16
menimbulkan apa yang disebut dengan keluarga dengan orang tua tunggal. Orang tua tunggal adalah kondisi diamana seorang ayah atau ibu yang memikul tugasnya
sendiri sebagai kepala rumah rumah tangga sekaligus sebagai ibu rumah tangga.orang tua tunggal adalah salah satu fenomena yang banyak dijumpai dalam
masayarakat kita saat ini. Mereka mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka sendiri tanpa bantuan dari pasangannya, baik itu pihak suami maupun istri.
Sepertinya tak mudah untuk menyandang status ini di tengah-tengah masayarakat kita yang masih memandang sebelah mata akan keberadaan mereka. Belum lagi
mereka harus menerima pandangan negatif dari lingkungannya. Orang tua tunggal adalah keluarga yang terdiri dari baik ayah atau ibu
sebagai akibat perceraian dan kematian. Orang tua tunggal. dapat terjadi pada lahirnya seseorang anak tanpa ikatan perkawinan yang sah dan pemeliharaannya
menjadi tanggung jawab itu. Namun, dalam kehidupan nyata sering dijumpai keluarga dimana salah satu orang tuanya tidak ada lagi. Keadaan ini menimbulkan
apa yang disebut dengan keluargadengan orang tua tunggal. Hunrlock, dalam Hendi, Dkk. 2001:140.
Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga dengan orang tua tunggal adalah keluarga yang hanya terdiri dari satu orang tua yang dimana
mereka secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan, tanggung jawab pasangannya dan hidup bersama dengan anak-anaknya dalam satu
rumah.orang tua tunggal bertugas memegang peran ganda baik itu sebagai ibu dan juga sebagai ayah.
2.2.2 Penyebab Adanya Orang Tua Tunggal
Orang tua tunggal adalah orang yang melakukan tugas sebagai orang tua ayah atau ibu seorang diri, karena kehilangan atau terpisah dengan pasangannya.
Universitas Sumatera Utara
17
Gunawan, http:sosbud.kompasiana.com20111111single-parent-struktur-
keluarga-dan-kompleksitas-peran-411600.html Berdasarkan pasal 38 undang-undang republik Indonesia nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan disebutkan bahwa Perkawinan dapat putus karena: a. kematian,
b. perceraian dan c. atas keputusan Pengadilan.
2.2.2.1 kematian
Putusnya perkawinan karena kematian terjadi karena salah satu pihak dalam perkawinan meninggal dunia apakah itu suami atau istri, mana yang lebih dulu
atau pun para pihak suami dan istri secara bersamaan meninggal dunia.Putusnya perkawinan karena kematian merupakan kejadian yang berada diluar kehendak atau
kuasa dari para pihak dalam perkawinan. Tidak terdapat campur tangan dari pasangan yang hidup lebih lama ataupun campur tangan pengadilan dalam hal ini.
Putusnya perkawinan karena kematian sepenuhnya merupakan kehendak atau kuasa dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Putusnya perkawinan karena kematian lazim disebut
dalam masyarakat kita dengan istilah cerai mati.
2.2.2.2 Perceraian
Dalam pasal 39 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di
depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.Untuk melakukan perceraian harus ada
cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan putusnya karena perceraian diantaranya :
Universitas Sumatera Utara
18
a Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat penjudi,dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan. b
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
c Salah satu pihak mendapat hukuman kurungan penjara 5 tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d
Salah satu pihak melakukan penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
e Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri. f
Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
http:www.jurnalhukum.computusnya-perkawinan diakses pada minggu 14 februari 2016 23:23 WIB
2.2.2.3 Putusan Pengadilan
Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan dapat terjadi, karena adanya seseorang yang meninggalkan tempat kediamana bersama, sehingga perlu
diambil langkah-langkah terhadap perkawinan orang tersebut, untuk kepentingan keluarga yang ditinggalkan. Perceraian membawa akibat yang luas bagi perkawinan,
bagi suami-isteri, harta kekayaan perkawinan maupun bagi anak-anak yang
dilahirkan dalam perkawinan tersebut.
Putusnya perkawinan atas putusan pengadilan juga bisa terjadi karena adanya permohonan dari salah satu pihak suami atas istri atau para anggota keluarga
yang tidak setuju dengan perkawinan yang dilangsungkan oleh kedua calon mempelai. Atas permohonan ini pengadilan memperbolehkan perkawinan yang telah
berlangsung dengan alasan bertentangan dengan syara’ atau perkawinan tidak sesuai
Universitas Sumatera Utara
19
dengan syarat yang telah ditentukan baik dalam Undang-Undang perkawinan maupun menurut hukum agama.
Putusnya Perkawinan atas Putusan Pengadilan dapat terjadi apabila dilakukan di depan Pengadilan Agama, baik itu karena suami yang menjatuhkan
cerai talak, ataupun karena isteri yang menggugat cerai atau memohon hak talak. Dalam pasal 39 ayat 1 disebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan
sidang Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian bagi pemeluk agama Islam proses dan
penyelesaiannya dilakukan di depan Pengadilan Agama Undang-undang N0. tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sedangkan bagi pemeluk agama non Islam
proses dan penyelesaiannya dilakukan di depan Pengadilan Negeri. Walaupun perceraian itu adalah urusan pribadi baik atas kehendak bersama
maupun kehendak salah satu pihak yang seharusnya tidak perlu adanya campur- tangan dari Pemerintah, namun demi menghindarkan tindakan sewenang-wenang
terutama dari pihak suami dan juga demi kepastian hukum, maka perceraian harus melalui saluran lembaga Pengadilan. dalam perceraian baik bapak atau ibu tetap
berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak. Ketika suatu saat ada perselisihan mengenai hak penguasaan atas
anak, maka Pengadilan akan memberikan keputusannya. Dan keputusan tersebut harus diterima kedua belah pihak. Dalam hal ini kekuasaan orang tua menurut
Undang-undang No. 1 tahun 1974 bersifat tunggal. Artinya, walaupun telah terjadi perceraian, kekuasaan orang tua atas anak yang masih di bawah umur tetap berjalan,
tidak berubah menjadi perwalian seperti pengaturan dalam KUH Perdata pasal 298 dan 299.
Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan,
Universitas Sumatera Utara
20
Pengadilan dapat mengizinkan suami-isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau
tergugat, Pengadilan dapat: 1.
Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami, 2.
Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak,
3. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-
barang yang menjadi hak bersama suami-isteri atau barang-barang yang menjadi hak isteri pasal 24 PP No. 9 tahun 1975
Suami yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, apabila bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi
kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya
penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isterinya pasal 41 PP No. 9 tahun 1975
Perwalian tidak timbul setelah terjadinya perceraian, pewalian menurut Undang-undang Perkawinan ialah bagi anak yang belum mencapai usia genap 18
tahun atau belum melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua. Mereka yang di bawah kekuasaan orang tua adalah anak sah yang belum
genap berumur 18 tahun.
2.3 Peran Ibu Sebagai Orang Tua Tunggal