Universitas Sumatera Utara
17 8. Tempat untuk nilai; ilmu pengetahuan itu bebas nilai, dan nilai tidak
memiliki tempat yang diharapkan saat memilih topik.
Paradigma positivisme adalah salah satu yang berakar pada ilmu fisika, menggunakan pendekatan scientific yang sistematis untuk penelitian. Hughes
menyebutkan paradigma positivis melihat dunia sebagai yang berbasis pada tidak berubah, hukum-hukum universal dan pandangan bahwa segala sesuatu yang
terjadi di sekitar kita dapat dijelaskan oleh pengetahuan tentang hukum universal. Untuk memahami hukum universal ini kita perlu mengamati dan merekam
peristiwa dan fenomena di sekitar kita dengan cara yang sistematis dan kemudian bekerja di luar prinsip dasar yang disebabkan peristiwa terjadinya Mukherji,
2010: 11. Keesing menyebutkan contoh dari proses ini dalam tindakan adalah kisah
Sir Isaac Newton dan Apel. Dikatakan bahwa Isaac Newton sedang berjalan di kebun apel dan melihat buah apel jatuh lurus ke bawah ke tanah. Dia mulai
bertanya-tanya tentang seberapa jauh di atas bumi gaya gravitasi memiliki efek dan mulai mengembangkan teori gravitasi Mukherji, 2010: 11.
2.3. Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi merupakan sebuah proses dinamis, yang di dalamnya terus terjadi interaksi antar manusia yang saling membagi pesan dengan perannya
masing-masing. Komunikasi terbagi ke dalam beberapa konsep dasar yang salah satunya merupakan komunikasi antarbudaya. Aktivitas komunikasi manusia pada
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
18 umumnya sangat terikat dengan konteks komunikasi antarbudaya karena manusia
yang melakukan interaksi tersebut merupakan produk dari sebuah budaya. Budaya berkaitan dengan cara manusia hidup, belajar berpikir, merasa,
mempercayai dan mengusahakan apa yang sesuai dan tidak sesuai dengan dirinya karena di dalamnya terdapat tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai
dan faktor lainnya yang diperoleh sekelompok besar orang secara turun-temurun Lubis, 2012: 10. Budaya menuntun seseorang berperilaku dan berkomunikasi
karena budaya menunjukkan siapa diri kita, bagaimana seharusnya bertindak, berpikir, berbicara dan mendengarkan Gamble and Gamble, 2005: 39.
Komunikasi antarbudaya terdapat di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Lingkungan formal dan informal juga menjadi satu tempat pertukaran
kebudayaan. Setiap individu mempunyai nilai budaya yang sudah mereka miliki sejak usia dini, karena budaya itu sendiri dapat dipelajari, dibagikan ataupun
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Samovar dan Potter menyebutkan hubungan antara budaya dan
komunikasi saling timbal balik masing-masing mempengaruhi dalam banyak hal. Apa yang kita bicarakan, bagaimana kita membicarakannya, menghadiri, atau
mengabaikan, bagaimana kita berpikir dan apa yang kita pikirkan dipengaruhi oleh budaya kita. Budaya tidak bisa eksis tanpa komunikasi, seseorang tidak dapat
berubah tanpa menyebabkan perubahan lain Jandt dalam Eadie, 2009: 404. Salah satu kajian terdahulu yang dapat menggambarkannya adalah tulisan
berikut: Penelitian mengenai kompetensi komunikasi antarbudaya
anggota perkumpulan masyarakat Surakarta PMS Etnis Tionghoa dan Jawa ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor
yang dimiliki oleh anggota PMS baik yang beretnis Tionghoa
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
19 maupun Jawa yang mendukung keberhasilan komunikasi
antarbudaya di tubuh organisasi tersebut. Metodologi penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan
interpretif yang mendeskripsikan dan memahami perilaku dan praktik komunikasi informan kedua etnis di PMS. Teknik analisis
data mengacu pada teori kompetensi komunikasi antarbudaya Brian H. Spitzberg dan William B. Gudykunst. Penelitian
difokuskan pada hasil kompetensi, faktor-faktor penghambat, dan kompetensi komunikasi antarbudaya masing-masing informan
dari kedua etnis. penulis sampai pada kesimpulan bahwa masing- masing anggota PMS baik etnis Tionghoa dan Jawa telah mampu
menjalin komunikasi antarbudaya satu sama lain secara kompeten. Meskipun demikian, masih ditemukan faktor-faktor
penghambat berupa etnosentrisme, stereotip, dan prasangka pada masing-masing anggota PMS. Namun, mereka berkeyakinan
bahwa faktor-faktor penghambat ini bukan merupakan hal yang mutlak. Dengan demikian, mereka mampu menyikapi faktor
penghambat tersebut secara arif Kurniawan, 2011.
Perbedaan budaya antara individu yang berinteraksi adalah sebuah keharusan, karena setiap pelaku interaksi membawa nilai-nilai budaya yang
dimiliki dalam kehidupan sosialnya. Perbedaan budaya ini dapat menjadi penyebab terjadinya kesalahpahaman dalam komunikasi karena individu yang
terlibat dalam interaksi menganggap kepercayaan, perilaku dan sikap mereka yang bersumber dari nilai budayanya tersebut adalah normal.
Komunikasi antarbudaya mempunyai ragam pengertian yang sering juga disebut komunikasi antarbudaya, yang mempunyai pengertian berbeda.
Komunikasi antarbudaya lebih menekankan pada proses interaksi yang dilakukan oleh orang yang mempunyai latar belakang budaya berbeda, sedangkan
komunikasi lintas budaya lebih menekankan pada perbandingan budaya dari kedua orang yang berinteraksi.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
20 Berikut ini merupakan beberapa pendapat ahli yang berhasil dirangkum
berkaitan dengan komunikasi lintas budaya: “The term cross-cultural communication is usually reserved for
theory and research that compare specific interpersonal variables such as convertional distance, self-disclosure, and styles of conflict
resolution across two or more different cultures.” Istilah komunikasi lintas-budaya biasanya disediakan untuk teori
dan penelitian yang membandingkan variabel interpersonal seperti jarak percakapan, keterbukaan diri, dan gaya penyelesaian konflik
di dua atau lebih kebudayaan yang berbeda Griffin, 2006: 425.
“Cross-cultural communication is normally thought of as communication that takes place between members of whole
cultures in contact or between their cultural spokespersons or representatives. Cross-cultural communication is distinguished
from intracultural communication, which occurs between people sharing a common culture, and intercultural communication,
which refers to exchanges in interpersonal settings between individual from different cultures.”
Komunikasi lintas-budaya biasanya dianggap sebagai komunikasi yang terjadi antara kontak seluruh anggota budaya atau antara
juru bicara budaya mereka atau perwakilan. Komunikasi lintas- budaya dibedakan dari komunikasi intra-budaya, yang terjadi
antara orang-orang berbagi budaya umum, dan komunikasi antarbudaya, yang mengacu pada pertukaran dalam pengaturan
interpersonal antara individu dari budaya yang berbeda Littlejohn and Foss, 2009: 247.
Selain itu, Andrik Purwasito dalam bukunya Komunikasi Multikultural juga menyampaikan hal yang serupa dengan pernyataan di atas, terkait hal yang
membedakan komunikasi antarbudaya dan komunikasi lintas budaya. Kedua konteks komunikasi tersebut mempunyai perbedaan pada kajiannya. Komunikasi
lintas budaya lebih ditekankan pada analisis perbandingan fenomena satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya Purwasito, 2003: 125.
Komunikasi antarbudaya dapat secara sederhana dilihat sebagai sebuah proses interaksi yang di dalamnya terjadi pertukaran pesan antara orang berbeda
budaya. Merujuk pada pengertian yang disampaikan tersebut tergambar bahwa
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
21 dalam proses interaksinya terdapat ketidakpastian, karena perbedaan budaya yang
dimiliki mengarah pada perbedaan tidak hanya nilai budaya semata. Perbedaan itu juga dapat berupa perbedaan pengetahuan, status sosial yang
melekat pada diri, kenyamanan dan yang paling sederhana adalah bahasa yang digunakan. Seseorang yang berinteraksi dengan orang yang berada di luar
budayanya dituntut untuk mempunyai kompetensi komunikasi. Seseorang yang berkompeten dalam komunikasi antarbudaya dapat
dikategorikan sebagai orang yang mampu berkomunikasi secara efektif dan berhasil. Kajian yang dapat memberi gambaran bagaimana interaksi orang yang
berbeda budaya salah satunya adalah penelitian berikut: Kemajuan teknologi komunikasi mempengaruhi akses berbagai
budaya Korea ke Indonesia. Negara Korea dan Indonesia saling bekerjasama dalam berbagai aspek. Mahasiswa Korea yang
datang ke Yogyakarta meningkat jumlahnya setiap semester. Kedatangan mereka di Yogyakarta mengakibatkan kontak
antarbudaya tidak bisa dihindari sehingga perlu adanya penyesuaian atau adaptasi komunikasi antarbudaya. Perbedaan
latar belakang budaya menyebabkan terjadinya kecemasan dan ketidakpastian dalam proses penyesuaian dan interaksi dengan
orang-orang pribumi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penyesuaian dan adaptasi dalam komunikasi
antarbudaya dan hambatan yang dihadapai mahasiswa Korea selama di Yogyakarta. Teori-teori yang digunakan dalam
penelitian
ini adalah
Kegelisahan atau
Manajemen Ketidakpastian dari William B. Gudykunst dan pendekatan
komunikasi antarbudaya melalui persepsi, komunikasi verbal dan nonverbal oleh Larry A. Samovar. Analisis dalam penelitian
ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Dari pengamatan di
lapangan menunjukkan
bahwa kecemasan
atau ketidakpastian dialami oleh mahasiswa Korea. Selain itu,
bahasa menjadi hambatan utama yang dialami dalam menyesuaikan diri dengan mahasiswa pribumi. Namun
demikian, rasa saling menghargai, memahami dan rasa empati dapat meminimalkan munculnya konflik Henny et. al., 2011:
40-48.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
22 Saat ini penggunaan komunikasi lintas budaya dan komunikasi
antarbudaya lebih berfokus pada konteks penggunaannya dalam membedakan interaksi individu yang berbeda budaya berasal dari satu negara atau mereka yang
berasal dari negara berbeda. Komunikasi lintas budaya mengambil beberapa sumber variasi dari nilai budaya untuk menjadi acuan penelitian. Misalnya, jarak
kekuasaan, nilai individualisme-kolektivisme, cara seseorang menilai dirinya dan bagaimana tinggi-rendahnya konteks suatu budaya. Peneliti lain, Michael H.
Prosser menyebutkan bahwa dampak dari teknologi dan khususnya teknologi informasi, stabilitas budaya dan perubahan budaya, imperialism budaya dan
ketergantungan budaya menjadi dasar mengkaji komunikasi lintas budaya Littlejohn and Foss, 2009: 248.
Penelitian mengenai komunikasi lintas budaya dapat mencakup beberapa aspek, salah satunya adalah komunikasi bisnis lintas budaya. Kajian ini juga
mencoba melihat bagaimana proses interaksi dalam lingkup bisnis bagi orang- orang yang berbeda budaya yang terlibat di dalamnya seperti penelitian di bawah
ini: Kompetensi komunikasi bisnis lintasbudaya sangat diperlukan di
era global ini. Kompetensi komunikasi berkaitan erat dengan sudut pandang seseorang tentang sekelompok orang tertentu
stereotip. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh stereotip antaretnik terhadap kompetensi komunikasi bisnis di antara para
pengusaha perak Jawa dan Padang di Yogyakarta dan di Padang. Penelitian ini menggunakan perspektif objektif dengan
metode pengumpulan data kuantitatif, serta teknik analisis Structural Equation Model SEM. Secara keseluruhan hasil
penelitian ini memperkuat keberadaan teori Etnosentrisme, teori Komunikasi Antarbudaya Gudykunst dan Kim serta model
kompetensi komunikasi antarbudaya Spitzberg. Para pengusaha perak Jawa dan Padang saling berkomunikasi dengan melibatkan
budaya
nilai-nilai budaya,
sosiobudaya pengalaman
antaretnik dan psikobudaya prasangka sosial Lestari et.al., 2011: 250-265.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
23
2.4. Kompetensi Komunikasi