Distribusi Proporsi Penderita HIVAIDS yang berobat jalan Berdasarkan Jumlah CD4 terakhir

Hal ini terjadi karena orang dengan HIV, imunitas selulernya rusak, sedangkan infeksi tuberkulosis berhubungan dengan kerusakan sistem kekebalan seluler. Djoerban, 2001. Selain itu, Indonesia berada di urutan ketiga negara endemis TB Paru setelah India dan China. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Lubis 2012 di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Suliati Suroso Tahun 2011 diperoleh bahwa proporsi penderita HIVAIDS menurut jenis infeksi opurtunistik yang tertinggi adalah Tuberkulosis 67,4.

5.1.4 Distribusi Proporsi Penderita HIVAIDS yang berobat jalan Berdasarkan Jumlah CD4 terakhir

Gambar 5.10 Diagram Pie Distribusi Penderita HIVAIDS yang berobat jalan Berdasarkan Jumlah CD4 terakhir di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 47,0 45,9 7,1 200-499 200 ≥ 500 Universitas Sumatera Utara Dari 109 orang penderita hanya 85 orang penderita yang memeriksa jumlah CD4nya pada tahun 2015. Hal ini mungkin terjadi karena penderita HIVAIDS tidak mengontrol jumlah CD4 nya dikarenakan biaya pemeriksaan yang mahal, atau jumlah CD4 penderita tidak tercatat. Pada gambar 5.10 dapat dilihat distribusi penderita berdasarkan jumlah CD4 tertinggi adalah CD4 200- 499 selμl 47,0 dan terendah CD4 ≥500 selμl 7,1. Pemeriksaan CD4 berguna untuk memulai, mengontrol dan mengubah regimen ARV yang diberikan. Selain itu, pemeriksaan CD4 dilakukan untuk melihat apakah terdapat perubahan jumlah CD4 setelah mendapatkan ARV. Jika jumlah CD4 tidak dikontrol maka akan menyebabkan munculnya berbagai jenis infeksi oportunistik karena sistem kekebalan tubuh yang semakin menurun yang berpengaruh pada semakin banyaknya pengobatan yang diterima penderita. Dengan mengetahui jumlah CD4 sebelum dan selama menjalani terapi ARV maka dapat dilihat keberhasilan atau kegagalan dari terapi tersebut Murtiastutik, 2008. Oleh karena itu, pemeriksaan CD4 seharusnya dilakukan sebelum dan setelah menerima terapi ARV. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lubis 2013 di RSUP Haji Adam Malik, menyatakan bahwa distribusi jumlah CD4 tertinggi adalah CD4200 yaitu 62,7. Universitas Sumatera Utara 5.1.5 Distribusi Proporsi Penderita HIVAIDS yang berobat jalan Berdasarkan Tahap Terapi Antiretroviral ARV Gambar 5.11 Diagram Pie Proporsi Penderita HIVAIDS yang berobat jalan Berdasarkan Tahap Terapi ARV di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 Tidak semua penderita mengikuti terapi ARV. Dari 109 orang penderita hanya 74 orang yang yang tercatat mengikuti terapi ARV. Hal ini disebabkan masih kurangnya pemahaman penderita akan pentingnya ARV. Berdasarkan gambar 5.11 di atas, dapat dilihat bahwa proporsi penderita berdasarkan tahap terapi ARV tinggi adalah pada tahap Lini 1 64,9 dan terendah Lini 2 16,2. Pemerintah menetapkan aspek yang harus diperhatikan sebelum menjalani terapi ARV yaitu: Efektivitas, Efek samping, Interaksi obat, Kepatuhan, dan Harga obat. Saat terapi Lini 1 kemungkinan satu atau lebih obat dalam rejimen harus diganti substitusi karena masalah efek samping. 64,9 16,2 18,9 Lini 1 Lini 2 Stop Universitas Sumatera Utara Kepatuhan atau adherence merupakan salah satu aspek yang paling penting karena terapi ARV akan gagal jika penderita sering tidak minum obat yang berdampak pada munculnya virus yang resisten yang mengakibatkan toksisitas, sehingga saat terapi Lini 2 sedikitnya dua rejimen dalam kombinasi obat harus diganti switch dengan obat baru. Sebelum memulai terapi ARV, sebaiknya penderita harus memahami program terapi ARV yang akan meminum obat seumur hidupnya berserta konsekuensinya. Sedangkan Stop merupakan keadaan saat penderita berhenti memakai ARV karena berbagai alasan, salah satunya merupakan efek samping yang terlalu menyulitkan penderita sehingga pasien berhenti minum obat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan risiko penularan Kemenkes RI, 2011 dimana virus telah resisten. Oleh karena itu kegiatan pemantauan pasien oleh petugas klinik CST Care Support Treatment harus semakin ditingkatkan untuk mendukung keberhasilan program terapi ARV yang bertugas melakukan perawatan secara komprehensif dan berkesinambungan berupa dukungan sosial bagi penderita dan keluarganya, kegiatan pencegahan salah satunya berupa pencegahan penularan dari ibu ke anak dan kegiatan pelayanan berupa konseling tentang gizi. Universitas Sumatera Utara Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Butar-butar 2015 di RSUD Dr. Djasemen Saragih Pematangsiantar Tahun 2013-2014 yang menyatakan proporsi penderita HIVAIDS yang mengikuti terapi ARV yang paling banyak adalah Stop 64,1 karena penderita meninggal, gagal follow up, dan pindah dari poliklinik pelayanan RSUD Dr. Djasemen Saragih Pematangsiantar. 5.2 Analisis Statistik 5.2.1 Jenis Kelamin Berdasarkan Faktor Risiko Penularan