G-20 sebagai “pedang” negara-negara G-7 dan WTO

28 mengandalkan pada komitmen-komitmen G-20, tetapi harus mencari cara lain untuk membangun kekuatan nasional untuk memajukan kesejahteraan rakyatnya. Aktivis-aktivis LSM mengkritik KTT Seoul atas kegagalannya untuk menunjukan komitmen serius dalam menangani isu-isu non finansial termasuk pengentasan kemiskinan dan untuk membantu anak-anak dan pekerja-pekerja yang miskin. Meskipun KTT Toronto telah mengadopsi komitmen terhadap pengentasan kemiskinan termasuk memperkenalkan kebijakn pajak transaksi finansial yang inovatif. 35 Pajak transaksi finansial telah diakui sebagai cara yang mungkin untuk “membantu menjamin pendanaan yang dibutuhkan bagi pengurangan kemiskinan dan pencapaian Millenium Development Goals dan membantu negara-negara dengan pendapatan rendah dalam mengatasi dampak perubahan iklim pada saat di mana defisit fiskal mereka mulai mengancam aliran bantuan.” 36 IMF telah menunjukan feasibilitas teknis mekanismenya dan komite ekspert telah menulis laporan menyangkut feasibilitasnya pada tahun 2009.

3. G-20 sebagai “pedang” negara-negara G-7 dan WTO

Kritik ketiga melihat bahwa G-20 merupakan instrumen G-7 untuk mempertahankan hegemoninya dalam pembentukan dan berfungsinya global economic governance pasca krisis finansial. Negara-negara G-7 mendikte keputusan-keputusan dalam G-20 yang lebih mencerminkan tradisi pengaturan yang selama ini telah disepakati dan diterapkan oleh negara- negara G-7. Dengan G-20, negara-negara non anggota G-7 dibuat terikat dalam suatu sistem yang menguntungkan negara-negara anggota G-7. G-20 memiliki fokus pada sejumlah komitmen yang membuat G-7 dapat mengurangi defisit dalam anggaran mereka. 37 Dalam hal pemimpin-pemimpin negara dalam G-7 gagal menggolkan inisiatifnya di forum multilateral lain, pemimpin-pemimpin negara maju 35 http:www.korea.net. Diakses tanggal 19 Nopember 2010. 36 Dennis Howlett, Please Keep pushing on the financial transaction Tax G-20 Sherpa telss civil society, http:www.makepovertyhistory.ca. diakses tanggal 19 Nopember 2010. 37 Lihat kritik director Institute of development Studies, http:www.ids.ac.ukgo newsG-8-and-G-20--growth-will-improve-life-of-the-poorest diakses tanggal 2 Agustus 2010. 29 menjadikan forum G-20 untuk mendapat dukungan bagi inisiatif mereka untuk mencapai tujuan tersebut. Ini misalnya terlihat nyata terkait dengan buntunya perundingan putaran DOHA WTO. Pemimpin-pemimpin G-7 mengajak anggota G-20 lain untuk menyusun komitmen bersama menggolkan kepentingannya. Ini dapat dengan mudah dilihat pada komunike-komunike pemimpin G-20 yang mengulang-ulang keinginan mereka bagi kesuksesan putaran DOHA. 38 Pandangan ini misalnya dieskpresikan oleh salah satu responden dari LSM nasional: “…, ini sebetulnya G-20 ini seperti pedangnya WTO. Jadi semua kebijakan WTO yang tidak disepakati secara multilateral, itu kemudian dibicarakan lagi di G-20 dan diditeilkan dan menjadi otoritatif untuk dilaksanakan oleh anggota G-20. Kalau anggota-anggota G-20 melaksanakan itu, negara-negara lain yang GDP nya rendah itu mau buat apa. Mereka tidak bisa melakukan hubungan dagang dengan negara-negara anggota G-20, kalau mereka tidak punya undang-undang yang menerapkan apa yang ada di dalam substansi kesepakatan WTO. Ya itu G-20 itu sebetulnya hanya salah satu ini aja, bukan hanya perpanjangan tangan, itu ini kok palu untuk menjalankan kebijakan. Jadi kalau perhatikan misalnya kesepakatan-kesepakatan WTO yang sampai sekarang tidak disepakati secara multilateral oleh anggota-anggotanya, itu di G-20 sudah ada itu, pelan-pelan....” 39

4. G-20 sebagai organisasi tandingan kerjasama multilateral yang legitimate