meningkatkan usaha karyawan dalam mencapai tujuan organisasi. Kemudian aspek dedication dedikasi dilihat dari adaya perasaan
antusias, terinspirasi, rasa bangga, dan senang dalam menghadapi tantangan dalam pekerjaan. Aspek ini ditunjukkan karyawan dengan
menginvestasikan diri mereka lewat kebanggaan, kepercayaan, dan pengetahuan terhadap organisasi. Pada aspek absorption
penyerapan dilihat ketika karyawan sepenuhnya terkontraksi dan menikmati pekerjaannya, dan merasa waktu berlalu dengan cepat dan
sulit terpisahkan dari pekerjaannya. Aspek ini berasal dari penilaian karyawan mengenai seberapa bermakna dan aman pekerjaan mereka
secara fisik, emosional, dan psikologis, serta seberapa tinggi tingkat kemampuan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
3. Faktor yang Mempengaruhi Employee Engagement
Saks 2006 mengatakan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi employee engagement yang telah diidentifikasi dari
penelitian yang dilakukan Kahn 1990 dan Maslach et al. 2001. Salah satunya adalah job characteristic Kahn, 1990; Saks, 2006; Rana
et al. 2014. Dalam hal ini dijelaskan bahwa sebuah pekerjaan yang memiliki karakteristik inti yang jelas akan lebih memungkinkan bagi
seorang individu untuk membawa diri mereka ke dalam pekerjaan tersebut, sehingga mereka akan lebih engage.
Kemudian faktor lain yang mempengaruhi employee engagement adalah perceived organizational and supervisor support
Saks, 2006; Rana et al. 2014. Kahn 1990 menemukan bahwa dukungan dan kepercayaan dalam hubungan interpersonal yang terjalin
pada atasan dan karyawannya akan menimbulkan psychological safety. Dalam kondisi ini, karyawan akan cenderung lebih engage pada
pekerjaannya, karena merasakan dukungan dari organisasi.
Sebaliknya, kurangnya dukungan dari organisasi akan menyebabkan burnout pada karyawan. Salah satu bentuk dari perceived
organizational and supervisor support ialah LMX. Terbukti bahwa karyawan yang memiliki kualitas LMX yang tinggi, akan terlibat
engage dalam melakukan pekerjaan yang bukan menjadi tugas mereka atau di luar dari job description mereka Dhivya Sripirabaa,
2015; Breevaart et al., 2015. Selain itu, Kahn 1990 mengatakan bahwa setiap individu
memiliki tingkat engagement yang bervariasi, tergantung seberapa besar manfaat atau keuntungan yang mereka peroleh dari pekerjan
mereka. Hal tersebut dapat berupa external rewards bonus dan penghargaan atau pengakuan bermakna yang mereka terima dari atasan
atau rekan kerja Saks, 2006, dimana tingginya rewards dan penghargaan akan membuat karyawan lebih engage. Kurangnya
external rewards dan penghargaan atau pengakuan akan berdampak pada burnout yang dialami oleh karyawan.
4. Dampak dari Employee Engagement
Beberapa penelitian sepakat bahwa employee engagement menghasilkan dampak yang positif bagi perusahaan atau organisasi
Saks, 2006; Guest, 2014. Hal ini dikarenakan karyawan yang lebih engage seringkali memiliki emosi yang positif, seperti bahagia dan
antusias, bekerja secara baik, lebih produktif, dan ikut terlibat dengan karyawan lain sehingga meningkatkan performansi kerja tim Bakker
Demerouti, 2008. Adapun dampak dari employee engagement antara lain adalah:
a. Performansi Kerja
May et al. 2004, dalam Saks, 2006 berpendapat bahwa psychological mindfulness merupakan kunci utama dari terjadinya
employee engagement pada perusahaan. Psychological mindfulness tidak hanya menyebabkan attitudinal outcomes karyawan yang
positif kepuasan kerja, motivasi, dll saja, tetapi juga menghasilkan behavioural outcomes seperti performansi kerja.
Ketika individu engage, mereka akan merasa puas, berkomitmen dan produktif dalam bekerja serta akan mencurahkan seluruh
energi dan performansinya Saks, 2006; Fleck Inceoglu, dalam Rana et al. 2014.
b. Organizational Citizenship Behaviour OCB
Dalam review literaturnya, Soane et al. 2012 menjelaskan OCB merupakan suatu perilaku kooperatif karyawan yang dapat
menguntungkan serta membawa dampak positif bagi organisasi. Salah satu bentuk OCB adalah extra role, yang dapat didefinisikan
sebagai perilaku yang didasari oleh inisiatif pribadi individu, bersifat positif, sukarela, dan tidak terdaftar dalam reward formal
yang dilakukan yang memberikan keuntungan bagi organisasi. OCB merupakan salah satu outcomes yang ditimbulkan oleh
adanya karyawan yang engage. Hal ini dikarenakan karyawan yang engage akan cenderung menunjukkan perilaku positif dan
termotivasi untuk melakukan perilaku yang menguntungkan, salah satunya adalah OCB Soane et al., 2012.
c. Job Satisfaction
Karyawan yang engage juga menunjukkan optimisme, sikap positif, dan perilaku proaktif kepada rekan-rekan kerja, serta
menciptakan suasana positif dalam tim Bakker dan Demerouti, 2008. Hal ini menyebabkan adanya job satisfaction karyawan
pada organisasi dan lingkungan kerjanya. Penelitian lain yang dilakukan Giallonardo et al. 2010, ditemukan bahwa engagement
secara positif berdampak pada adanya job satisfaction. Selain itu, penelitian Giallonardo et al. 2010 menemukan bahwa
engagement digunakan sebagai mediator hubungan antara authentic leadership dan job satisfaction. Saks 2006, juga
menjelaskan bahwa engagement berdampak pada job satisfaction. Bahkan
employee engagement dapat mempengaruhi job
satisfaction.
d. Mengurangi turnover
Turnover merupakan pertimbangan subyektif dari seorang individu mengenai kemungkinan mereka untuk berhenti bekerja
atau keluar dari sebuah organisasi. Intensitas turnover merupakan jumlah dari karyawan yang pergi meninggalkan pekerjaan ataupun
tidak lagi bekerja pada organisasinya Carmeli Weisberg, 2006 dalam Rana et al., 2014; Yuan, Yu, Li Ning, 2014. Penelitian
menunjukan bahwa jika employee engagement tinggi, maka secara langsung akan mengurangi intensitas turnover pada sebuah
organisasi Shuck, Rocco Albornoz, 2010; Shankar Bhatnagar, 2010.