EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN TGT MELALUI PENDEKATAN PMRI BERBASIS KONSERVASI BUDAYA BERBANTUAN PERMAINAN TRADISIONAL TERHADAP PENILAIAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN TGT MELALUI
PENDEKATAN PMRI BERBASIS KONSERVASI BUDAYA
BERBANTUAN PERMAINAN TRADISIONAL TERHADAP
PENILAIAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
oleh
Dheny Wawan Febrian 4101408181
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
(2)
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa isi skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya yang diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis dirujuk dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Semarang, Maret 2013
Dheny Wawan Febrian 4101408181
(3)
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.
Semarang, Maret 2013 Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Wardono, M.Si. Drs. Supriyono, M.Si. NIP 196202071986011001 NIP 195210291980031002
(4)
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul
Eksperimentasi Pembelajaran TGT Melalui Pendekatan PMRI Berbasis Konservasi Budaya Berbantuan Permainan Tradisional Terhadap Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif
disusun oleh
Dheny Wawan Febrian 4101408181
telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 6 Maret 2013.
Panitia:
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Drs. Arief Agoestanto, M.Si. NIP 196310121988031001 NIP 196807221993031005 Ketua Penguji
Dr. Rochmad, M.Si
NIP 195711161987011001
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Wardono, M.Si. Drs. Supriyono, M.Si. NIP 196202071986011001 NIP 195210291980031002
(5)
Kupersembahkan karyaku ini
untuk
Bapak dan Ibuku yang menyiapkan garis birama lembar kehidupanku,
Adikku Nadia Widya Arum yang melukiskan nada-nada,
Sahabat-sahabatku yang merajut setiap nada menjadi birama
Kemtaksi yang merangkaikan setiap birama menjadi sebuah lagu ,
Ina Rotul Ulya yang mengharmonikan semua alunan shimphony indah
serta semua yang mengiringi setiap alunan irama indah kehidupan ini
.
(6)
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Alloh SWT, yang selalu melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan berkat kerjasama, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang. 3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika Universitas Negeri
Semarang.
4. Dr. Wardono, M.Si., Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Drs. Supriyono, M.Si., pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dukungan, dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 6. Dr. Rochmad, M.Si., Penguji Skripsi yang telah memberikan saran, masukan,
serta arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
7. Adi Nur C, S.Pd., M.Pd., Dosen Wali yang telah memberi arahan, dukungan, serta motivasi kepada penulis selama masa kuliah.
8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
9. Drs. Mahful, M.Pd., Kepala SMP N 1 Karangawen yang telah memberi izin penelitian.
(7)
10. Kumaedi, S.Pd. yang telah memberikan bantuan, arahan, dan bimbingan kepada penulis selama proses penelitian.
11. Seluruh staf akademik dan non akademik di SMP N 1 Karangawen atas bantuan yang diberikan selama proses penelitian.
12. Peserta didik kelas VII A, VII B, dan VII C SMP N 1 Karangawen yang telah membantu proses penelitian.
13. Sahabat seperjuangan Skripsi Kloter 3 Pendidikan Matematika Unnes 2008 (Indra, Neni, Herfi, Lora, Anjar, Karina, Kiswandi, Risma, Abid, dkk) yang telah memberikan bantuan, saran, dukungan, serta motivasi selama penyusunan skripsi ini.
14. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca demi kebaikan di masa yang akan datang.
Semarang, Maret 2013
Penulis
(8)
ABSTRAK
Febrian, Dheny Wawan. 2012. Eksperimentasi pembelajaran TGT melalui pendekatan PMRI berbasis konservasi budaya berbantuan permainan tradisional
terhadap penilaian kemampuan berpikir kreatif . Skripsi. Jurusan Matematika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dr. Wardono, M.Si., Pembimbing II: Drs. Supriyono, M.Si.
Kata kunci: berpikir kreatif, TGT, PMRI, permainan tradisional.
Tujuan dalam penelitian yaitu untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa pada aspek berpikir kreatif dengan model pembelajaran TGT dengan pendekatan PMRI berbantuan permainan tradisional pada materi bilangan bulat dapat mencapai KKM, apakah rata-rata kemampuan berpikir kreatif dengan model pembelajaran tersebut lebih dari dengan rata-rata kemampuan siswa dengan model pembelajaran ekspositori, serta mengetahui kriteria tingkat berpikir kreatif siswa serta mengetahui kategori kualitas pembelajaran.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP N 1 Karangawen tahun ajaran 2012/2013 (288 siswa). Dengan pemilihan sampel kelas VII A, 36 siswa (eksperimen) dan kelas VII C 36 siswa (kontrol) melalui cluster
random sampling. Desain penelitian ini menggunakan Pretest-Posttest Control
Group Design. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan metode tes dan observasi.
Berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kreatif pada kedua sampel penelitian diperoleh hasil bahwa hasil belajar kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran TGT dengan pendekatan PMRI berbantuan Permainan Tradisional telah memenuhi ketuntasan KKM klasikal dan individual, kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas eksperimen lebih dari kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas kontrol, serta kemampuan berpikir kreatif siswa kelas eksperimen dapat dikriteriakan sebagai kemampuan berpikir kreatif tingkat atas, kualitas pembelajaran yang berlangsung dapat dikategorikan dalam kategori baik. Sehingga pembelajaran TGT melalui pendekatan PMRI berbasis konservasi budaya dengan berbantuan permainan tradisional dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika kelas VII terutama pada bilangan bulat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Pembatasan Masalah ... 7
1.4 Tujuan Penelitian ... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
1.5.1 Manfaat Teoritis ... 8
1.5.2 Manfaat Praktis ... 8
1.6 Penegasan Istilah ... 9
1.6.1 Berpikir Kreatif ... 9
(10)
1.6.2 Team Game Tournament (TGT) ... 10
1.6.3 Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ... 10
1.6.4 Konservasi Budaya ... 11
1.6.5 Permainan Tradisional ... 11
1.6.6 Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ... 12
1.6.7 Kualitas Pembelajaran ... 12
1.7 Sistematika Penulisan Skripsi ... 12
1.7.1 Bagian Awal Skripsi... 12
1.7.2 Bagian Isi Skripsi ... 13
1.7.3 Bagian Akhir Skripsi ... 13
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori ... 14
2.1.1 Teori Pembelajaran yang Menduung Penelitian ... 14
2.1.1.1 Teori Konstruktivisme ... 14
2.1.2 Model Pembelajaran TGT ... 15
2.1.3 Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ... 18
2.1.4 Kemampuan Berpikir Kreatif... 22
2.1.5 Pembelajaran Ekspositori ... 29
2.1.6 Konservasi Budaya ... 31
2.1.7 Permainan Tradisional ... 33
2.1.8 Kualitas Pembelajaran... 39
2.1.9 Uraian Singkat Materi Bilangan Bulat ... 40
2.2 Kerangka Berpikir ... 46
(11)
2.3 Hipotesis ... 49
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Penentuan Objek Penelitian ... 50
3.1.1 Populasi ... 50
3.1.2 Sampel ... 50
3.2 Variabel Penelitian ... 51
3.2.1 Variabel Bebas ... 51
3.2.2 Variabel Terikat ... 51
3.3 Desain Penelitian ... 51
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 54
3.4.1 Metode Dokumentasi ... 54
3.4.2 Metode Tes ... 54
3.4.3 Metode Observasi ... 54
3.5 Instrumen Penelitian ... 55
3.5.1 Tes ... 55
3.5.1.1 Materi dan Bentuk Tes ... 55
3.5.1.2 Metode Penyusunan Perangkat Tes ... 55
3.5.2 Lembar Observasi ... 56
3.6 Analisis Data ... 57
3.6.1 Analisis Soal Uji Coba ... 57
3.6.1.1 Validitas ... 57
3.6.1.2 Reliabilitas ... 58
3.6.1.3 Daya Pembeda ... 59
(12)
3.6.1.4 Taraf Kesukaran ... 60
3.6.2 Analisis Tahap Awal ... 61
3.6.2.1 Uji Normalitas ... 61
3.6.2.2 Uji Homogenitas ... 62
3.6.3 Analisis Tahap Akhir ... 62
3.6.3.1 Uji Persyaratan Analisis Data ... 62
3.6.3.1.1 Uji Normalitas ... 62
3.6.3.1.2 Uji Homogenitas ... 63
3.6.3.2 Uji Hipotesis ... 64
3.6.3.2.1 Uji Hipotesis 1 ... 64
3.6.3.2.2 Uji Hipotesis 2 ... 65
3.6.3.2.3 Uji Hipotesis 3 ... 66
3.6.3.3 3. Analisis KualitasPembelajaran ... 67
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 68
4.1.1 Validitas ... 68
4.1.2 Reliabilitas ... 69
4.1.3 Daya Pembeda ... 69
4.1.4 Tingkat Kesukaran ... 69
4.2 Hasil Analisis Pretest ... 70
4.2.1 Hasil Uji Normalitas ... 71
4.2.2 Hasil Uji Homogenitas ... 72
4.3 Hasil Penelitian ... 72
(13)
4.3.1 Hasil Analisis Tahap Akhir ... 73
4.3.1.1 Hasil Uji Normalitas ... 74
4.3.1.2 Hasil Uji Homogenitas ... 75
4.3.1.3 Hasil Uji Hipotesis 1... 76
4.3.1.4 Hasil Uji Hipotesis 2... 76
4.3.1.5 Hasil Uji Hipotesis 3... 77
4.3.2 Hasil Observasi ... 79
4.3.2.1 Hasil Observasi Aktivitas Siswa... 79
4.3.2.2 Hasil Observasi Karakter Siswa ... 79
4.3.2.3 Hasil Observasi Kinerja Guru... 80
4.3.2.4 Hasil Observasi Kualitas Pembelajaran ... 80
4.3.3 Pembahasan ... 81
BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan ... 91
5.2 Saran ... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 93
LAMPIRAN ... 97
(14)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Perbedaan pembelajaran kontrukstivisme dengan
pembelajaran tradisional ... 15
Tabel 2.2 Hubungan pemecahan dan pengajuan masalah dengan komponen kreativitas ... 26
Tabel 2.3 Draff tingkat berpikir kreatif ... 28
Tabel 2.4 Dimensi dan indikator kualitas pembelajaran ... 40
Tabel 3.1 Desain Penelitian... 52
Tabel 3.2 Kategori Penilaian Lembar Pengamatan ... 57
Tabel 3.3 Pembagian Interval Nilai dalam Tingkatan Kemampuan Berpikir Kreatif... 67
Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Tahap Awal ... 71
Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas Tahap Awal ... 72
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Tahap Akhir ... 74
Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Tahap Akhir ... 75
Tabel 4.5 Hasil Observasi Aktivitas Peserta Didik ... 79
Tabel 4.6 Hasil Observasi Karakter Peserta Didik... 80
Tabel 4.7 Hasil Observasi Kinerja Guru ... 80
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Desain papan dakon ... 38 Gambar 2.2 Biji dakon ... 39 Gambar 2.2 Diagram alur kerangka berpikir dalam penelitian ... 48
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran 1 Daftar Nama Peserta Didik Kelas Uji Coba ... 98
Lampiran 2 Daftar Nama Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 99
Lampiran 3 Daftar Nama Peserta Didik Kelas Kontrol ... 100
Lampiran 4 Kisi-Kisi Soal Tes Uji Coba ... 101
Lampiran 5 Soal Tes Uji Coba ... 102
Lampiran 6 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Soal Tes Uji Coba ... 104
Lampiran 7 Analisis Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 111
Lampiran 8 Perhitungan Validitas Butir Soal ... 113
Lampiran 9 Perhitungan Reliabilitas Butir Soal ... 115
Lampiran 10 Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal ... 116
Lampiran 11 Perhitungan Taraf Kesukaran Butir Soal ... 118
Lampiran 12 Hasil Analisis Soal Tes Kemampuan Berpikir Kreatif ... 119
Lampiran 13 Kisi-kisi Instrumen Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 120
Lampiran 14 Instrumen Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 121
Lampiran 15 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Instrumen Pretest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 123
Lampiran 16 Data Hasil Pretest Kelas Eksperimen ... 130
Lampiran 17 Data Hasil Pretest Kelas Kontrol ... 131
Lampiran 18 Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen ... 132
Lampiran 19 Uji Normalitas Pretest Kelas Kontrol ... 133
Lampiran 20 Uji Homogenitas Data Pretest ... 134
Lampiran 21 Penggalan Silabus Kelas Eksperimen ... 135
Lampiran 22 RPP Kelas Eksperimen 1 ... 137
Lampiran 23 RPP Kelas Eksperimen 2 ... 145
Lampiran 24 RPP Kelas Eksperimen 3 ... 153
Lampiran 25 Penggalan Silabus Kelas Kontrol ... 159
Lampiran 26 RPP Kelas Kontrol 1 ... 160
Lampiran 27 RPP Kelas Kontrol 2 ... 167
(17)
Lampiran 28 RPP Kelas Kontrol 3 ... 171
Lampiran 29 Lembar Tugas 1 ... 175
Lampiran 30 Lembar Tugas 2 ... 176
Lampiran 31 Lembar Tugas 3 ... 177
Lampiran 32 Kunci Jawaban dan Rubrik Penskoran Lembar Tugas 1 ... 178
Lampiran 33 Kunci Jawaban dan Rubrik Penskoran Lembar Tugas 2 ... 180
Lampiran 34 Kunci Jawaban dan Rubrik Penskoran Lembar Tugas 3 ... 182
Lampiran 35 Kisi-Kisi Instrumen Postest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 183
Lampiran 36 Instrumen Postest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 184
Lampiran 37 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Instrumen Postest Kemampuan Berpikir Kreatif ... 186
Lampiran 38 Data Hasil Postest Kelas Eksperimen ... 193
Lampiran 39 Data Hasil Postest Kelas Kontrol ... 194
Lampiran 40 Data Hasil Ketuntasan Belajar Kelas Kontrol ... 195
Lampiran 41 Uji Normalitas Tahap Akhir Kelas Eksperimen ... 196
Lampiran 42 Uji Normalitas Tahap Akhir Kelas Kontrol ... 197
Lampiran 43 Uji Homogenitas Tahap Akhir ... 198
Lampiran 44 Uji hipotesis 1 (Uji proporsi KKM) ... 199
Lampiran 45 Uji hipotesis 2 (Uji Perbedaan Dua Rata-rata ... 200
Lampiran 46 Uji hipotesis 3 (Uji Proporsi Tingkat Berpikir Kreatif ... 201
Lampiran 47 Desain, Cara Pembuatan dan Cara Penggunaan Alat Peraga ... 202
Lampiran 48 Lembar Pengamatan Aktivitas Peserta Didik 1 ... 208
Lampiran 49 Lembar Pengamatan Aktivitas Peserta Didik 2 ... 211
Lampiran 50 Lembar Pengamatan Aktivitas Peserta Didik 3 ... 214
Lampiran 51 Lembar Pengamatan Karakter Peserta Didik 1 ... 218
Lampiran 52 Lembar Pengamatan Karakter Peserta Didik 2 ... 220
Lampiran 53 Lembar Pengamatan Karakter Peserta Didik 3 ... 222
Lampiran 54 Lembar Pengamatan Kinerja Guru 1 ... 225
Lampiran 55 Lembar Pengamatan Kinerja Guru 2 ... 227
Lampiran 56 Lembar Pengamatan Kinerja Guru 3 ... 229
Lampiran 57 Indikator Instrumen Pengamatan Kualitas Pembelajaran ... 232
(18)
Lampiran 58 Lembar Pengamatan Kualitas Pembelajaran ... 233
Lampiran 59 Tabel Distribusi F ... 237
Lampiran 60 Tabel Harga Kritik dari r Product-Moment ... 238
Lampiran 61 Tabel Distribusi t ... 239
Lampiran 62 Luas di Bawah Lengkungan Normal ... 240
Lampiran 63 Foto Kegiatan Penelitian ... 241
(19)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Matematika merupakan ilmu utama yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, matematika mempunyai peranan penting dalam mengembangkan daya pikir manusia. Penguasaan matematika yang kuat akan melandasi perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi yang pesat di masa depan. Oleh sebab itu, mata pelajaran matematika perlu diajarkan kepada siswa agar mereka mempunyai bekal untuk menggunakan matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai dasar dalam mempelajari bidang ilmu pengetahuan yang lain.
Pada pembelajaran matematika dengan materi pokok Bilangan bulat kelas 7 Sekolah Menengah Pertama (SMP), mempunyai salah satu tujuan yaitu adanya sebuah pemahaman siswa serta kemampuan siswa menyelesaikan masalah dan kreatif mengelola permasalahan yang ada disekitar yang berhubungan dengan materi. Hal tersebut dikarenakan materi bilangan bulat merupakan materi dasar yang menjadi dasar dalam aplikasi ilmu matematika yang banyak digunakan dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya dibutuhkan penguasaan materi yang baik serta dengan kemampuan kreativitas siswa yang baik.
(20)
2
Berdasar studi pendahuluan yang peneliti lakukan, kemampuan penguasaan materi oleh siswa serta kemampuan berpikir kreatif siswa dalam materi bilangan bulat masih belum dikategorikan baik, hal ini bisa terlihat dari pembelajaran matematika pada materi bilangan bulat tersebut masih terdapat kesalahan-kesalahan yang banyak dilakukan siswa pada saat mengerjakan soal yang berhubungan dengan materi bilangan bulat. Kesalahan tersebut adalah siswa berusaha mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dengan mencoba memberikan suatu penyelesaian baru (aspek kebaruan) pada soal serta permasalahan yang diberikan dalam pembelajaran, akan tetapi terkadang penyelesaian baru yang ditentukan siswa tersebut belum tepat. Hal itu dikarenakan karena kurang mampunya siswa memahami masalah baru, serta kurang mampunya menerapkan pengetahuan yang diperoleh untuk menentukan cara yang sesuai dalam menyelesaikan masalah.
Setelah peneliti melakukan wawancara dengan salah seorang guru matematika pada SMP Negeri 1 Karangawen, peneliti mengetahui bahwa dalam pembelajaran matematika yang dilakukan selama ini di SMP tersebut menggunakan model pembelajaran ekspositori, dalam pembelajaran tersebut materi hanya disampaikan oleh guru secara langsung, guru memberikan latihan soal serta penyelesaian. Dalam pembelajaran Ekspositori kegiatan mengajar terpusat pada guru (Dimyati, 2002:172). Pada pembelajaran yang berlangsung siswa jarang diberi kesempatan untuk berinteraksi dan berapresiasi dengan benda-benda yang ada di sekitarnya yang dapat berfungsi sebagai sumber belajar, sehingga siswa tidak mampu merelevansikan pengetahuan yang diterima dengan
(21)
3
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang berlangsung tersebut kurang mendukung pengembangan berpikir kreatif siswa. Menurut Witrock dalam (Soerdjadi, 2007:6) siswa akan memahami pelajaran bila siswa aktif sendiri membentuk atau menghasilkan pengertian dan hal-hal yang diinderanya, penginderaan dapat terjadi melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya. Pengertian yang dimiliki siswa merupakan bentukannya sendiri dan bukan hasil bentukan orang lain. Piaget dengan teori konstruktivisnya berpendapat bahwa pengetahuan akan dibentuk oleh siswa apabila siswa dengan obyek/orang dan siswa selalu mencoba membentuk pengertian dari interaksi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa diperlukan suatu kreativitas guru dalam pembelajaran. Salah satu bentuk kreativitas tersebut adalah guru menggunakan suatu pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa dalam proses pembelajaran. Berbagai pendekatan pembelajaran telah dikenal dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan matematika, salah satu pendekatan tersebut adalah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), yaitu pendidikan matematika sebagai hasil adopsi serta adaptasi dari Realistic Mathematics
Education (RME) yang telah diselaraskan dengan kondisi budaya, geografis, dan
kehidupan masyarakat Indonesia (Suryanto, 2010: 37)
PMRI adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang “real” bagi siswa, menekankan keterampilan “proses of doing mathematics”, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga
(22)
4
mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan pemikirannya, melatih nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain.
Dalam wawancara yang peneliti lakukan dengan guru, juga diutarakan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa senang dan antusias jika diberikan sebuah pembelajaran yang didalamnya terkandung salah satu permainan. Karena sesuai dengan perkembangan siswa pada usia tersebut, siswa tersebut masih dalam fase anak-anak yang suka bermain. Kesukaan terhadap permainan tersebut tentunya akan lebih baik jika permainan tersebut dapat diarahkan dalam sebuah pembelajaran yang dilakukan anak tersebut di sekolah. Pemilihan permainan yang akan dilakukan harus sesuai dengan materi yang akan diajarkan dan hendaknya permainan tersebut mengandung nilai pengembangan karakter siswa. Berdasar hal tersebut tentunya diperlukan juga kreatifitas guru dalam penerapan model pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat diterapkan diantaranya yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT).
Berdasarkan penelitian oleh Noto (2010) tentang efektifitas pembelajaran matematika model pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) pada kelas VII Sekolah Menegah Pertama, diperoleh hasil bahwa dengan penerapan model pembelajaran tersebut hasil belajar siswa memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) serta pembelajaran dikategorikan sebagai pembelajaran yang efektif.
(23)
5
Salah satu karakter yang bisa dikembangkan dari permainan yang dilakukan siswa dalam pembelajaran adalah karakter cinta tanah air, cinta terhadap kebudayaan daerah. Hal ini berdasar pada kebudayaan daerah merupakan sebuah hal yang wajib perlu dilestarikan.
Communities in collaboration with local government and the lead agency for heritage conservation should identify and prioritize cultural resources that require conservation during recovery and
reconstruction and document the condition of these resources. (World
Bank, 2006)
Dalam pelestarian tersebut tidak hanya pemerintah, akan tetapi pelestarian kebudayaan juga merupakan kewajiban bagi semua orang tak terkecuali juga guru, tenaga kependidikan, dan juga siswa. Karena tujuan dari kebudayaan itu sendiri, diantaranya yaitu menyampaikan nilai-nilai yang terkandung di dalam kesenian dalam penyelenggaraan pembelajaran dan cara memberikan pelajaran. (Susilo : 2008)
Pentingnya pelestarian budaya serta penanaman cinta akan kebudayaan daerah ini juga tidak lepas dari semakin berkembangnya ilmu pengetahuan serta tehnologi sehingga dikhawatirkan dapat melunturkan nilai-nilai kebudayaan daerah yang selama ini telah ada. Sebagai sasaran utama yaitu siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pergaulan serta tingkah laku siswa merupakan penanaman karakter yang juga tidak lepas dari peran sekolah sebagai lembaga pendidikan. Hal itu dapat di siasati dengan penyertaan pembelajaran yang berbasis pada penanaman karakter cinta kebudayaan daerah. Salah satunya yaitu dengan menggunakan permainan tradisional.
(24)
6
Dengan penggunaan permainan tradisional ini diharapkan akan tercipta sebuah pembelajaran yang menyenangkan, juga dalam prosesnya akan menanamkan karakter peduli terhadap pelestarian kebudayaan daerah serta dapat mencapai tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan model pembelajaran yang berbasis pemainan yang dalam penelitian ini peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe TGT, dan dengan pendekatan PMRI berbasis konservasi budaya, serta pembelajaran akan dibantu dengan permainan tradisional diharapkan akan terciptanya sebuah kegiatan pembelajaran matematika efektif yang merupakan wujud pendidikan konservasi budaya dan tentunya kegiatan tersebut diharapkan dapat mencapai tujuan yaitu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti perlu untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Eksperimentasi Pembelajaran TGT Melalui Pendekatan PMRI Berbasis Konservasi Budaya Berbantuan Permainan Tradisional Terhadap Penilaian Kemampuan Berpikir Kreatif"
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
(1) Apakah hasil belajar pada aspek kemampuan berpikir kreatif siswa dengan pembelajaran TGT dengan pendekatan PMRI berbantuan permainan tradisional dapat mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)?
(25)
7
(2) Apakah rata-rata hasil belajar pada aspek kemampuan berpikir kreatif kemampuan berpikir kreatif siswa dengan pembelajaran TGT dengan pendekatan PMRI berbantuan permainan tradisional lebih baik dari rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa dengan model pembelajaran Ekspositori?
(3) Apakah rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa dengan pembelajaran TGT dengan pendekatan PMRI berbantuan permainan tradisional dapat dikategorikan sebagai kemampuan berpikir kreatif tingkat atas?
(4) Apakah kualitas pembelajaran pada pembelajaran TGT dengan pendekatan PMRI berbantuan permainan tradisional dapat dikategorikan dalam kategori baik?
1.3
Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup permasalahan sesuai dengan tujuan penelitian. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah kompetensi dasar melakukan operasi hitung bilangan bulat dan pecahan.
1.4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah penulis paparkan diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
(1) Mengetahui ketuntasan hasil belajar pada aspek kemampuan berpikir kreatif siswa dengan dengan pembelajaran TGT dengan pendekatan PMRI berbantuan permainan tradisional
(26)
8
(2) Mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan pembelajaran TGT dengan pendekatan PMRI berbantuan permainan tradisional terdapat perbedaan dengan kemampuan berpikir kreatif siswa dengan model pembelajaran ekspositori.
(3) Mengetahui kategori rata-rata kemampuan berpikir kreatif siswa dengan pembelajaran TGT dengan pendekatan PMRI berbantuan permainan tradisional
(4) Mengetahui kategori kualitas pembelajaran pada pembelajaran TGT dengan pendekatan PMRI berbantuan permainan tradisional
1.5
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti, yaitu sebagai berikut.
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan pilihan dalam memperkaya referensi tentang penggunaan model Team Game Tournament dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia dalam pembelajaran matematika
1.5.2 Manfaat Praktis
(1) Meningkatnya Kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi operasi pada bilangan bulat setelah diberikannya model pembelajaran TGT dengan pendekatan PMRI berbasis pendidikan konservasi budaya berbantuan permainan tradisional.
(27)
9
(2) Siswa mendapatkan cara belajar matematika yang lebih efektif dan menarik, serta mengembangkan kemampuan berpikir kreatif secara baik dengan pembelajaran TGT dengan pendekatan PMRI berbantuan permainan tradisional
(3) Guru mendapatkan referensi tentang model pembelajaran baru yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan mengajar dan kemampuan berpikir kreatif untuk menciptakan suatu pembelajaran yang lebih bermakna.
(4) Siswa dan guru memperoleh pengetahuan baru tentang alat bantu pembelajaran, yakni permainan tradisional berupa dakon, yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif.
(5) Sekolah mendapatkan kontribusi yang baik dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran guna meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.
1.6
Penegasan Istilah
Penegasan istilah diberikan untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda serta untuk mewujudkan persatuan pandangan dan pengertian yang berkaitan dengan judul dari skripsi yang peneliti ajukan. Beberapa istilah tersebut adalah sebagai berikut.
1.6.1 Berpikir Kreatif
Berpikir Kreatif merupakan sebuah kemampuan yang ada dalam diri siwa yang mendorong siswa untuk lebih mengembangkan ilmu pengetahuan. siswa
(28)
10
dapat mengemukakan ide-ide baru, inovasi-inovasi baru, dan penemuan-penemuan baru, bahkan teknologi baru dalam menyelesaikan masalah. Dalam pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kreatif diperlukan agar siswa dapat memecahkan masalah-masalah yang ada dengan ide, konsep, pengetahuan yang telah mereka temukan sebelumnya.
1.6.2 Team Game Tournament (TGT)
Model pembelajaran Team game tournament (TGT) merupakan pembelajaran yang berbasis pada 3 aspek, yaitu adanya tahapan pengelompokan siswa secara acak dalam suatu kelas heterogen dengan jumlah anggota tiap kelompok sama dengan kelompok lain (team). Pembelajaran juga akan berbasis pada permainan yang dilakukan dalam kelompok yang telah dibentuk tersebut
(games). Permanan yang dilakukan memuat unsur-unsur pokok pengetahuan yang
akan disampaikan oleh guru kepada siswa. Dalam permainan yang dilakukan pada pembelajaran tersebut di adakan sebuah kompetisi yang diikuti oleh kelompok siswa yang terlibat dalam pembelajaran (tournament). Dimana pada kompetisi yang telah berlangsung akan diperoleh urutan kelompok dengan kemampuan tinggi sampai dengan kemampuan yang rendah dan akan digunakan sebagai evaluasi serta pengambilan tindak lanjut pembelajaran berikutnya yang akan dilakukan oleh guru.
1.6.3 Pedidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Dalam Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pembelajaran yang berbasis pada sesuatu yang dilakukan siswa dalam tahapan pembelajaran serta pengetahuan yang diperoleh siswa berasal dari lingkungan
(29)
11
sekitar siswa tersebut. Pembelajaran yang ditujukan agar siswa nantinya bisa mengetahui dan bisa menyelesaikan masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitar siswa. Pembelajaran ini dilakukan dengan pendekatan terhadap semua hal yang ada dilingkungan sekitar siswa yang juga terkait dengan materi atau pokok-pokok pengetahuan yang akan disampaikan guru kepada siswa. Ditekankan dalam proses pembelajaran ini yaitu siswa merancang, melakukan, menyimpulkan, dan mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran
1.6.4 Konvervasi Budaya
Konservasi budaya merupakan sebuah sikap bangga terhadap kebudayaan yang ada di sekitar, menghargai kebudayaan tersebut, serta keinginan untuk melestarikan kebudayaan tersebut sehingga kebudayaan tersebut akan dijumpai dari generasi dahulu sampai generasi yang akan datang. Didasari oleh beragamnya budaya asli indonesia, maka konservasi budaya diharapkan dapat menjadi sifat dan sikap yang dimiliki setiap orang, terutama siswa sekolah sebagai generasi penerus.
1.6.5 Permainan Tradisional
Permainan tradisional penulis definisikan sebagai permaian anak-anak yang merupakan permainan yang sering dimainkan oleh anak-anak secara berpasangan maupun berkelompok dibantu dengan peralatan sederhana yang dapat diperoleh di lingkungan sekitar. Permainan tradisional disini juga merupakan permainan yang telah dimainkan oleh anak-anak sejak masa dahulu sampai masa sekarang. Permainan ini juga merupakan kebudayaan khas daerah yang mendukung kreatifitas anak untuk bermain serta dalam mengembangkan
(30)
12
permainan. Akan tetapi saat ini permainan tradisional ini jarang ditemukan permainan yang dilakukan oleh anak-anak. Sehingga bisa dikatakan bahwa permainan tradisional juga merupakan permainan warisan budaya yang harus dilestarikan keberadaannya.
1.6.6 Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah batas minimal kriteria kemampuan yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran. KKM ditentukan dengan mempertimbangkan kompleksitas kompetensi, sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran, dan tingkat kemampuan (intake) rata-rata siswa. Indikator pencapaian ketuntasan dalam penelitian ini disesuaikan dengan sekolah tempat penelitian yaitu 75 untuk KKM individual dan 80% untuk KKM klasikal
1.6.7 Kualitas Pembelajaran
Kualitas Pembelajaran merupakan pengukuran mengenai aspek-aspek pembelajaran, yang meliputi pengorganisasian pembelajaran, penyampaian pembelajaran, serta pengelolaan yang digunakan sebagai evaluasi serta perbaikan pembelajaran yang akan dilangsungkan pada tahap berikutnya.
1.7
Sistematika Penulisan Skripsi.
1.7.1 Bagian Awal Skripsi
Bagian awal skripsi ini berisi: halaman judul, pernyataan, persetujuan pembimbing, pengesahan, motto dan persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.
(31)
13
1.7.2 Bagian Isi Skripsi
Bagian isi terdiri atas lima bab yaitu pendahuluan, landasan teori dan hipotesis, metode penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta penutup. Bab 1 Pendahuluan
Mengemukakan tentang latar belakang, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab 2 Landasan Teori dan Hipotesis
Berisi tentang teori yang melandasi permasalahan skripsi dan penjelasan yang merupakan landasan teoritis yang diterapkan dalam skripsi, serta kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.
Bab 3 Metode Penelitian
Berisi tentang populasi dan sampel, variabel penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, dan analisis data.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya. Bab 5 Penutup
Mengemukakan simpulan hasil penelitian dan saran- saran dari peneliti.
1.7.3 Bagian Akhir Skripsi
(32)
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Teori Pembelajaran yang Mendukung Penelitian 2.1.1.1 Teori Kontruktivisme
Semua pengetahuan adalah hasil konstruksi dari kegiatan atau tindakan seseorang. Seiring dengan waktu kualitas pembelajaran terus berkembang ke arah pembelajaran organis, serta filsafat kontruktivisme. Pengetahuan menurut teori konstruktivisme adalah hasil konstruksi dari kegiatan atau tindakan seseorang. Pengetahuan ilmiah berevolusi, berubah dari waktu ke waktu. Pemikiran ilmiah adalah sementara, tidak statis, dan merupakan proses kontruksi dan reorganisansi secara terus menerus. Paul Suparno mengemukakan bahwa kontruksi pengetahuan Piaget bersifat personal, asumsi dari kontruktivis dari jean piaget adalah dalam bahasa setiap individu akan mengubah skema Vygotsy bahwa bahasa adalah aspek sosial (Suprijono, 2011 : 32).
Gagasan kontruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut :
1. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subyek.
2. Subyek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
(33)
15
3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Struktur konsep membentuk pengetahuan jiak konsep itu berlaku dalam pengalaman-pengalaman seseorang. (suprijono, 2011 : 30)
Brook dalam (suprijono, 2011 : 36) mengemukakan perbandingan antara pembelajaran konstruktivisme dengan pembelajaran tradisional :
Tabel 2.1
Perbedaan pembelajaran kontrukstivisme dengan pembelajaran tradisional
KONSTRUKTIVISME TRADISIONAL
Kegiatan belajar bersandar pada materi hands-on
Kegiatan belajar bersandar pada text-book
Presentasi materi dimulai dengan keseluruhan kemudian pindah ke bagian-bagian
Presentasi materi dimulai dengan bagian-bagian lalu pindah
keseluruhan
Menekankan pada ide-ide besar Menekankan pada ketrampilan-ketrampialan dasar
Guru menyiapkan dimana
lingkungan siswa dapat menemukan pengetahuan
Guru selalu mempresentasikan informasi pada siswa
Guru berusaha membuat siswa mengungkapkan sudut pandang dan pemahaman mereka sehingga mereka dapat memahami pembelajaran mereka
Guru berusaha membuat siswa memberikan jawaban yang benar
2.1.2 Model Pembelajaran TGT
Team Game Tournamen (TGT) merupakan model pembelajaran yang pada prosesnya digunakan turnamen akademik dan game , dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu lalu.. Bagian terpenting dari model ini adalah adanya kerjasama antar anggota kelompok. Siswa bekerja di kelompok untuk belajar dari temannya serta untuk “mengajar temannya”.
(34)
16
TGT menekankan adanya kompetisi, yaitu kompetisi yang dilakukan dengan cara membandingkan kemampuan antar anggota tim dalam suatu bentuk “turnamen permainan akademik”. Komponen-komponen dalam TGT adalah penyajian materi, tim, game, turnamen dan penghargaan kelompok (Slavin, 2005: 84).
(1) Penyajian materi
Siswa harus memperhatikan selama penyajian kelas karena dengan demikian akan membantu mereka mengerjakan kuis dengan baik dan skor kuis mereka menentukan skor kelompok.
(2) Team
Team dalam TGT terdiri atas 4-5 siswa dengan prestasi akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis yang bervariasi. Fungsi utama kelompok adalah untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok belajar dapat berhasil dalam kuis. Setelah guru menyampaikan materi, kelompok bertemu untuk mempelajari lembar kerja atau materi lain. Seringkali dalam pembelajaran tersebut melibatkan siswa untuk mendiskusikan soal bersama, membandingkan jawaban dan mengoreksi miskonsepsi jika teman sekelompok membuat kesalahan. Pada anggota kelompok ditekankan untuk menjadi yang terbaik bagi timnya dan tim melakukan yang terbaik untuk membantu anggotanya. Tim memberikan dukungan untuk pencapaian prestasi akademik yang tinggi dan memberikan perhatian, saling menguntungkan dan respek penting sebagai dampak hubungan intergroup, harga diri dan penerimaan dari siswa sekelompok.
(35)
17
(3) Game
Game disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang isinya relevan dan didesain untuk menguji pengetahuan siswa dari penyajian materi dan latihan tim. Game dimainkan oleh tiga siswa pada sebuah meja, dan masing-masing siswa mewakili tim yang berbeda yang dipilih secara acak. Kebanyakan game berupa sejumlah pertanyaan bernomor pada lembar-lembar khusus. Siswa mengambil kartu bernomor dan berusaha menjawab pertanyaan yang bersesuaian dengan nomor tersebut.
(4) Tournament
Tournament merupakan struktur game yang dimainkan. Biasanya
diselenggarakan pada akhir pekan atau unit, setelah guru melaksanakan penyajian materi dan tim telah berlatih dengan lembar kerja. Turnamen 1, guru menempatkan siswa ke meja turnamen, tiga siswa terbaik pada hasil belajar yang lalu pada meja 1, tiga siswa berikutnya pada meja 2, dan seterusnya.
Kompetisi yang sama ini memungkinkan siswa dari semua tingkat pada hasil belajar yang lalu memberi kontribusi pada skor timnya secara maksimal jika mereka melakukan yang terbaik.. Dalam turnamen setelah terbentuk kelompok kemudian dilakukan suatu permainan dengan menggunakan beberapa pertanyaan yang didesain dalam sebuah soal untuk dijawab setiap siswa dalam kelompoknya. Tiap siswa dalam kelompok akan mendapatkan tugas yang berbeda, setelah itu diadakan tahap selanjutnya (kompetisi dilakukan secara individu). Pembagian kelompok kompetisi ini diperoleh berdasarkan skor yang diperoleh siswa pada soal permainan sebelumnya.
(36)
18
(5) Penghargaan kelompok
Tim dimungkinkan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu (Slavin,2005: 80)
Slavin juga mengemukakan model pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan yaitu :
(1) Meningkatkan pencapaian prestasi siswa, (2) Memperbaiki self-esteem,
(3) Mengembangkan ketrampilan sosial dan kesetiakawanan, (4) Menciptakan keceriaan,
(5) Menciptakan lingkungan yang pro-sosial.
2.1.3 Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan suatu upaya peningkatan mutu pembelajaran matematika sekolah. Gerakan ini mengadopsi serta mengaptasi Realistix Mathematics Education (RME), suatu teori pembelajaran matematika yang dikembangkan di Belanda, berdasar paham bahwa “matematika di sekolah harus diajarkan sebagai kegiatan manusia, bukan sebagai produk jadi yang siap pakai”.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia merupakan adopsi dan adaptasi dari Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan di Belanda sejak sekitar tahun 1970, dalam konteks Indonesia (Suryanto, 2010: 58).
Kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari PMRI,. Proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan, yang dipelajari bermakna bagi siswa Suatu pengetahuan yang bermakna bagi siswa jika pembelajaran dilaksanakan dalam bentuk suatu konteks atau pembelajaran
(37)
19
menggunakan permasalahan realistik. Suatu masalah realistic tidak harus selalu berupa masalah yang ada di dunia nyata (real-world problem) dan bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Suatu masalah disebut “realistic” jika masalah tersebut dapat dibayangkan (imagineable) atau nyata (real) dalam pikiran siswa. Suatu rekaan, permainan atau bahkan bentuk formal matematika bisa digunakan sebagai masalah realistik. Dalam PMRI, permasalahan realistik digunakan sebagai sumber pembelajaran (a source for learning).
PMRI mempunyai lima dasar aplikatif, yang sekaligus merupakan karakteristik PMRI, yaitu sebagai berikut.
1. Menggunakan konteks, artinya dalam PMRI lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa untuk menemukan suatu konsep baru, sifat-sifat baru, atau prinsip-prinsip baru.
2. Menggunakan model, artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak.
3. Menggunakan kontribusi siswa, artinya pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.
4. Menggunakan format interaktif, artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya.
(38)
20
5. Intertwinning, artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak (Suryanto, 2010: 44-45).
TIM PMRI juga merumuskan mengenai Standar PMRI yang meliputi, (1) Standar Guru PMRI (Standards for a PMRI teacher)
a) Guru memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang matematika dan PMRI serta dapat menerapkannya dalam pembelajaran matematika untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif,
A teacher has a repertoire of mathematics and PMRI didactics to develop a rich learning environment,
b) Guru memfasilitasi siswa dalam berpikir, berdiskusi, danbernegosiasi untuk mendorong inisiatif dan kreativitas siswa.
A teacher coaches students to think, discuss, and negotiate to stimulate initiative and creativity.
c) Guru mendampingi dan mendorong siswa agar berani mengungkapkan gagasan dan menemukan strategi pemecahan masalah menurut mereka sendiri.
A teacher guides and encourages students to express their ideas and find own strategies.
d) Guru mengelola kelas sedemikian sehingga mendorong siswa bekerja sama dan berdiskusi dalam rangka pengkonstruksian pengetahuan siswa.
A teacher manages class activities in such a way to support students’
(39)
21
e) Guru bersama siswa menyarikan (summarize) fakta, konsep, dan prinsip matematika melalui proses refleksi dan konfirmasi.
Teacher together with students summarize mathematics facts, concepts, principles through a process of reflection and confirmation.
(2) Standar Pembelajaran Menurut PMRI (Standards for aPMRI Lesson)
a) Pembelajaran dapat memenuhi tuntutan ketercapaian standar kompetensi dalam kurikulum.
PMRI lesson fulfill the accomplishment of competences as mentioned in the curriculum.
b) Pembelajaran diawali dengan masalah realistik sehingga siswa termotivasi dan terbantu belajar matematika.
PMRI lesson starts with realistic problem to motivate and help students learn mathematics.
c) Pembelajaran memberi kesempatan pada siswa mengeksplorasi masalah yang diberikan guru dan berdiskusi sehingga siswa dapat saling belajar dalam rangka pengkontruksian pengetahuan.
PMRI lesson gives students opportunities to explore and discuss given problems so that they can learn from each other and to promote mathematics concept construction.
d) Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep matematika untuk membuat pembelajaran lebih bermakna dan membentuk pengetahuan yang utuh.
PMRI lesson interconnects mathematics concepts to make a meaningful lesson and intertwining of knowledge.
(40)
22
e) Pembelajaran diakhiri dengan refleksi dan konfirmasi untuk menyarikan fakta, konsep, dan prinsip matematika yang telah dipelajari dan dilanjutkan dengan latihan untuk memperkuat pemahaman.
PMRI lesson ends with a confirmation and reflection to summarize learned mathematical facts, concepts, and principles and is followed by exercises to
strengthen students’ understanding.
2.1.4 Kemampuan Berpikir Kreatif
Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang sama sekali baru adalah hal yang hampir tidak mungkin, oleh karena itu kreativitas merupakan gabungan atau kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Sehingga (Munandar, 1999:47) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada. Ditinjau dari cara berpikir, kreativitas adalah kemampuan yang berdasarkan pada data atau informasi yang tersedia, untuk menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban (Munandar, 1999: 48). Selanjutnya (Munandar, 1999: 50) mengemukakan bahwa, kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan aspek-aspek kelancaran
(fluency), keluwesan (flexibility), dan orisinalitas dalam berpikir, serta
kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan.
Dalam operasi penilaiannya, proses identifikasi kreativitas dilakukan melalui analisis obyektif terhadap produk, pertimbangan subyektif oleh peneliti,
(41)
23
atau peneliti ahli, dan melalui tes. Dari penjabaran tersebut peneliti lebih berfokus melalui pertimbangan subyektif oleh peneliti serta melalui tes. Pengertian kemampuan berpikir kreatif (kreativitas) seperti yang telah dibahas di atas adalah pengertian kreativitas yang dikemukakan oleh para ahli psikologi. Pengertian kreativitas di atas masih sejalan pengertian kreativitas dalam matematik. Pengertian kreativitas dalam matematika adalah kemampuan berpikir kreatif dalam menyelesaikan masalah matematika. Kemampuan berpikir kreatif ini juga dicerminkan dalam empat aspek yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian, dan elaborasi dalam kajian bidang matematika.
Pandangan lain tentang berpikir kreatif diajukan oleh Krulik dan Rudnick (1999) dalam (Tatag : 2010), yang menjelaskan bahwa berpikir kreatif merupakan pemikiran yang bersifat keaslian dan reflektif dan menghasilkan suatu produk yang komplek. Berpikir tersebut melibatkan sintesis ide-ide, membangun ide-ide baru dan menentukan efektivitasnya. Juga melibatkan kemampuan untuk membuat keputusan dan menghasilkan produk yang baru. Krutetskii (1976) dalam (Tatag : 2010) memberikan indikasi berpikir kreatif, yaitu
(1) produk aktivitas mental mempunyai sifat kebaruan (novelty) dan bernilai baik secara subjektif maupun objektif;
( 2 ) proses berpikir juga baru, yaitu meminta suatu transformasi ide-ide awal yang diterimanya maupun yang ditolak;
(3) proses berpikir dikarakterisasikan oleh adanya sebuah motivasi yang kuat dan stabil, serta dapat diamati melebihi waktu yang dipertimbangkan
(42)
24
atau dengan intensitas yang tinggi.
Haylock dalam (Tatag : 2011) mengatakan bahwa berpikir kreatif selalu tampak menunjukkan fleksibilitas (keluwesan). Bahkan Krutetskii mengidentifikasi bahwa fleksibilitas dari proses mental sebagai suatu komponen dari kemampuan kreatif matematis dalam sekolah. Haylock menunjukkan kriteria sesuai tipe Tes Torrance dalam kreativitas, yaitu kefasihan (banyaknya respon-respon yang diterima), fleksibilitas (banyaknya berbagai macam respon yang berbeda), dan keaslian (kejarangan respon-respon dalam kaitan dengan sebuah kelompok pasangannya). Dalam konteks matematika, kriteria kefasihan tampak kurang berguna dibanding dengan fleksibilitas. Contoh, jika siswa diminta untuk membuat soal yang nilainya 5, siswa mungkin memulai dengan 6-1, 7-2, 8-3, dan seterusnya. Nilai siswa tersebut tinggi, tetapi tidak menunjukkan kreativitas. Fleksibilitas menekankan juga pada banyaknya ide-ide berbeda yang digunakan. Jadi dalam matematika untuk menilai produk divergensi dapat menggunakan kriteria fleksibilitas dan keaslian. Kriteria lain adalah kelayakan (appropriatness). Respon matematis mungkin menunjukkan keaslian yang tinggi, tetapi tidak berguna jika tidak sesuai dalam kriteria matematis umumnya. Contoh, untuk menjawab -4 - ( -4), seorang siswa menjawab -8 . Meskipun menunjukkan keaslian yang tinggi tetapi jawaban tersebut salah.
Silver (1997) dalam (Tatag: 2010) menjelaskan bahwa untuk menilai berpikir kreatif anak-anak dan orang dewasa sering digunakan “The Torance
(43)
25
dalam kreativitas menggunakan TTCT adalah kefasihan (fluency), fleksibilitas dan kebaruan (novelty). Kefasihan mengacu pada banyaknya ide-ide yang dibuat dalam merespon sebuah perintah. Fleksibilitas tampak pada perubahan-perubahan pendekatan ketika merespon perintah. Kebaruan merupakan keaslian ide yang dibuat dalam merespon perintah.
Gagasan ketiga aspek berpikir kreatif tersebut diadaptasi oleh beberapa ahli dalam matematika. Silver dalam (Tatag : 2010) meminta subjek untuk mengajukan masalah matematika yang dapat dipecahkan berdasar informasi-informasi yang disediakan dari suatu kumpulan cerita tentang situasi dunia nyata. Kefasihan mengacu pada banyaknya masalah yang diajukan, fleksibilitas mengacu pada banyaknya kategori- kategori berbeda dari masalah yang dibuat dan keaslian melihat bagaimana keluarbiasaan (berbeda dari kebiasaan) sebuah respon dalam sekumpulan semua respon. Getzel & Jackson dalam (Tatag : 2010) juga mengembangkan suatu tes untuk menilai kefasihan dan keaslian dari pemecahan masalah yang mempunyai jawaban beragam atau cara/pendekatan yang bermacam-macam. Dengan demikian kegiatan pengajuan dan pemecahan masalah yang meninjau kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan dapat digunakan sebagai sarana untuk menilai kreativitas sebagai produk berpikir kreatif individu
Untuk kajian selanjutnya berpikir kreatif diartikan sebagai suatu proses yang digunakan seseorang dalam mensintesis (menjalin) ide-ide, membangun ide-ide baru dan menerapkannya untuk menghasilkan produk yang baru secara fasih (fluency) dan fleksibel.
(44)
26
Silver dalam (Tatag : 2010) memberikan indikator untuk menilai berpikir kreatif siswa (kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan) menggunakan pengajuan masalah dan pemecahan masalah. Hubungan tersebut dapat digambarkan dalam tabel berikut.
Tabel 2.2
Hubungan pemecahan dan pengajuan masalah dengan komponen kreativitas
Berdasar kajian di atas, maka Tatag mendefinisikan tugas untuk menilai berpikir kreatif dalam matematika harus memenuhi bebarapa ciri sebagai berikut.
1. Berbentuk pemecahan masalah dan pengajuan masalah (Silver : 1997) 2. Bersifat divergen dalam jawaban maupun cara penyelesaian, sehingga
memunculkan kriteria fleksibilitas, kebaruan dan kefasihan. (Silver : 1997)
Pemecahan Masalah Komponen Pengajuan Masalah
Siswa menyelesaikan masalah dengan bermacam-macam interpretasi, metode penyelesaian atau jawaban masalah
Kefasihan
Siswa membuat banyak masalah yang dapat dipecahkan. Siswa berbagi masalah yang diajukan
Siswa memecahkan masalah satu cara, kemudian dengan menggunakan cara lain. Siswa mendiskusikan berbagai metode penyelesaian
Fleksibilitas
Siswa mengajukan masalah yang cara penyelesaiannya. Siswa menggunakan pendekatan
“what-if-not?” untuk mengajukan masalah. Siswa memeriksa
beberapa metode penyelesaian atau jawaban, kemudian membuat lainnya yang berbeda.
Kebaruan
Siswa memeriksa beberapa masalah yang diajukan, kemudian mengajukan suatu masalah yang berbeda.
(45)
27
3. Berkaitan dengan lebih dari satu pengetahuan/konsep matematika siswa sebelumnya dan sesuai dengan tingkat kemampuannya. Hal ini untuk memunculkan pemikiran divergen sebagai karakteristik berpikir kreatif.
4. Informasi harus mudah dimengerti dan jelas tertangkap makna atau artinya, tidak menimbulkan penafsiran ganda dan susunan kalimatnya menggunakan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Tingkat berpikir kreatif (TBK) ini terdiri dari 5 tingkat, yaitu tingkat 4 (sangat kreatif), tingkat 3 (kreatif), tingkat 2 (cukup kreatif), tingkat 1 (kurang kreatif), dan tingkat 0 (tidak kreatif). Teori hipotetik tingkat berpikir kreatif ini dinamakan draf tingkat berpikir kreatif. Tingkat berpikir kreatif ini menekankan pada pemikiran divergen dengan urutan tertinggi (aspek yang paling penting) adalah kebaruan, kemudian fleksibilitas dan yang terendah adalah kefasihan. Kebaruan ditempatkan pada posisi tertinggi karena merupakan ciri utama dalam menilai suatu produk pemikiran kreatif, yaitu harus berbeda dengan sebelumnya dan sesuai dengan permintaan tugas Fleksibilitas ditempatkan sebagai posisi penting berikutnya karena menunjukkan pada produktivitas ide (banyaknya ide-ide) yang digunakan untuk menyelesaikan suatu tugas. Kefasihan lebih menunjukkan pada kelancaran siswa memproduksi ide yang berbeda dan sesuai permintaan tugas.
(46)
28
Tatag menyusun draf tingkat berpikir kreatif yang dapat dilihat pada tabel 2.3 Tabel 2.3
Draff tingkat berpikir kreatif Tingkat Berpikir
Kreatif
Draff Tingkat Kerpikir Kreatif TBK 4
(Sangat Kreatif)
Siswa mampu menyelesaikan suatumasalah dengan lebih dari satu alternative jawaban maupun cara penyelesaian dan membuat masalah yang berbeda-beda dengan lancar (fasih) dan fleksibel. Dapat juga siswa hanya mampu mendapat satu jawaban yang baru (tidak biasa dibuat siswa pada tingkat berpikir umumnya) tetapi dapat menyelesaikan dengan berbagai cara (fleksibel).
TBK 3 (Kreatif)
Siswa mampu menunjukkan suatu jawaban yang baru dengan fasih, tetapi tidak dapat menunjukkan cara berbeda (fleksibel) untuk mendapatkannya atau dapat menunjukkan cara yang berbeda (fleksibel) untuk mendapatkan jawaban yang beragam, meskipun jawaban tersebut tidak baru. Selain itu, siswa dapat membuat masalah yang berbeda (baru) dengan lancar (fasih) meskipun cara penyelesaian masalah itu tunggal atau dapat membuat masalah yang beragam dengan cara penyelesaian yang berbeda-beda, meskipun masalah tersebut tidak baru.
TBK 2 (Cukup Kreatif)
Siswa mampu membuat satu jawaban atau masalah yang berbeda dari kebiasaan umum (baru) meskipun tidak dengan fleksibel ataupun fasih, atau mampu menunjukkan berbagai cara penyelesaian yang berbeda meskipun tidak fasih dalam menjawab maupun membuat masalah dan jawaban yang dihasilkan tidak baru.
TBK 1 (Kurang Kreatif)
Siswa tidak mampu membuat jawaban atau membuat masalah yang berbeda (baru), dan tidak dapat menyelesaikan masalah dengan cara berbeda-beda (fleksibel), tetapi mampu menjawab atau membuat masalah yang beragam (fasih) TBK 0
(Tidak Kreatif)
Siswa tidak mampu membuat alternative jawaban maupun cara penyelesaian atau membuat masalah yang berbeda dengan lancar (fasih) dan fleksibel.
(47)
29
2.1.5 Pembelajaran Ekspositori
Model pembelajaran ekspositori merupakan kegiatan mengajar yang terpusat pada guru (Dimyati & Mudjiono, 2002: 172). Pembelajaran cenderung bersikap memberi atau menyerahkan pengetahuan dari guru kepada siswa dan membatasi jangkauan siswa. Dengan demikian siswa terbatas dalam mengungkapkan pendapat, pasif dan bergantung pada guru, sehingga keberhasilan sangat bergantung pada keterampilan dan kemampuan guru.
Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran dimana cara penyampaian materi dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab (Suyitno, 2004: 4). Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan proses belajar, termasuk dalam menilai kemajuan belajar siswa.
Peranan guru dalam pembelajaran ekspositori sebagai berikut: (1) penyusun program pembelajaran,
(2) pemberi motivasi yang benar (3) pemberi fasilitas belajar yang baik,
(4) pembimbing siswa dalam pemerolehan informasi yang benar, dan (5) penilai pemerolehan informasi
Sedangkan, peranan siswa dalam pembelajaran ekspositori sebagai berikut: (1) pencari informasi yang benar,
(48)
30
(3) menyelesaikan tugas sehubungan dengan penilaian guru (Dimyati, 2002: 173).
Terdapat beberapa kelebihan dalam pembelajaran ekspositori antara lain sebagai berikut.
a) Dapat menampung kelas besar, setiap siswa mempunyai kesempatan aktif yang sama.
b) Bahan pelajaran diberikan secara urut oleh guru.
c) Guru dapat menentukan terhadap hal-hal yang dianggap penting.
d) Guru dapat memberikan penjelasan-penjelasan secara individual maupun klasikal.
Sedangkan kekurangan dari pembelajaran ekspositori sebagai berikut. a) Tidak menekankan penonjolan aktivitas fisik dan aktivitas mental siswa. b) Kegiatan terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). c) Pengetahuan yang didapat dengan metode ekspositori cepat hilang.
Kepadatan konsep dan aturan-aturan yang diberikan dapat berakibat siswa tidak menguasai bahan pelajaran yang diberikan (Diyah, 2007: 32)
Langkah-langkah dalam penerapan pembelajaran ekspositori sebagai berikut.
(1) Persiapan (preparation), yaitu mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran
(2) Penyajian (presentation), yaitu menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan.
(49)
31
(3) Korelasi (correlation), yaitu menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.
(4) Menyimpulkan (generalization), yaitu memahami inti (core) dari materi pelajaran yang telah disajikan.
(5) Penerapan (application), yaitu menggunakan konsep-konsep dan pengetahuan yang telah diperoleh dalam penyelesaian masalah (Sanjaya, 2007: 185).
2.1.6 Konservasi Budaya
Budaya merupakan salah satu aspek nilai yang terkandung dalam Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, budaya sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Sehingga dapat dikatakan budaya merupakan aspek yang perlu dilestarikan, dijaga, serta dimanfaaatkan dalam suatu proses pembelajaran di sekolah. Penekanan pada pendidikan budaya tersebut akan memberikan penanaman karakter dalam diri siswa. Beberapa diantaranya adalah karakter
(50)
32
1. Kreatif yaitu Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
2. Rasa ingin tahu yaitu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
3. Semangat kebangsaan yaitu Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
4. Cinta tanah air yaitu Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
5. Peduli lingkungan yaitu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi
Soeroso juga menyatakan bahwa Faktor-faktor penting dalam konservasi kebudayaan lokal adalah :
(1) Dalam hal faktor wujud kebudayaan, perlu menjaga silaturahmi antar warga (untuk menciptakan suasana kondusif), mengedepankan spiritualisme dalam bentuk pendidikan dan keimanan, melibatkan peran seluruh elemen masyarakat untuk menghargai seni-budaya, melakukan pengenalan budaya Jawa sejak dini sekaligus menggalakkan penggunaan bahasa Jawa pada acara non formal, mencari
(51)
33
stimulant yang dapat mengimbangi kemajuan teknologi dengan merevitalisasi adat-istiadat ritual kebudayaan Jawa, serta melakukan komunikasi yang sehat antar sesame warga. (2) Dalam hal fisik kebudayaan perlu digali kembali nilai-nilai yang terkandung di dalam kesenian masyarakat, menjaga progresivitas di dalam melakukan olah seni, memodifikasi cara penyelenggaraan dan pembelajaran seni pertunjukan, pelestarian heritage, mempertahankan penggunaan busana dengan motif batik dan lurik, menjaga kedisiplinan, ketertiban, keteraturan dan tata-krama, serta pelestarian seni tari tradisional dan kerawitan. (3) Perlu penerapan dua kebijakan penting yaitu edukasi baik kognitif, afektif dan konatif serta mencari stimulan yang dapat menangkal invasi teknologi barat. Soeroso dalam (Bapedda Yogyakarta: 2008) Penekanan terdapat pada poin 2 dan 3 telah tergambarkan bahwa perlunya heritage (pelestarian) kebudayaan lokal sehingga tidak terpengaruh oleh budaya asing.
2.1.7 Permainan Tradisional
Menurut Wijaya (2009) permainan merupakan kontes antar pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-aturan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Ada empat komponen utama dalam sebuah permainan antara lain sebagai berikut.
1. Pemain: pemain adalah orang yang terlibat secara langsung dalam suatu permainan (orang yang bermain).
2. Lingkungan tempat berinteraksi: permainan memiliki lingkungan yang dipergunakan pemain sehingga permainan dapat berjalan dengan baik.
(52)
34
3. Aturan Permainan: permainan harus memilki aturan yang diikuti oleh setiap pemain sehingga permainan dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadi pelanggaran.
4. Tujuan yang ingin dicapai; tujuan dalam permainan merupakan suatu sentral dalam permainan. Setiap permainan mempunyai sebuah tujuan yang harus dicapai oleh setiap pemain.
Permainan dapat digunakan sebagai media dalam belajar siswa. Permainan sebagai media bertujuan untuk membantu siswa dalam belajar secara mandiri dan menciptakan suasana rekretatif bagi siswa sehingga belajar lebih menarik dan dapat meningkatkan minat belajar siswa.
Sebagai media belajar permainan mempunyai beberapa kelebihan antara lain sebagai berikut.
1. Permainan merupakan kegiatan yang menyenangkan dan menghibur sehingga siswa tertarik untuk belajar sambil bermain,
2. Siswa berpartisipasi untuk belajar, 3. Siswa mendapatkan umpan balik,
4. Permainan menyesuaikan kondisi siswa dan dapat dilakukan di luar kelas, dan 5. Permainan umumnya mudah dilakukan.
Sebagaimana halnya media-media yang lain, permainan mempunyai kelemahan atau keterbatasan yang patut untuk dipertimbangkan, antara lain sebagai berikut.
1. Permainan yang bersifat rumit memerlukan banyak waktu untuk menjelaskan, 2. Permainan tidak dapat diadopsi dalam semua materi,
(53)
35
3. Siswa yang kurang menguasai aturan permainan dapat menimbulkan kericuhan, dan
4. Siswa yang tidak menguasai materi dengan benar akan mengalami kesulitan dalam bermain.
Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan emosional, fisik, sosial, dan nalar mereka. Seorang siswa dapat belajar meningkatkan toleransi terhadap kondisi yang secara potensial dapat menimbulkan frustrasi melalui interaksinya dengan permainan. Secara fisik, bermain memberikan peluang bagi anak untuk mengembangkan kemampuan motoriknya. Siswa juga belajar berinteraksi secara sosial, berlatih untuk saling berbagi dengan orang lain, meningkatkan tolerasi sosial, dan belajar berperan aktif untuk memberikan kontribusi sosial bagi kelompoknya. Siswa juga berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan nalarnya, karena melalui permainan serta alat-alat permainan siswa belajar mengerti dan memahami suatu gejala tertentu.
Misbach (2006) Permainan Tradisional yang ada di berbagai belahan nusantara ini dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, seperti :
1. Aspek motorik : Melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar, motorik halus.
2. Aspek kognitif : Mengembangkan maginasi, kreativitas, problem solving, strategi, antisipatif, pemahaman kontekstual.
3. Aspek emosi : Katarsis emosional, mengasah empati, pengendalian diri 4. Aspek bahasa : Pemahaman konsep-konsep nilai
(54)
36
5. Aspek sosial : Menjalin relasi, kerjasama, melatih kematangan sosial dengan teman sebaya dan meletakkan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi berlatih peran dengan orang yang lebih dewasa/masyarakat.
6. Aspek spiritual : Menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat Agung (transcendental)
7. Aspek ekologis : Memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara bijaksana
8. Aspek nilai/moral : Menghayati nilai-nilai moral yang diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya
Pemanfaatan permainan (tradisional) untuk pembelajaran matematika sangat sesuai dengan pendekatan pendidikan matematika realistik. Permainan (tradisional) merupakan suatu fenomena sehari-hari yang relatif familiar bagi mayoritas siswa, sehingga penggunaan permainan (tradisional) untuk pembelajaran merupakan suatu bentuk phenomenological exploration. Penggunaan permainan (tradisional) juga sesuai dengan karakteristik pendidikan matematika realistik yang keempat, yaitu interactivity. Penggunaan permainan (tradisional) dalam pembelajaran juga sesuai dengan Experiential Learning
Theory - yang dicetuskan oleh David Kolb – yang menekankan pembelajaran
berbasis pengalaman. Berbagai penelitian telah dilaksanakan untuk mengkaji pemanfaatan permainan untuk pembelajaran, tetapi penelitian-penelitian tersebut lebih menekankan pada permainan berbasis teknologi, khususnya berbasis komputer. Walaupun kurikulum di Indonesia sudah menekankan pengenalan
(55)
37
teknologi komputer dan informasi sejak tingkat Sekolah Dasar, keterbatasan fasilitas khususnya di daerah pedesaan kurang mendukung penerapan pembelajaran berbasis permainan komputer secara luas. Oleh karena itu, penggunaan permainan tradisional bisa menjadi solusi pengembangan pembelajaran berbasis permainan. Di Indonesia terdapat berbagai macam permainan tradisional yang memuat unsur-unsur pendidikan dan juga berkaitan dengan konsep-konsep ilmu pengetahuan.
Contoh permainan tradisional yang dapat digunakan untuk pembelajaran matematika adalah:
1. Permainan gundu atau kelereng untuk pembelajaran tentang pengukuran, khususnya tentang perbandingan panjang.
2. Permainan patil lele atau benthik untuk pembelajaran tentang pengukuran panjang dan pengenalan konsep pecahan
3. Permainan dakon untuk pembelajaran tentang operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, dll (Wijaya : 2009)
Dalam penelitian ini akan digunakan permainan tradisional dakon, dakon akan digunakan sebagai media pembelajaran pada materi bilangan bulat. Dakon merupakan permainan tradisional yang telah dimainkan secara turun temurun. Permainan dakon adalah suatu permainan tradisional. Permainan ini dimainkan oleh 2 orang, permainan ini terdiri dari 16 lubang, 2 diantara lubang tersebut merupakan lubang penampung, lubang ini berada disisi paling kiri dari pemain, memerlukan sebuah papan dan biji kerang sejumlah 98, pada awal permainan masing-masing lubang diisi 7 kecuali lubang penampung. Akan tetapi dalam
(56)
38
pengunaan dakon sebagai media pembelajaran pada penelitian yang dilakukan, mengalami modifikasi menjadi 1 set permainan dakon yang terdiri dari :
1) Papan dakon
Papan dakon yang digunakan seperti permainan dakon pada umumnya, dengan desain sebagai berikut :
Gambar 2.1 Desain papan dakon
Papan dakon tersebut mempunyai 14 lubang dengan diameter 7 cm, yang berjajar 7 tiap barisnya. dan 2 lubang utama yang lebih besar yang terletak di samping. Ukuran papan dakon adalah panjang 50 cm dan lebar 15 cm. papan dakon dapat dibuat dari kertas karton dengan digambar lingkaran sebagai lubangnya atau dengan membeli mainan dakon yang djual dipasaran.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 2 jenis papan dakon, yaitu papan dakon yang terbuat dari kertas dan papan dakon yang terbuat dari plastik yang dijual dipasaran
2) Biji dakon
Dalam alat peraga ini, biji dakon yang digunakan tidak seperti biji dakon yang digunakan sebagai permainan dakon pada umumnya yang menggunakan biji dakon 1 jenis. Tetapi dimodifikasi menjadi menggunakan biji dakon 2 jenis yang berbeda warna. dengan ukuran sebesar biji bunga matahari. Biji tersebut dapat
(57)
39
dibuat dari Biji buah sirsak, Batu-batuan kerikil, Sedotan minuman yang dipotong dengan panjang 1 cm
Dengan mempertimbangkan efisiensi serta efektifitas dalam pembuatan biji dakon, maka dalam penelitian ini digunakan biji dakon yang terbuat dari sedotan minuman dengan 2 warna berbeda dan dipotong dengan ukkuran panjang 1 cm. biji yang digunakan adalah 50 buah untuk masing-masing warna.
Gambar 2.2 Biji dakon
2.1.8 Kualitas Pembelajaran
Berdasarkan strategi yang digunakan dalam pembelajaran, dapat diukur kualitas pembelajaran dengan pengamatan yang dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Pengamatan tersebut harus memenuhi indikator kualitas pembelajaran. Indikator tersebut menyangkut 3 dimensi strategi yakni (1) strategi penyampaian pembelajaran, (2) strategi pengorganisasian pembelajaran (3) strategi pengolahan pembelajaran (Uno : 2011). Dimensi tersebut dijabarkan kedalam indikator yang terdapat pada tabel berikut.
(58)
40
Tabel 2.4
Dimensi dan indikator kualitas pembelajaran Dimensi Kualitas
Pembelajaran Indikator Perbaikan kualitas pembelajaran Strategi
pengorganisasian pembelajaran
Menata bahan ajar secara keseluruhan
Menata bahan ajar setiap kali pertemuan
Memberikan pokok materi yang akan di ajarkan
Membuat rangkuman materi yang di ajarkan
Menetapkan materi yang akan dibahas bersama
Memberikan tugas mandiri
Membuat format penilaian ataspenguasaan materi
Strategi penyampaian pembelajaran
Menggunakan berbagai metode dalam penyampaian pembelajarab
Mengguunakan berbagai media dalam pembelajaran
Menggunakan berbagai teknik dalam pembelajaran Strategi pengelolaan
pembelajaran
Memberikan motivasi atau menarik perhatian
Menjelaskan tujuan pembelajaran
Mengingatkan kompetensi prasyarat
Memberikan stimuslus
Memberikan petunjuk belajar
Menimbulkan penampilan siswa
Memberikan umpan balik
Melakukan penilaian selama proses mengajar
menyimpulkan
2.1.9 Uraian Singkat Materi Bilangan Bulat
Materi dalam penelitian in mengenai materi pokok bilangan bulat adalah operasi bilangan bulat yang liputi penjumlahan bilangan bulat, serta pengurangan bilangan bulat. Penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif, Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif, Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif.
(59)
41
1. Sistem Bilangan Bulat
Ingat kembali mengenai beberapa himpunan bilangan, himpunan bilangan diantaranya adalah :
a. Himpunan bilangan asli = {1,2,3,4,…} atau N = {1,2,3,4,…} b. Himpunan bilangan cacah = {0,2,3,4,…} atau C = {0,1,2,3,4,…}
c. Himpunan bilangan bulat = {..., -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, …} atau Z = {.., -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, …}
Himpunan bilangan bulat terdiri dari
a) Himpunan bilangan bulat positif = {1, 2, 3, 4, …}. b) Himpunan bilangan bulat negatif = {…, -4, -3, -2, -1}. c) Himpunan bilangan nol = {0}.
Himpunan bilangan bulat : {…, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, …} dapat di gambarkan pada suatu garis bilangan berikut
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
Dari garis bilangan di atas, makin kkanan suatu bilangan maka makin besar nilainya dan digunakan lambang “>” yang dibaca lebih dari. Dari garis bilangan di atas, makin ke kiri suatu bilangan maka makin kecil nilainya dan digunakan lambang “<” yang dibaca kurang dari.
Contoh 1 : (i) 2 < 4 (ii) -1 < 2 (iii) -4 < -1
(60)
42
(iv) 0 > -2
Selanjutnya dengan garis bilangan dan tanda yang telah disepakati (kurang dari serta lebih dari) akan diperoleh interval bilangan bulat dan dapat didefinisikan angka berapa saja yang terdapat dalam interval tersebut.
Contoh 2:
Tentukan himpunan bilangan bulat pada interval -2 < x < 4 Penyelesaian:
Dengan melihat garis bilangan, kita dapat menentukan interval tersebut
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
Himpunan yang memenuhi interval adalah {-1, 0, 1, 2, 3} 2. Operasi bilangan bulat
a) Operasi Penjumlahan
Pada operasi penjumlahan akan diberikan pengetahuan mengenai : 1) Penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif
Contoh : 103 + 178 = 281
2) Penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif Contoh : -59 +34 = -25
3) Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif Contoh : -34 + (-69) = -103
Dalam operasi penjumlahan bilangan bulat berlaku sifat-sifat: 1. Sifat tertutup
(61)
43
2. Sifat asosiatif
Bila a,b, c є Z, maka (a + b) + c = a + ( b + c ) 3. Unsur identitas
Bila a є Z, maka a + 0 = a, dan 0 + a = asehingga 0 “nol” merupakan unsur identitas penjumlahan
b) operasi pengurangan
seperti hal nya dengan penjumlahan, pada operasi pengurangan akan diberikan pengetahuan mengenai :
1. Pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif Contoh : 30 - 17 = 13
2. Pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif Contoh : 34 – (-17) = 51
3. Pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif Contoh: -53 – 20 = - 63
4. Pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif Contoh : -14 - (-29) = 25
Dalam operasi pengurangan bilangan bulat berlaku sifat-sifat: 1. Sifat tertutup
Bila a,b є Z, maka a - b є Z 2. Sifat asosiatif
(62)
44
Contoh soal yang digunakan sebagai tugas kelompok, kuis, serta tes kemampuan berpikir kreatif
1. Contoh Soal Operasi Penjumlahan
Contoh 1 : Apakah 200 merupakan hasil dari 63 + 29 +17 + 51 +16 +24 ? (jelaskan alasan jawaban disertai proses penyelesaiannya)
Penyelesaian :
63 + 29 +17 + 51 +16 +24
= (63 + 17) + (29 + 51) + (16+24) = 80 + 80 + 40
=160 + 40 =200
2. Contoh Soal Operasi Pengurangan
Jika 100 adalah penyelesaian dari 195 - 27 –15 – p, serta -80 penyelesaian dari 75-55- p – 47 , maka apakah 8 merupakan hasil dari 38 – p – 7(jelaskan alasan jawaban disertai proses penyelesaiannya).
Penyelesaian 2 :
195 - 27 – 15 – p =100
(195 – 15) – 27 – p = 100 170 – 27 – p = 100 170 – 100 – 27 = p
70 – 27 = p
p = 53
75- 55 - p – 47 = -80 (75-55) – p – 47 = -80 20 + 80 – 47 = p 100 – 47 = p P = 53
maka hasil dari 38 – p – 7 = 38 – 53 – 7 = -25 – 7 = -33
Penyelesaian telah memenuhi aspek kefasihan (siswa mencoba membuat penyelesaian yang baru), fleksibilitas (penyelesaian bisa digunakan untuk masalah lain), kebaruan (cara yang digunakan siswa belum digunakan pada proses pembelajaran).
Penyelesaian telah memenuhi aspek kefasihan (siswa mencoba membuat penyelesaian yang baru), fleksibilitas (penyelesaian bisa digunakan untuk masalah lain), kebaruan (cara yang digunakan siswa belum digunakan pada proses pembelajaran).
(63)
45
3. Contoh Soal Operasi Penjumlahan serta Pengurangan
Contoh 3 : -45 + 32 – 82 + 65 = x serta -40 + (-53) – (-13) +50 = y , jika pernyataan “x dan y bernilai sama”, benarkah pernyataan tersebut?
(jelaskan alasan jawaban disertai proses penyelesaiannya). Penyelesaian 3 :
-45 + 32 – 82 + 65 = x
x = -45 + 32 – 82 + 65
= 65 – 45 + 32 – 82 = 20 – 50 = -30
-40 + (-53) – (-13)+50 = y
y = -40 + (-53) – (-13) + 50
= -40 – 53 + 13 + 50
= 50 – 40 +13 – 53 = 10 – 40 = -30
Maka nilai x dan y tidak sama
4. Contoh soal terapan dalam masalah Sehari-hari :
Suatu hari saya membantu ayah menjual baju batik. Baju batik tersebut terdapat 3 jenis, yaitu batik parang, batik mega mendung, sidomukti. Banyak batik parang 17 buah, batik mega mendung 27 buah, batik sidomukti 32 buah. Pada hari pertama terjual batik parang 10 dan mega mendung 15. Pada hari kedua terjual batik parang 4 dan batik sidomukti 23. Berapakah banyaknya masing-masing jenis batik yang masih belum terjual?
Penyelesaian telah memenuhi aspek kefasihan (siswa mencoba membuat penyelesaian yang baru), fleksibilitas (penyelesaian bisa digunakan untuk masalah lain), kebaruan (cara yang digunakan siswa belum digunakan pada proses pembelajaran).
(64)
46
Penyelesaian 1 :
Jenis batik
Banyak Hari
pertama
Hari kedua
Sisa
Parang 17 10 4 17- 10 – 4 = 3
Mega mendung
27 15 0 27 – 15 – 0 = 12 Sido mukti 32 0 23 32 – 0 – 23 = 9
Penyelesaian 2 :
Jenis batik Banyak Hari pertama Hari kedua Jumlah penjualan Sisa
Parang 17 10 4 10 + 4 = 14 17 – 14 = 3 Mega
mendung
27 15 0 15 + 0 = 15 27 – 15 = 12 Sido mukti 32 0 23 0 + 23 = 23 32 – 23 = 9
2.2
Kerangka Berpikir
Dalam materi pokok operasi bilangan bulat yang dipelajari oleh siswa kelas VII semester 1 dibutuhkan sebuah kematangan untuk memahami konsep, mengaplikasikan konsep, serta menyelesaikan masalah yang ada pada materi tersebut. Dalam pembelajaran ini ditekankan perlunya sebuah kemampuan untuk memecahkan masalah yang baru yang terdapat dilingkungan sekitar siswa. Kemampuan tersebut merupakan aspek kemampuan berpikir kreatif siswa, (Silver :1997) dalam (Tatag : 2011) memberikan indikator untuk menilai berpikir kreatif siswa (kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan) menggunakan pengajuan masalah dan pemecahan masalah.
Selain hasil belajar siswa pada aspek Kemampuan berpikir Kreatif dapat memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), kemampuan berpikir kreatif tinggi diharapkan sebagai hasil dari pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu
(1)
242
(2)
243
(3)
244
Post test dan Pre Test eksperimen
(4)
245
Post test dan Pre Test kontrol
(5)
246 Lampiran 64
CONTOH HASIL TES KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF Contoh penyelesaian soal nomor 1
Siswa dengan kemampuan berpikir kreatif rendah
Siswa dengan kemampuan berpikir kreatif sedang
(6)
247 Contoh penyelesaian soal nomor 2
Siswa dengan kemampuan berpikir kreatif rendah
Siswa dengan kemampuan berpikir kreatif sedang