LSM sebagai sektor ketiga dalam G-20: Potensial tetapi terfragmentasi

113 Dalam perkembangan terkini, LSM banyak diakui sebagai aktor dalam hubungan internasional. Argumen pertama, LSM kini menyoroti aneka “masalah-masalah keamanan non-tradisional”. Seperti layaknya negara, LSM sebagai aktor yang sah dalam Hubungan Internasional diyakini mampu menangani semua isu mulai dari isu lingkungan, migrasi tenaga kerja, perdagangan senjata ilegal, kemiskinan, wabah penyakit, hingga perkembangan ekonomi terkini. Argumen lain untuk mengesahkan peran LSM sebagai aktor hubungan internasional adalah keyakinan bahwa LSM muncul untuk mengubah sistem internasional dengan meningkatkan kesadaran masyarakat serta menanamkan moral dan nilai-nilai global. Pada akhirnya, LSM muncul sebagai “gerakan sosial baru” di mana negara akan diambil oleh masyarakat sipil global. Peran LSM sebagai aktor internasional dimulai dari asumsi dasar bahwa negara yang seharusnya menjadi penjamin utama berbagai hak warga keamanan, kepemilikan, akses menuju kesejahteraan, kebebasan berekspresi, berorganisasi, berpolitik, dsb pada saat yang bersamaan ternyata menjadi ‘penghancur’ hak-hak ini. Saat negara menghancurkan atau menolak hak-hak ini, kelompok lokal dan individu akan mencari jaringan untuk menyuarakan keprihatinan mereka.

b. LSM sebagai sektor ketiga dalam G-20: Potensial tetapi terfragmentasi

Masyarakat sipil telah memberikan perhatian serius pada proses G-20 yang jelas menunjukkan dominasi peran negara dalam menetapkan fungsi pasar dalam arsitektur finansial global. Berbagai organisasi seperti Global Campaign for Education, Save the Children, Oxfam, WWF, Actionaid, World Vision, Greenpeace, dan ITUC mengambil peran terkemuka dalam mengamati proses G-20. Alasan utama keterlibatan mereka adalah bahwa isu yang diangkat dalam G-20 adalah isu global yakni krisis ekonomi global. Karena forum ini berada pada tingkat ‘elit’ atau aktor negara, keputusan dari forum ini akan memengaruhi tatanan ekonomi global dan akhirnya berimbas pada seluruh penduduk dunia. Itu sebabnya aneka LSM ini aktif menyuarakan aneka pembenahan dan kritik terkait proses dan hasil keputusan G-20. Media dan kaum akademisi sebagai bagian dari masyarakat sipil pun turut menyuarakan aspirasinya terhadap format, isu yang diangkat, dan hasil kesepakatan G-20. 114 Kedua tipologi LSM yakni LSM Pembangunan seperti WWF dan LSM Gerakan seperti Global Campaign for Education, Save the Children, dan Greenpeace sama-sama mengambil bagian dalam menyikapi G-20. Dalam hal ini, LSM Gerakan yang menggunakan metoda kegiatan berupa advokasi pendampingan, litigasi, kampanye, protes, demonstrasi, dan sejenisnya nampak lebih dominan dalam pemberitaan media massa daripada LSM Pembangunan. Penelitian ini menemukan bahwa suara LSM Gerakan dalam G-20 terbagi menjadi dua bagian besar. Pertama adalah LSM Gerakan yang masih berharap G-20 dapat menyuarakan kepentingan rakyat dan perimbangan negara maju- negara berkembang. Mereka menitikberatkan poin-poin keberatan khusus agar G-20 dapat memperbaiki diri. LSM Gerakan jenis kedua adalah LSM Gerakan yang memandang G-20 sebagai antek-antek kapitalisme. LSM Gerakan jenis pertama misalnya Global Campaign for Education yang menyuarakan agar G-20 dapat menitikberatkan sektor pendidikan sebagai rencana jangka panjang berkelanjutan bagi upaya pembangunan. Save the Children pun menyuarakan agar G-20 memperluas dampak mereka sebagai sebuah forum dengan mendukung program-program Tujuan Pembangunan Milenium khususnya poin mengenai angka kematian ibu dan anak. 170 LSM Gerakan yang lain mentah-mentah menolak legitimasi G-20 sebagai forum global ditunjukkan oleh Gerakan Rakyat Lawan Neokolonialisme- Imperialisme GERAK LAWAN dari Indonesia yang merupakan gabungan LSM seperti Serikat Petani Indonesia, Serikat Buruh Indonesia, Koalisi Anti Utang, Institute for Global Justice, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, dan Sarekat Hijau Indonesia. Mereka menyatakan bahwa G-20 tidak memiliki legitimasi sebagai forum pengambilan keputusan untuk rakyat di seluruh dunia 171 LSM yang merespon G-20 adalah mereka yang secara khusus peduli pada peningkatan produktivitas micro-enterprise development, pengarusutamaan 170 NGO Response to the G-20 summit. The Sherpa The Summits. http:www. sherpatimes.comG-8185-ngo-responses-to-the-G-20-summit.html. . Diakses tanggal 29 Juli 2010. 171 Masyarakat Sipil Indonesia Mengutuk Pertemuan G-20 di London. http:www. satudunia.net?q=contentmasyarakat-sipil-indonesia-mengutuk-pertemuan-g- 20-di-london. diakses tanggal 29 Juli 2010. 115 mainstreaming, dan pendampingan advocacy. Peran peningkatan produktivitas dan pendampingan lebih banyak dilakukan oleh LSM Pembangunan yang pemberitaannya dalam media cenderung tidak terlalu bergaung. Peran pengarusutamaan yang bertujuan membawa isu spesifik atau isu lokal menjadi isu internasional adalah peran LSM yang paling mengemuka dalam G-20. LSM Gerakan seperti GERAK LAWAN mempertanyakan legitimasi G-20 sementara LSM lainnya bergerak dalam pengarusutamaan pada arena masing-masing mulai dari seruan agar G-20 dapat menciptakan tatanan lembaga keuangan dunia yang lebih adil, penghapusan utang, hingga seruan-seruan khusus seperti peningkatan perhatian di bidang pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup. Contoh lain dari peran pengarusutamaan yang dilakukan LSM adalah dengan menyoroti alokasi keuangan dan pengeluaran tracking budget allocations, transfer and expenditure. 172 Dalam hal ini, GERAK LAWAN menuntut pemerintah khususnya presiden SBY agar G-20 tidak menjadi ajang penciptaan utang baru yang merugikan rakyat dan menjadi beban bagi pemerintahan berikutnya. Tuntutan ini dilancarkan mengingat hutang Indonesia saat ini sudah terlampau besar dan menjadi beban ekonomi nasional dan perekonomian rakyat. 173 Senada dengan GERAK LAWAN, INFID juga mengritik keras aksi pemerintah Indonesia yang dalam pertemuan tingkat menteri G-20 di Sao Paolo, Brazil, malah mendorong peningkatan kapasitas pinjaman dari lembaga- lembaga keuangan internasional terutama dari Bank Dunia, IMF dan bank pembangunan lainnya dalam mengatasi krisis ekonomi. Padahal, beban utang swasta Indonesia yang jatuh tempo tahun 2009 mencapai RP 209,6 triliun USD 22.6 milliar. Saat yang bersamaan, hutang pemerintah yang jatuh tempo mencapai kurang lebih RP 112,19 triliun. 174 Peran pengarusutamaan yang lebih ‘soft’ dilakukan untuk ‘menggiring’ agenda G-20 sejalan dengan agenda LSM-LSM ini dengan harapan G-20 tidak eksklusif tapi juga dapat mewakili kepentingan negara maju dan berkembang 172 Siddharta Mira. Civil Society’s Role in G-20, CUTS International. 173 Masyarakat Sipil Indonesia Mengutuk Pertemuan G-20 di London. http:www. satudunia.net?q=contentmasyarakat-sipil-indonesia-mengutuk-pertemuan-g- 20-di-london. diakses tanggal 29 Juli 2010. 174 Pernyataan INFID terhadap G-20. http:melampauipemilu.comstatement-infid- terhadap-pertemuan-G-20. diakses tanggal 26 Juli 2010. 116 secara berimbang sekaligus mewakili seluruh kelas masyarakat dunia. Global Campaign for Education menggiring perhatian G-20 pada agenda pendidikan, Save the Children pada agenda ibu dan anak, World Vision pada agenda pembatalan hutang luar negeri Haiti, Oxfam pada agenda kemiskinan serta WWF dan Greenpeace pada agenda lingkungan hidup. 175 Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, LSM terbukti tidak merupakan entitas yang tunggal dalam merespon proses G-20. Mereka terbelah dalam tiga kateori. Kelompok pertama adalah mereka yang secara ekstrim terang- terangan bersikap anti globalisasi. Kelompok inilah yang umumnya melakukan vandalisme dan pembakaran dalam setiap pertemuan G-20. Kelompok kedua adalah kelompok yang skeptis terhadap G-20 namun tidak merusak. Kelompok ketiga adalah kelompok yang memandang G-20 jauh dari realitas. Kelompok terakhir adalah kelompok pragmatis yang memandang G-20 forum yang tidak sempurna, namun dapat membentuu masyarakat global jika LSM dapat membawa aspirasinya secara konstruktif. 176

c. LSM global: menyuarakan beragam isu dalam forum ekslusif