Dra. Nurhabsyah M. Si Komunikasi, informasi dan edukasiKIE

Lembar pengesahan skripsi oleh Dekan dan Panitia Ujian Diterima oleh : Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan. Pada : Hari : Jumat Tanggal : 13 Oktober 2009 Fakultas Sastra USU Dekan Prof. Syaifuddin, M.A,. Ph. D Nip 196509091994031004 Panitia Ujian. No. Nama Tanda Tangan 1. Dra. Fitriaty Harahap S.U …………………….

2. Dra. Nurhabsyah M. Si

……………………. 3. Drs. Samsul Tarigan …………………….

4. Drs. Bebas Surbakti

……………………. 5. Dra. Junita Setiana Ginting M. Si ……………………. Universitas Sumatera Utara UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur dipersembahkan kepada Allah. Dialah yang memberikan karunia tidak terhingga berupa bimbingan, kekuatan, pertolongan, maupun hidayah, dan taufik-Nya serta shalawat dan salam atas junjungan nabi Besar Muhammad SAW yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan, meskipun banyak hambatan dan tantangan. Tulisan ini tidak akan pernah terwujud tanpa bantuan, kerja sama, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, inilah saat yang tepat bagi penulis untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada : 1. Ayahanda tersayang Almarhum Zainuddin Matondang, walaupun engkau telah tiada namun, Ayah tetap hidup di dalam hati Ananda. Ibunda tercinta Murwani yang selama 23 tahun terakhir ini berjuang seorang diri untuk membesarkan, mendidik, dan merawat Ananda semenjak lahir sampai kepada saat sekarang ini, hanya inilah saat ini yang bisa Ananda berikan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta. 2. Bapak Pimpinan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang memberikan segala bantuannya selama penulis tercatat sebagai Mahasiswi Fakultas Sastra. 3. Pimpinan Departemen Ilmu Sejarah Ibu Dra. Fitriaty Harahap S.U, yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis mengikuti perkuliahan. 4. Bapak Drs. Samsul Tarigan selaku dosen pembimbing yang bermurah hati menyediakan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini di sela-sela kesibukannya sebagai dosen sekaligus Pembantu Dekan II. 5. Seluruh Staf Pengajar, khususnya kepada Dra. Ratna M.S. selaku dosen wali penulis yang memberikan masukan serta bimbingan mengenai mata kuliah pada masa-masa perkuliahan. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Bapak Edi Sumarno yang juga telah memberikan ide-ide baru kepada penulis serta teman-teman dalam pemilihan topik dan turut membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Universitas Sumatera Utara 6. Staf administrasi pendidikan Departemen Sejarah Bang Ampera yang telah memberikan bantuan-bantuan kepada penulis khususnya menyangkut masalah- masalah administrasi dari awal masa kuliah hingga akhir. 7. Bapak Victory Brahmana, selaku Direktur LSM Medan Plus dan Bapak Andi Ilham Lubis Selaku Kabag. Pemberantasan Penyakit Menular Langsung Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utaradan Penyehatan Lingkungan yang telah memberikan waktu dan informasi berharga kepada penulis selama melakukan penelitian di lapangan, serta kepada informan-informan lain yang tidak di sebutkan di sini, penulis mengucapkan terima kasih karena memberikan infrmasi berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 8. Abangku Muhammad Lufti Zaini Matondang yang merupakan sumber inspirasi penulis dalam meneliti topik ini, mudah-mudahan suatu saat nanti obat untuk penyakit ini bisa ditemukan dan Abang bisa hidup normal kembali seperti sedia kala. Amin.Adikku Dini Mustika yang telah ikut membantu penulis dalam pengetikan hingga terselesaikannya skripsi ini. 9. Abang, Kakak senior yang memberikan informasi kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Adik-adik sejurusan Anggi dan Oki, serta sahabat- sahabatku Stambuk 2005 terkhusus kepada Nanda, Aisyah, Nopi, Handoko, Firman, dan Edi sebagai sahabat seperjuangan yang telah memberikan dukungan, semangat, juga bantuan selama dalam perkuliahan dan pengeditan skripsi ini sampai dengan selesai. Masa-masa indah yang pernah kita lewati merupakan selama mengikuti perkuliahan adalah kenangan terindah yang tidak akan mungkin untuk dilupakan. 10. Terima kasih khusus dan spesial penulis ucapkan kepada Muhammad Rasyid Sinaga selaku teman sekaligus kekasih yang telah mengorbankan waktu dan tenaga untuk membantu dan mendampingi penulis selama mengikuti kuliah sampai kepada saat sekarang ini. Universitas Sumatera Utara Akhirnya penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah mencatat semua ini sebagai benih perjuangan yang berguna bagi banyak orang. Medan, Oktober 2009 Penulis, Dina Yuliandari Matondang Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Masalah HIVAIDS merupakan masalah yang rumit, karena di dalamnya tidak hanya menyangkut masalah medis saja, tetapi penyakit ini juga menyinggung seluruh aspek kehidupan masyarakat baik itu masalah ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Perkembangan kasus HIVAIDS di Kotamadya Medan memang tidak secepat Bali, Jakarta, dan Papua. Kasus pertama penyakit ini muncul di Kotamadya Medan pada tahun 1987 dengan menggunakan metode serosurvei yang dilakukan pada daerah-daerah tertentu yang dianggap rawan penyebaran virus HIV. Hasil yang diperoleh dari penerapan metode ini adalah ditemukannya virus ini di dalam salah satu sampel darah. Sampel darah yang tercemar ini merupakan milik seorang nahkoda. Setelah ditemukannya kasus HIV pertama kemudian terjadi penambahan jumlah kasus-kasus baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sikap masyarakat terhadap penderita HIVAIDS serta dampak yang ditimbulkan penyakit ini terhadap individu, keluarga, ekonomi, sosial, dan di dalam aspek kesehatan. Data yang diperoleh menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersumber dari buku dan dokumen yang berasal dari perpustakaan serta dinas terkait dan ditambah lagi dengan informasi yang di dapatkan melalui metode wawancara, kemudian diolah dan dianalisis berdasarkan sumber yang telah diperoleh. Hampir setiap masyarakat tidak mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai HIVAIDS, baik dari segi cara infeksi, penularannya, juga perilaku hidup sehat yang berkaitan dengan penyakit tersebut. Hal ini kemudian sebagai pemicu dari sikap masyarakat yang cenderung menjauhi dan memberikan cap buruk kepada penderitanya dan parahnya lagi hal ini juga terjadi pada dunia medis, dimana penderita HIVAIDS mendapatkan penolakan dari petugas kesehatan. Selain dari sikap masyarakat yang terlanjur memberikan stigma negatif kepada mereka, fakta bahwa penyakit ini menyerang masyarakat yang masih dalam usia produktif juga membawa kerugian tersendiri hal ini akan berdampak langsung pada perekonomian individu penderita, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu hendaknya dari penelitian ini perlu dirancang suatu program penanggulangan, pencegahan yang dapat mengurangi dan bahkan dapat menghilangkan stigma negatif bagi penderita HIVAIDS serta dapat menekan laju perkembangan penderitanya, sehingga dapat menghilangkan dampak yang ditimbulkan dari penyakit ini. Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………………… i ABSTRAK……………………………………………………………………………. iv DAFTAR ISI…………………………………………………………………………. v BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………. 1 1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….. 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………. 5 1.3 Tujuan dan Manfaat……………………………………………………….. 5 1.4 Tinjauan Pustaka…………………………………………………………... 7 1.5 Metode Penelitian…………………………………………………………. 14 BAB II GAMBARAN UMUM KOTAMADYA MEDAN…………………………. 16 2.1 Sejarah Singkat Kotamadya Medan……………………………………….. 16 2.2 Letak Geografis dan Iklim………………………………………………… 18 2.3 Keadaan Penduduk………………………………………………………… 19 2.4 Keadaan Kesehatan Penduduk di Kotamadya Medan…………………….. 24 BAB III PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PENDERITA HIVAIDS DI KOTAMADYA MEDAN 1987-1990…….……………………………. 31 3.1 Latar Belakang Penderita HIVAIDS…………………………………….. 32 3.1.1 Latar Belakang Ekonomi……………………………………….. 33 3.1.2 Latar Belakang Pendidikan……………………………………… 35 Universitas Sumatera Utara 3.1.3 Latar Belakang Sosial…………………………………………… 36 3.2 Kekeliruan Mengenai Penularan………………………………………….. 38 3.3 Stigma Sosial dan Diskriminasi Masyarakat……………………………… 40 3.4 Pelayanan Medis Yang Tidak Memihak…………………………………... 44 BAB IV DAMPAK HIVAIDS BAGI MASYARAKAT DI KOTAMADYA MEDAN 1987-1990…….……………………..……………………………………….. 44 4.1 Dampak HIVAIDS Terhadap Keluarga…………………………………… 44 4.2 Dampak Ekonomi………………………………………………………….. 52 4.3 Dampak Pada Kesehatan…………………………………………………… 56 4.4 Dampak Sosial HIVAIDS…………………………………………………. 57 4.5 Dampak Terhadap Kependudukan…………………………………………. 59 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………. 60 5.1 Kesimpulan…………………………………………………………………. 60 5.2 Saran………………………………………………………………………... 62 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………. 64 DAFTAR INFORMAN………………………………………………………………. 67 LAMPIRAN Peta Kotamadya Medan Pada Tahun 1987 Strategi Penanggulangan HIVAIDS di Indonesia Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Masalah HIVAIDS merupakan masalah yang rumit, karena di dalamnya tidak hanya menyangkut masalah medis saja, tetapi penyakit ini juga menyinggung seluruh aspek kehidupan masyarakat baik itu masalah ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Perkembangan kasus HIVAIDS di Kotamadya Medan memang tidak secepat Bali, Jakarta, dan Papua. Kasus pertama penyakit ini muncul di Kotamadya Medan pada tahun 1987 dengan menggunakan metode serosurvei yang dilakukan pada daerah-daerah tertentu yang dianggap rawan penyebaran virus HIV. Hasil yang diperoleh dari penerapan metode ini adalah ditemukannya virus ini di dalam salah satu sampel darah. Sampel darah yang tercemar ini merupakan milik seorang nahkoda. Setelah ditemukannya kasus HIV pertama kemudian terjadi penambahan jumlah kasus-kasus baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sikap masyarakat terhadap penderita HIVAIDS serta dampak yang ditimbulkan penyakit ini terhadap individu, keluarga, ekonomi, sosial, dan di dalam aspek kesehatan. Data yang diperoleh menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersumber dari buku dan dokumen yang berasal dari perpustakaan serta dinas terkait dan ditambah lagi dengan informasi yang di dapatkan melalui metode wawancara, kemudian diolah dan dianalisis berdasarkan sumber yang telah diperoleh. Hampir setiap masyarakat tidak mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai HIVAIDS, baik dari segi cara infeksi, penularannya, juga perilaku hidup sehat yang berkaitan dengan penyakit tersebut. Hal ini kemudian sebagai pemicu dari sikap masyarakat yang cenderung menjauhi dan memberikan cap buruk kepada penderitanya dan parahnya lagi hal ini juga terjadi pada dunia medis, dimana penderita HIVAIDS mendapatkan penolakan dari petugas kesehatan. Selain dari sikap masyarakat yang terlanjur memberikan stigma negatif kepada mereka, fakta bahwa penyakit ini menyerang masyarakat yang masih dalam usia produktif juga membawa kerugian tersendiri hal ini akan berdampak langsung pada perekonomian individu penderita, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu hendaknya dari penelitian ini perlu dirancang suatu program penanggulangan, pencegahan yang dapat mengurangi dan bahkan dapat menghilangkan stigma negatif bagi penderita HIVAIDS serta dapat menekan laju perkembangan penderitanya, sehingga dapat menghilangkan dampak yang ditimbulkan dari penyakit ini. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

AIDS Acquired Immuno Deficiency Syndrome adalah kumpulan dari gejala dan penyakit yang diakibatkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV Human Immunodeficiency Virus. Secara popular, AIDS diartikan sebagai virus fatal yang membuat system kekebalan tubuh tidak berjalan baik. Penularan HIVAIDS sebagian besar melalui hubungan seksual yang bersifat heteroseks berganti-ganti pasangan, setelah itu diikuti oleh para pengguna narkoba suntik Injection Drug Users. 1 Gejala-gejala yang menunjukkan adanya AIDS sudah ditemukan sejak 1959. Ketika itu, seorang lelaki kulit hitam yang tinggal di Leopoldville kini kota Kinsasha di Kongo menyerahkan contoh darahnya kepada tim dokter Amerika Serikat yang tengah melakukan studi tentang masalah genetik. Usai penelitian, sampel itu ternyata tidak dibuang, melainkan disimpan pada frezeer dan terlupakan begitu saja. Pada 1986, contoh darah itu ikut diperiksa bersama 1212 sampel darah lainnya oleh seorang dokter Amerika Serikat bersama peneliti-peneliti. Hasilnya darah itu positif terinfeksi HIV. 2 Ada dugaan habitat asal virus ini berada di benua Afrika yang beriklim tropis dan basah. Dugaan ini berdasarkan informasi tentang asal muasal berjangkitnya virus 1 Gde Muninjaya, AIDS di Indonesia Masalah dan Kebijakan Penanggulangannya, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1999, hal. 6. 2 Zubairi Djoerban, Membidik AIDS Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA, Yogyakarta: Galang Press, 2000, hal. 7. Universitas Sumatera Utara tersebut, yaitu di kalangan homoseks di Afrika. Mungkin pada suatu waktu ada seseorang yang tanpa di sengaja menjamah habitat virus itu dan masuk kedalam tubuhnya tanpa disadari, apalagi tidak didukung akan perlunya menjaga kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang baik. 3 AIDS di Indonesia sudah dikenal dan menjadi isu pada awal Januari 1986, yakni dengan meninggalnya seorang pasien di RSIJ Rumah Sakit Islam Jakarta yang melalui uji darah dengan metode ELISA 4 dan diketahui mengidap penyakit AIDS. 5 Selama tahun 1991 dan 1992 terjadi penularan virus dua kali lipat. Organisasi kesehatan dunia WHO mengumumkan jumlah orang yang terinfeksi di seluruh dunia sebanyak 10 sampai 12 juta orang. WHO juga memproyeksikan pada tahun 2000 akan terdapat 5000 penderita dan 50.000 pengidap di Indonesia. Sedangkan di seluruh dunia diperkirakan tahun 2000 nanti sejumlah 30 sampai 40 juta orang telah terinfeksi HIV dan 18 juta orang telah menjadi penderita. Menurut laporan terakhir dari departemen kesehatan, tercatat pengidap di Indonesia awalnya 15 Propinsi dan 258 pengidap yang melaporkan. 6 Pertambahan kasus yang cepat, penyebarannya yang semakin meluas, belum ditemukannya obat dan vaksin yang efektif terhadap AIDS telah menimbulkan keresahan serta keperihatinan. Langkah-langkah klasik untuk menanggulangi penyakit menular seperti pelacakan penderita, isolasi atau karantina serta pengobatan para penderita ternyata tidak dapat dilaksanakan untuk menanggulangi AIDS. AIDS menjadi ancaman serius bagi manusia karena beberapa sebab, yaitu HIV ditularkan terutama 3 Ronald Hutapea, AIDS dan PMS dan Perkosaan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995, hal. 16. 4 ELISA merupakan singkatan dari Enzym Linked Immunosorbent Assay yang merupakan alat untuk mendeteksi antibodi ditemukan dan diumumkan dalam pertemuan Atlanta tahun 1985. 5 Alizar Isna, Penanggulangan PMS dan HIVAIDS Pada Era Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada, 2005, hal. 10. 6 Op.cit, hal. 19. Universitas Sumatera Utara melalui hubungan seksual. Tidak banyak masyarakat yang dapat berbicara terbuka mengenai masalah seks, sehingga HIVAIDS tidak dapat dikendalikan dengan mudah. AIDS meliputi tiga macam epidemi. 7 Yang pertama adalah penyebaran HIV. Penularan terjadi melalui hubungan seksual hetero maupun homoseksual, dari ibu kepada bayi dan melalui darah tercemar transfuse darah, pemakaian jarum suntik yang tidak steril. Epidemi ini terjadi secara “diam-diam” karena dapat ditularkan dari orang yang masih sehat yang tidak mengetahui bahwa ia tertular HIV. Epidemi kedua, berjangkitnya AIDS yang timbul setelah masa inkubasi sekitar 10 tahun. Orang yang menderita AIDS bertambah dan kematian meningkat. Epidemi ketiga, bersifat sosial, yakni terjadinya stigmatisasi, prasangka, dan diskriminasi terhadap pengidap HIV dan penderita AIDS. 8 Ketidaktahuan masyarakat mengenai cara penularan HIV menimbulkan berbagai masalah yang mempersulit ditanggulanginya penyakit ini. Penyakit pada umumnya menghasilkan kekompakan dan solidaritas dalam keluarga, namun pada AIDS terjadi sebaliknya. Orang yang sakit sering dikucilkan dan keluarga jadi pecah. Kelompok-kelompok yang banyak terkena penyakit ini seperti pemakai narkoba suntik dan pelacur seharusnya diajak bekerjasama, tetapi mereka kemudian dikucilkan, dicurigai dan dimusuhi. 9 Virus HIV boleh jadi didapat dan berkembang dari perilaku dan interaksi social. Tetapi suatu kesalahan besar jika pandangan ini kemudian menjadi mitos, sebagai satu- satunya kebenaran. Pernah berkembang satu pandangan bahwa fenomena HIVAIDS dapat ditangkal dengan iman dan perilaku yang sesuai dengan norma agama. Pandangan 8 Panos Dossier, The Third Epidemic: Repercussions of the fear of AIDS, London: 1990, hal. 40- 51. 9 Op.cit., hal. 20. Universitas Sumatera Utara ini bersumber pada mitos bahwa HIV merupakan penyakit yang berasal dari hukuman tuhan atas perilaku dan cara hidup mereka yang tidak sesuai dengan norma dan ajaran yang berlaku. 10 Pada masa ini masyarakat serasa dikepung dengan berita-berita yang menakutkan seputar penyakit ini maka hal yang sama juga pernah dirasakan oleh generasi-generasi sebelumnya. Sekitar tahun 1960 penyakit menular kelamin yang paling ditakuti adalah Gonore dan Sifilis. Kemudian penyakit kelamin lainnya barulah banyak muncul seperti herpes genetalis. Bagi kebanyakan remaja sekarang AIDS adalah penyakit menular kelamin yang paling menjadi bahan pembicaraan dan paling ditakuti. Tidak dapat disangkal AIDS yang mematikan itu telah berada di tengah-tengah kita setelah sekian tahun lamanya, kita seolah-olah kebal dari ancaman penyebarannya. Untuk dapat lebih mempersiapkan diri kita dalam menangkal dan memperkuat ketahanan keluarga serta generasi muda bangsa Indonesia khususnya Kota Medan sebagai perisai utama kita, sebaiknya kita memahami perjalanan sejarah penyakit ini. Penelitian ini, membahas tentang dampak HIVAIDS bagi masyarakat di Kotamadya Medan. Untuk itu penulis membatasi periode penulisan tahun 1987-1990 dengan judul “Dampak HIVAIDS Bagi Masyarakat di Kotamadya Medan 1987-1990”. Skop temporal yang penulis pilih adalah tahun 1987. Tahun 1987 merupakan awal dikenalnya penyakit HIVAIDS di Kotamadya Medan. Penulis membatasi skop temporal sampai pada tahun 1990 karena penulis beranggapan sudah dapat melihat dampak perkembangan HIVAIDS di Kotamadya Medan. 10 Ahmad Shams Madyan, AIDS Dalam Islam Krisis Moral Ataukah Krisis Kemanusiaan?, Jakarta: Mizan Media Utama. 2000, hal. 29-30. Universitas Sumatera Utara Sejarah merupakan ilmu yang mempelajari tentang perkembangan dan perubahan masa lampau umat manusia. Menurut Louis Gotchalk sejarah merupakan ilmu yang bertugas untuk menerangkan sesuatu yang pernah terjadi pada masa lampau. 11 Menurut Kuntowijoyo rekontruksi sejarah ialah apa yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan, dan dialami oleh orang. Sejarawan dapat menulis apa saja, asal memenuhi syarat untuk disebut sejarah. 12

1.2 Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang penulis bahas dalam penulisan ini adalah mengenai dampak serta masalah-masalah sosial yang timbul oleh adanya penyakit HIVAIDS di Kotamadya Medan pada tahun 1987-1990. Penulis akan membagi pokok permasalahan dalam penulisan ini agar lebih terarah dan tidak bertentangan dengan judul yaitu “Dampak HIVAIDS Bagi Masyarakat di Kotamadya Medan 1987-1990”. Adapun pokok-pokok pikiran permasalahan tersebut sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum Kotamadya Medan pada tahun 1987-1990? 2. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap HIVAIDS di Kotamadya Medan pada tahun 1987-1990? 3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan HIVAIDS bagi masyarakat di Kotamadya Medan pada tahun 1987-1990?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

11 Louis Gotchalk, terjemahan Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985, hal. 27. 12 Prof. DR. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: PT. Bintang Pustaka, 2005, hal. 18-19. Universitas Sumatera Utara Secara umum penelitian yang dilakukan seorang peneliti bertujuan untuk memperoleh gambaran lengkap terhadap permasalahan yang diteliti. Oleh karena itu penelitian yang dilakukan ini juga mempunyai tujuan. Adapun tujuan yang dalam penelitian ini di antaranya adalah : 1. Mengetahui bagaimana gambaran umum Kotamadya Medan pada tahun 1987- 1990. 2. Mendeskripsikan pandangan masyarakat terhadap penyakit HIVAIDS di Kotamadya Medan selama tahun 1987-1990. 3. Menemukan dampak yang ditimbulkan HIVAIDS terhadap masyarakat di Kotamadya Medan selama tahun 1987-1990. Tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi masyarakat, dinas-dinas yang berkepentingan serta bagi pemerintah. Adapun manfaat yang diharapkan tersebut adalah : 1. Bagi masyarakat, diharapkan dengan adanya penelitian ini akan lebih memahami dan memberikan pemahaman baru kepada masyarakat agar dapat menerima penderita HIVAIDS tanpa adanya pendiskriminasian ataupun pengucilan terhadap penderita HIVAIDS. 2. Bagi dinas kesehatan, kiranya penelitan ini dapat memberikan masukan bagi dinas kesehatan khususnya di Propinsi Sumatera Utara untuk lebih meningkatkan penyuluhan serta pencegahan penyakit HIVAIDS agar perkembangan penyakit tersebut dapat di minimalkan. 3. Bagi Pemerintah, kiranya penelitian ini akan memberikan suatu masukan baru agar pemerintah dapat lebih memperhatikan penderita HIVAIDS dengan jalan Universitas Sumatera Utara membuat suatu kebijakan-kebijakan baru dalam hal pengobatan serta penanggulangan penderita HIVAIDS.

1.4 Tinjauan Pustaka

Perkembangan penyakit HIVAIDS yang semakin berkembang di seluruh wilayah Indonesia semakin mendapat perhatian dari publik terbukti dari buku-buku yang membahas penyakit tersebut. Salah satu buku yang membahas mengenai HIVAIDS adalah buku karangan M. Syabudin Latif yang berjudul Penanggulangan PMS dan HIVAIDS Pada Era Otonomi Daerah. Di dalam bukunya ia memfokuskan permasalahannya pada kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah Kabupaten Banyumas berkaitan dengan semakin tingginya kasus penderita PMS dan HIVAIDS dalam usahanya untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan penyakit PMS dan HIVAIDS. Ia juga menjelaskan dalam bukunya bahwa pemerintah Kabupaten Banyumas dinilai lemah dalam melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan PMS dan HIVAIDS. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu pertama, kebijakan dan program pemerintah lebih bersifat simbolis karena ketidakjelasan perencanaan. Kedua, pemerintah belum berani mengambil inisiatif kebijakan terhadap penanggulangan HIVAIDS. Ketiga, berkurangnya aktifitas pencegahan dan penanggulangan PMS dan HIVAIDS. Keempat, tidak adanya perhatian terhadap perkembangan dan penanganan kesehatan para pekerja seks komersial PSK. 13 Kegagalan kebijakan-kebijakan yang di buat oleh pemerintah juga tidak terlepas dari peranan media cetak dan elektronik sebagai jendela informasi bagi masyarakat. Syaiful W. Harahap dalam bukunya Pers Meliput AIDS menjelaskan dan mengupas 13 M. Syahbudin Latief, Siapa Peduli AIDS di Yogya? Kinerja KPAD dan DPRD DIY Dalam Penanggulangan HIVAIDS Pada Era Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, 2005, hal. 30. Universitas Sumatera Utara peranan media cetak nasional dalam memberitakan penyakit ini dari tahun 1981-1997. Ternyata dalam pemberitaannya sering terdapat kekeliruan-kekeliruan yang berdampak sangat jelas bagi para penderita HIVAIDS. Kekeliruan-kekeliruan itu antara lain adalah keliru tentang berbagai aspek medis, kurang informative mengenai perkembangan epidemic HIVAIDS, berat sebelah tentang penyebarannya di masyarakat, tidak peka terhadap sejumlah pelanggaran hak asasi penderita HIVAIDS atau yang diduga sebagai penderita HIVAIDS, dan tidak realistis mengenai strategi penanggulangan HIVAIDS yang kesemuanya cenderung memposisikan penderita HIVAIDS dalam posisi yang terjepit oleh adanya pemberitaan tersebut. 14 Di dalam artikelnya berjudul AIDS in historical Perspective: Four Sexually Transmitted Diseases AIDS dalam perspektif Sejarah: Empat Pelajaran dari Sejarah Perkembangan Penyakit Kelamin Allan M. Brandt menjelaskan empat pelajaran dari sejarah social penyebaran penyakit kelamin dan menaksir hubungan mereka dalam mengahadapi wabah pada masa sekarang. Empat pelajaran itu adalah: 1. Kekhawatiran yang muncul karena penyakit tersebut telah dan akan selalu mempengaruhi pendekatan medis dan kebijakan di budang kesehatan masyarakat. Pada akhir abad ke 19 dan permulaan abad ke 20 masyarakat dunia mengalami ketakutan yang amat sangat pada infeksi penularan penyakit kelamin seperti Syphilis dan Gonorrhea dimana dampak dari penyakit ini adalah kelumpuhan, mandul, kebutaan dan penyakit jiwa. Selain dampak tersbut diatas alas an lain yang membuat Syphilis pada saat itu merupakan penyakit yang sangat menakutkan adalah asumsi masyarakat bahwa penyakit ini dapat ditularkan begitu saja. Dokter-Dokter sebelum abad ke 20 membuat 14 Syaiful W Harahap, Pers Meliput AIDS, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000, hal. 189. Universitas Sumatera Utara daftar bermacam-macam cara penularan seperti: pulpen, pinsil, sikat gigi, handuk dan peralatan tidur serta alat-alat medis merupakan media penularan yang utama. Sekarang rasa ketakutan yang sama juga terjadi dengan ditemukannya AIDS ini. Dimana banyak rumor dan asumsi dari masyarakat bahwa penyakit ini dapat ditularkan secara cepat seperti yang terjadi pada penyakit kelamin lainnya. Walaupun kemudian dokter dan ahli medis telah menemukan bahwa HIVAIDS tidak dapat ditularkan begitu saja namun hal ini tetap tidak bisa membuat rasa ketakutan pada masyarakat berkurang. Masih saja dapat kita lihat pengasingan anak-anak yang terinfeksi HIV dari sekolah mereka di lokasi tertentu, penolakan dari beberapa ahli kesehatan untuk mengobati pasien HIVAIDS, hilangnya pekerjaan dan pengasingansemua mengungkapkan resiko ketakutan yang dapat menembus seluruh wabah. 2. Pendidkan tidak akan mengontrol wabah AIDS Pada permulaan abad ke 20 ahli-ahli kesehatan kemudian berkonsentrasi dalam melakukan kampanye masalah Syphilis dan Kencing Nanah. Mereka beranggapan bahwa bahwa turun naiknya infeksi tidak dapat dibendung hingga masyarakat mempunyai pengetahuan yang cukup tentang masalah ini, model-model penularan dan pencegahannya. Akan tetapi hal ini dirasakan tidak tepat penggalakan kegiatan kampanye pada masyarakat untuk meredam perilaku seks yang tidak diinginkan tidak akan berhasil bila hanya didasari oleh perasaan takut. Namun, mereka yang menggabungkan perasaan takut yang wajar dengan cara praktis mengubah perilaku seks beresiko tinggi seperti penggalakan penggunaan kondom untuk mencegah penyakit kelamin dapat memberikan hasil yang jelas. Universitas Sumatera Utara 3. Program-program kesehatan masyarakat yang wajib dilakukan tidaklah dapat mengontrol wabah AIDS. Sejarah dari usaha-usaha untuk mengontrol Syphilis selama abad ke 20 mengarah pada pengambilan langkah-langkah wajib dari uji laboratorium sampai kepada upaya karantina dari penderita yang terinfeksi. Pada permulaan dari abad ke 20 beberapa Negara telah menyampaikan uji tes laboratorium pra pernikahan untuk menjamin bahwa penyakit menular seksual tidak akan ditularkan pada perkawinan. Pada tahun 1935 Connecticut menjadi Negara bagian pertama yang mengharuskan tes prapernikahan kepada semua mempelai laki-lakidan perempuan. Melalui program ini maka penularan penyakit kelamin kepada pasangan dan anak dapat dihambat. Banyak ahli yang kemudian meragukan hasil dari uji tes ini. Pada beberapa kasus telah terjadi kesalahan diagnosa, disebabkan oleh teknik yang tidak cukup dan mereka yang terkena kesalahan ini mendapatkan penderitaan lebih dan hubungan yang kacau dengan pasangannya masing-masing. Seperti halnya uji tes pra pernikahan maka, langkah selanjutnya yang diambil pemerintah dalam usaha pengendalian penyakit ini adalah diberlakukannya UU Karantina dimana orang-orang yang terinfeksi penyakit kelamin dapat ditahan dan dipenjara sampai ia diputuskan tidak lagi terinfeksi lagi. Selama Perang Dunia ke II lebih dari 20.000 wanita diamankan di Camp-Camp sebab mereka dicurigai sebagai penyebar penyakit kelamin. Di dalam masalah AIDS dimana tidak ada intervensi kesehatan untuk membuat individu yang terinfeksi menjadi tidak terinfeksi lagi, upaya karantina tidak dapat dilaksanakan sebab hal itu akan mangakibatkan perjalanan hidup yang panjang dan semu Universitas Sumatera Utara bagi yang terinfeksi. Upaya karantina sering menimbulkan kritik sebab kebijaksanaan tersebut menyalahi dasar hak penduduk untuk dapat hidup dengan tenang. 4. Perkembangan ilmu kedokteran dan pemberian vaksin masih akan sulit menanggulangi wabah AIDS tersebut. Pada awal tahun 1943 Dr. Jhon S. Mahoney menemukan Pinicilin sebagai obat yang ampuh dalam mengobati penyakit kelamin. Dengan penemuan obat ini maka ketakutan akan penyakit ini dapat dihindari dan secara berangsur-angsur penderita penyakit kelamin semakin berkurang dari tahun ke tahun. Pada tahun 1987 Pusat Pengontrol Penyakit CDC melaporkan pertambahan kasus sifilis dasar dan lanjutan. Perkiraan rata-rata pertahun per 100.000 populasi meningkat meningkat dari 10,9 menjadi 13,3 kasus, pertambahan yang paling besar dalam 10 tahun. Anngka ini sangat mencolok sekali bahwa mereka timbul ditengah- tengah mewabahnya AIDS. Setelah delapan tahun kemunduran, rata-rata kasus dari syphilis bawaan juga naik emnurut laporan sejak 1983. CDC menyimpulkan bahwa individu dengan sejarah infeksi penyakit menular seksual meningkat dengan virus AIDS. Meskipun keefektifan Pinisilin sebagai obat untuk penyakit ini, wabah penyakit ini tetap saja masih bertahan. Pengobatan yang efektif seharusnya menjadi sebuah prioritas didalam keanekaragaman pendekatan terhadap AIDS dan pada akhirnya akan menjadi sebuah komponen penting dalam mengontrolnya, tetapi bahkan sebuah vaksin tidak akan memecahkan masalah dengan cepat. Sudah pasti perawatan yang baru dan lebih efektif akan dikembangkan di tahun-tahun ke depan. Namun, perawatan yang Universitas Sumatera Utara efektif dan obat yang ampuh tidak akan cukup efektif tanpa pendidikan yang memadai, konseling dan dana yang cukup menjangkau seluruh penderitanya. 15 Willy F. Pasuhuk dalam bukunya yang berjudul AIDS menerangkan bahwa masalah penyakit hubungan seksual dan AIDS bukanlah masalah infeksi dan tidak infeksi saja. Ia merupakan masalah perilaku manusia dan perilaku manusia adalah suatu fenomena yang teramat sukar dipahami. Adanya pergeseran nilai-nilai, kelonggaran hubungan antar jenis ini menimbulkan problem sosial. Problem social ini tak ayal lagi kemudian menimbulkan pula “penyakit social”. Karenanya insidens penyakit akibat hubungan seksual semakin meningkat. Dan ini tidak saja terjadi di satu negara tertentu, tetapi sifatnya sedunia. Salah sau penyakit hubungan seksual itu adalah AIDS. Sejak kemunculan penyakit ini pertama kali, korban-korban AIDS semakin banyak dijumpai di berbagai belahan dunia. Korban AIDS ini kemudian mulai merasa orang menjauhinya, yang sering merupakan realitas yang menyedihkan. Derita mentalnya semakin menjadi-jadi setelah ia mengetahui bahwa ia adalah korban penyakit yang membawa kematian, karena hingga saat ini tidak ada jalan atau belum ada jalan untuk menyembuhkannya. 16 Maria de Bruyn mengawali bukunya yang berjudul Altering the image of AIDS dengan menyatakan bahwa setiap anggota masyarakat yang pernah mendengar tentang HIVAIDS merupakan pelaku yang mempengaruhi, langsung maupun tidak, citra masyarakat mengenai epidemi tersebut. Pada diri setiap individu terdapat suatu naskah mental mental script atau suatu kerangka cerita yang memberi petunjuk bagaimana suatu peristiwa terjadi dan apa yang harus dilakukan sang aktor. Buku ini sarat akan 15 Allan M. Brandt, AIDS in Historical Perspective: Four Lessons From The History of Sexually Transmitted Diseases, New York: American Journal of Public Health, Volume 78 No.4, 1988, hal. 367. 16 Willy F Pasuhuk, AIDS, Jakarta: Indonesia Publishing House, 1988, hal. 35 Universitas Sumatera Utara penelitian budaya dalam hal HIVAIDS keyakinan-keyakinan tertentu tentang terjadinya suatu keadaan sakit atau seksualitas sangat berperan. Di Botswana, misalnya AIDS di anggap sebagai salah satu bentuk meila, yaitu pelanggaran seksualitas baik oleh laki-laki ataupun wanita pada masa abstinensi selama setahun setelah pasangannya meninggal dunia. Di Indonesia, Vietnam, dan banyak negeri di Asia, AIDS adalah “barang impor”, “penyakit orang asing” atau “penyakit orang yang berdosa” yang tidak perlu dikhawatirkan. Di Zambia lain lagi. AIDS dianggap ditularkan oleh seorang wanita yang sedang menstruasi. Di Indonesia, mulanya pemerintah bahkan tidak mengakui bahwa AIDS telah ada di Indonesia dengan mengatakan bahwa sebagai kasus yang ditemui kemudian setelah meninggalnya seorang Belanda di Bali sebagai ARC AIDS Related Syndrome. Karena mau tak mau pemerintah pada akhirnya harus mengakui bahwa infeksi HIVAIDS telah terjadi di Indonesia, maka citra yang diupayakan adalah HIVAIDS sebagai penyakit orang-orang tertentu yang moralitas seksualnya bejat atau perlu dipertanyakan. Orang- orang ini disebut sebagai kelompok beresiko termasuk turis, orang-orang yang pernah tinggal di atau sering bepergian ke luar negeri, pelacur, dan kaum homoseksual termasuk waria. Dengan demikian, pemerintah mudah mengatasi konflik kepentingan antara pemberian informasi pada masyarakat umum dengan kepentingan eknomi nasional tourisme. Di Bali, pemerintah daerah menekan pemberitaan mengenai AIDS, tidak mengakui secara resmi adanya pelacuran dan poster-poster besar dicetak untuk memperingatkan turis. 17 17 Maria de Bruyn, Altering the Image of AIDS, Amsterdam: VU University Press, 1994, hal. 45- 50. Universitas Sumatera Utara Buku-buku tersebut diatas menyajikan permasalahan HIVAIDS tetapi belum terdapat penelitian yang memfokuskan kepada bagaimana sikap dan pandangan masyarakat terhadap penderita HIVAIDS sampai kepada bagaimana penanganan para penderita ataupun orang yang masih diduga sebagai penderita khususnya yang berada di wilayah Kotamadya Medan dalam kurun waktu 1987-1990.

1.5 Metode Penelitian

Suatu tulisan maupun karya ilmiah yang memenuhi syarat adalah tulisan yang didukung oleh data-data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya serta harus relevan dengan permasalahan yang ditulis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah meliputi: heuristik, verifikasi, interpretasi, historiografi. Langkah pertama yang dilakukan adalah melalui heuristik yaitu pengumpulan data atau fakta-fakta dan sumber-sumber yang sesuai dan mendukung objek yang diteliti. Proses yang digunakan dalam hal ini adalah dengan melakukan library research penelitian kepustakaanstudi literatur yaitu mengumpulkan sejumlah sumber tertulis baik primer maupun sekunder, yang berupa laporan, majalah, dan buku-buku yang berkaitan dengan objek yang dikaji. Sumber-sumber ini diperoleh dari Pemerintah Kotamadya Medan, Dinas Kesehatan Kota Medan, Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM berupa laporan-laporan yang dimiliki, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah Propinsi Sumatera Utara dan Perpustakaan Kota Medan. Melalui studi kepustakaan, diperoleh data-data yang berkaitan dengan permasalahan serta merupakan acuan yang bersifat teoritis berupa sumber yang Universitas Sumatera Utara dapat mendukung dan memiliki relevansi dengan penelitian. Field research penelitian lapangan studi lapangan juga dilakukan dengan menggunakan wawancara yang tidak berstruktur dan bersifat tertutup. Penulis melakukan wawancara melalui beberapa informan yang dapat memberikan keterangan dalam penelitian ini sebagai informasi. Dalam melakukan wawancara, dipilih beberapa informan yang mengetahui tentang masalah yang dibahas. Langkah kedua yang dilakukan adalah dengan kritik sumber. Dalam tahapan ini, kritik dilakukan terhadap sumber yang telah terkumpul. Kritik yang dilakukan yaitu kritik intern dan juga ekstern. Kritik intern diperlukan guna menilai kelayakan data sedangkan kritik ekstern digunakan untuk menentukan keabsahan data. Tahapan selanjutnya adalah tahap interpretasi. Dalam tahapan ini, data yang diperoleh dianalisis sehingga melahirkan suatu analisis baru yang sifatnya lebih objektif dan ilmiah dari objek yang telah diteliti. Objek kajian yang jauh ke belakang membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapat fakta sejarah yang objektif. Dengan kata lain, tahapan ini dilakukan dengan menyimpulkan kesaksian atau data-data informasi yang dapat dipercaya dari bahan-bahan yang ada. Tahapan terakhir adalah historiografi, yakni penulisan yang disusun berdasarkan interpretasi fakta-fakta yang ditemukan menjadi suatu kisah atau kajian yang menarik dan berarti, secara kronologis dan rasional. Dimana setelah penelitian, dituliskan kedalam skripsi. Universitas Sumatera Utara BAB II GAMBARAN UMUM KOTAMADYA MEDAN

2.1 Sejarah Singkat Kotamadya Medan

Kotamadya Medan dahulunya adalah sebuah kampung kecil yang bernama Medan Puteri, yang berada di dekat pertemuan Sungai Babura dan Sungai Deli, tidak jauh dari Jalan Puteri Hijau sekarang. Menurut riwayatnya Kampung Medan didirikan oleh Raja Guru Patimpus, nenek moyang Datuk Hamparan Perak dan Suka Piring, yakni dua dari empat Kepala-Kepala Suku Kesultanan Deli. 18 John Anderson seorang pegawai Inggeris melakukan kunjungan ke Kampung Medan tahun 1823 dan mencatat dalam bukunya “Mission to the Eastcoast of Sumatera”, bahwa penduduk Kampung Medan pada waktu itu masih berjumlah 200 orang. Anderson juga menyatakan bahwa sepanjang sungai Deli hingga ke dinding tembok Mesjid Kampung Medan di bangun dengan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar. 19 Pesatnya perkembangan Kampung Medan Puteri juga tidak terlepas dari kedatangan orang-orang Belanda yang dipelopori oleh Nienhuys. Nienhuys membuka perkebunan tembakau di sekitar Medan, kira-kira 15 kilometer dari pusat ke arah timur. Daun tembakau Deli pada masa itu terkenal ke seluruh dunia sebagai daun pembungkus cerutu yang paling baik. Hal ini telah menarik para investor-investor asing untuk membuka perkebunan-perkebunan tembakau, serta mendorong kedatangan banyak orang 18 Dada Meuraxa, Sejarah Hari Jadi Kota Medan 1 Juli 1590, Medan: Sastrawan, 1975, hal. 10. 19 T. Luckman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan: Tanpa Penerbit, 1994. hal. 6. Universitas Sumatera Utara pindah ke wilayah Deli untuk mencari nafkah. Nienhuys akhirnya, memindahkan kantornya dari Labuhan ke Kampung Medan Puteri. Sejak itu, Kampung Medan Puteri mengalami kemajuan yang pesat. Perkembangan tersebut telah ikut mendorong pemerintah Kolonial Belanda untuk memusatkan kegiatannya di Medan. Pada tahun 1870, Belanda membentuk Keresidenan Sumatera Timur dan menetapkan Medan sebagai ibukotanya pada tahun 1884. 20 Pada tahun 1918, pemerintah Kolonial Belanda menetapkan Medan sebagai daerah Kotapraja kecuali daerah-daerah sekitar Kota Matsum dan Sei Kerah yang tetap merupakan daerah kesultanan Sultan. Di tahun yang sama penduduk Medan tercatat sebanyak 43.826 jiwa yang terdiri dari Eropah 409 orang, Indonesia 35.009 orang, Cina 8.269 dan orang Timur Asing lainnya 139 orang. Daerah Kotamadya Medan sejak tanggal 21 Nopember 1951, dengan keputusan Gubernur Propinsi Sumatera Utara No. 66IIIPSU yang kemudian diiringi dengan Maklumat Walikota Medan No. 21 tertanggal 29 Nopember 1951 telah diperluas menjadi tiga kali lipat seperti yang ditetapkan dalam staatsblad tahun 1921 No. 722. 21 Bagian-bagian Swapraja seperti Kota Matsum yang letaknya sebelah Tenggara Medan, Sungai Kera Percut disebelah Timur Laut yang selama ini termasuk wilayah Kabupaten Deli Serdang, menjadi bagian dari daerah Kotamadya Medan setelah diadakan perluasan tersebut. Kotamadya Medan di masa Pemerintahan Belanda dahulu disebut dengan Gemeente Medan dibawah pimpinan seorang Burgemeester atau Walikota. Semasa 20 Ibid., hal. 53-54 21 Said Efendi, Strategi Pembangunan Mewujudkan Kota Medan Bestari, Medan: Yayasan Potensi Pembangunan Daerah, 1994, hal. 21. Universitas Sumatera Utara Pemerintahan Jepang, sebutan Gemeente dan Burgemeester berganti nama dengan “Medan Shi” dan “Medan Shityo” yang berarti Kota Medan dan Walikota Medan. 22 Masa itu Kota Medan yang menjadi Ibukota Propinsi Sumatera Utara yang sebelum Perang Dunia ke-II mendapat julukan “Paris of Sumatera”mempunyai luas 5.130 Ha yang meliputi empat Kecamatan dan 59 kepenghuluan, keempat kecamatan itu adalah 1. Kecamatan Medan 2. Kecamatan Medan Timur 3. Kecamatan Medan Barat 4. Kecamatan Medan Baru Melalui Undang-Undang Darurat No.7 dan 8 tahun 1956, Propinsi Sumatera Utara umumnya dan Kotamadya Medan khususnya, diperluas untuk menampung laju perkembangan. Oleh karena itu, maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1973, beberapa bagian dari Kabupaten Deli Serdang dimasukkan ke dalam Kotamadya Medan, sehingga luar daerah ini menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 kecamatan dan 116 kelurahan. 23

2.2 Letak Geografis dan Iklim

Secara geografis, Kotamadya Medan terletak 3 o 30’-3 o 43’ LU dan 98 o 35’-98 o 44’ BT. Letaknya tidak jauh dari Selat Malaka, sehingga sangat strategis dari segi ekonomi, terutama dalam hal hubungan perdagangan dengan luar negeri. Posisinya sangat menguntungkan bila ditinjau dari letaknya, terhadap propinsi-propinsi tetangga Aceh, 22 Ibid., hal. 23-24. 23 Bayo Suti, Medan Menuju Kota Metropolitan, Medan: Yayasan Potensi Pembangunan Daerah, 1980, hal. 24. Universitas Sumatera Utara Sumatera Barat dan Riau, sehingga dapat mendorong Kota Medan menjadi pusat pengembangan Sumatera Bagian Utara. Kota Medan berada pada ketinggian 2,4 M di bagian Utara-Belawan sampai 37,5 m di bagian Selatan diatas permukaan laut. Daerah Utara sampai 3 Km dari pantai, terdiri dari rawa-rawa yang mempunyai kedalaman 0,2 m sampai 2,5 m ketika pasang surut naik. Iklim Kota Medan, misalnya suhu, kelembapan nisbi dan curah hujan di pengaruhi oleh letaknya di daerah tropis, namun tidak menggangggu usaha-usaha pengembangan kota dan kegiatan sehari-hari di dalam kota. Batas-batas Kotamadya Daerah Tingkat II Medan adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli serdang - Sebelah Timur berbatasan dengan Deli Serdang - Sebelah Barat berbatasan dengan Deli Serdang Sungai yang mengalir melalui Kotamadya Medan ialah Sungai Babura, Sungai Kera, Sungai Putih, Sungai Deli, dan Sungai Sikambing. Sungai-sungai ini dapat dipergunakan sebagai tempat saluran pembuangan air hujan dan mengatasi banjir.

2.3 Keadaan Penduduk

Penduduk Kotamadya Medan sampai periode Desember 1973 berjumlah 626.242 jiwa terdiri dari 309.390 jiwa laki-laki dan 316.842 perempuan, dengan kepadatan penduduk 1220 jiwakm 2 . Sedangkan penduduk perluasan sampai Desember 1973 ialah 358.743 jiwa. Dengan demikian pada saat perluasan Kotamadya Medan dilaksanakan Universitas Sumatera Utara penduduk sudah berjumlah 984.985 jiwa. Dari 984.985 jiwa penduduk Kotamadya Medan saat itu Indonesiaasli 475.084, WNI Cina 73.898, WNA Cina 65.137, sedang selebihnya adalah WNI dan WNA Asing lainnya. 24 Jumlah penduduk akhir tahun 1987 adalah 1.715.798 jiwa yang tersebar pada sebelas Kecamatan, dimana tiga Kecamatan yang terbanyak jumlah penduduknya adalah Kecamatan Medan Kota 15,87 disusul Kecamatan Medan Timur 13,13, Kecamatan Medan Sunggal 12,37. Di tingkat Kelurahan penduduk yang terbanyak adalah Kelurahan Helvetia Kecamatan Medan Sunggal 67.713 jiwa, disusul Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai 56.897 jiwa dan Kelurahan Belawan I Kecamatan Medan Kota Belawan 51.204 jiwa. Tabel 1 Luas Daerah, Banyaknya Desa, Rumah Tangga, Penduduk dan Kepadatan Penduduk Per-Km 2 di Kotamadya Medan Tahun Kecamatan Luas Km 2 Banyaknya Kepadatan Penduduk per- Km 2 Desa Rumah Tangga Penduduk 1 2 3 4 5 9 1982 1983 1984 1985 265 265 265 265 116 261.833 1.460.218 116 271.664 1.505.806 116 280.094 1.552.817 116 287.049 1.595.934 5.510 5.682 5.860 6.022 24 Ibid., hal. 42-43 Universitas Sumatera Utara 1986 1987 Medan Belawan Medan Labuhan Medan Deli Medan Sunggal Medan Denai MedanTuntungan Medan Johor Medan Baru Medan Barat Medan Kota Medan Timur 265 8 80 21 29 18 30 28 18 11 10 12 116 318.998 1.699.865 4 18.895 98.938 6 18. 562 93.812 5 20.180 121.250 12 33.125 212.009 9 33.845 202.303 11 9.619 42.444 10 22.191 98.659 15 45.973 181.743 10 31.282 173.132 22 46.953 272.243 12 39.516 225.265 6.415 11.617 1. 173 5.774 7.331 11.239 1.415 3.524 10.097 15.739 27.224 18.772 Jumlah 265 116 320.321 1.715.798 6.475 Sumber : Kotamadya Medan Dalam Angka Tahun 1987 Menurut angka-angka Kependudukan Kotamadya Medan Jumlah penduduk Kotamadya Medan pada tahun 1987 adalah 1.715.798 jiwa, yaitu 863.392 laki-laki dan 852.406 perempuan. Dari tabel dibawah ini dapat diketahuilah bahwa penduduk Kotamadya Medan saat itu lebih banyak laki-laki dari pada perempuan, tapi belum begitu menyolok bila dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya misalnya didaerah Jawa. . Tabel 2. Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kotamadya Medan. Universitas Sumatera Utara Tahun Kecamatan Jenis Kelamin Jumlah Laki-Laki Perempuan 1 2 3 4 1982 1983 1984 1985 1986 1987 Medan Belawan Medan Labuhan Medan Deli Medan Sunggal Medan Denai Medan Tuntungan Medan Johor Medan Baru Medan Barat Medan Kota Medan Timur 734.757 725. 461 757.833 747.973 781.755 771.062 804.546 791.387 858.680 841.185 47.296 45.642 48.677 45.135 65.503 55.747 107.296 104.713 100.982 101.321 21.358 21.086 48.683 50.021 88.939 92.801 86.304 86.828 134.571 137.672 113.828 111.437 1.460.218 1.505.806 1.552.817 1.595.933 1.699.865 92.938 93.812 121.290 212.009 202.303 42.444 98.659 131.743 173.243 272.243 225.265 Jumlah 863.392 852.496 1.715.798 Sumber : Kotamadya Medan Dalam Angka Tahun 1987 Universitas Sumatera Utara Berbicara mengenai kepadatan penduduk, maka rata-rata kepadatan penduduk Kotamadya Medan akhir tahun 1987 adalah 6.745 jiwaKm 2 . Kecamatan yang terpadat penduduknya adalah Kecamatan Medan Kota 27.224 jiwaKm 2 , disusul Kecamatan Medan Timur 18.772 jiwa Km 2 dan Kecamatan Medan Barat 15.739 jiwaKm 2 , sedang yang relatif rendah kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Medan Labuhan 1.173Km 2 dengan luas wilayah 80 Km 2 disusul Kecamatan Medan Tuntungan 1.415 jiwaKm 2 dengan luas wilayah 30 Km 2 dan Kecamatan Medan Johor 3.452 jiwaKm 2 dengan luas wilayah 28 Km 2 . Ditinjau dari luas wilayah maka yang terluas adalah Kecamatan Medan Labuhan 80 Km 2 , disusul Kecamatan Medan Tuntungan 30 Km 2 yang ketiga adalah Kecamatan Medan Johor 28 Km 2 . Berdasarkan keterangan diatas maka rata-rata pertumbuhan penduduk Kotamadya Medan adalah 3,5. Peningkatan jumlah penduduk Kotamadya Medan bukanlah hanya disebabkan oleh kelahiran saja, tapi faktor utamanya adalah urbanisasi. 25 Masalah urbanisasi ini bukannya masalah kota Medan saja, atau sudah menjadi masalah umum pada kota-kota lainnya di Indonesia. Peningkatan perpindahan penduduk desa ke kota pada hakikatnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terdapat dalam kota tempat tujuan, misalnya lapangan pekerjaan yang tersedia karena fasilitas pendidikan yang lebih baik, serta faktor-faktor lain yang menarik bagi masyarakat pedesaan. 26 Dari para pendatang baru ke kotamadya Medan terdiri dari berbagai lapisan, dari golongan yang dilatar belakangi oleh kehidupan ekonomi yang kuat sampai kepada mereka yang tergolong ekonomi lemah. Adanya golongan ekonomi inilah maka gejala urbanisasi tampak menonjol di kotamadya Medan. 25 Badan Pusat Statistik, Penduduk Kotamadya Medan Hasil Registrasi Penduduk Akhir Tahun 1987, 1988, hal. 1. 26 B. Simanjuntak, Patologi Sosial, Bandung: Penerbit Alumni, 1981, hal. 210. Universitas Sumatera Utara Dapat diambil kesimpulan sebenarnya arus perpindahan mereka bukan disebabkan karena pengaruh parahnya kehidupan di daerah asal, tetapi oleh faktor lain, yaitu motif ekonomi merupakan dasar utama dan perbedaan fasilitas-fasilitas kehidupan antara kota dan desa ikut membantu di dalamnya.

2.4 Keadaan Kesehatan Penduduk di Kotamadya Medan Secara Umum.

Keadaan kesehatan rakyat di Kotamadya Medan boleh dikatakan cukup baik atas adanya usaha-usaha dari Dinas Kesehatan Rakyat Kotamadya Medan untuk memperbaiki kesehatan masyarakat kotanya. Usaha-usaha yang dilakukan tersebut menurut keterangan yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kotamadya Medan adalah : 1. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui Puskesmas, Balai Pengobatan, Balai Kesehatan Ibu dan Anak BKIA, dan Klinik Gigi. 2. Memberikan perawatan persalinan di Klinik-klinik Bersalin DKK Medan. 3. Untuk menambah pengetahuan dari pada masyarakat telah diadakan usaha penyuluhan Kesehatan Masyarakat melalui ceramah-ceramah, kunjungan kerumah-rumah, poster, slide, dan juga turut dalam kegiatan Dinas-Dinas lain. 4. Dalam rangka terlaksananya usaha-usaha peningkatan kesehatan ini Dinas Kesehatan juga melaksanakan korelasi secara lintas sektoral. 5. Kepada anak-anak sekolah melalui UKS Usaha Kesehatan sekolah dan UKGS Usaha Kesehatan Gigi Sekolah telah diberikan pendidikan Kesehatan dan kepada Guru beserta orang tua murid diberikan penyuluhan mengenai cara hidup sehat. Universitas Sumatera Utara 6. Untuk peningkatan Gizi masyarakat telah diberikan penataran kepada tokoh-tokoh masyarakat dan telah dilakukan dibeberapa desa serta memberikan ceramah- ceramah mengenai gizi dan pameran gizi. Dari usaha-usaha yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan ini, jelaslah sudah bagi kita bahwa Dinas Kesehatan lebih mengutamakan menjaga jangan timbulnya penyakit rakyat. Tidak seperti yang pernah dilakukan oleh kaum penjajah didaerah jajahannya, mereka hanya dapat menyembuhkan penyakit-penyakit daripada menjaga timbulnya. Dalam hal perbaikan hygiene Sanitasi lingkungan diadakan : 1. Pemeriksaan control air buang, air sungai, air minum, dsb. 2. Pembangunan jamban keluarga dan sumur pompa tangan 3. Pengawasan makanan atau minuman ditempat-tempat umum 4. Pengawasan penggunaan Peptisida 5. Membentuk team gerak cepat untuk menanggulangi penyakit menular 6. Melakukan pengawasan terhadap pramuria-pramuria melalui VD control pada dua tempat. 7. Mengadakan penyemprotan pada daerah-daerah tersangka adanya Malaria dan Demam Berdarah 8. Mengadakan TB Control pada dua tempat untuk menanggulangi penyakit TBC 9. Mengadakan Surveilans Epidemiologis untuk menanggulangi penyakit menular 10. Menyediakan obat-obatan standar diseluruh Instalasi DKK Medan Puskesmas, BP, BKIA dengan penyebaran yang relatif murah sesuai dengan perda yang berlaku. Universitas Sumatera Utara Dalam usaha mengurangi penyakit rakyat Dinas Kesehatan Kotamadya Medan telah melakukan berbagai usaha, disamping mempertinggi atau memperbaiki kesehatan masyarakat. Usaha-usaha tersebut antara lain ialah pemberian kekebalan, Vaksinasi Cacar, Rabies, perbaikan Hygene Sanitasi. Pemeriksaan air buangan, sungai, air minum dan sebagainya. Pembangunan jamban, sumur pompa dan pengawasan Pestisida. Masalah penyakit menular di Kotamadya Medan Dinas Kesehatan melakukan pemberantasan peyakit tersebut dengan tujuan untuk mematahkan mata rantai penularan. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan sumber atau pembawa penyakit, mencegah hubungan dengan penyebab penyakit atau memberi kekebalan kepada penduduk. Selanjutnya dalam menentukan penyakit-penyakit apa saja yang harus diberantas Dinas Kesehatan Kotamadya Medan mempergunakan faktor-faktor pertimbangan sebagai berikut: a. Ikatan perjanjian dengan luar negeri International Health Regulation yang dituangkan dalam Undang-Undang Karantina Cacar, Kolera dan Pes b. Penyakit yang merupakan masalah kesehatan rakyat dan telah diketahui cara-cara pemberantasannya yang efektif seperti Malaria, Tuberclosis paru-paru, Kusta, Framboesia dan Penyakit Kelamin. c. Penyakit lain yang timbul sebagai wabah dan perlu diambil tindakan seperlunya Anthrax, Demam Berdarah dan penyakit yang perlu dipersiapkan penanggulangannya dengan mengadakan survei, studi dan percobaan pemberantasan Universitas Sumatera Utara Sebagai kegiatan yang merupakan dasar penyokong atau penunjang pemberantasan peyakit menular di atas, yang sekaligus dapat mengatasi permasalahan yang ada atau timbul di daerah-daerah dilakukan pula : a. kegiatan penelitian keadaan penyakit dan pola penyebarannya Epidemiological Surveillance di daerah-daerah yang meliputi: penemuan penderita penyakit menular tertentu, pengumpulan data epidemiology tertentu sehubungan dengan timbulnya penyakit pada penderitanya, menganalisa data dan menyampaikan analisa data tersebut kepada yang bertugas mengambil tindakan. b. Pemeriksaan laboratorium serta meningkatkan fasilitas ruangan kerja, peralatan dan tenaga yang terlatih serta sistim penghubung yang seluas-luasnya. c. Kegiatan karantina dengan meningkatkan pencegahan masuk atau keluarnya penyakit menular ke atau dari Kotamadya Medan berdasarkan pertimbangan epidemiology, yang dalam hal ini memerlukan rehabilitasi fasilitas kerja. d. Usaha hygiene dan sanitasi dengan memperbaiki persediaan air minum dalam rangka pemberantasan atau pencegahan penyakit Kolera dan mendidik masyarakat dalam hal kebiasaan hidup yang higienis. Dinas kesehatan Kotamadya Medan membagi masalah penyakit menular ini didalam dua bagian yaitu : a. Penyakit menular wabah terjadi suatu saat melonjak dan kemudian menghilang. Penyakit menular yang termasuk didalam jenis ini adalah: - Kolera - Demam Berdarah - Cacar Universitas Sumatera Utara - Pest b. Penyakit menular Endemis terjadi sepanjang tahun. Penyakit menular Endemis ini terdiri dari: - TBC - Kelamin VD - Malaria - Kusta - Frambusia dan sebagainya Dalam menanggulangi penyakit menular wabah Dinas Kesehatan menghimbau kepada masyarakat agar segera memberitahukan kepada instansi kesehatan terdekat dalam waktu 1x24 jam setelah mengetahui adanya penderita penyakit menular ini maka segera dilakukan pengobatan sesuai dengan penyakit masing-masing, dan pencegahan dilakukan dengan vaksinasi atau imunisasi. Sedang penentuan kepastian penyakit dilakukan melalui pemeriksaan bahan-bahan sesuai dengan penyakitnya masing-masing. Misalnya tinja, darah dan sebagainya. Sedangkan penanggulangan terhadap penyakit Endemis dilakukan dengan pengobatan terhadap penderita secara berkelanjutan dan penentuan penyakitnya melalui pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaan Laboratorium terhadap Specimen, contoh bahan pemeriksaan seperti darah, dahak dan sebagainya untuk mengetahui secara pasti Invasi atau penyerangan penyakit dilakukan pemeriksaan terhadap seluruh daerah penderita. Dalam upaya memberantas penyakit kelamin maka kebijaksanaan yang diambil oleh Dinas Kesehatan Kotamadya Medan adalah: Universitas Sumatera Utara a. Melaksanakan penemuan penderita Case Finding aktif dengan pemeriksaan STS Test Serologik terhadap Syphilis terhadap golongan-golongan masyarakat tertentu Closed Communities. b. Melanjutkan penyuntikan sekali seminggu terhadap para WTS yang dilokalisir Regular Mass TreatmentRMT dan razia terhadap WTS liar. c. Meningkatkan pendidikan kesehatan kepada masyarakat mengenai penyakit kelamin. d. Mengembangkan cara pemberantasan Gonorrhea Selain menghadapi masalah penanggulangan penyakit-penyakit rakyat hal lain yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan Kotamadya Medan dalam upayanya meningkatkan kesehatan masyarakat Kotamadya Medan adalah masalah penanggulangan ketergantungan obat narkotika. Pada umumnya korban narkotik adalah para remaja yang berumur antara 16-25 tahun, satu hal yang sangat mencemaskan mengingat bahwa mereka adalah generasi penerus, yang berarti juga menyangkut masa depan bangsa dan negara kita. Penyalahgunaan narkotika ini adalah satu dari gejala-gejala kenakalan remaja yang melanda Kotamadya Medan, di samping gejala-gejala lainnya seperti pergaulan yang terlalu bebas, kurangnya sopan santun, perkelahian-perkelahian, pengebutan- pengebutan dan lain sebagainya. Dalam menghadapi situasi ini Pemerintah telah bertindak cepat dan tegas dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 61971. Dengan berlandaskan Instruksi Presiden ini dibentuklah Team Narkotika dan Kenakalan Remaja, yang bertugas melakukan koordinasi usaha penanggulangan kenakalan ramaja di seluruh Universitas Sumatera Utara Indonesia. Departemen Kesehatan, dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Kesehatan Jiwa, ikut aktif dalam usaha ini. Lembaga Ketergantungan Obat ini meliputi beberapa unit yaitu detoxifikasi, outpatient ambulatoir, rehabilitasiresosialisasi, epidemiologi dan Laboratorium. Dengan demikian terhimpun kerjasama antara para dokter, psikiater, pekerja sosial, psikolog, perawat dan tenaga administrasi untuk pemulihan kesehatan dan pengembalian para remaja yang dirawat ke dalam masyarakat dan lingkungannya. 27 27 Ibid., hal. 103 Universitas Sumatera Utara BAB III PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PENDERITA HIVAIDS DI KOTAMADYA MEDAN 1987-1990 Indonesia pertama kali mengetahui adanya kasus AIDS pada bulan april 1987 dengan meninggalnya seorang wisatawan Belanda disalah satu RS terbesar di Bali. Sebelumnya penyakit ini sebenarnya telah berada di Indonesia sejak tahun 1983, hal ini dibuktikan oleh dr. Zubairi Djoerban dari hasil penelitian yang ia lakukan terhadap 20 orang wanita tuna susila terdapat 3 orang yang positif terinfeksi HIV, dengan demikian sebenarnya HIV telah ada di Indonesia sebelum tahun 1987. Sikap pemerintah pada mulanya justru menutupi adanya kasus tersebut di Indonesia. Sebagian masyarakat juga menyangkalnya. Masalah AIDS rasanya tidak mungkin berkembang di Indonesia karena masyarakatnya masih memegang norma-norma dan adat ketimuran. Hal ini merupakan salah satu sikap irasional yang memungkiri adanya kasus ini. Respon pemerintah terhadap masalah AIDS baru terlihat karena, penyakit ini bukan saja menyerang para warga negara asing tetapi justru sudah melanda warga Negara Indonesia. Korban pertama AIDS di Indonesia adalah mereka yang tergolong berperilaku resiko tinggi 28 seperti kelompok pekerja seks komersial yang sering melakukan hubungan seks yang tidak aman lewat anus dan berganti-ganti pasangan seks. Kelompok lain adalah 28 Perilaku beresiko tinggi adalah sikap dan perilaku individu yang memungkinkan dirinya untuk tertular virus HIV, misalnya melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan alat kontrasepsi kondom dan pemakaian narkoba melalui jarum suntik yang tidak steril. Universitas Sumatera Utara kelompok homoseksual, dan para pengguna narkoba suntik. Dari sejak semula kelompok- kelompok inilah yang dianggap paling berpotensi tertular HIVAIDS, selain karena pengetahuan mereka masih sangat terbatas mengenai penyakit ini, kondisi kehidupan mereka juga menghadapkan mereka dengan resiko tertular virus HIV. Sikap dan tindakan lain yang muncul di masyarakat adalah dalam bentuk pengucilan penderita dan keluarganya karena mereka dianggap menodai lingkungan masyarakat. Penderita AIDS adalah anggota masyarakat yang melakukan perilaku yang tercela sehingga mereka pantas mendapat hukuman dari Tuhan dan patut dikucilkan dari pergaulan. Semua sikap tersebut merupakan reaksi social masyarakat yang emosional karena kurangnya pemahaman mereka tentang perjalanan penyakit ini, terutama tentang cara penularannya. Kotamadya Medan sebagai salah satu kota besar di Indonesia juga tidak luput dari virus ini. Kasus pertama HIV di Kotamadya Medan diindikasikan telah ada pada tahun 1987, dimana penderita pertama di Kotamadya Medan adalah seorang Nahkoda. Kasus penyakit ini ditemukan melalui metode serosurvei 29 yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara pada daerah-daerah yang merupakan daerah rawan penyebaran virus HIV. 30

3.1 Latar Belakang Penderita HIVAIDS

Masyarakat di seluruh dunia, di semua negara bukanlah masyarakat homogen yang merata. Masyarakat senantiasa terdiri dari berbagai lapisan sosial dengan banyak faktor yang menyebabkan perbedaan antara semua lapisan sosial masyarakat. 29 Serosurvei adalah survei yang dilengkapi dengan pengambilan sampel darah secara sukarela untuk dilakukan pengujian testing serologic adanya infeksi HIV pada populasi tertentu. 30 Wawancara dengan Bapak Andi Ilham Lubis, di Kantor Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara bidang Pemberantasan Penyakit Menular Langsung dan Lingkungan pada tanggal 22 Mei 2009. Universitas Sumatera Utara Lapisan sosial yang berbeda pada masyarakat menyebabkan kerentanan yang berbeda pula terhadap penderita suatu penyakit. Ini bukan hanya disebabkan oleh suatu faktor tunggal, namun tergantung pada banyak sekali faktor, terutama ekonomi pendidikan, dan sosial, di samping biologis dan lingkungan. Cara hidup dan gaya hidup manusia juga merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan kemunculan dan berkembangnya suatu penyakit yang sebelumnnya tak dikenal orang. AIDS merupakan salah satu contoh dimana gaya dan cara hidup manusia yang secara langsung ataupun tidak langsung ikut membantu kemunculan dan berkembangnya jumlah penderita penyakit ini. 31 Khusus di Kotamadya Medan penyakit ini banyak menyerang pada kelompok masyarakat yang mempunyai perilaku beresiko tinggi. Penderita penyakit ini kebanyakan adalah wanita pekerja seksual, pengguna narkoba khususnya pada mereka yang memakai narkoba dengan menggunakan alat suntik, dan pada lelaki homoseksual. Walaupun pada perkembangan selanjutnya penderita penyakit ini adalah ibu rumah tangga yang ditularkan oleh suami yang berperilaku beresiko tinggi dan anak-anak yang ditularkan melalui ibunya selama dalam masa kehamilan. 32 Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapatlah diklasifikasikan atau digolongkan latar belakang penderita penyakit HIVAIDS dari beberapa sudut pandang. Yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.

3.1.1 Latar Belakang Ekonomi

31 Benyamin Lumenta, Penyakit Citra, Alam, dan Budaya Tinjauan Fenomena Sosial, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1989, hal. 40-41. 32 Wawancara dengan Bapak Andi Ilham Lubis, di Kantor Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara bidang Pemberantasan Penyakit Menular Langsung dan Penyehatan Lingkungan pada tanggal 22 Mei 2009. Universitas Sumatera Utara Ekonomi merupakan faktor penting dari kehidupan manusia, dan ini merupakan sifat manusia untuk berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang dalam kesempatan mana ada yang menempuh jalan yang terhormat dan ada jalan yang tercela. Dalam kaitannya dengan latar belakang penderita HIVAIDS masalah ekonomi memiliki peranan sangat penting, dimana hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seorang individu itu dapat terjangkit virus HIV. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penderita HIVAIDS yang terbanyak berasal dari pengguna narkoba yang menggunakan alat suntik secara bergantian dan pekerja seks komersial. Mereka yang berprofesi sebagai wanita tuna susila WTS pada umumnya melakukan profesi tersebut karena terdesak kebutuhan ekonomi. Dalam hal ini prostitusi merupakan jalan untuk mendapatkan nafkah, sehingga banyak wanita yang kemudian terjerumus menjadi WTS. Menurut Hull dan Sulistyaningsih ada berbagai cara wanita dapat terjebak didalam praktek pelacuran “Ada banyak jalan perempuan terjun ke dunia seks, masing-masing berhubungan dengan berbagai sector yang berbeda di industri ini. Ada yang terbujuk iming-iming imbalan uang besar yang ditawarkan oleh berbagai jenis pekerja seks, keuntungan yang mereka dapat dan yang bisa mereka raih dari menjual jasa seks ke pelanggan jenis tertentu, dan kemudian memilih dunia pelacuran daripada bekerja di bidang lain. Namun hal ini sangat jarang. Yang lebih banyak terjadi adalah para perempuan tersebut dipaksa oleh berbagai keadaan yang menyudutkan, kegagalan pernikahan atau percintaan, kurang adaya pilihan pekerjaan lain, tapi yang paling sering terjadi adalah keputusasaan dalam mendapatkan penghasilan untuk menunjang hidup mereka, keluarga dan anak-anak mereka”. 33 Mereka dalam melakukan praktek prostitusinya ada yang secara terang-terangan dan ada yang melakukannya secara terselubung. WTS yang secara terang-terangan melakukan praktek prostitusi dan liar, baik secara perorangan ataupun kelompok. 33 Hull, Jones, terj Sulistyaningsih, Prostitusi di Indonesia: sejarah dan evolusi, Jakarta: Pustaka sinar Harapan, 1998, hal. 51. Universitas Sumatera Utara Perbuatannya tidak terorganisir, tempatnya tidak tertentu. Bisa disembarang tempat, mencari “mangsa” sendiri. Sedangkan WTS yang melakukan praktek prostitusinya secara terselubung biasanya mereka mempunyai pekerjaan sampingan yang menutupi status mereka sebagai seorang WTS. hal ini dapat kita jumpai pada tempat-tempat hiburan, penginapan, konsentrasi wisatawan asing, salon-salon kecantikan dan panti-panti pijat. 34 Pada umumnya mereka yang melacurkan diri kurang mempedulikan kesehatannya, karena belum tentu mereka itu mau memeriksakan kesehatannya ke dokter. 35 Dengan demikian WTS yang secara terang-terangan melacurkan diri dengan WTS yang terselubung sama-sama mempunyai resiko tinggi untuk terkena HIV begitu juga dengan pria-pria yang memakai jasa mereka. Pada penderita HIV yang berasal dari pengguna narkoba suntik berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas, sehingga mereka dapat dengan mudah membeli dan menggunakan narkoba tersebut secara bergantian. Selain itu, pengguna narkoba suntik cenderung juga melakukan kegiatan seks dengan berganti-ganti pasangan hubungan seks beresiko tinggi.

3.1.2 Latar Belakang Pendidikan

Sebagian besar penderita HIV yang berprofesi sebagai WTS berpendidikan rendah. WTS yang berpendidikan rendah relatif berimbang, antara kelompok WTS langsung dan WTS tidak langsung, yaitu lebih dari setengahnya maksimum hanya tamat SD. 36 34 Kartini Kartono, Patologi Sosial, Jakarta: Rajawali Pers, 1992, hal. 214-218. 35 Wawancara dengan Bapak Fery, di Kantor Dinas Kesehatan Kotamadya Medan bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan pada tanggal 18 Juli 2009. 36 Badan Pusat Statistik, Laporan Hasil Survei Surveilans Perilaku SSP 1990 Sumatera Utata, hal. 8-9. Universitas Sumatera Utara WTS tidak langsung lebih banyak yang berpendidikan lebih tinggi dibanding WTS langsung meskipun perbedaannya tidak signifikan. Sedangkan pria-pria yang menggunakan jasa WTS ini mempunyai pendidikan lebih tinggi dari WTS, yaitu lebih dari 65 persen minimal berpendidikan tamat SLTP, dan pelanggan yang tidak tamat SD hanya sebagian kecil saja, yaitu 10,2 persen. 37 Penderita HIVAIDS bila dilihat dari pekerjaannya kebanyakan dari mereka mengaku sebelum terkena HIVAIDS mereka berprofesi sebagai wiraswasta. Hal ini terjadi karena mereka tidak jujur dengan profesi asli mereka. 38 Pengakuan yang seperti ini sering dilakukan oleh WTS yang berprofesi ganda praktek prostitusi tidak langsung.

3.1.3 Latar Belakang Sosial

Keluarga merupakan unit yang terkecil dari masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, anak dan merupakan sendi dasar organisasi sosial serta mempunyai corak tersendiri. Bayi yang baru dilahirkan pertama kali yang ia temukan adalah masyarakat kecil ini. Dalam keluargalah sosialisasi dilakukan pertama kali. Kepribadian dan bagaimana cara bertindak didalam masyarakat merupakan hasil pengalaman dalam keluarga. Tetapi dengan adanya perubahan sosial-modernisasi keluarga sebagai tempat pembentuk kepribadian kemudian berubah menjadi hubungan apektif dan hubungan emosional menjadi renggang. Komunikasi antar anggota keluarga menjadi kurang. Anggota keluarga kehilangan pegangan dan mengikuti jalannya sendiri. Anak-anak lebih suka mencari hiburan di luar lingkungan keluarga dan menemukannya didalam lingkungan kawan. Sehingga secara sosial dan emosional mereka didewasakan di luar keluarga dan 37 Ibid., hal 10. 38 Wawancara dengan Bapak Edo di Kantor Dinas Kesehatan Kotamadya Medan bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan pada tanggal 20 Juli 2009. Universitas Sumatera Utara di luar sekolah. Timbullah keregangan antara orang tua dan anak. Keadaan ini kemudian diperparah oleh semakin berkembangnya teknologi komunkasi massa sehingga nilai yang diikuti oleh anggota keluarga dari generasi yang berbeda tidaklah sama. Akibatnya sering terjadi kesalahpahaman antara orang tua dan anak karena perbedaan nilai ini. Keadaan yang seperti ini kemudian mengacu kepada kenakalan remaja, narkotik, dan broken home. 39 Lima puluh persen dari penderita HIVAIDS adalah orang dewasa muda dalam usia produktif atau yang berkisar antara 20-25 tahun. Jadi, bila masa inkubasi 40 penyakit ini adalah 2-10 tahun maka bisa dipastikan bahwa virus HIV telah berada didalam tubuh mereka pada saat mereka berumur kurang lebih 15-17 tahun. 41 Hal ini berarti ketika mereka masih duduk di bangku sekolah mereka telah tertular virus HIV ini, dan tentu saja mereka tertular virus ini akibat dari narkoba. Hal yang sama juga terjadi pada penderita HIVAIDS yang dulu sebelum terkena virus ini berprofesi sebagai WTS. Mereka melacurkan diri pada dasarnya diakibatkan pergaulan yang kurang baik di masa lalu, keluarga yang tidak mampu mendidik, kekurangan, kehilangan cinta kasih semasa anak dari orang tua, sehingga menimbulkan perasaan tidak aman dengan demikian mereka dengan mudah mencari cinta kasih melalui hubungan kelamin. Dan persetubuhan yang paling mudah adalah dengan jalan melacur. Lingkungan yang buruk juga menjadi faktor penentu untuk mereka melacurkan diri. 39 Susi Adisti, Belenggu Hitam Pergaulan dan Hancurnya Generasi Akibat Narkoba, Jakarta: Restu Agung, 2007, hal. 40-41. 40 Masa Inkubasi adalah periode antara mulai terinfeksi sampai muncul gejala-gejala penyakit. Masa Inkubasi HIV antara 2-10 tahun, dalam periode ini penderita HIV dapat menularkan HIV kepada orang lain. 41 Wawancara dengan Bapak Andi Ilham Lubis, di Kantor Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara bidang Pemberantasan Penyakit Menular Langsung dan Penyehatan Lingkungan pada tanggal 22 Mei 2009. Universitas Sumatera Utara Apabila lingkungan tempat tinggal atau perumahan buruk membuat anak-anak muda belajar mengenal perbuatan seksual ditambah lagi dengan tidak adanya kontrol dari orang tua sehingga mereka dapat leluasa untuk berjalan di malam hari. Disamping itu suasana pekerjaanpun menjadi salah satu faktor penting untuk terjadinya pelacuran seperti pelayan night club, hotel-hotel, panti pijat, salon-salon kecantikan dan lain-lain.

3.2 Kekeliruan Mengenai Penularan

Seperti yang telah ditegaskan sebelumnya bahwa HIV adalah virus yang hanya dapat ditularkan lewat media darah, cairan sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh lainnya konsentrasi virus ini sangat kecil sekali, sehingga cairan tersebut tidak dapat menularkan virus tersebut kepada orang lain. Implikasi dari sifat HIV ini adalah HIV juga tidak bisa ditularkan lewat udara seperti Tuberclosis TBC. 42 Ternyata banyak berita, baik itu media massa ataupun cetak tidak menjelaskan cara penularan HIV dan hal itu mengakibatkan masyarakat merasa kebingungan. Mereka menganggap bahwa daerah rawan penyebaran HIVAIDS adalah tempat pelacuran non formal ataupun liar dan jalur lalu lintas padat. Kesimpulan ini seperti ini merupakan suatu kekeliruan besar. Sebagai contoh apabila orang berdesakan di bus dimana keberadaan manusia berada didalam satu bus di tengah lallulintas yang padat, sama sekali tidak membawa bahaya terinfeksi HIV. Walaupun apabila salah satu diantara mereka merupakan orang yang terinfeksi HIV. 43 Kecenderungan untuk mengecap daerah tertentu sebagai daerah rawan AIDS juga keliru. Karena bukan suatu tempat yang rawan AIDS, 42 Ahmad Syams Madyan, Op.Cit., hal. 70. 43 Syaiful W. Harahap, Pers Meliput AIDS, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000, hal 21. Universitas Sumatera Utara tetapi manusia yang berperilaku resiko tinggi terhadap penularan HIVAIDS di manapun mereka berada merupakan hal yang patut untuk diwaspadai. Penularan HIV yang hanya berdasarkan pada cairan tertentu didalam tubuh manusia memunculkan anggapan baru bahwa penyakit ini ditularkan terutama dari hubungan seksual yang menyimpang dari nilai dan norma masyarakat. Dengan anggapan yang demikian ini maka hubungan seksual apabila menyimpang dari norma akan mengakibatkan tertular HIV. Akan tetapi perlu kita garis bawahi sebelumnya bahwa penularan virus ini hanya dapat terjadi dalam kondisi yang sangat spesifik dan hubungan seksual yang tidak aman, yaitu tanpa memakai kondom yang mempunyai persentase terbesar untuk dapat tertular virus ini. Selain itu penularan virus ini juga menular melalui transfusi dengan darah yang sudah tercemar atau jarum suntik yang tercemar virus HIV. Seperti yang kita ketahui bahwa sebenarnya penularan terbesar dari virus ini terdapat pada pengguna narkoba dengan menggunkan alat suntik akan tetapi masyarakat cenderung beranggapan bahwa penderita HIV seluruhnya berasal dari perilaku seksual saja. 44 Permasalahan ini kemudian timbul akibat kurangnya pemberitaan tentang bagaimana cara penularan dari virus ini, sehingga masyarakat masih sangan awam tentang cara penularan virus ini. Akibatnya rasa takut tertular melalui pergaulan biasa terjadi di tengah-tengah masyarakat. Apabila pandangan yang keliru ini masih terus dipelihara tanpa ada perbaikan dari pihak-pihak terkait maka perlakuan masyarakat terhadap penderita HIVAIDS dan keluarga dari penderita itu sendiri tidak akan pernah berubah. Perlakuan masyarakat yang mendiskriminasi penderita HIVAIDS akan tetap subur 44 Ibid., hal. 26. Universitas Sumatera Utara

3.3 Stigma Sosial dan Diskriminasi Masyarakat

Stigma sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok. Dalam Antropologi, stigma sosial berarti cacat sosial. 45 Orang merasa tidak nyaman di hadapan orang lain, apabila dalam keluarganya ada seorang yang berbuat sesuatu yang memalukan, atau ada anggota keluarga yang dipermalukan orang lain tanpa sebab yang jelas, sehingga mereka merasa terhina, menyandang aib. Cacat ini merupakan beban moral seumur hidup dan diwariskan pula berketurunan. Maka, setiap anggota keluarga yang menanggung beban moral ini secepatnya harus berusaha menghapus aib tadi dan mengembalikan kehormatan keluarga. Stigma berhubungan erat dengan kekuasaan dan dominasi dalam masyarakat. Pada puncaknya, stigma akan menciptakan ketidaksetaraan sosial. Stigma berurat akar di dalam struktur masyarakat dan norma-norma serta nilai yang mengatur kehidupan sehari- hari. Ini menyebabkan beberapa kelompok menjadi kurang dihargai dan merasa malu, sedangkan kelompok lainnya merasa superior. Dalam konteks HIVAIDS sebagian besar masyarakat memberikan stigma buruk terhadap penderita AIDS. Stigma ini kemudian mengacu pada prasangka buruk, pengabaian, pendiskreditan dan diskriminasi terhadap individu, kelompok atau komunitas 46 yang diasosiasikan dengan mereka yang menyebarkan HIVAIDS secara sederhana. 45 Kartini Kartono, Op. Cit., hal 219. 46 Wawancara dengan Noni dan Arif di Kantor LSM Medan Plus pada tanggal 18 Mei 2009. Seperti dialami oleh Arif dan Noni, mereka merupakan penderita HIVAIDS akibat dari pemakaian narkoba dengan menggunakan jarum suntik yang telah tercemar. Ketika, status HIVnya diketahui oleh keluarga dan masyarakat disekitarnya, ia kemudian diusir oleh masyarakat dan tidak diakui lagi oleh keluarganya begitu pula dengan istrinya Noni yang dianggap sebagai pembawa virus oleh keluarga suaminya. Universitas Sumatera Utara Pada lingkungan masyarakat, orang yang hidup dengan HIVAIDS sering terlihat memalukan. Masyarakat menghubungkan infeksi ini dengan kelompok minoritas atau tingkah laku, contohnya wanita pekerja seks. Beberapa kasus HIVAIDS mungkin dihubungkan dengan ‘perbuatan yang tidak wajar’ dan mereka yang terinfeksi akan dihukum. Masyarakat percaya bahwa HIVAIDS dapat membawa aib bagi keluarga dan komunitas. Pada waktu yang sama tanggapan negatif untuk HIVAIDS sayangnya tersebar secara luas, mereka sering menguatkan ide yang dominan tentang baik dan buruknya mengenai seks dan penyakit, dan pantas atau tidaknya tingkah laku. Stigma AIDS terbagi menjadi tiga kategori yaitu: a. Stigma Instrumental AIDS, yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan dapat ditransmisikan. b. Stigma Simbolis AIDS, yaitu penggunaan HIVAIDS untuk mengekspresikan sikap melalui grup sosial atau gaya hidup yang berhubungan dengan penyakit. c. Stigma Kesopanan AIDS, yaitu stigmatisasi orang yang berhubungan dengan isu HIVAIDS atau orang yang positif HIV. 47 Stigma AIDS diekspresikan dengan satu atau lebih stigma, terutama yang menyangkut dengan homoseksual, biseksual, persetubuhan dengan siapa saja dan penggunaan narkoba. Karena, hubungan antara AIDS, homoseksualitas, biseksualitas, dan hubungan ini berhubungan dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi seperti sifat homophobia. 48 Mereka yang memiliki pengertian salah mengenai HIVAIDS 47 Proyek Pendokumentasian Dilakukan Oleh Kelompok Sebaya, Dokumentasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap Orang Dengan HIVAIDS di Indonesia, Jakarta: Yayasan Spiritia, 1990, hal. 48 Homophobia berasal dari kata “homos” sama dan “phobos” takut. Istilah ini dicetuskan oleh psikolog klinis George Weinberg pertama kali digunakan di majalah Time tahun 1969. homophobia merupakan ketakutan atau kebencian pada homoseks dan homoseksualitas. Dalam prakteknya homophobia diwujudkan antara lain seperti menghindar, ketidaksetujuan, diskriminasi, penghinaan atau pencelaan kaum homoseks, gaya hidup mereka, dan perilaku seks mereka. Universitas Sumatera Utara kebanyakan adalah orang yang memiliki tingkat pengetahuan rendah dengan tingkat religius yang tinggi. Diskriminasi terjadi ketika pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka buruk mereka akan status HIV seseorang. Contoh-contoh diskriminasi meliputi: staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan kepada penderita HIVAIDS atasan yang memberhentikan karyawannya berdasarkan status atau prasangka akan status HIV mereka keluarga atau masyarakat yang menolak mereka yang hidup, atau dipercayai hidup dengan HIVAIDS. Tindakan seperti itu sudah sering terjadi terhadap mereka. 49 Stigma dan diskriminasi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Stigma yang dihubungkan dengan penyakit menimbulkan efek psikologis berat tentang bagaimana penderita HIV melihat diri mereka sendiri. Hal ini bisa mendorong terjadinya beberapa kasus depresi, kurangnya kepercayaan diri dan keputusasaan. Stigma dan diskriminasi juga menghambat upaya pencegahan dengan membuat orang takut untuk mengetahui mereka terinfeksi atau tidak. Bisa pula menyebabkan mereka yang telah terinfeksi meneruskan praktik seksual tidak aman karena takut orang-orang akan curiga terhadap status HIV mereka. Akhirnya penderita HIV dillihat sebagai masalah, bukan sebagai solusi untuk mengatasi epidemi ini. Stigma dan diskriminasi terhadap penderita HIV disebabkan karena kurangnya informasi yang benar tentang cara penularan HIV, adanya ketakutan terhadap HIVAIDS, dan fakta AIDS adalah penyakit mematikan. Kita juga sering mendengar rumor dan 49 Wawancara dengan Bapak Victory Brahmana di Kantor LSM Medan Plus pada tanggal 18 Mei 2009. Universitas Sumatera Utara mitos-mitos tentang AIDS. 50 Ini semua menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang HIV dan AIDS sangatlah kurang. Sikap dan pandangan masyarakat terhadap penderita HIVAIDS sangat buruk sehingga melahirkan permasalahan serta tindakan yang melukai fisik maupun mental bagi penderita HIVAIDS bahkan kelurga dan orang-orang terdekatnya. Adapun faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi adanya stigma buruk yang berhubungan dengan HIVAIDS adalah: a. HIVAIDS adalah penyakit yang mengancam kehidupan. b. Masyarakat takut mengidap HIVAIDS. c. Penyakit ini berhubungan dengan tingkah laku seperti seks di antara pria dan pengguna jarum suntik yang menjadi stigma di dalam masyrakat. d. Masyarakat yang hidup dengan HIVAIDS sering berfikir untuk terinfeksi juga. e. Agama atau moral percaya bahwa beberapa orang yang mengidap HIVAIDS adalah hasil dari kesalahan moral seperti persetubuhan dengan siapa saja atau seks yang menyimpang yang pantas untuk menerima hukuman dari Tuhan. 51 Sesungguhnya hak penderita HIVAIDS sama dengan manusia lain, tetapi karena ketakutan dan kekurangpahaman masyarakat hak penderita HIVAIDS sering dilanggar. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan menyangkut hak asasi penderita HIVAIDS yaitu: a. Hak atas perlakuan non-diskriminatif termasuk hak atas kedudukan yang sama di dalam hukum dan segala bentuk diskriminasi baik itu berdasarkan warna kulit, ras, jenis kelamin, tingkat sosial-ekonomi dan sebagainya. Tindakan diskriminatif 50 Wawancara dengan Suhendra, di kantor LSM SPKS pada tanggal 20 Juli 2009. Ia mengatakan bahwa sempat beredar kabar untuk berhati-hati berada di tempat umum seperti didalam bus ataupun didalam bioskop karena adanya orang-orang iseng dengan sengaja menaruh jarum suntik yang sudah terinfeksi HIVAIDS untuk mencelakai orang lain. 51 Wawancara dengan Ibu Asih di klinik VCT RSUP H. Adam Malik pada tanggal 28 Mei 2009. Universitas Sumatera Utara hanya tidak hanya keliru dan salah, tapi juga akan menimbulkan dan mempertahankan kondisi yang memudahkan penularan HIVAIDS. b. Hak untuk memperoleh kemerdekaan dan rasa aman, penderita HIVAIDS hendaknya tetap berada ditengah-tengah masyarakat tanpa adanya diskriminasi dan penggucilan dari masyarakat. Di penjara seorang tahanan yang terinfeksi HIVAIDS tidak boleh dipisahkan atau diisolasi dari tahanan lain. c. Hak untuk menikah. Penderita HIVAIDS mempunyai hak untuk menikah, dan untuk menghormati hal tersebut seharusnya tersedia untuk penderita penyakit ini dan pasangannya. d. Hak untuk mendapatkan pendidikan. Masalah pendidikan untuk penderita HIVAIDS seharusnya tidak dibatasi dan interaksi sosial di sekolah perlu dibina dengan baik agar penderita HIVAIDS tidak tersingkir. e. Hak asasi manusia untuk perempuan berstatus penderita HIVAIDS. f. Hak asasi manusia untuk penderita HIVAIDS anak-anak. Hak anak adalah hak yang juga berlaku untuk layanan kesehatan, perlakuan non-diskriminatif dan sebagainya. 52 Apabila kita lihat masalah hak asasi pada HIVAIDS sebetulnya kita mengkaji masalah hak asasi manusia yang paling hakiki dan universal. Dan sebenarnya kita sedang melihat masalah kemanusiaan secara umum, baik yang berhubungan maupun yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan HIVAIDS.

3.4 Pelayanan Medis Yang Tidak Memihak

Infeksi HIV akan membawa dampak psikososial pada orang yang terinfeksi. Penderitanya tidak hanya akan mengalami gejala klinis tetapi juga menghadapi berbagai 52 Proyek Pendokumentasian yang dilakukan oleh Kelompok Sebaya, Op.cit., hal. 10-13. Universitas Sumatera Utara masalah psikis dan sosial. Sebagai warga negara penderita HIV juga sama seperti warga negara lainnya mempunyai hak dan kewajiban. Karena AIDS masih merupakan stigma maka ketakutan sebagai anggota masyarakat terhadap penderita HIVAIDS mengakibatkan beberapa hak penderita HIV tersebut terabaikan. Sumpah Dokter misalnya, mewajibkan setiap dokter untuk menolong semua orang tanpa membedakan latar belakang penyakitnya. Penderita HIV seperti layaknya penderita penyakit lain sudah sewajarnya mendapatkan hak yang sama dalam memberikan layanan kesehatan baik itu di instansi layanan kesehatan swasta ataupun pemerintah. Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan terjadi pengabaian hak penderita HIV, ini disebabkan oleh ketidaktahuan atau ketidakpedulian unit yang bersangkutan terhadap sumpah dokter yang telah mereka ucapkan. Banyak rumah sakit yang tidak siap untuk merawat pasien HIVAIDS. Apabila ada pasien yang setelah dilakukan pemeriksaan terbukti positif HIV, mereka cenderung mendapatkan perlakuan diskriminatif dan terkadang pihak rumah sakit menolak untuk memberikan perawatan dan menunjuk pasien tersebut ke rumah sakit lain, dalam hal ini rumah sakit yang sering dijadikan bahan rujukan untuk pasien HIV dan AIDS ini adalah rumah sakit pemerintah. 53 Selain daripada itu adanya cara-cara isolasi medis dalam penanganan HIVAIDS dengan penempatan penderita diruang khusus merupakan bentuk pendiskriminasian dan menstigmatisasi penderita HIVAIDS. Seperti yang kita ketahui bahwa penularan penyakit HIVAIDS tidaklah mudah sehingga isolasi medis sebenarnya tidak perlu dilakukan. Secara psikologis baik itu penderita maupun keluarga benar-benar terpukul dengan kondisi ini. Di lain pihak banyak kasus yang terjadi dimana pihak rumah sakit 53 Wawancara dengan Ibu Dewi, di kantor LSM SPKS pada tanggal 8 Agustus 2009. Universitas Sumatera Utara dan dokter yang menolak untuk merawat pasien HIVAIDS karena mereka mengetahui bahwa pasien tersebut terinfeksi HIV. 54 Salah satu masalah lain dalam pemeliharaan kesehatan penderita HIV adalah sikap sebagian perusahaan asuransi yang tidak mau mengganti biaya pengobatan bila diketahui klien terinfeksi HIV. 55 Hal ini terjadi karena pihak asuransi tidak mau dirugikan dengan mengeluarkan biaya yang besar untuk pengobatan penderita HIVAIDS. Seharusnya instansi kesehatan dan alat-alat kesehatan sudah sepatutnya untuk memihak kepada masyarakat tanpa membedakan penyakit apa yang diderita oleh pasien tersebut. Penolakan dan pengisolasian penderita merupakan tindakan yang tidak tepat karena penderita HIVAIDS juga merupakan manusia, sehingga sudah seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama seperti manusia lainnya 54 Wawancara dengan Bapak Roman di klinik VCT RSUP H. Adam Malik pada tanggal 28 Mei 2009. 55 Wawancara dengan Bapak Rahmad Nur Kurniawan di kantor LSM SPKS pada tanggal 10 Agustus 2009. Universitas Sumatera Utara BAB IV DAMPAK HIVAIDS BAGI MASYARAKAT DI KOTAMADYA MEDAN 1987-1990 Pada saat ini orang sangat mudah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, satu kota ke kota lain, dan satu pulau ke pulau lain. Hal ini karena didukung oleh lancarnya transportasi dan komunikasi disamping adanya faktor-faktor pendukung lain seperti faktor ekonomi dan pariwisata. Perpindahan ini mengkibatkan tumbuh suburnya sarana untuk penyebaran penyakit menular khususnya HIVAIDS. Akibat penularan HIVAIDS yang tidak terkontrol tadi secara langsung atau tidak langsung akan membawa dampak pada masyarakat. penyebaran HIVAIDS mempunyai dampak luas pada kependudukan, sosial, ekonomi dan keluarga.

4.1 Dampak HIVAIDS Terhadap Keluarga

Keluarga sebagai lembaga pertama kali yang dikenal oleh individu, mempunyai peranan yang cukup penting di dalam prasosialisasi anak sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Karena dalam keluargalah anak sebagai individu mulai diperkenalkan dengan nilai-nilai dan sikap yang terdapat di dalam dan dianut oleh masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan kontribusi terbesar seseorang dalam menyalahgunakan narkoba sehingga pada akhirnya akan terjangkit AIDS. Hal ini sering terjadi dikarenakan beberapa penyebab yaitu : a. Kematian orang tua broken home by death b. Kedua orang tua bercerai atau pisah broken home by divorceseparations Universitas Sumatera Utara c. Hubungan kedua orang tua dan anak tidak harmonis poor parent child relationship d. Suasana rumah tangga yang tegang hidh tensions e. Suasana rumah tangga yang tanpa kehangatan low warmth f. Orang tua sibuk dan jarang di rumah absence g. Orang tua mempunyai kelainan kepribadian personality disorder 56 Hal-hal tersebut di atas merupakan penyebab terbesar dari seorang individu itu terjerumus untuk menggunakan narkoba. Selain dari pada lingkungan keluarga, masyarakat juga mempunyai peranan penting di dalam tumbuh kembang seorang remaja. Karena, lingkungan merupakan tempat yang paling dekat dengannya setelah keluarga. Dalam lingkungan masyarakat seorang remaja akan berinteraksi dengan dunia luar selain kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya. Remaja biasanya mempunyai teman akrab yang kemudian secara otomatis membentuk suatu kelompok, yang mau tidak mau harus mentaati peraturan yang ada didalam kelompok itu. Biasanya dalam kelompok, para remaja ini mulai mencoba hal-hal yang baru dan bertujuan untuk mencari pengalaman. 57 Ketika mulai mencoba mencari pengalaman baru itu di dalam kelompoknya, maka hal ini akan membuka kesempatan dan peluang bagi remaja untuk menggunakan penyalahgunaan narkoba yang kemudian mengakibatkan seorang remaja itu terjerumus ke dalam pergaulan bebas dan berujung pada AIDS. Keluarga merupakan suatu unit sosial masyarkat yang dapat dengan cepat mangalami dampak buruk AIDS. Keluarga memikul banyak beban dari AIDS ini dalam 56 Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Jakarta: PT. Dhana Bakti Prima Yasa, 1996, hal. 142 57 Danni Yatim dan Irwanto, Kepribadian, Keluarga, dan Narkotika; Tinjauan Sosial Psikologis, Jakarta: Arcan, 1991, hal. 40 Universitas Sumatera Utara fungsinya sebagai unit utama untuk mengatasi wabah ini dan konsekuensi- konsekuensinya. Ketika seorang anggota keluarga terinfeksi HIV, maka akan terjadi kekacauan pada seluruh aspek kehidupan keluarga. Selain informasi bahwa penyakit ini tidak dapat diobati, keluarga tersebut hanya menerima sedikit konseling mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat timbul akibat dari infeksi tersebut. Seks merupakan cara paling umum dari penularan HIV, dan respon spontan yang paling sering terjadi adalah menyalahkan. Sering kali di dalam sebuah keluarga, salah satu atau kedua pasangan suami istri saling menyalahkan atas terjadinya infeksi pada anak-anaknya. Rumah tangga akan diliputi suasana putus asa, ketakutan, dan pengucilan. Konflik kemudian timbul diantara kedua orang tua, dan anak-anak menyadari adanya ketidakharmonisan di antara kedua orang tuanya besamaan dengan semakin dekatnya ajal anak mereka. Ketegangan serta kebingungan mereka semakin meningkat dengan dijatuhkannya tuduhan bahwa kelakuan ayahlah yang mengakibatkan timbulnya penyakit fatal pada saudara kandung mereka. Stigma sosial menyebabkan pasangan tersebut menghindari diskusi dengan orang luar. Mereka menghindari pembicaraan satu sama lain, keadaan ini selanjutnya merusak ikatan keluarga pada saat di mana anggota keluarga justru saling membutuhkan untuk berbagi kepedihan. Dalam situasi tegang dan sunyi ini, anak-anak akan takut dan merasa tidak menentu mengenai nasib saudara kandung mereka, hubungan kedua orang tua menjadi retak, serta berakibat krisis bagi anak-anak. Suami istri harus membicarakan hubungan seksual mereka serta kemungkinan kehamilan di masa mendatang. Walaupun sangat penting tapi hal ini sangat jarang sekali dilakukan. Dalam hubungan yang normal sekalipun, umumnya mereka tidak ingin Universitas Sumatera Utara membicarakan hubungan seksualnya. Terkadang di antara pasangan suami istri, kontrasepsi bukanlah satu pilihan utama. Pada pasangan yang terinfeksi, mereka mungkin tidak melakukan hubungan seksual karena berusaha melindungi dirinya, atau karena suami merasa malu, marah dan takut melakukan hubungan seks dengan istri yang telah terinfeksi. Sebaliknya apabila suami yang terinfeksi maka istri tidak dapat menolak ajakan suaminya untuk melakukan hubungan seksual, hal ini dipengaruhi juga oleh ajaran agama yang menganggap bahwa seorang istri harus taat kepada suaminya; seorang istri haruslah “bersedia” kapan pun suaminya menginginkan hubungan badan. Ada sebuah Hadist Nabi yang menerangkan bahwa jika seorang istri menolak ajakan suaminya pada malam hari, Allah dan malaikat akan melaknat sang istri hingga pagi hari tiba. 58 Apaila istri memilih untuk menolak melakukan hubungan seks, maka sama saja dengan ia telah berdosa. Anggota keluarga dekat lainnya juga akan mengalami tekanan jiwa. Bila istri yang jatuh terinfeksi maka pada umumnya ibunya pindah ke rumah pasangan itu untuk merawatnya. Ia akan sedih, dan menyalahkan menantunya atas kematian cucunya dan penyakit yang diderita anaknya. Walaupun ibu suami dan keluarga dekatnya tinggal berdekatan dengan mereka, tetapi komunikasi yang terganggu membuat mereka merasa tidak dapat berbuat apa-apa untuk membantu. Walaupun keluarga suami juga merasakan kehilangan dan kepedihan yang sama, tetapi mereka tidak tahu bagaimana harus menghibur mertua si suami, sementara pihak keluarga suami dianggap bertanggung jawab atas terjadinya infeksi ini. 59 58 Hadis ini menngatakan, “Jika seorang wanita menghabiskan malam dengan meninggalkan suaminya karena enggan menerima ajakannya berhubungan badan, maka Allah dan para malaikatnya akan mengutuknya hingga pagi hari,” HR Bukhari Muslim 59 Wawancara dengan Ibu Yanti di kantor LSM Medan Plus pada tanggal 11 Mei 2009. Universitas Sumatera Utara Tekanan ini kadang-kadang memaksa istri untuk kembali ke keluarganya untuk mendapatkan perawatan, tetapi saudaranya merasakan beban karena harus memberikan bantuan mendadak maupun bantuan di masa mendatang bagi anak-anak yang akan ditinggal oleh orang tuanya ini. Jarang sekali terjadi diskusi yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana anak-anak itu akan dirawat. Lingkaran semacam ini kemudian akan terjadi lagi apabila suami jatuh sakit. Pada akhirnya keluarga yang kehilangan ini akan terluka secara permanen, menderita bukan hanya karena rasa sedih dan kehilangan akan tetapi juga karena isolasi sosial yang diterima masyarakat. Yang menjadi masalah kemudian adalah nasib dari anak-anak yang orang tuanya mengidap penyakit mematikan ini. Anak-anak menjadi perawat bagi orang tuanya yang mengidap AIDS, banyak anak-anak kemudian menjadi yatim piatu di usia yang masih membutuhkan kasih sayang dan perhatian penuh dari kedua orang tuanya, tetapi karena orang tuanya telah meninggal dunia, maka hak asuh mereka jatuh kepada kakek dan nenek yang sudah lanjut usia dan kurang mampu, sehingga anak-anak tersebut menjadi terlantar. Selain dari pada itu, anak-anak yang orang tuanya tertular AIDS memiliki masalah-masalah dilingkungan tempat ia hidup diantaranya seperti masalah sosial kurang mandiri, tidak percaya diri, agresif terhadap teman, masalah keluarga anak kekurangan waktu bersama dengan orang tua, dan masalah sekolah dimana sering terjadi tindakan disriminasi dan stigmatisasi oleh orang-orang yang ada dilingkungan sekolahnya. Nasib janda dari penderita AIDS juga memprihainkan. Mereka sering tidak dapat mewarisi harta kekayaan suaminya dan terpaksa menjadi WTS atau minta-minta untuk mempertahankan hidupnya. Pada tingkat keluarga, adanya seorang dewasa yang Universitas Sumatera Utara menderita AIDS mengakibatkan penurunan pendapatan yang drastis yang antara lain dapat mengurangi nilai gizi, kemampuan membayar uang sekolah dan kemampuan untuk meningkatkan taraf hidupnya. 60

4.2 Dampak Ekonomi

Sudah menjadi kenyataan bahwa prostitusi menimbulkan penyakit-penyakit kelamin seperti Syphilis dan HIVAIDS. Alasan seseorang itu melakukan praktek prostitusi adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan fasillitator dari penyebaran HIV, karena banyak di antara pekerja seks komersial tersebut tetap melakukan praktek prostitusi dengan lelaki langganannya walaupun ia telah mengetahui status positifnya. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang menutupi keadaan sesungguhnya untuk mendapatkan uang. Kemiskinan sering membuat orang bisa melakukan apa saja demi memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk melacurkan diri ke lingkaran prostitusi. Karena kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan, mobilitas masyarakat miskin untuk pencarian nafkah, banyaknya penderita penyakit menular seksual PMS yang tidak terobati, kurangnya akses ke informasi tentang kesehatan, khususnya tentang kesehatan reproduksi, penyakit menular seksual, dan HIVAIDS, dan kesulitan masyarakat miskin untuk mendapatkan akses pada kondom. AIDS mengancam setiap jaringan masyarakat, membahayakan penduduk usia produktif yang membawa akibat pada berbagai biaya ekonomi yang langsung ataupun tidak langsung. Secara umum dampak HIVAIDS dapat digambarkan dalam skema berikut. 60 Wawancara dengan Bapak Edo, di kantor Dinas Kesehatan Kotamadya Medan pada tanggal 20 Juli 2009. Universitas Sumatera Utara Fase I: Penyebaran virus Dalam fase ini makin banyak orang terinfeksi namun masa inkubasinya lama, belum banyak yang sakit. Fase II: Penyakit dan Kematian Penularan virus berjalan terus dan orang yang terinfeksi makin banyak yang sakit dan mati. Beban dari pelayanan kesehatan bertambah. Fase III: Dampak pada keluarga yang ditinggaalkan Anak-anak, janda ataupun duda, orang lanjut usia dan lain-lain ditinggalkan tanpa jaminan untuk hidup mereka. Beban dari pelayanan sosial bertambah. Fase IV: Dampak sosial dan ekonomi Berkurangnya tenaga kerja, dampak buruk terhadap sektor produksi dan sosial, keluarga dan masyarakat. Fase V: Dampak jangka panjang Keresahan di bidang sosial dan politik, bertambahnya kemiskinan desintegrasi sosial, keruntuhan aspirasi dan terganggunya perkembangan ekonomi. 61 Mengingat bahwa HIV banyak menjangkiti orang muda dan mereka yang berada pada usia produktif utama 94 berada pada usia 19-49 tahun, hal ini akan mempertinggi angka kematian pada kelompok tersebut. Di sisi lain HIVAIDS berdampak langsung pada jumlah populasi dan pertumbuhan jumlah angkatan kerja, dan struktur populasi dengan demikian semakin banyak muncul tenaga kerja muda yang belum terdidik memasuki lapangan kerja, tentu akan menurunkan produktifitas. HIVAIDS juga akan meningkatkan jumlah kemiskinan dan ketidakseimbangan ekonomi yang diakibatkan oleh dampaknya pada individu, rumah tangga, dan 61 AIDS dan Kesejahteraan Sosial, Prisma, No.3 tahun 1995, hal. 9-10. Universitas Sumatera Utara pemerintah. Dari sudut pandang individu, penderita HIVAIDS berarti tidak dapat masuk kerja, jumlah hari kerja yang berkurang, kesempatan kerja yang terbatas untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik dan umur masa produktif yang lebih pendek. Dampak individu ini harus diperhitungkan bersamaan dengan dampak ekonomi pada keluarga, perusahaan tempat penderita HIVAIDS itu bekerja dan pada pemerintah. Bagi rumah tangga dengan anggota keluarga yang terkena AIDS, dampak ini akan permanen berupa jebakan kemiskinan. Oleh karena, produktifitas kerja akan semakin menurun hal ini disertai pula dengan jumlah penghasilan akibat menurunnya jam kerja baik karena sakit ataupun pemeliharaan anggota keluarga yang sakit. Di sisi lain, meningkatkan pengeluaran untuk biaya kesehatan dan perawatan kesehatan di rumah tangga. Sementara itu pada level perusahaan, dengan ekspektasi bahwa AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan merosotnya permintaan konsumsi. Hal ini berarti sebuah peringatan akan melambatnya akses pasar bagi perusahaan yang juga tergantung pada konsumen lokal. Lebih jauh lagi dampak yang meluas terhadap pasar tenaga kerja melalui penawaran tenaga kerja, produktifitas tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja kelihatannya dapat mempengaruhi upah dan lapangan kerja. Dampak bagi dunia usaha cukup signifikan dan dapat dilihat dari: a. Berkurangnya produktifitas yang disebabkan oleh:  Cuti sakit atau ketidakhadiran karyawan  Pergantian karyawan  Hilangnya karyawan yang berpotensi Universitas Sumatera Utara b. Meningkatnya pengeluaran yang harus dipikul oleh perusahaan untuk:  Merekrut dan melatih karyawan pengganti  Biaya kesehatan dan asuransi  Pensiun dini 62 HIVAIDS juga berperan dalam menurunnya kepercayaan diri pekerja takut akan diskriminasi, kehilangan rekan kerja, dan rasa khawatir dan juga pada penghasilan pekerja akibat meningkatnya permintaan untuk biaya perawatan medis dari pusat pelayanan kesehatan pekerja, pembayaran dini dari dana pensiun, pensiunan akibat kematian dini, dan meningkatnya kematian. Perkembangan ekonomi akan tertahan apabila HIVAIDS semakin berkembang yang kemudian menyebabkan kemiskinan bagi para penderitanya sehingga meningkatkan kesenjangan ekonomi dan menimbulkan lebih banyak lagi keadaan yang tidak stabil. Meskipun kemiskinan merupakan faktor yang paling jelas dalam menimbulkan keadaan resiko tinggi dan memaksa banyak orang kedalam perilaku beresiko tinggi, kebalikannya dapat pula berlaku. Pendapatan yang berlebih, terutama diluar pengetahuan keluarga dapat pula menimbulkan resiko yang sama. Pendapatan yang besar umumnya tersedia pada pekerja yang terampil dan pada pekerjaan yang professional membuka kesempatan bagi individu untuk masuk pada perilaku resiko tinggi yang sama, bepergian jauh dari rumah, pasangan seks yang banyak, berhubungan dengan wanita Tuna susila, obat terlarang, minuman keras dan lain-lain. 63 62 Elizabeth Reid, HIV dan AIDS Interkoneksi Global, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995, hal. 2-3. 63 Wawancara dengan Bapak Andi Ilham Lubis, di kantor Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 22 Mei 2009. Universitas Sumatera Utara Bagi pemerintah, jebakan kemiskinan ini akan mengurangi kemampuannya untuk meningkatkan penerimaan pajak, sementara di sisi lain terjadi desakan terhadap kenaikan belanja pemerintah untuk berbagai program termasuk didalamnya program penanggulangan kemiskinan. Pada akhirnya pengeluaran pemerintah akan semakin meningkat untuk hal-hal di atas yang sudah tentu akan menguras tabungan atau minimal sebagian dari pendapatan akan diambil yang seharusnya dimasukkan ke dalam kas daerah. Rendahnya tingkat pendapatan akan memperburuk iklim investasi mengakibatkan penurunan kegiatan ekonomi dan pembangunan serta produktifitas tenaga kerja. Melihat dampak ekonomi yang diakibatkan oleh HIVAIDS, maka secara nyata penderita HIVAIDS akan rentan dalam kemiskinan. Meskipun demikian, pada dasarnya mereka potensial untuk dilatih agar bisa bekerja. Kendalanya ialah, mereka tidak memiliki ketrampilan khusus, kurang mempunyai relasi, dan lain sebagainya. Kondisi ekonomi yang cukup rendah sehingga tidak memiliki modal untuk memulai usaha, dan belum memiliki semangat untuk kemandirian sehingga banyak diantara mereka yang masih bergantung kepada orang tua.

4.3 Dampak Pada Kesehatan

Tingginya tingkat penyebaran HIV berarti bahwa banyak orang yang menjadi sakit, dan membutuhkan jasa pelayanan kesehatan. Perkembangan penyakit yang lamban dari infeksi HIV berarti bahwa pasien sedikit demi sedikit menjadi lebih sakit dalam jangka waktu yang panjang, dan membutuhkan lebih banyak perawatan kesehatan. Mereka memerlukan pelayanan kesehatan berkesinambungan dan pemantauan yang seksama untuk mengobati dan mencegah agar penyakit infeksinya tidak berlarut-larut dan Universitas Sumatera Utara menyebabkan cacat. Biaya langsung dari perawatan kesehatan tersebut semakin lama akan semakin besar. 64 Diperhitungkan juga waktu yang dihabiskan oleh anggota keluarga untuk merawat pasien HIV, dan tidak dapat melakukan aktifitas yang produktif. Waktu dan sumber daya yang diberikan untuk merawat pasien HIV dan AIDS sedikit demi sedikit dapat mempengaruhi program lainnya. Rusaknya kekebalan tubuh telah memperparah masalah kesehatan masyarakat yang sebelumnya telah ada yaitu Tuberclosis TBC. TBC adalah infeksi oportunistik yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS di Medan. Penderita AIDS yang menderita Tuberklosis membutuhkan waktu yang lebih lama daripada penderita AIDS tanpa Tuberklosis. Tuberklosis masih merupakan masalah kesehatan yang paling umum terjadi di Kotamadya Medan, maka perawatan untuk kedua kasus penyakit ini harus dilakukan secara bersamaan.

4.4 Dampak Sosial AIDS

Menyebarnya infeksi HIVAIDS telah menimbulkan rasa takut yang berlebihan yang mengakibatkan apa yang disebut dengan “epidemi ketiga” terdiri dari penolakan, prasangka, stigmatisasi, diskriminasi dan pengucilan terhadap orang atau kelompok yang tertular HIV. Hal ini merupakan tantangan untuk rasa solidaritas, kemanusiaan dan keadilan kita. Bila yang mengidap HIVAIDS adalah orang dewasa yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, maka kematiannya akan berdampak pada kehidupan 64 Biaya langsung terdiri dari biaya langsunng pada tahap HIV dan biaya langsung pada taraf AIDS. Biaya langsung dari HIVAIDS adalah 4 sampai 17 juta rupiah. Biaya pada taraf HIV diperkirakan satu juta rupiah. Biaya pada taraf AIDS dapat sangat bervariasi, dari sekitar 3 juta rupiah hingga 16 juta rupiah. Biaya sebesar 17 juta rupiah merupakan shadow cost sejak pertama kali terkena virus hingga meninggal. Dengan kata lain, kalau kita benar-benar hendak merawat penderita HIVAIDS dari sejak pertama kali terkena virus hingga meninggal, kita akan harus mengeluarkan uang sejumlah 17 juta rupiah ini dapat ditanggung oleh individukeluarga, masyarakatpemerintah. Universitas Sumatera Utara keluarganya. Disamping itu dampak infeksi HIVAIDS sangat mengganggu keharmonisan keluarga. Pasangan yang masih sehat mempertanyakan dan mencurigai kesetiaan pasangannya yang mungkin terinfeksi HIV. Melihat kasus HIV yang semakin mengkhawatirkan akan membawa dampak rasa kecemasan bagi setiap orang baik bagi penderita maupun yang tidak menderita. Hubungan antara individu yang satu dan yang lain selalu ditandai rasa curiga, baik antar sesama individu, dalam hidup bermasyarakat, kelompok keagamaan, dan dalam keluarga. Karena Virus AIDS membahayakan dan mematikan maka pengidap HIV atau penderita AIDS dengan mudah akan disingkirkan dan dijauhi oleh anggota masyarakat yang lain, akibatnya penderita AIDS mengalami penderitaan ganda, di satu pihak mereka menderita karena kecemasan dalam menghadapi kematian yang segera datang, di lain pihak mereka menderita karena tersisih dan tersingkir dari anggota masyarakat lain, cela atau noda ini seolah-olah melekat pada diri penderita, sehingga upaya untuk melibatkan diri dalam kegiatan sosial kemasyarakatan dan keagamaan menjadi lumpuh dan tidak mendapatkan tanggapan yang positif. Pengidap AIDS akan kehilangan makna hidupnya, merasa hidupnya tidak berarti, lebih sering mengurung diri dan terus diasingkan oleh masyarakat sekitar. Ia tidak akan pergi ke tempat ibadahnya untuk melaksanakan amal ibadahnya dan merasa dirinya seolah-olah dikutuk oleh Tuhan dan sesamanya. Celaan dan pengasingan oleh masyarakat ini dapat berbalik menjadi ancaman bagi masyarakat. Jika pengidap ini, karena perlakuan yang tidak menyenangkan tersebut dari masyarakat, secara diam-diam atau sengaja berusaha untuk menularkan virus tersebut kepada orang lain, misalnya dengan melakukan kegiatan seksual yang tidak aman, maka Universitas Sumatera Utara hal yang terjadi kemudian adalah perkembangan kasus penyakit ini akan semakin susah untuk diminimalkan.

4.5 Dampak Terhadap Kependudukan

HIVAIDS melumpuhkan sistem kekebalan tubuh manusia, maka benih penyakit atau infeksi sangat ringan pun dapat menjadi amat berbahaya bagi kesehatan seorang pengidap HIVAIDS. 65 Cepat atau lambat pengidap HIVAIDS akan menemukan ajalnya. Bila kita tidak melakukan pencegahan dan penanggulangan secara dini terhadap HIVAIDS, pasti angka kematian akan meningkat secara drastis. Semakin tinggi angka kematian, harapan hidup semakin rendah, umur rata-rata penduduk semakin menurun. Di samping para ibu yang mengidap HIVAIDS secara potensial dapat menularkan HIVAIDS pada bayinya, maka kelahiran baru juga mengalami gangguan, dan kematian akan merenggut anak-anak yang masih usia muda. Jika banyak orang menjadi penderita AIDS, komposisi angkatan kerja akan condong kepada penduduk yang berusia 40 tahun ke atas. 66 Selain itu kelincahan gerak dan kesegaran kesehatan mulai menurun, produktifitas dan efisiensi juga mulai menurun. Maka kita akan mengalami masalah sulitnya mencari tenaga kerja muda yang produktif dan berkualitas tidak hanya pada sektor sumber daya manusia, tetapi juga mengganggu investasi tenaga terlatih dan penguasaan teknologi. Dengan kata lain HIVAIDS akan berdampak pada angkatan kerja dan produktifitas kerja suatu bangsa. 65 Julius R. Siyaranamual, Etika, Hak Asasi, dan Pewabahan AIDS, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997. hal. 225. 66 Aris Ananta, Biaya HIVAIDS di Indonesia, Jakarta: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI, 1994 , hal. 18. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

HIVAIDS merupakan penyakit menular dengan angka kematian yang tinggi dan dapat menjangkiti seluruh lapisan masyarakat mulai bayi sampai dewasa baik itu laki-laki ataupun perempuan. Secara epidemiologi HIVAIDS dikenal sebagai fenomena gunung es, bila ada satu kasus yang tercatat maka diasumsikan terdapat dua ratus kasus yang tidak tercatat. Pada Kotamadya Medan penderita HIVAIDS di sekitar tahun 1987-1990 masih sedikit dijumpai walaupun demikian hal ini harus tetap diwaspadai mengingat bahwa jumlah penderita yang terdata tidak sama dengan jumlah penderita yang ada di lapangan. Penderita HIVAIDS yang ada di Kotamadya Medan lebih cenderung tertular virus HIV yang disebabkan oleh penggunaan narkoba dengan memakai jarum suntik dan penularan melalui hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, baik itu homoseksual ataupun biseksual. Dan rata-rata umur penderita HIVAIDS ini berkisar pada 15-25 tahun yaitu orang dewasa muda yang berada dalam usia produktif. Apabila dilihat dari jenis kelamin, maka penderita HIVAIDS yang terbesar adalah laki-laki. Hal ini terjadi karena laki-laki pada umumnya untuk memenuhi pemenuhan kebutuhan seksualnya sering kali menggunakan jasa pekerja seks komersial, seperti pembahasan pada bab sebelumnya bahwa pekerja seks komersial merupakan orang dengan resiko yang tinggi sebagai tempat penularan HIVAIDS. Dalam kenyataan Universitas Sumatera Utara sehari-hari, juga dapat kita lihat bahwa pengguna narkoba dengan menggunakan jarum suntik paling banyak adalah laki-laki walaupun ada sebagian yang berjenis kelamin wanita. Penderita AIDS menghadapi berbagai masalah dan penderitaan sehubungan dengan penyakit mereka. Mereka menderita akibat gejala penyakitnya panas, diare, lemas, batuk, sesak nafas, dan sebagainya dan masalah-masalah lainnya yang dihadapi penderita penyakit berat. Pada saat yang sama mereka harus menghadapi masalah sosial akibat kesan buruk masyarakat pada penderita AIDS. Banyak pasien AIDS yang mengalami penderitaan akibat diskriminasi dan stigma buruk dari masyarakat. Bila penyakit infeksinya membaik maka penderita AIDS masih membutuhkan pengobatan akibat tekanan batin, kesedihan, dan kegelisahan karena orang-orang disekitarnya mulai menjauhi dan kenyataan bahwa penyakit yang ia derita belum ditemukan obatnya. Dampak yang dirasakan dari timbulnya penyakit ini tidak hanya dirasakan oleh penderita saja tetapi sudah meluas ke segala aspek kehidupan. Baik itu aspek ekonomi, sosial, kesehatan, serta demografi. Melihat kenyataan ini maka dampak yang ditimbulkan oleh AIDS harus diwaspadai. Tindakan yang tepat dalam memperkecil dampak akibat penyakit ini adalah dengan memperkecil jumlah penderita HIV. AIDS sebagai penyakit hendaknya perlu diwaspadai, dan penderita AIDS tidak perlu mendapatkan sikap diskriminatif, dibenci dan ditakuti. Mereka justru sangat mendambakan perhatian orang lain, terutama orang-orang yang ada di sekelilingnya dan pengertian dari masyarakat. Walaupun pada kenyataannya mereka pernah memiliki perilaku yang buruk sebelum ia terkena virus tersebut. Universitas Sumatera Utara

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini penulis memberikan saran-saran sebagai berikut: a. Menjamin tersedianya akses terhadap informasi yang benar, detil, dan relevan, tentang HIVAIDS, dan bagaimana pencegahannya untuk orang- orang yang beresiko tinggi. b. Melaksanakan program pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa. Hendaknya program ini diterapkan di sekolah, akademi dan universitas dan untuk remaja yang ada di luar sekolah. c. Melakukan kerjasama dengan media cetak dan elektronik, walaupun sebelumnya telah ada kerjasama yang baik tetapi penyuluhan mengenai kesehatan terutama menyangkut AIDS masih sedikit sekali sehingga masyarakat tidak begitu mengetahui apa itu AIDS dan bagaimana penularannya. d. Membuat program komprehensif untuk pecandu narkotika dan masyarakat terutama kelangan remaja agar tidak menggunakan narkotika, sehingga perkembangan kasus penderita HIVAIDS dapat ditekan. e. Memperkuat pendidikan agama khususnya di dalam keluarga dan sekolah. Namun demikian ada beberapa hal yang mungkin dapat diperbaiki. Di antaranya diperlukan startegi belajar dan mengajar yang berpijak pada kehidupan sehari-hari. f. Memberikan pelatihan keterampilan hidup. Hal ini amat diperlukan oleh remaja agar dapat mengenal potensi diri, mampu memanfaatkan informasi, serta mengenal kesempatan dan cara megembangkan diri. Bila kehidupan Universitas Sumatera Utara ekonomi dan pendidikan membaik, niscaya penularan HIVAIDS dapat ditekan. g. Memberikan dukungan kepada anak jalanan dan pengentasan prostitusi. Untuk melaksanakan kegiatan ini maka diperlukan dukungan dan partisipasi aktif antara lembaga-lembaga pemerintah terkait dan lapisan masyarakat. h. Melakukan program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan, dan dukungan untuk penderita HIVAIDS. Program ini hendaknya dilakukan secara bersamaan karena, bila kita hanya melakukan program pencegahan saja hasilnya tidak akan sebaik bila kita melakukan program tersebut secara bersamaan. Akhirnya HIVAIDS merupakan penyakit mematikan dan siapapun dapat terkena penyakit ini tanpa mempedulikan dari ras apa dan jenis kelamin apa ia berasal. Sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangannya begitu pertama kali kita menyadari ancaman apa yang ditimbulkan olehnya. Kalau tidak semuanya akan menjadi sangat terlambat. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Adisti, Susi Belenggu Hitam Pergaulan dan Hancurnya Generasi Akibat Narkoba, Jakarta: Restu Agung, 2007. Ananta, Aris, Biaya HIVAIDS di Indonesia, Jakarta: Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI, 1994. Badan Pusat Statistik, Penduduk Kotamadya Medan Hasil Registrasi Penduduk Akhir Tahun 1987, Medan: 1988. Badan Pusat Statistik, Laporan Hasil Survei Surveilans Perilaku SSP 1990 Sumatera Utara De Bruyn, Maria, Altering The Image Of AIDS, Amsterdam: VU University Press, 1994. Djoerban, Zubairi, Membidik AIDS Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA, Yogyakarta: Galang Press, 2000 Dossier, Panos, The Third Epidemic: Repercussions of the fear of AIDS, London: 1990. Efendi, Said, Strategi Pembangunan Mewujudkan Kota Medan Bestari, Medan: Yayasan Potensi Pembangunan Daerah, 1994. Gotchalk, Louis terjemahan Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985. Harahap, Syaiful W, Pers Meliput AIDS, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000. Hawari, Dadang, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Jakarta: PT. Dhana Bakti Prima Yasa, 1996. Universitas Sumatera Utara Hull, Jones, terj Sulistyaningsih, Prostitusi di Indonesia: sejarah dan evolusi, Jakarta: Pustaka sinar Harapan, 1998. Hutapea, Ronald, AIDS dan PMS dan Perkosaan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995. Irwanto, Dani Yatim, Kepribadian, Keluarga, dan Narkotika; Tinjauan Sosial Psikologis, Jakarta: Arcan, 1991. Isna, Alizar, Penanggulangan PMS dan HIVAIDS Pada Era Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada, 2005. Kartono, Kartini, Patologi Sosial, Jakarta: Rajawali Pers, 1992. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: PT. Bintang Pustaka, 2005. Latief, M. Syahbudin, Siapa Peduli AIDS Di Yogya? Kinerja KPAD dan DPRD DIY Dalam Penanggulangan HIVAIDS Pada Era Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, 2005. Lumenta, Benyamin, Penyakit Citra, Alam, dan Budaya Tinjauan Fenomena Sosial, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1989. Madyan, Ahmad Syams, AIDS Dalam Islam Krisis Moral Ataukah Krisis Kemanusiaan?, Jakarta: Mizan Media Utama, 2000. Meuraxa, Dada, Sejarah Hari Jadi Kota Medan 1 Juli 1590, Medan: Sastrawan, 1975. Muninjaya, Gde, AIDS di Indonesia Masalah dan Kebijakan Penanggulangannya, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1999. Universitas Sumatera Utara Pasuhuk, Willy F, AIDS, Jakarta: Indonesia Publishing House, 1988. Proyek Pendokumentasian Dilakukan Oleh Kelompok Sebaya, Dokumentasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap Orang Dengan HIVAIDS di Indonesia, Jakarta: Yayasan Spritia, 1990. Reid, Elizabeth, HIV dan AIDS Interkoneksi Global, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995. Sinar, T. Luckman, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan: Tanpa Penerbit, 1994. Simanjuntak, B, Patologi Sosial, Bandung: Penerbit Alumni, 1981. Suti, Bayo, Medan Menuju Kota Metropolitan, Medan: Yayasan Potensi Pembangunan Daerah, 1980. Siyaranamual, Julius R, Etika, Hak Asasi, dan Pewabahan AIDS, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997. Laporan Peneltian dan Majalah Brandt, Allan M, AIDS in Historical Perspective: Four Lessons From the History of Sexually Transmitted Diseases, New York: American Journal of Public Health, Volume 78 No. 4 April 1988. Gunawan, Suriadi, AIDS dan Kesejahteraan Sosial, Prisma, No.3 tahun 1995, Jakarta: LP3ES, 1995. Universitas Sumatera Utara DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Victory Brahmana Umur : 40 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Kristen Protestan Pendidikan : SLTA Pekerjaan : Direktur LSM Medan Plus 2. Nama : Andi Ilham Lubis. SKM. MKM Umur : 45 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pendidikan : Magister Pekerjaan : Kabag. Pemberantasan Penyakit Menular Langsung dan Penyehatan Lingkungan 3. Nama : dr. Edo Umur : 35 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pendidikan : Dokter Pekerjaan : Staf Pemberantasan Penyakit Menular Langsung dan Penyehatan Lingkungan. 4. Nama : Fery Irawan, SKM Umur : 30 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pendidikan : Sarjana Universitas Sumatera Utara Pekerjaan : Staf Pemberantasan Penyakit Menular Langsung dan Penyehatan Lingkungan 5. Nama : Rahmad Nur Kurniawan, SPsi Umur : 45 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pendidikan : Sarjana Pekerjaan : Koordinator VCT RSUP H. Adam Malik 6. Nama : Suhendra Umur : 30 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pendidikan : SLTA Pekerjaan : Direktur LSM SPKS 7. Nama : Dewi Umur : 40 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pendidikan : SLTA Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga dan Pendamping Penderita HIVAIDS. 8. Nama : Asih Umur : 38 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pendidikan : SLTA Pekerjaan : Pendamping Penderita HIVAIDS Universitas Sumatera Utara 9. Nama : Yanti Umur : 39 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pendidikan : SLTA Pekerjaan : Pendamping Penderita HIVAIDS 10. Nama : Roman Umur : 40 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Kristen Protestan Pendidikan : SLTA Pekerjaan : Pendamping Penderita HIVAIDS 11. Nama : Noni Umur : 35 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pendidikan : SLTA Pekerjaan : Pendamping Penderita HIVAIDS 12. Nama : Arif, SE Umur : 40 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Pendidikan : Sarjana Pekerjaan : Pendamping Penderita HIVAIDS Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN KOTAMADYA MEDAN TAHUN 1987 Universitas Sumatera Utara Strategi Nasional Penanggulangan HIVAIDS di Indonesia 1994 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYATKETUA KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NOMOR : 9KEPMENKOKESRAVI1994 TANGGAL 16 JUNI 1994 STRATEGI NASIONAL PENANGGULANGAN HIVAIDS DI INDONESIA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immuno Deficiency Syndrome AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV Human lmmunodeficiency Virus yang mudah menular dan mematikan. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan akibat turunnyahilangnya daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terjangkit dan meninggal karena penyakit infeksi, kanker dan lain-lain. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin pencegahnya atau obat untuk penyembuhannya. Jangka waktu antara terkena infeksi dan munculnya gejala penyakit pada orang dewasa memakan waktu rata-rata 6-10 tahun. Selama kurun waktu tersebut, walaupun masih tampak sehat, baik secara sadar maupun tidak, yang bersangkutan dapat menularkan virus HIV kepada orang lain. Virus HIV ditularkan kepada orang sehat terutama melalui hubungan seksual; disamping itu juga bisa melalui darahproduk darah misalnya transfusi, suntikan, tindakan medis, dan lain-lain dan dari ibu yang terinfeksi kepada janinbayinya. Dewasa ini HIVAIDS telah merupakan pandemi, menyerang jutaan penduduk di dunia, pria, wanita bahkan anak-anak. Organisasi Kesehatan Sedunia WHO memperkirakan bahwa sekitar 15 juta orang diantaranya 14 juta remaja dan dewasa terinfeksi HIV, 1 juta bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi. Setiap hari sebanyak 5000 orang ketularan virus HIV. Menurut estimasi pada tahun 2000 sekitar 30-40 juta orang terinfeksi virus Universitas Sumatera Utara HIV, 12-18 juta orang akan menunjukkan gejala-gejala penyakit AIDS dan setiap tahun sebanyak 1,8 juta orang akan meninggal karena AIDS. Pada saat itu laju infeksi infection rate pada wanita akan jauh lebih cepat dari pada pria. Dari seluruh infeksi HIV, 90 akan terjadi di negara berkembang, terutama di Asia. Negara yang paling parah terkena antara lain Thailand, India, Myanmar dan Cina bagian selatan. Sementara itu negara-negara industri yang lebih maju telah menekan laju infeksi HIV di negaranya.

B. Ancaman HIVAIDS di Indonesia

AIDS secara nyata ada di Indonesia dari pemeriksaan darah yang sangat terbatas diketahui keberadaannya di 14 propinsi.Kasus pertama ditemukan pada tahun 1987, dan 7 tahun kemudian Maret 1994 dilaporkan penderita AIDS berjumlah 55 orang, jumiah kumulatif HIV positif 213 orang, tetapi menurut WHO diperkirakan jumiah sebenarnya sudah mendekati 35.000-50.000 orang, suatu peningkatan yang luar biasa banyaknya. Serupa dengan pola penyebaran di negara-negara lain di Indonesia juga muncul pertama kali diantara orang-orang homoseks; kemudian juga muncul pada sekelompok kecil orang-orang berperilaku resiko tinggi, seperti pecandu obat narkotik, para tunasusila serta pelanggannya. Namun akhirnya penyakit fatal ini menyebar ke seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu, pria dan wanita; bahkan sudah ada wanita hamil bukan WTS yang mengidap AIDS. Prosentase terbesar ditemukan pada kelompok usia produktif 15-49 tahun: 82,9, sedangkan cara penularan yang paling banyak adalah melalui hubungan seksual 95.7, yang terdiri dari heteroseksual 62,6, pria homobiseksual 33,1. Dilihat dari jumlah kasus, masalah penularan HIVAIDS di Indonesia bisa dianggap masih sedikit. Narnun, yang harus di waspadai adalah : cepatnya peningkatan jumlah orang yang terinfeksi, luasnya penyebarannya 14 propinsi, semua kelompok sosial ekonomi dan makin cepatnya pertambahan jumlah wanita yang terinfeksi dibandingkan dengan pria. Hal ini merupakan ancaman terhadap pembangunan dan kehidupan bangsa Indonesia. Angka kematian kasar terutama dari kelompok usia produktif akan meningkat, harapan hidup akan menurun. Jumiah dan produktifitas tenaga kerja akan menurun dengan dratis, yang secara langsung mempengaruhi produktifitas dan pendapatan nasional. Biaya kesehatan langsung dan tidak langsung, serta anggaran yang dibutuhkan untuk kesejahteraan sosial keluarga yang kehilangan mata pencaharian, anak-anak yatim piatu sebagai dampak AIDS akan sangat meningkat. Hal tersebut akan mempengaruhi hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai dalam PJP I dan beban anggaran negara akan demikian besarnya untuk mengatasi masalahHIVAIDS, sehingga upaya-upaya pengentasan kemiskinan dan program pembangunan lainnya akan mengalami hambatan yang besar. Taraf infeksi di negara-negara disekitar Indonesia seperti Australia, Filipina dan Singapura pada saat ini sudah tinggi. Lalu lintas serta mobilitas manusia yang tinggi antara Indonesia dan negara-negara tersebut merupakan ancaman dan memungkinkan makin meningkatnya laju infeksi HIVAIDS di Indonesia. Reaksi politik, ekonomi, sosial dan budaya yang negatif dalam bentuk deportasi, stigmatisasi, diskriminasi, isolasi dan tindak kekerasan terhadap para pengidap HIVpenderita AIDS di Indonesia, juga perlu diantisipasi dan diredam sedini mungkin. Universitas Sumatera Utara Sasaran umum pembangunan jangka panjang ke-2 PJP II sebagaimana dinyatakan dalam GBHN adalah Terciptanya kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri dalam suasana tenteram sejahtera lahir dan batin dalam tata kehidupan masyarakat bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan suasana kehidupan bangsa Indonesia yang serba berkeseimbangan dan selaras dalam hubungan antar sesama manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam dan lingkungannya, manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Penyebaran HIVAIDS, keberadaan pengidap HIVAIDS, bukan semata-mata masalah kesehatan, tetapi mempunyai implikasi politik, ekonomi, sosial, etis, agama dan hukum bahkan dampak secara nyata, cepat atau lambat menyentuh semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Hal ini mengancam upaya bangsa untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam rangka mengamankan jalannya pembangunan nasional, demi terciptanya kualitas manusia yang diharapkan, perlu peningkatan upaya penanggulangan HIVAIDS, yang melibatkan semua sektor pembangunan nasional melalui program yang terarah, terpadu dan menyeluruh. Untuk itu disusunlah Strategi Nasional Penanggulangan HIVAIDS yang komprehensif, menyeluruh dan multi-sektoral sebagai berikut :

II. TUJUAN

Tujuan penanggulangan HIVAIDS adalah untuk : 1. mencegah penularan virus HIVAIDS 2. mengurangi sebanyak mungkin penderitaan perorangan, serta dampak sosial dan ekonomis dari HIVAIDS diseluruh Indonesia 3. menghimpun dan menyatijkan upaya-upaya nasional untuk penanggulangan HIVAIDS. Ill. STRATEGI NASIONAL PENANGGULANGAN HIVAIDS Strategi Nasional ini merupakan kerangka acuan dan panduan untuk setiap upaya penanggulangan HIVAIDS di lndonesia, baik oleh pemerintah, masyarakat, lembaga- lembaga swadaya masyarakat LSM, keluarga, perorangan, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian, donor dan badan-badan internasional agar dapat bekerjasama dalam kemitraan yang efektlif dan saling melengkapi dalam lingkup keahlian dan kepedulian masing-masing. Strategi Nasional ini disusun dengan sistematika : Prinsip-prinsip dasar penanggulangan HIVAIDS, Lingkup program, Peran dan Tanggung jawab, Kerjasama lnternasional dan Pendanaan. A.Prinsip-prinsipDasarPenanggulanganHIVAIDS Universitas Sumatera Utara 1. Upaya penanggulangan HIVAIDS dilaksanakan oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang. 2. Setiap upaya penanggulangan harus mencerminkan nilai-nilai agama dan budaya yang ada di Indonesia. 3. Setiap kegiatan diarahkan untuk mempertahankan dan meniperkukuh ketahanan dan kesejahteraan keluarga, serta sistem dukungan sosial yang mengakar dalam masyarakat. 4. Pencegahan HIVAIDS diarahkan pada upaya pendidikan dan penyuluhan untuk memantapkan perilaku yang tidak memberikan kesempatan penularan dan merubah perilaku yang beresiko tinggi. 5. Setiap orang berhak untuk mendapat informasi yang benar untuk melindung diri dan orang lain terhadap infeksi HIVAIDS. 6. Setiap kebijakan, program, pelayanan dan kegiatan harus tetap menghormati harkat dan martabat dari para pengidap HIVpenderita AIDS dan keluarganya. 7. Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIVAIDS harus didahului dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan informed consent. Sebelum dan sesudahnya harus diberikan konseling yang memadai dan hasil pemeriksaan wajib dirahasiakan. 8. Diusahakan agar peraturan perundang-undangan mendukung dan selaras dengan Strategi Nasional Penanggulangan HIVAIDS di semua tingkat. 9. Setiap pemberi layanan berkewajiban memberikan layanan tanpa diskriminasi kepada pengidap HIVpenderita AIDS. B.LingkupProgram Program Nasional Penanggulangan HIVAIDS mempunyai tiga kepedulian utama yang tak terpisahkan dan saling mengisi : 1. mengamankan upaya peningkatan Sumber Daya Manusia SDM dari dampak negatif HIVAIDS : 2. menggerakkan kegiatan perorangan, keluarga dan masyarakat di seluruh Indonesia untuk pencegahan penyebaran virus HIVAIDS secara luas : dan 3. menjamin pengobatan, perawatan dan pelayanan pendukung support services yang secara teknis dapat dipertanggung jawabkan, manusiawi, berkeadilan dan tidak diskriminatif bagi mereka yang hidup dengan dan yang meninggal karena AIDS serta lingkungan terdekatnya keluarga, teman sekerja dan sepergaulan. Universitas Sumatera Utara Hal ini membutuhkan serangkaian kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah, lembaga-lembaga dan kelompok-kelompok non-pemerintah termasuk organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Perjalanan penyakit dari saat sebelum infeksi sampai kematian membutuhkan intervensi beraneka ragam. Untuk itu, lingkup program yang utama adalah sebagai berikut :

1. Komunikasi, informasi dan edukasiKIE

Kegiatan ini bertujuan untuk : a. melaksanakan pendidikan dan memberikan informasi yang tepat dan benar tentang HIVAIDS kepada masyarakat luas agar dapat mengembangkan sikap dan perilaku positif untuk melindungi dirinya dan orang lain dari penularan HIV; b. mengembangkan jiwa dan semangat saling membantu dan non diskriminasi terhadap para mengidap HIVpenderita AIDS serta lingkungannya yang terdekat : isterisuami, keluarga, teman sekerja dan sepergaulan; c. memberikan penjelasan luas tentang Kebijaksanaan dan StrategiNasional Penanggulangan HIVAIDS di Indonesia serta pelaksanaannya sesuai situasi dan kondisi setempat. Kelompok sasaran KIE adaLah : a. Masyarakat Umum : Masyarakat umum perlu dibekali dengan informasi dasar tentang HIVAIDS yang pada hakekatnya sama untuk semua orang, mencakup cara-cara penularan, kemungkinan dampaknya bagi perorangan, keluarga dan bangsa, cara-cara pencegahan untuk rnelindungi diri dan orang lain. lnformasi dasar tersebut perlu keanekaan dalarn metoda dan penekanan tertentu agar sesuai untuk rakyat Indonesia yang beraneka ragam keadaan sosial budayanya. Kelompok-kelompok masyarakat dan LSM berperan khusus dan sangat penting dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat luas akan pendidikan dan informasi yang tepat dan benar. b. Petugas kesehatan pemerintah, swasta dan masyarakat Petugas kesehatan mempunyai peran majemuk dan menentukan dalam program penanggulangan HIVAIDS yang meliputi : pemberian informasi dasar tentang penularan dan penyebaran HIV serta cara pencegahannya, pemeriksaan untuk deteksi dini, motivasi pasien untuk pemeriksaan HIV sukarela dan melakukan konseling yang tepat. Selain itu, mereka juga harus melaksanakan kewaspadaan universal precautions dalam perawatan penderita untuk melindungi dirinya dan penderita lain. Untuk itu mereka secara khusus perlu mendapat latihan dan dibekali dengan informasi yang tepat. c. Perorangan dan Lembaga-lembaga Universitas Sumatera Utara Peroranganlembaga-lembaga yang mempunyai peranan khusus dan penting dalam gerakan pendidikan pencegahan HIVAIDS misainya, para guru dan pemimpinpemuka- pemuka agama dan masyarakat, lembaga keagamaan dan media massa. d. Wanita dan remaja. Wanita dan remaja penting sekali baik sebagai anggota masyarakat yang dalam hidup sehari-hari rawan terhadap penularan HIVAIDS tetapi juga berpotensi sebagai pendidik dan motivasi yang sangat ampuh. e. Orang beresiko tinggi. Orang-orang yang pekerjaan atau gaya hidupnya menyebabkan mereka menghadapi kemungkinan resiko lebih tinggi untuk ketularan dan menularkan HIV seperti misalnya : para tuna susila, pasangan dari suamiisterinya, pecandu narkotika suntikan dan orang- orang tertentu yang karena pekerjaannya menyebabkan dia terpisah dari keluarga untuk waktu lama dan melibatkan diri dalam hubungan seksual dengan pasangan sementara. f. Para pergidap HIV dan penderita AIDS. Para pengidap HIV dan penderita AIDS penting untuk diberi pengetahuan tentang hidup dengan penyakitnya dan cara-cara untuk mencegah penularan kepada orang lain. 2.TindakanPencegahan a. Tujuan utama kegiatan dalam lingkup program tindakanpencegahan ini adalah : menjamin tersedianya peralatan, pelayanan, informasi dan dukungan untuk setiap orang yang ingin melindungi dirinya dan orang lain terhadap penularan HIV. Kegiatan lingkup ini merupakan tindak lanjut dari program Komunikasi lnformasi Edukasi yaitu untuk membantu orang melangkah dari mengerti kepada berbuat. Kerjasama yang erat antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan badan internasional terkait mutlak dibutuhkan. b. Kaitan yang erat antara penyakit hubungan seksual PHS lainnya dengan kepekaan terhadap infeksi HIV telah terbukti di seluruh dunia. Karena itu identifikasi dan pengobatan PHS merupakan aspek yang sangat penting dalam strategi nasional penanggulangan HIVAIDS. c. Salah satu tindakan yang penting untuk pencegahan penularan virus HIV adalah pemeriksaan darah setiap donor, agar darah yang ditranfusikan bebas HIV. Bilamana ternyata ada yang HIV positif, donor yang bersangkutan berhak untuk diberitahukan disertai konseling yang tepat. Berbagai permasalahan seperti meningkatkan kemampuan dan ketrampilan wanita untuk mendiskusikan serta ber negoisasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan hubungan Universitas Sumatera Utara seksual, perlindungan anak-anak terhadap eksploitasi seksual, penyediaan dan pemanfaatan kondom dan lain-lain, merupakan unsur-unsur penting dalam pelaksanaan yang efektif dari kebijaksanaan ini, karena masalahnya sangat kompleks dan sensitif, maka penelitian dari kegiatan penanggulangan harus berjalan bersama dan saling mendukung.

3. Pengujian testing dan konseling