosurtanal. Peta Permeabilitas Tanah, Lereng, Geologi berguna dalam penyusunan peta bahaya tanah longsor. Adapun Peta Tutupan Lahan berguna untuk penyusunan bahaya tanah longsor dan risiko longsor. Adapun Peta Infrastruktur dan Peta Jaringan Jalan berguna untuk pembuatan peta risiko tanah longsor.

3.3.3. Tahap Interpretasi, Analisis, dan Pembuatan Peta Bahaya Longsor

Tahap pertama adalah interpretasi citra Landsat dan citra ASTER FCC 321 tahun 2003 pada lokasi longsoran. Interpretasi citra adalah penafsiran suatu objek pada citra atau foto udara dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Citra Landsat dan ASTER digunakan untuk mengupdate peta tutupan lahan, sehingga akan dihasilkan tutupan lahan terkini. Adapun cara memperbaharui up-dating Peta Tutupan Lahan dilakukan dengan menafsirkan objek pada citra ASTER tahun 2003. Hal ini diperlukan karena Peta Tutupan Lahan yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi terkini sehingga dengan proses up-dating akan dihasilkan peta yang lebih baru. Analisis dan pengolahan data selanjutnya dimulai setelah peta-peta tematik parameter fisik wilayah permeabilitas tanah, penggunaan lahan, dsb tersedia. Peta-peta tematik ditumpangtindihkan dengan mempertimbangkan skor untuk mendapatkan kelas sebaran wilayah rawan tanah longsor. Sifat fisik wilayah yang dijadikan parameter pemicu tanah longsor disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Skor Parameter Pemicu Tanah Longsor No. Parameter Nilai Harkat Skor I Curah hujan mmtahun a. sangat basah 3000 mm 5 b. basah 2501 – 3000 mm 4 c. sedanglembab 2001 – 2500 mm 3 d. kering 1501 – 2000 mm 2 e. sangat kering 1500 mm 1 II Kelerengan a. 45 5 b. 30 – 45 4 c. 15 – 30 3 d. 8 – 15 2 e. 8 1 III Permeabilitas tanah a. sangat lambat 5 b. lambat 4 c. agak cepatsedang 3 d. cepat 2 e. sangat cepat 1 IV Tutupan lahan a. tegalan, sawah 5 b. semak -belukar 4 c. hutan dan perkebunan 3 d. kotapermukiman, bandara, dan lapangan golf 2 e. tambak, waduk, dan perairan 1 V Geologi a. batuan volkanik tuf, pasir 3 b. batuan sedimen liat, napal 2 c. batuan berbahan resent aluvial 1 Keterangan : 1, 2, 3, 4, dan 5 adalah nilai dari parameter. Diacu dari hasil penelitian Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Tahun 2004 Berdasarkan Tabel 2, tidak terdapat parameter sungai dan jalan yang dijadikan sebagai pemicu terjadinya tanah longsor. Hal ini karena pada penelitian-penelitian terdahulu, bahwa tanah longsor yang terjadi di Kabupaten Sumedang pada umumnya disebabkan oleh faktor lereng dan curah hujan . Dasar penggunaan skor da lam pembuatan peta bahaya tanah longsor mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Puslittanak Bogor mengenai Pengkajian Potensi Bencana Kekeringan, Banjir, dan Longsor di Kawasan Satuan Wilayah Sungai Citarum-Ciliwung Berbasis Sistem Informasi Geografi. Dalam penelitian tersebut, setiap parameter pemicu terjadinya tanah longsor ditentukan dengan bobot dan skor. Dalam penelitian ini, telah dilakukan simulasi penggunaan skor dan bobot serta dengan dan tanpa bobot. Hasil simulasi menunjukkan bahwa peta bahaya tanah longsor yang diperoleh dengan dan tanpa bobot relatif sama. Oleh karena itu penggunaan bobot dalam penelitian ini ditiadakan, sehingga yang digunakan hanya skor. Diantara kelima parameter pemicu tanah longsor sebagaimana diuraikan dalam Tabel 2, terdapat satu parameter yang perlu dijelaskan lebih lanjut, yaitu permeabilitas tanah. Untuk tingkat permeabilitas tanah yang sangat lambat, diberikan skor tertinggi, yaitu 5. Adapun untuk tingkat permeabilitas tanah yang sangat cepat, diberikan skor terendah, yaitu 1. Skor dari tertinggi ke yang terendah menunjukkan tingkat kerawanan bahaya tanah longsor. Semakin tinggi skor, maka semakin berpotensi terjadinya tanah longsor. Hal ini dipengaruhi oleh sifat tanah dan kemiringan lereng. Apabila di bawa h lapisan tanah terdapat lapisan kedap air, maka air yang masuk akan tertahan dan tanah pada kemiringan tertentu akan berpotensi tergelincir menjadi longsor. Skor dengan overlay dikerjakan mempergunakan perangkat lunak Siste m Informasi Geografi ArcView versi 3.3. Pada proses tumpang tindih ini, skor masing-masing data parameter tersebut dijumlahkan, sehingga pada akhir analisis diperoleh sejumlah zona pada perangkat lunak berupa poligon-poligon. Kemudian, wilayah rawan potensial tanah longsor dikelompokkan ke dalam empat kelas, yaitu i sangat rawan; ii rawan; iii kurang rawan; dan iv tidak rawan. Klasifikasi wilayah rawan tanah longsor ini mengacu pada klasifikasi gerakan tanah yang digunakan pada Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi P3G Bandung, yaitu i Rawan Longsor Tinggi; ii Rawan Longsor Menengah; iii Rawan Longsor Rendah; iv dan Rawan Longsor Sangat Rendah. Di samping itu, juga mengacu kepada hasil-hasil penelitian tentang tanah longsor yang telah dipublikasikan oleh Puslittanak dan BPPT. Secara terperinci, parameter- parameter yang membentuk klasifikasi wilayah rawan bahaya tanah longsor disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Klasifikasi Wilayah Rawan Poten sial Tanah Longsor Kelas Parameter Sangat Rawan - Kelerengan di atas 30 - Permeabilitas tanah agak cepat s.d. sangat lambat - Curah hujan 2.000 mmtahun - Tutupan lahan didominasi sawah, semak belukar, hutan, dan perkebunan - Satuan batuan pada umumnya berupa volkanik Rawan - Kelerengan di atas 15 - Permeabilitas tanah agak cepatsedang - Tutupan lahan didominasi sawah, semak belukar, hutan, dan perkebunan - Satuan batuan pada umumnya berupa volkanik Kurang Raw an - Kelerengan di atas 8 - Permeabilitas tanah cepat - Tutupan lahannya perkebunan dan pemukiman Tidak Rawan - Kelerengan kurang dari 8 - Permeabilitas cepat - Satuan batuan pada umumnya berbahan resent - Penggunaan lahan berupa pemukiman Sumber : Puslittanak dan BPPT 2004, 2004 Diolah

3.3.4. Validasi Lapangan