II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Proses Terjadinya Longsor
Cruden 1991 mengemukakan longsoran landslide sebagai pergerakan suatu massa batuan, tanah, atau bahan rombakan material penyusun lereng
yang merupakan percampuran tanah dan batuan menuruni lereng. Terjadinya longsoran pada umumnya disebabkan oleh batuan hasil pelapukan yang terletak
pada topografi yang mempunyai kemiringan terjal sampai sangat terjal dan berada di atas batuan yang bersifat kedap air impermeable sehingga berfungsi
sebagai bidang luncur. Berdasarkan tipe gerakan dan material yang mengalami gerakan, Sutikno
1994 membedakan gerakan massa tanahbatuan menjadi tiga tipe, yaitu i tipe gerakan lambat mencakup rayapan tanah, rayapan talus, rayapan batuan,
gletser, dan solifluction; ii tipe aliran cepat mencakup aliran lumpur, aliran tanah, debris avalance, longsoran landslide , nendatan slump, longsoran
hancuran, batu longsor, dan batu jatuh rock fall; dan iii terban, yakni turunnya material kulit bumi ke bawah tanpa permukaan bebas dan pergeseran horizontal.
Secara teoritis, tanah longsor terjadi disebabkan adanya gaya gravitasi yang bekerja pada suatu massa tanah dan atau batuan. Dalam hal ini,
besarnya pengaruh gaya gravitasi terhadap massa tersebut, ditentukan oleh besarnya sudut kemiringan lereng terhadap bidang horizontal slope. Semakin
besar slope, akan semakin besar kemungkinan terjadinya gerakan massa, begitu juga sebaliknya.
Secara matematis, Pidwirny 1996 dalam Purnomo 2003 merumuskan persamaan pengaruh gravitasi, sebagai berikut :
α sin
W F
=
dimana : F : Gaya gravitasi Kg.mdt²
W : Berat massa batuan di suatu titik
α
: Sudut lereng
Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan. Kondisi
tersebut sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu alam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya
dan menyebabkan terjadinya pengurangan kekuatan geser serta peningkatan tegangan geser tanah Suryolelono 2005.
Dalam buku Gerakan Tanah di Indonesia yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan DGTL dinyatakan bahwa kemantapan suatu
lereng untuk dapat mengalami gerakan tanah dievaluasi dengan menghitung faktor keamanan Factor of safety, disimbolkan dengan Fs. Fs diperoleh dengan
cara membandingkan antara gaya yang menahan dengan gaya yang meluncurkan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
Gaya yang menahan Fs =
Gaya yang meluncurkan
Apabila gaya yang menahan lebih besar daripada gaya yang meluncurkan Fs 1 maka lereng akan mantap. Sebaliknya, apabila gaya yang menahan
lebih kecil dari gaya yang meluncurkan Fs 1 maka lereng tersebut akan bergerak tidak mantap. Setiap sesuatu perubahan yang menyebabkan
berkurangnya gaya yang menahan atau memperbesar gaya yang meluncurkan, akan menambah kemungkinan terjadinya gerakan tanah.
Besarnya gaya penahan material pembentuk lereng atau disebut juga sebagai kekuatan geser shear strength menjadi berkurang karena dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang berasal dari alam itu sendiri. Hal ini berkaitan erat dengan kondisi geologi sebagaimana dikemukakan Sutikno 2000, yaitu sebagai berikut:
a. Komposisi dan tekstur material. b. Jenis material lempung, daya ikat antar butir lemah, bentuk butiran halus dan
seragam. c. Reaksi kimia.
d. Perubahan ion, hidrasi lempung dan pengeringan lempung. e. Pengaruh tekanan air pori.
f. Perubahan struktur material karena pe ngaruh pelapukan. g. Vegetasitutupan lahan yang berubah.
Selanjutnya, Sutikno 2000 juga menjelaskan bahwa peningkatan tegangan geser dapat disebabkan oleh banyak faktor antara lain :
a. Hilangnya penahan lateral; karena aktifitas erosi, pelapukan, penambahan kemiringan lereng, dan pemotongan lereng.
b. Kelebihan beban; karena air hujan yang meresap ke tanah, pembangunan diatas lereng, dan genangan air di atas lereng.
c. Getaran; karena gempa bumi atau mesin kendaraan. d. Hilangnya tahanan bagian bawah lereng; karena pengikisan air,
penambangan batuan, pembuatan terowongan, dan eksploitasi air tanah berlebihan.
e. Tekanan lateral; karena pengisian air di pori-pori antarbutiran tanah dan pengembangan tanah.
f. Struktur geologi; yang berpotensi mendorong terjadinya longsor adalah kontak antarbatuan dasar dengan pelapukan batuan, adanya retakan,
patahan, rekahan, sesar, dan perlapisan batuan yang terlampau miring. g. Sifat batuan; pada umumnya komposisi mineral dari pelapukan batuan
vulkanis yang berupa lempung akan mudah mengembang dan bergerak. Tanah dengan ukuran batuan yang halus dan seragam, kurang padat atau
kurang kompak. h. Air; adanya genangan air, kolam ikan, rembesan, susut air cepat. Saluran air
yang terhambat pada lereng menjadi salah satu sebab yang mendorong munculnya pergerakan tanah atau longsor.
i. Vegetasitutupan lahan; peranan vegetasi pada kasus longsor sangat kompleks. Jika tumbuhan tersebut memiliki perakaran yang mampu
menembus sampai lapisan batuan dasar maka tumbuhan tersebut akan sangat berfungsi sebagai penahan massa lereng. Di sisi lain meskipun
tumbuhan memiliki perakaran yang dangkal tetapi tumbuh pada lapisan tanah yang memiliki daya kohesi yang kuat sehingga menambah kestabilan lereng.
Pada kasus tertentu tumbuhan yang hidup pada lereng dengan kemiringan tertentu justru berperan sebagai penambah beban lereng yan g mendorong
terjadinya longsor.
2.2. Pengertian dan Batasan Gerakan Massa