Hubungan antara dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan employee engagement pada karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta.

(1)

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN SUMBER

BARU KIA YOGYAKARTA Elia Puspita Dewi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan Employee Engagement pada karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta. Hipotesis dalam penelitian ini ialah terdapat hubungan positif antara dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan Employee Engagement. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah subjek sebanyak 75 orang. Subjek pada penelitian ini ialah karyawan Sumber Baru KIA yang telah bekerja minimal selama 1 tahun dan berstatus sebagai karyawan tetap. Penelitian ini menggunakan dua skala likert, yaitu Skala Employee Engagement dan Skala Leader Member Exchange (LMX). Reliabilitas Skala Employee Engagement adalah 0,921. Reliabilitas Skala Dimensi Afeksi ialah 0,748, reliabilitas Skala Dimensi Kontribusi ialah 0,711, reliabilitas Skala Dimensi Loyalitas ialah 0,722, dan reliabilitas Skala Dimensi Penghormatan Profesional ialah 0,657. Metode analisis data dilakukan menggunakan teknik korelasi Spearman Rho. Hasil analisis data menunjukkan bahwa Dimensi Afeksi dengan variabel Employee Engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,268 dengan taraf signifikansi 0,010. Dimensi Kontribusi dengan variabel Employee Engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,391 dengan taraf signifikansi 0,000. Dimensi Loyalitas dengan variabel Employee Engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,198 dengan taraf signifikansi 0,044. Dimensi Penghormatan Profesional dengan variabel employee engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar -0,166 dengan taraf signifikansi 0,077. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Dimensi Afeksi, Kontribusi, dan Loyalitas memiliki hubungan positif yang signifikan dengan Employee Engagement. Di sisi lain, Dimensi Penghormatan Profesional memiliki hubungan negatif yang tidak signifikan dengan variabel Employee Engagement. Analisis tambahan dilakukan dan diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara variabel Leader Member Exchange (LMX) dengan variabel Employee Engagement dilihat dari koefisien korelasi sebesar 0,258 dan taraf signifikansi 0,013.

Kata kunci : dimensi Leader Member Exchange (LMX), Leader Member Exchange (LMX), Employee Engagement


(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN THE DIMENSION OF LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) AND EMPLOYEE ENGAGEMENT ON

SUMBER BARU KIA YOGYAKARTA’S EMPLOYEES

Elia Puspita Dewi ABSTRACT

This research was aimed to find out the relationship between the dimension of Leader

Member Exchange (LMX) and Employee Engagement on Sumber Baru KIA Yogyakarta’s

employees. The hypothesis of this study was there was a positive relationship between the dimension of Leader Member Exchange (LMX) with Employee Engagement. Sample was taken by purposive sampling technique with the total of subjects were 75 peoples. Subjects in this research were Sumber Baru KIA Yogyakarta’s employees who had worked for at least one year and got status as permanent employees. This research used two kind of Likert scale which were Employee Engagement Scale and Leader Member Exchange (LMX) Scale. Employee Engagement Scale reliability was 0.921, Affection Dimension Scale reliability was 0.748, Contribution Dimension Scale reliability was 0.711, Loyalty Dimension Scale reliability was 0.722, and the reliability of Professional Respect Dimension Scale was 0.657. Data was analyzed using Spearman Rho correlation technique. The result showed that Affection Dimension and Employee Engagement obtained the correlation coefficient of 0.268 with a significance level of 0,010. Contribution Dimension and Employee Engagement obtained the correlation coefficient of 0.391 with a significance level of 0.000. Loyalty Dimension and Employee Engagement obtained the correlation coefficient of 0.198 with a significance level of 0.044. Professional Respect Dimension and Employee Engagement got correlation coefficient of -0.166 with a significance level of 0.077. The results showed that the dimensions of Affection, Contribution, and Loyalty had significant positive relationship with Employee Engagement. On the other hand, Professional Respect Dimension had a negative correlation that not significant with Employee Engagement. Additional analysis were performed and the result showed that there was a significant positive relationship between the Leader Member Exchange (LMX) and Employee Engagement with correlation coefficient of 0.258 and a significance level of 0.013.

Keywords : Dimension of Leader Member Exchange (LMX), Leader Member Exchange (LMX), Employee Engagement


(3)

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER

EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT

PADA KARYAWAN SUMBER BARU KIA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Elia Puspita Dewi

NIM: 119114026

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2015


(4)

ii

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN SUMBER

BARU KIA YOGYAKARTA

Disusun Oleh: Elia Puspita Dewi

NIM: 119114026

Telah Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing,

Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi. Tanggal:


(5)

iii

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN SUMBER

BARU KIA YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Elia Puspita Dewi

119114026

Telah dipertanggungjawabkan di depan Panitia Penguji Pada tanggal : 8 Juni 2015

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Penguji 1 : Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi. ………….……. Penguji 2 : Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. ………….……. Penguji 3 : Ratri Sunar Astuti, M.Si. ………….…….

Yogyakarta, Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Dekan,


(6)

iv

“And I say unto you, Ask, and it shall be given you; seek,

and ye shall find; knock, and it shall be opened unto you”

Luke 11 : 9

-“A lesson without pain is meaningless. For you cannot gain

anything without sacrificing something else in return. Although,

if you can endure that pain and walk away from it, you'll find you

have a heart strong enough to overcome any obstacle.”

- Edward Elric, Full Metal Alchemist -

Whatever you do, work at it with all your heart, as

working for the Lord, not for human masters”

Colossians 3 : 23


(7)

v

“Same miracle brings us all into this world, the different

is some do the best in the lives that were given to them

and some not.”

Proudly dedicated for…

My Father Jesus

My Lovely Parents and Family

and My Love

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Mei 2015 Penulis,

Elia Puspita Dewi


(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN SUMBER

BARU KIA YOGYAKARTA

Elia Puspita Dewi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dimensi Leader Member

Exchange (LMX) dengan Employee Engagement pada karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta.

Hipotesis dalam penelitian ini ialah terdapat hubungan positif antara dimensi Leader Member

Exchange (LMX) dengan Employee Engagement. Teknik pengambilan sampel menggunakan

purposive sampling dengan jumlah subjek sebanyak 75 orang. Subjek pada penelitian ini ialah karyawan Sumber Baru KIA yang telah bekerja minimal selama 1 tahun dan berstatus sebagai karyawan tetap. Penelitian ini menggunakan dua skala likert, yaitu Skala Employee Engagement

dan Skala Leader Member Exchange (LMX). Reliabilitas Skala Employee Engagement adalah 0,921. Reliabilitas Skala Dimensi Afeksi ialah 0,748, reliabilitas Skala Dimensi Kontribusi ialah 0,711, reliabilitas Skala Dimensi Loyalitas ialah 0,722, dan reliabilitas Skala Dimensi Penghormatan Profesional ialah 0,657. Metode analisis data dilakukan menggunakan teknik korelasi Spearman Rho. Hasil analisis data menunjukkan bahwa Dimensi Afeksi dengan variabel

Employee Engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,268 dengan taraf signifikansi 0,010. Dimensi Kontribusi dengan variabel Employee Engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,391 dengan taraf signifikansi 0,000. Dimensi Loyalitas dengan variabel Employee Engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar 0,198 dengan taraf signifikansi 0,044. Dimensi Penghormatan Profesional dengan variabel employee engagement memperoleh koefisien korelasi sebesar -0,166 dengan taraf signifikansi 0,077. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Dimensi Afeksi, Kontribusi, dan Loyalitas memiliki hubungan positif yang signifikan dengan

Employee Engagement. Di sisi lain, Dimensi Penghormatan Profesional memiliki hubungan

negatif yang tidak signifikan dengan variabel Employee Engagement. Analisis tambahan dilakukan dan diperoleh hasil bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara variabel Leader Member Exchange (LMX) dengan variabel Employee Engagement dilihat dari koefisien korelasi sebesar 0,258 dan taraf signifikansi 0,013.

Kata kunci : dimensi Leader Member Exchange (LMX), Leader Member Exchange (LMX),

Employee Engagement


(10)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN THE DIMENSION OF LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) AND EMPLOYEE ENGAGEMENT ON

SUMBER BARU KIA YOGYAKARTA’S EMPLOYEES

Elia Puspita Dewi

ABSTRACT

This research was aimed to find out the relationship between the dimension of Leader

Member Exchange (LMX) and Employee Engagement on Sumber Baru KIA Yogyakarta’s

employees. The hypothesis of this study was there was a positive relationship between the dimension of Leader Member Exchange (LMX) with Employee Engagement. Sample was taken by purposive sampling technique with the total of subjects were 75 peoples. Subjects in this research were Sumber Baru KIA Yogyakarta’s employees who had worked for at least one year and got status as permanent employees. This research used two kind of Likert scale which were Employee Engagement Scale and Leader Member Exchange (LMX) Scale. Employee Engagement Scale reliability was 0.921, Affection Dimension Scale reliability was 0.748, Contribution Dimension Scale reliability was 0.711, Loyalty Dimension Scale reliability was 0.722, and the reliability of Professional Respect Dimension Scale was 0.657. Data was analyzed using Spearman Rho correlation technique. The result showed that Affection Dimension and Employee Engagement obtained the correlation coefficient of 0.268 with a significance level of 0,010. Contribution Dimension and Employee Engagement obtained the correlation coefficient of 0.391 with a significance level of 0.000. Loyalty Dimension and Employee Engagement obtained the correlation coefficient of 0.198 with a significance level of 0.044. Professional Respect Dimension and Employee Engagement got correlation coefficient of -0.166 with a significance level of 0.077. The results showed that the dimensions of Affection, Contribution, and Loyalty had significant positive relationship with Employee Engagement. On the other hand, Professional Respect Dimension had a negative correlation that not significant with Employee Engagement. Additional analysis were performed and the result showed that there was a significant positive relationship between the Leader Member Exchange (LMX) and Employee Engagement with correlation coefficient of 0.258 and a significance level of 0.013.

Keywords : Dimension of Leader Member Exchange (LMX), Leader Member Exchange (LMX), Employee Engagement


(11)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama : Elia Puspita Dewi

NIM : 119114026

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul :

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DENGAN EMPLOYEE ENGAGEMENT PADA KARYAWAN

SUMBER BARU KIA YOGYAKARTA”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 18 Mei 2015 Yang menyatakan,


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus yang selalu menyertai dan membimbing, sehingga proses penulisan skripsi dapat berjalan dengan lancar dan membuahkan hasil yang baik. Meski banyak kesulitan dan hambatan yang dihadapi penulis selama proses penulisan skripsi, tetapi pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.).

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang terlibat. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Prof. Dr. Agustinus Supratiknya, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang tak kenal lelah memberi wejangan dan semangat untuk segera menyelesaikan studi S1 di Fakultas Psikologi saat bertatap muka di awal semester dalam pengisian KRS.

4. Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu berusaha meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukannya untuk membimbing, memberi saran, dan semangat dalam pengerjaan


(13)

xi

skripsi. Dosen pembimbing yang selalu meyakinkan penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi tepat waktu.

5. Bapak T. M. Raditya Hernawa, M.Psi. yang mau direpotkan penulis untuk membantu mencari referensi bahan bacaan dalam penulisan skripsi.

6. Segenap dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik, membagikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya, sehingga penulis mampu menerapkannya dalam proses penulisan skripsi.

7. Segenap karyawan Fakultas Psikologi (Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gie, Mas Muji, dan Mas Doni) yang telah sabar dan ramah melayani, serta memberi informasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

8. Beasiswa Unggulan dari DIKTI yang telah mendanai biaya perkuliahan dari awal semester hingga saat ini, sehingga membuat saya termotivasi untuk terus melakukan yang terbaik dalam segala hal dan bertanggungjawab lebih dalam menyelesaikan skripsi.

9. Bapak Rudy Harsono dan Bapak Yohanes Raharja Harsono selaku owner Sumber Baru Estate dan Sumber Baru KIA Yogyakarta yang telah memberi ijin kepada peneliti untuk bisa melakukan penelitian di perusahaan yang dipimpin.

10.Bapak Subhan selaku HRD Sumber Baru KIA Yogyakarta yang telah banyak membantu dalam proses penyebaran skala penelitian dan pengumpulan data.


(14)

xii

11.Mamah tercinta yang tidak jemu-jemu mengecek kamar setiap malam dan mengingatkan untuk mengerjakan skripsi, serta mendoakanku dengan tulus agar bisa segera lulus.

12.Papah tercinta yang sedikit diam, tetapi serius dan tegas saat berkomentar mengenai progress skripsi anaknya, sehingga mendorong penulis untuk giat mengerjakan skripsi.

13.Kedua kakakku yang telah memberi dukungan dan menjadi teladan yang baik, sehingga penulis selalu termotivasi untuk menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya.

14.Yohan tersayang yang selalu menyempatkan waktu setelah pulang bekerja untuk membelikan makanan, menemaniku mengerjakan skripsi, mau mendengarkan keluh kesah dan ketakutanku, serta meyakinkanku atas kemampuanku. Terima kasih atas dukungan dan doamu hingga aku mampu menyelesaikan skripsi ini.

15.Sahabatku Elita, Ribka, dan Anka sebagai teman berbagi suka maupun duka yang sama-sama berjuang dalam proses penulisan skripsi dan selalu menjadi penyemangat untuk bisa segera lulus. Tidak lupa juga sahabatku Lyvi yang berbeda kampus, tetapi tetap dengan kepolosannya mau mendukung penulis agar bisa segera menyelesaikan skripsi dan lulus bersama.

16.Teman-teman SMA Stella Duce 1 maupun SMP Stella Duce 1 seangkatan yang tidak kenal lelah “mem-posting” foto-foto wisudanya di “Instagram

maupun “Path” yang penuh dengan keceriaan dan berhasil membuat


(15)

xiii

penulis sedikit iri, sehingga mendorong penulis untuk lebih bersemangat mengerjakan skripsi.

17.Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2011 yang selama ini telah berproses dan berdinamika bersama selama kegiatan perkuliahan hingga pengerjaan skripsi.

18.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang dibuat masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih sempurna. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Yogyakarta, 18 Mei 2015 Penulis,

Elia Puspita Dewi


(16)

xiv

DAFTARISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR SKEMA ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 14

1. Manfaat Teoretis ... 14


(17)

xv

2. Manfaat Praktis ... 14

BAB II LANDASAN TEORI ... 16

A. Leader Member Exchange (LMX) ... 16

1. Definisi Leader Member Exchange (LMX) ... 16

2. Fase-fase Pembentukan Kepemimpinan Leader Member Exchange (LMX) ... 18

3. Dimensi Leader Member Exchange (LMX) ... 21

4. Dampak Leader Member Exchange (LMX) ... 24

B. EmployeeEngagement ... 26

1. Definisi Employee Engagement ... 26

2. Aspek Employee Engagement ... 28

3. Anteseden Employee Engagement ... 28

4. Tipe Engagement pada Karyawan ... 31

5. Dampak Employee Engagement ... 31

C. Karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta ... 32

D. Dinamika Hubungan antara Leader Member Exchange (LMX) dengan Employee Engagement ... 33

E. Kerangka Penelitian ... 38

F. Hipotesis ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 43

A. Jenis Penelitian ... 43

B. Variabel Penelitian ... 43

1. Variabel independen... 43


(18)

xvi

2. Variabel dependen ... 43

C. Definisi Operasional... 44

1. Leader Member Exchange (LMX) ... 44

2. Employee Engagement ... 45

D. Sampel Penelitian ... 47

E. Metode dan Alat Pengambilan Data ... 47

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 50

1. Validitas ... 50

2. Seleksi Item ... 50

a. Skala Leader Member Exchange (LMX) ... 52

b. Skala Employee Engagement ... 54

3. Reliabilitas ... 56

G. Metode Analisis Data ... 57

1. Uji Asumsi ... 57

a. Uji Normalitas ... 58

b. Uji Linearitas ... 58

2. Uji Hipotesis ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

A. Pelaksanaan Penelitian ... 60

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 61

C. Deskripsi Data Penelitian ... 63

D. Hasil Analisis Data ... 67

1. Uji Asumsi ... 67


(19)

xvii

a. Uji Normalitas ... 67

b. Uji Linearitas ... 72

2. Uji Hipotesis ... 78

E. Analisis Tambahan ... 83

F. Pembahasan ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 99

1. Bagi Subjek ... 99

2. Bagi Perusahaan ... 100

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102

LAMPIRAN ... 106


(20)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Fase-fase dalam Pembentukan Kepemimpinan LMX ... 19

Tabel 2. Pemberian Skor pada Skala Leader Member Exchange (LMX) ... 48

Tabel 3. Blue Print Skala Leader Member Exchange (LMX) Sebelum Seleksi Item ... 48

Tabel 4. Pemberian Skor pada Skala Employee Engagement ... 49

Tabel 5. Blue Print Skala Employee Engagement Sebelum Seleksi Item ... 49

Tabel 6. Blue Print Skala Leader Member Exchange (LMX) Setelah Seleksi Item ... 53

Tabel 7. Blue Print Skala Leader Member Exchange (LMX) Setelah Penguguran Manual ... 54

Tabel 8. Blue Print Skala Employee Engagement Setelah Seleksi Item ... 55

Tabel 9. Blue Print Skala Employee Engagement Setelah Pengguran Manual ... ... 56

Tabel 10. Koefisien Reliabilitas Dimensi Leader Member Exchange (LMX) .. 57

Tabel 11. Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

Tabel 12. Subjek Penelitian berdasarkan Jabatan ... 62

Tabel 13. Hasil Pengukuran Deskriptif Variabel ... 63

Tabel 14. Hasil Uji T Variabel Employee Engagement ... 64

Tabel 15. Hasil Uji T Dimensi Afeksi ... 65

Tabel 16. Hasil Uji T Dimensi Kontribusi ... 65

Tabel 17. Hasil Uji T Dimensi Loyalitas ... 66


(21)

xix

Tabel 18. Hasil Uji T Dimensi Penghormatan Profesional ... 67

Tabel 19. Hasil Uji Normalitas ... 68

Tabel 20. Hasil Uji Linearitas Variabel Employee Engagement dan Dimensi Afeksi ... 73

Tabel 21. Hasil Uji Linearitas Variabel Employee Engagement dan Dimensi Kontribusi ... 74

Tabel 22. Hasil Uji Linearitas Variabel Employee Engagement dan Dimensi Loyalitas ... 75

Tabel 23. Hasil Uji Linearitas Variabel Employee Engagement dan Dimensi Penghormatan Profesional ... 77

Tabel 24. Kriteria Koefisien Korelasi ... 79

Tabel 25. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Afeksi dengan Variabel Employee Engagement ... 79

Tabel 26. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Kontribusi dengan Variabel Employee Engagement ... 80

Tabel 27. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Loyalitas dengan Variabel Employee Engagement ... 81

Tabel 28. Hasil Uji Hipotesis Dimensi Penghormatan Profesional dengan Variabel Employee Engagement ... 82

Tabel 29. Hasil Uji Hipotesis Variabel Leader Member Exchange (LMX) dengan Variabel Employee Engagement ... 83

Tabel 30. Hasil Uji T Variabel Employee Engagement Karyawan Marketing .... ... 84


(22)

xx

Tabel 31. Hasil Uji T Variabel Leader Member Exchange (LMX) Karyawan Marketing ... 85


(23)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kurva Variabel Employee Engagement ... 69

Gambar 2. Kurva Dimensi Afeksi ... 70

Gambar 3. Kurva Dimensi Kontribusi ... 70

Gambar 4. Kurva Dimensi Loyalitas ... 71

Gambar 5. Kurva Dimensi Penghormatan Profesional ... 72

Gambar 6.Scatter Plot Variabel Employee Engagement dan Dimensi Afeksi ... 73

Gambar 7. Scatter Plot Variabel Employee Engagement dan Dimensi

Kontribusi ... 75

Gambar 8. Scatter Plot Variabel Employee Engagement dan Dimensi Loyalitas ... 76

Gambar 9. Scatter Plot Variabel Employee Engagementdan Dimensi

Penghormatan Profesional ... 78


(24)

xxii

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Hubungan antara Dimensi Afeksi dengan Variabel Employee

Engagement ... 38

Skema 2. Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Employee Engagement ... 39

Skema 3. Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Employee Engagement ... 40

Skema 4. Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Employee Engagement ... 41


(25)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Employee Engagement dan Skala Leader Member Exchange (LMX) ... 107

Lampiran 2. Reliabilitas dan Seleksi Item Skala Employee Engagement ... 117

Lampiran 3. Reliabilitas dan Seleksi Item Skala Leader Member Exchange (LMX) ... 122

Lampiran 4. Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 131

Lampiran 5. Hasil Uji Beda ... 133

Lampiran 6. Hasil Uji Asumsi ... 138

Lampiran 7. Hasil Uji Hipotesis ... 142


(26)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Data hasil studi dari Hay Group yang bekerjasama dengan Centre

for Economics and Business Research (www.careernews.web.id, 2013)

memperkirakan bahwa rata-rata turnover karyawan di seluruh dunia pada tahun 2014 akan semakin tinggi. Studi tersebut memperkirakan bahwa jumlah karyawan yang akan berhenti pada tahun 2014 bisa mencapai 161,7 juta atau meningkat 12,9% dibandingkan turnover di tahun 2012. Bahkan, wilayah Asia Pasifik diprediksi akan mengalami lonjakan terbesar pada tingkat turnover di tahun 2014 ini. Prediksi tingkat turnover di Asia Pasifik akan mengalami kenaikan tertinggi di seluruh dunia, yaitu naik 21,5-25,5% selama periode 2012 sampai 2018. Roseman (dalam Widjaja, 2008) mengatakan jika annual turnover rate melebihi angka 10%, maka

turnover dapat dikategorikan tinggi. Peningkatan turnover karyawan di

berbagai belahan dunia yang tergolong tinggi tersebut dapat terjadi akibat meningkatnya lowongan pekerjaan yang diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi.

Masalah turnover karyawan tidak dapat diabaikan begitu saja karena karyawan merupakan aset yang berharga dan kesuksesan sebuah perusahaan tidak terlepas dari usaha orang-orang yang bekerja di dalamnya. Karyawan dengan kinerja yang hebat dapat mendekatkan


(27)

2

perusahaan kepada kemungkinan untuk sukses. Jika perusahaan kehilangan karyawan dengan kinerja yang baik, maka produktivitas perusahaan akan terkena dampaknya (www.portalhr.com, 2013). Perusahaan harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk merekrut kandidat karyawan yang unggul. Selain itu, keberadaan karyawan dalam perusahaan sangat penting untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi perusahaan, sehingga perusahaan akan berusaha sebisa mungkin mempertahankan keanggotaan karyawannya dalam perusahaan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dan mencegah timbulnya biaya dari turnover (Oracle dalam Ramadhany, 2014).

Hasil survei Towers Watson yang dilansir dari Berita Satu (www.beritasatu.com, 2014) yang melibatkan lebih dari 1000 karyawan dari berbagai level dan demografi mengungkap fakta bahwa mayoritas perusahaan di Indonesia mengalami kesulitan untuk mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja yang kompeten. Director of Talent &

Rewards Towers Watson Indonesia, Awaldi (dalam www.beritasatu.com,

2014) mengatakan bahwa kemampuan merekrut dan mempertahankan karyawan terbaik selalu menjadi tantangan bagi perusahaan di Indonesia. Hal ini disebabkan sebagian besar perusahaan mengalami kesulitan dalam memahami faktor-faktor yang mendorong engagement para pekerja profesional di Indonesia pada perusahaan tempat karyawan bekerja.

Karyawan yang tidak engaged dengan pekerjaannya akan mempengaruhi performansi karyawan dalam perusahaan melalui tingginya


(28)

3

absensi, tingginya intensi turnover, dan rendahnya produktivitas (Vance dalam Muthuveloo, 2013). Di sisi lain, karyawan yang engaged lebih mungkin untuk tinggal dalam organisasi mereka saat ini dan berkomitmen terhadap organisasi mereka (Ramsay dalam Muthuveloo, 2013).

Pada kenyataannya, perusahaan tidak bisa terus-menerus menahan karyawan terbaik untuk keluar dari perusahaannya. Namun, perusahaan dapat memperbaiki strategi retensi agar para karyawan betah dan mau mempertimbangkan untuk tetap bertahan dalam perusahaan ketika kompetitor menawarkan kesempatan yang lebih besar kepada mereka. Terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan untuk membuat karyawan betah bekerja di perusahaan terlepas dari faktor gaji maupun keuntungan yang besar. Salah satu di antaranya ialah dengan keterlibatan pemimpin (www.portalhr.com, 2013). Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa sebagian besar orang resign bukan karena alasan perusahaan, tetapi karena manajer yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Manajer yang tidak memberi kejelasan tentang ekspektasi mereka, jarang memberi feedback terhadap performansi anggota timnya dan tidak kompeten kerap kali membuat karyawan merasa jengah. Oleh karena itu, supervisor perlu memberikan supervisi kepada anggota tim untuk dapat meningkatkan performa kerja dan kecenderungan anggota tim agar tetap tinggal dalam organisasi (www.portalhr.com, 2013).

Fenomena yang menarik ditemukan peneliti di salah satu perusahaan otomotif di Yogyakarta. Sumber Baru KIA Yogyakarta


(29)

4

memiliki rata-rata karyawan berjumlah 90 orang dengan annual turnover rate sebesar 18% pada tahun 2014, di mana 14% disumbang oleh divisi

marketing dan 4% sisanya merupakan turnover rate dari divisi lain. Hal ini

menarik karena berdasar data dari HRD Sumber Baru KIA Yogyakarta, mayoritas karyawan di perusahaan tersebut telah bekerja lebih dari 1 tahun. Bahkan, dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti diketahui bahwa beberapa karyawan mengaku sudah bekerja bertahun-tahun dan tidak mengalami kenaikan jenjang karir, tetapi tetap bertahan untuk tinggal dalam perusahaan tersebut (komunikasi pribadi, 4 Februari 2015).

RN selaku marketing supervisor bagian konter yang sudah bekerja di Sumber Baru KIA Yogyakarta selama kurang lebih 12 tahun mengatakan bahwa hal yang membuat ia bertahan bekerja sebagai sales konter hingga akhirnya diangkat menjadi supervisor adalah semangat dari dalam dirinya untuk menghadapi tantangan mengejar target setiap bulannya. Lebih lanjut, RN mengaku bahwa ia pernah ditawari pekerjaan dengan gaji dan pangkat yang lebih tinggi di perusahaan lain, tetapi ia tetap memilih bertahan di perusahaan tersebut. RN menjelaskan bahwa ia benar-benar menyukai pekerjaannya di bidang marketing dan enggan berpindah ke bidang pekerjaan yang lain karena tidak adanya gairah dalam dirinya untuk bekerja di bidang lainnya. Sebelum bekerja sebagai

marketing Sumber Baru KIA Yogyakarta, RN mengaku bahwa ia pernah

beberapa kali bekerja di luar bidang marketing seperti accounting. Pekerjaan tersebut dirasa tidak cocok dan kurang menantang bagi RN,


(30)

5

hingga akhirnya ia mencoba pekerjaan di bidang marketing dan merasa puas dengan tantangan pekerjaan, serta hasil yang ia dapat dari bidang tersebut. Sebelum bekerja di perusahaannya yang sekarang, RN juga pernah bekerja sebagai marketing di perusahaan lain, tetapi tidak bertahan lama karena lingkungan pekerjaan yang tidak nyaman. Menurut RN, faktor lain yang membuat dirinya bertahan bekerja selama belasan tahun di Sumber Baru KIA Yogyakarta adalah karena lingkungan yang nyaman dan perhatian atasan yang mau mengayomi, serta peduli dengan kesejahteraan para karyawannya (komunikasi pribadi, 4 Februari 2015).

Fenomena yang ada di Sumber Baru KIA Yogyakarta merujuk pada salah satu teori yang disebut sebagai employee engagement. Kahn (dalam Chaurasia, 2013) menjelaskan employee engagement sebagai investasi energi fisik, emosional, dan kognitif karyawan secara terus menerus dalam peran pekerjaan mereka. Selain itu, Schaufeli (dalam Heger, 2007) mendefinisikan employee engagement sebagai sebuah pemenuhan positif keadaan mental yang berhubungan dengan pekerjaan yang melibatkan faktor rasional dan emosional mengenai apa yang dipikir dan dirasa oleh karyawan mengenai pekerjaannya dan organisasi. Faktor rasional meliputi hubungan yang lebih luas yang dimiliki karyawan dengan organisasi, seperti memiliki sumber daya, peralatan, dan dukungan yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan. Faktor emosional meliputi rasa akan inspirasi dan prestasi yang karyawan dapatkan dengan menjadi anggota dari perusahaan dan dari pekerjaan mereka. Schaufeli


(31)

6

(dalam Tziner, 2013) mencirikan employee engagement dengan semangat

(Vigor), dedikasi (Dedication), dan penghayatan (Absorption). Vigor

merupakan tingginya tingkat energi dan ketahanan mental saat bekerja, kemauan untuk menginvestasikan usaha dalam pekerjaan, serta ketekunan meski menghadapi kesulitan. Dedication merupakan rasa bermakna, antusiasme, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan. Absorption merupakan konsentrasi dan atensi penuh dalam pekerjaan seseorang.

Saks (2006) mengungkapkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi employee engagement adalah otonomi dalam bekerja, dukungan sosial dari rekan kerja dan supervisor, pembinaan, tanggung jawab, feedback terhadap performansi, kesempatan untuk belajar dan berkembang, variasi tugas, kepemimpinan transformasional, serta kesesuaian nilai dan keadilan organisasi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dukungan sosial dari atasan maupun sesama rekan sekerja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

employee engagement. Survei Towers Watson yang dilansir dari Berita

Satu (dalam www.beritasatu.com, 2014) juga menunjukkan bahwa atasan langsung seorang karyawan sangatlah penting untuk mendorong keterlibatan karyawan dalam sebuah perusahaan. Karyawan menilai bahwa atasan langsung cukup efektif dalam menjalankan peran mereka sebagai manajer. Namun, hanya setengah dari karyawan yang mengungkapkan bahwa manajer mau menyediakan waktu untuk membahas mengenai perkembangan karir dan secara aktif membantu kemajuan karir karyawan.


(32)

7

Selain itu, penting bagi atasan langsung untuk terus mengkomunikasikan hal-hal yang dapat mempengaruhi karyawan, memberikan edukasi tentang budaya dan nilai suatu organisasi, serta menyediakan informasi mengenai performa perusahaan (www.beritasatu.com, 2014).

Graen, Liden, dan Hoel (dalam Landy, 2010) mengatakan bahwa kurangnya perhatian dan komunikasi dari atasan ke bawahan dapat menciptakan hubungan yang renggang di antara keduanya dan dapat memunculkan kecenderungan bagi bawahan untuk memandang hubungan atasan dan bawahan tidak lebih dari hubungan kontraktual (sesuai dengan surat kontrak), dimana karyawan bekerja ‘delapan jam untuk upah delapan jam’ dalam pekerjaan, serta tingginya turnover. Di sisi lain, hubungan dan komunikasi yang baik dari atasan ke bawahan akan meningkatkan sikap, motivasi, dan performansi karyawan.

Atasan akan memiliki kualitas hubungan yang berbeda dengan masing-masing bawahan seiring perlakuan yang diberikan dari atasan kepada bawahannya. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar dari teori LMX yang menyatakan bahwa para pemimpin mengembangkan hubungan atasan-bawahan yang berbeda dengan masing-masing bawahan (Yukl dalam Wijanto, 2013). Atasan dapat memiliki hubungan yang dekat hanya dengan beberapa bawahannya, di mana hubungan yang terjalin merupakan hubungan yang berkualitas tinggi. Di sisi lain, atasan juga dapat memiliki hubungan yang jauh dengan bawahannya yang merupakan hubungan yang berkualitas rendah. Atasan dan bawahan yang memiliki hubungan baik


(33)

8

akan memiliki perasaan yang lebih baik satu sama lain, dapat menyelesaikan tugas lebih banyak, dan dapat berdampak pada keberhasilan organisasi (Northouse dalam Sarisusantini, 2012).

Morrow (2005) mengatakan bahwa LMX merupakan hubungan antara atasan dan bawahan yang berkembang sebagai akibat dari pertukaran yang berhubungan dengan pekerjaan. Hubungan ini dapat dicirikan dengan kualitas hubungan yang tinggi atau baik jika mencerminkan kepercayaan, rasa hormat, dan kesetiaan. Di sisi lain, hubungan ini dapat dicirikan dengan kualitas hubungan yang rendah atau buruk jika mencerminkan ketidakpercayaan, rasa hormat yang rendah, dan kurangnya loyalitas (Morrow, 2005). Dienesch dan Liden (dalam Harris, 2004) mengungkapkan empat dimensi utama dalam teori Leader Member

Exchange, yaitu afeksi (affection), kontribusi (contribution), loyalitas

(loyalty), dan penghormatan professional (professional respect).

Afeksi (affection) merupakan kepedulian antara atasan dan bawahan yang saling mempengaruhi satu sama lain tidak hanya dari nilai profesional pekerja, tetapi juga berdasarkan pada daya tarik interpersonal (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011). Afeksi ditunjukkan dengan gerakan spontan kasih sayang, menyuarakan keprihatinan dan memberi dukungan pada masalah-masalah pribadi yang dihadapi seseorang, bersosialisasi di luar tempat kerja, senyum atau sikap dukungan (Capella dalam Liden, 1997). Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan menjalin suatu hubungan pribadi yang saling bermanfaat antara atasan dengan


(34)

9

bawahan, yaitu persahabatan. Sebaliknya, karyawan dengan kualitas hubungan yang rendah tidak dapat menjalin suatu hubungan pribadi seperti persahabatan dengan atasannya (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011).

Kontribusi (Contribution) merupakan persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama, baik secara eksplisit maupun implisit (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011). Kontribusi ditunjukkan dengan pemimpin yang memberikan sumber daya dan kebebasan pengambilan keputusan yang lebih besar bagi karyawan (Scandura et al dalam Liden, 1997). Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan mau mengambil tanggung jawab dan menyelesaikan tugas yang melampaui deskripsi pekerjaan/ kontrak kerjanya. Di sisi lain, karyawan dengan kualitas hubungan yang rendah hanya mau menyelesaikan tugas sesuai deskripsi pekerjaan/ kontrak kerjanya (Liden, 1997).

Loyalitas (Loyalty) merupakan ekspresi dan ungkapan yang mendukung penuh tujuan dan karakter pribadi anggota lain dalam hubungan timbal balik pimpinan dan bawahan yang melibatkan kesetiaan secara konsisten (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011). Loyalitas ditunjukkan pemimpin yang mau mendukung dalam situasi yang sulit dan mendukung saat dihadapkan pada kritik eksternal (Liden, 1997). Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan memiliki kesetiaan yang ditunjukkan dengan sikap mendukung satu sama lain. Sedangkan karyawan dengan kualitas hubungan yang rendah tidak akan memiliki kesetiaan, ditunjukkan


(35)

10

dengan perilaku memulai/menyetujui kritik terhadap orang lain di depan umum (Liden, 1997).

Penghormatan profesional (professional respect) merupakan persepsi sejauh mana setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun reputasi di dalam atau luar organisasi, di mana persepsi dapat didasarkan pada riwayat hidup seseorang (Dionne dalam Hasdiabsar, 2011). Penghormatan profesional ditunjukkan dengan meminta nasehat satu sama lain atau mengungkapkan kekaguman atas ketrampilan dan integritas orang lain (Liden, 1997). Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan memiliki penghargaan/ pengakuan profesional, serta rasa hormat terhadap orang lain. Sebaliknya, karyawan dengan kualitas hubungan yang rendah tidak akan memiliki penghargaan/ pengakuan profesional, serta rasa hormat terhadap orang lain yang ditunjukkan dengan sikap mengejek orang lain di depan umum (Liden, 1997).

LMX mungkin didasarkan terutama pada satu dimensi, dua dimensi, tiga dimensi, atau keempat dimensi. Setiap dimensi LMX dapat berkembang berbeda dan bervariasi dalam pentingnya hubungan atasan-bawahan yang ada (Liden, 1997).

Karyawan dengan kualitas hubungan yang tinggi pada tiap-tiap dimensi LMX dengan atasannya memiliki ciri keterlibatan dalam timbal balik pengetahuan, dukungan emosional dan logistik, serta usaha ekstra dengan atasannya (Graen, Liden, & Hoel dalam Landy, 2010). Selain itu, bawahan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan memiliki peringkat


(36)

11

kinerja yang lebih tinggi, keinginan turnover yang lebih rendah, kepuasan yang lebih besar terhadap atasan mereka, dan kepuasan keseluruhan yang lebih besar dibandingkan dengan bawahan yang memiliki kualitas hubungan rendah. Pada bawahan dengan kualitas hubungan yang tinggi, bawahan akan lebih dipercaya, mendapat perhatian dalam porsi yang lebih besar dari atasan, dan mendapat hak-hak khusus. Di sisi lain, bawahan dengan kualitas hubungan yang rendah pada tiap-tiap dimensi LMX akan mendapat waktu yang terbatas dari atasannya, menjalin hubungan antara atasan dan bawahan berdasarkan pada hubungan formal yang dapat dilihat dari penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi (Robbins, 2006).

Macey dan Schneider (2008) mengungkapkan bahwa loyalitas dan komitmen karyawan terbentuk karena adanya dukungan sosial dari sesama rekan kerja maupun dari atasan. Di sisi lain, faktor yang mempengaruhi loyalitas adalah keterlibatan kerja (job engagement). Jika karyawan terlibat dengan pekerjaannya, ia memiliki kemauan untuk mencurahkan banyak upaya untuk membantu pemilik usaha agar berhasil. Keterlibatan karyawan tidak hanya loyal kepada organisasi, tetapi mereka juga memberikan kontribusi yang signifikan ke tempat kerja mereka dan cenderung kurang ingin meninggalkan organisasi atas kemauan mereka sendiri (Macey & Schneider, 2008). Penelitian mengenai LMX telah dilakukan terhadap 35 orang karyawan departemen penjualan di PT. X dan menyumbang hasil bahwa LMX memberikan pengaruh pada komitmen organisasional melalui motivasi kerja (Wijanto, 2013). Selain itu,


(37)

12

penelitian mengenai pengaruh LMX terhadap kinerja peran kerja karyawan melalui employee engagement dengan sampel karyawan-karyawan dari berbagai jenis perusahaan di India menyumbang hasil bahwa kualitas LMX yang tinggi mempengaruhi proses keterlibatan karyawan dan berdampak pada kinerja peran kerja yang lebih baik (Chaurasia, 2013). Penelitian hubungan antara LMX terhadap employee

engagement di Sumber Baru KIA Yogyakarta penting diteliti untuk

mengungkap fenomena menarik yang ditemukan di Sumber Baru KIA Yogyakarta yang memiliki annual turnover rate yang tergolong cukup tinggi, tetapi mayoritas karyawannya telah bekerja lebih dari 1 tahun dan bahkan betah bekerja selama bertahun-tahun di perusahaannya.

Penelitian terdahulu mengenai employee engagement juga telah dilakukan kepada 100 orang karyawan yang dipilih secara acak di Penang untuk meninjau berbagai anteseden dari employee engagement melalui kuesioner. Penelitian tersebut memberikan hasil bahwa pengembangan karyawan merupakan faktor yang sangat berkontribusi dalam employee

engagement. Namun, penelitian tersebut memiliki keterbatasan karena

hanya dilakukan di negara maju dengan variabel independen yang belum bervariasi (Muthuveloo, 2013).

Latar belakang temuan dan keterbatasan penelitian terkait variabel

employee engagement dan Leader Member Exchange (LMX) yang

terdahulu mendukung dilakukannya penelitian dengan variabel independen yang belum diketahui hubungannya dengan employee engagement, yaitu


(38)

13

Leader Member Exchange (LMX) di Indonesia sebagai salah satu negara

berkembang. Selain itu, ditemukannya data hasil observasi oleh peneliti yang menunjukkan adanya keempat dimensi LMX di Sumber Baru KIA Yogyakarta membuat peneliti memilih untuk menguji empat dimensi LMX di perusahaan tersebut dengan employee engagement. Ditinjau dari latar belakang tersebut, maka peneliti ingin meneliti hubungan antara dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan employee engagement pada karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara dimensi Leader Member Exchange (LMX) dengan employee engagement pada karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dimensi Leader

Member Exchange (LMX) dengan employee engagement pada karyawan

Sumber Baru KIA Yogyakarta.


(39)

14

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu di bidang Psikologi Industri dan Organisasi dalam hal employee engagement dan juga dapat memperkaya ilmu di bidang Psikologi Kepemimpinan dalam kajian mengenai variabel Leader Member Exchange (LMX).

2. Manfaat Praktis

2.1Bagi Subjek

Penelitian ini diharapkan dapat membantu subjek untuk dapat memahami employee engagement yang dimiliki, sehingga subjek lebih termotivasi lagi untuk terus meningkatkan engagement-nya terhadap pekerjaannya di perusahaan.

Jika terbukti ada hubungan positif yang signifikan antara Leader

Member Exchange (LMX) terhadap employee engagement, maka

diharapkan atasan dalam perusahaan dapat membangun kualitas hubungan yang tinggi dengan tiap-tiap bawahannya dan karyawan diharapkan juga dapat mempersepsi kualitas hubungan Leader

Member Exchange (LMX) dengan lebih positif.

2.2Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat membantu Divisi Human

Resources Management Sumber Baru KIA Yogyakarta untuk


(40)

15

lebih memahami tingkat engagement karyawan dan hubungannya dengan Leader Member Exchange (LMX). Hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai sumber data empiris bagi Divisi

Human Resources Management Sumber Baru KIA Yogyakarta

dalam merancang program intervensi untuk peningkatan employee

engagement pada karyawan di perusahaannya.


(41)

16

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Leader Member Exchange (LMX)

1. Definisi Leader Member Exchange (LMX)

Asumsi dasar dari teori LMX menyatakan bahwa para pemimpin mengembangkan hubungan atasan-bawahan yang berbeda dengan masing-masing bawahan (Yukl dalam Wijanto, 2013). Atasan dapat memiliki hubungan yang dekat hanya dengan beberapa bawahannya, di mana hubungan yang terjalin merupakan hubungan yang berkualitas tinggi. Di sisi lain, atasan juga dapat memiliki hubungan yang jauh dengan bawahannya yang merupakan hubungan yang berkualitas rendah. Atasan dan bawahan yang memiliki hubungan baik akan memiliki perasaan yang lebih baik satu sama lain, dapat menyelesaikan tugas lebih banyak, dan dapat berdampak pada keberhasilan organisasi (Northouse dalam Sarisusantini, 2012).

Karyawan yang memiliki kualitas hubungan yang tinggi dengan atasannya memiliki ciri keterlibatan dalam timbal balik pengetahuan, dukungan emosional dan logistik, serta usaha ekstra dengan atasannya (Graen, Liden, & Hoel dalam Landy, 2010). Saat memiliki kualitas hubungan yang tinggi, pengikut akan tertarik untuk menegosiasikan hal-hal yang ingin mereka lakukan untuk kelompok kepada pemimpin. Negosiasi ini melibatkan pertukaran yang dilakukan pengikut terkait


(42)

17

aktivitas yang melebihi deskripsi pekerjaan resmi mereka dan pemimpin melakukan lebih banyak hal untuk pengikutnya. Bila pengikut tidak tertarik untuk menerima tanggung jawab pekerjaan yang baru dan berbeda, mereka akan memiliki kualitas hubungan yang rendah dengan atasannya (Graen dalam Northouse, 2013).

Menurut Robbins (2006), teori LMX berpendapat bahwa karena adanya tekanan waktu, para pemimpin membangun hubungan yang istimewa dengan kelompok kecil bawahan mereka. Morrow (2005) mengatakan bahwa LMX merupakan hubungan antara atasan dan bawahan yang berkembang sebagai akibat dari pertukaran yang berhubungan dengan pekerjaan. Hubungan ini dapat dicirikan dengan kualitas hubungan yang tinggi atau baik jika mencerminkan kepercayaan, rasa hormat, dan kesetiaan. Di sisi lain, hubungan ini dapat dicirikan dengan kualitas hubungan yang rendah atau buruk jika mencerminkan ketidakpercayaan, rasa hormat yang rendah, dan kurangnya loyalitas (Morrow, 2005).

Robbins (2006) mengungkapkan bahwa bawahan dengan kualitas hubungan yang tinggi akan memiliki peringkat kinerja yang lebih tinggi,

turnover yang rendah, kepuasan yang lebih besar terhadap atasan mereka,

dan kepuasan keseluruhan yang lebih besar dibandingkan bawahan dengan kualitas hubungan yang rendah. Selain itu, bawahan lebih dipercaya, mendapat perhatian dalam porsi yang lebih besar dari atasan, dan mendapat hak-hak khusus. Sebaliknya, bawahan yang memiliki kualitas hubungan yang rendah akan mendapat waktu yang terbatas dari atasannya,


(43)

18

hubungan antara atasan dan bawahan berdasar pada hubungan formal yang dapat dilihat dari penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi.

Merujuk pada definisi LMX yang telah dikemukakan, peneliti menyimpulkan LMX sebagai pertukaran terkait aktivitas melebihi pekerjaan resmi yang dikembangkan atasan terhadap bawahannya, di mana bawahan yang mendapat perhatian lebih dari atasan akan mendapat kualitas hubungan yang tinggi, sedangkan bawahan yang dibatasi hubungan kerja formal akan memiliki kualitas hubungan yang rendah dengan atasannya.

2. Fase-fase Pembentukan Kepemimpinan Leader Member Exchange (LMX)

Tabel 1 menunjukkan bahwa pembentukan kepemimpinan berkembang secara pesat dalam tiga fase, yaitu (1) fase orang asing, (2) fase perkenalan, dan (3) fase hubungan pertemanan yang matang (Graen & Uhl-Bien dalam Northouse, 2013).


(44)

19

Tabel 1

Fase-fase dalam Pembentukan Kepemimpinan LMX (Northouse, 2013) Fase 1

Orang Asing

Fase 2 Perkenalan

Fase 3 Pertemanan

Peran Tertulis Diuji Dinegosiasikan

Pengaruh Satu arah Campuran Timbal balik Pertukaran Kualitas rendah Kualitas sedang Kualitas tinggi Minat Diri sendiri Diri sendiri dan

orang lain

Kelompok

Waktu

Pada fase 1 atau fase orang asing, interaksi antara pemimpin dan anggota dalam hubungan dua pihak dibatasi oleh peraturan. Selain itu, pemimpin dan anggota sangat mengandalkan hubungan kerja, di mana mereka saling berhubungan di dalam peran organisasi yang telah ditetapkan. Pemimpin dan anggota memiliki pertukaran yang berkualitas rendah. Pengikut akan patuh kepada pemimpin resmi yang memiliki status hirarkis untuk mendapat imbalan ekonomi yang dikontrol oleh pemimpin. Motif pengikut selama fase orang asing mengarah pada kepentingan diri, bukan untuk kebaikan kelompok (Graen dan Uhl-Bien dalam Northouse, 2013).

Menurut Northouse (2013), fase 2 merupakan fase perkenalan yang dimulai dengan adanya tawaran dari pemimpin atau pengikut untuk meningkatkan pertukaran sosial yang berorientasi pada karir. Pertukaran tersebut termasuk membagi lebih banyak sumber daya dan informasi


(45)

20

pribadi atau informasi terkait dengan pekerjaan. Fase ini merupakan periode pengujian untuk pemimpin dan pengikut guna menilai apakah pengikut tertarik untuk mengambil lebih banyak peran dan tanggung jawab. Fase ini juga berguna untuk menilai apakah pemimpin bersedia untuk memberikan tantangan baru bagi pengikut. Selama masa ini, hubungan dua pihak berubah dari interaksi yang dengan ketat diatur oleh deskripsi jabatan dan menetapkan peran serta menuju cara baru berelasi. Kualitas hubungan dari pertukaran atasan dengan bawahan dalam fase ini telah meningkat ke kualitas menengah. Atasan dan bawahan mulai mengembangkan kepercayaan dan penghargaan yang lebih besar untuk masing-masing pihak. Mereka cenderung tidak terlalu berfokus pada kepentingan diri sendiri, melainkan lebih pada tujuan dan kegunaan kelompok.

Fase 3 atau hubungan pertemanan yang matang ditandai dengan pertukaran pemimpin dan anggota yang berkualitas tinggi. Orang-orang yang maju pada tahap ini telah mengalami rasa saling percaya, sikap saling menghormati, dan sikap saling menghargai yang tinggi di dalam hubungannya. Pada fase ini, ada tingkatan timbal balik yang tinggi antara pemimpin dan pengikut, sehingga masing-masing pihak saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak lain. Selain itu, anggota dapat saling mengandalkan untuk bantuan dan dukungan khusus. Contoh, pemimpin dapat mengandalkan pengikut untuk melakukan tugas tambahan dan pengikut dapat mengandalkan pemimpin untuk dukungan atau


(46)

21

dorongan yang diperlukan. Jadi, pemimpin dan pengikut saling terikat dalam cara produktif yang lebih dari hubungan kerja yang telah ditetapkan oleh hirarki (Northouse, 2013).

Nahrang, Morgeson, dan Illies (dalam Northouse, 2013) berpendapat bahwa prediktor utama dari kualitas hubungan untuk pemimpin dan pengikut adalah perilaku, seperti kinerja.

3. Dimensi Leader Member Exchange (LMX)

Menurut Dienesch dan Liden (dalam Harris, 2004), teori Leader

Member Exchange melibatkan empat dimensi utama, yaitu afeksi

(affection), kontribusi (contribution), loyalitas (loyalty), dan penghormatan

profesional (professional respect). Dionne (dalam Hasdiabsar, 2011) menjabarkan empat dimensi LMX, sebagai berikut :

a. Afeksi (affection)

Afeksi adalah kepedulian antara atasan dan bawahan yang saling mempengaruhi satu sama lain tidak hanya dari nilai profesional pekerja, tetapi juga berdasarkan pada daya tarik interpersonal. Selain itu, terjadi suatu hubungan pribadi yang saling bermanfaat antara atasan dengan bawahan, misalnya persahabatan.

Zahn dan Wolf (dalam Liden, 1997) menyatakan bahwa afeksi berkisar dari tidak suka ke suka dengan titik tengah yang mencerminkan ketidakpedulian afektif. Suka ditunjukkan dalam berbagai cara, seperti gerakan spontan dari kasih sayang, menyuarakan


(47)

22

keprihatinan dan memberi dukungan pada masalah-masalah pribadi yang dihadapi seseorang, serta dengan bersosialisasi di luar tempat kerja. Contoh lain mencakup beberapa hal sederhana berupa ekspresi interpersonal yang mempengaruhi feedback yang cepat dan segera dari orang lain, seperti senyum atau sikap dukungan (Capella dalam Liden, 1997).

b. Kontribusi (Contribution)

Kontribusi merupakan persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama, baik secara eksplisit maupun implisit. Hal yang penting dalam mengevaluasi orientasi kerja adalah sejauh mana anggota bawahan dari dyad (dua orang yang berupa kesatuan yang berinteraksi) bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas-tugasnya melebihi deskripsi pekerjaan atau kontrak kerjanya, serta sejauh mana atasan memberikan sumber daya dan peluang untuk kegiatan tersebut.

Zahn dan Wolf (dalam Liden, 1997) menyatakan bahwa kontribusi berkisar dari orang-orang yang secara negatif mempengaruhi ‘dyad’ ke orang-orang yang memiliki pengaruh positif. Karena adanya perbedaan peran dan tanggung jawab, maka apa yang diberikan oleh pemimpin dan anggotanya belum tentu sama. Pada titik kontinum akhir yang positif, anggota dapat berkontribusi pada perilaku

extra-role, seperti bekerja lembur dan pemimpin membalas dengan

kebebasan pengambilan keputusan yang lebih besar (Scandura et al


(48)

23

dalam Liden, 1997). Karena kontribusi melibatkan performansi kerja yang sering terikat dengan waktu, maka waktu timbal baliknya tidak pasti. Pada pertukaran kontribusi yang positif, pemimpin dan anggota mencerminkan hubungan timbal balik yang seimbang. Di sisi lain, pertukaran kontribusi yang negatif akan bertujuan untuk menyakiti satu sama lain dengan mencegah pencapaian tujuan dari masing-masing orang (Zahn & Wolf dalam Liden, 1997).

c. Loyalitas (Loyalty)

Loyalitas merupakan ekspresi dan ungkapan yang mendukung penuh tujuan dan karakter pribadi anggota lainnya dalam hubungan timbal balik pimpinan dan bawahan. Loyalitas melibatkan kesetiaan pada individu yang bersifat konsisten dari satu situasi ke situasi lainnya.

Variabilitas dalam tingkat loyalitas dimulai dari ketidaksetiaan hingga kesetiaan (Zahn dan Wolf dalam Liden, 1997). Kesempatan bagi pemimpin dan anggota untuk menggambarkan loyalitasnya sering bergantung pada faktor situasional, misalnya pada saat orang lain memberikan penilaian negatif baik secara langsung atau tersirat. Pemimpin yang didukung bawahannya dalam menghadapi kritik eksternal tidak dapat membalas bawahannya tersebut sebelum bawahannya mengalami situasi atau keadaan yang sama. Jadi, pertukaran dalam loyalitas tidak bergantung pada pengembalian secara cepat karena ada banyak cara untuk mengekspresikan loyalitas, seperti


(49)

24

pertukaran yang berdasar pada pengembalian yang setara. Di sisi lain, ketidaksetiaan ditunjukkan dengan menyetujui kritik atau memulai kritik terhadap orang lain di depan umum (Liden, 1997).

d. Penghormatan profesional (professional respect)

Penghormatan profesional merupakan persepsi sejauh mana setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun reputasi di dalam atau luar organisasi. Persepsi dapat didasarkan pada riwayat hidup seseorang. Misalnya, pengalaman pribadi dengan individu, komentar yang dibuat orang lain di dalam atau luar organisasi, dan penghargaan atau pengakuan profesional lain yang telah dicapai. Ada kemungkinan bahwa persepsi tentang rasa hormat pada seseorang telah ada sebelum bekerja atau bertemu dengan orang tersebut.

Penghormatan profesional dapat dikomunikasikan dengan berbagai cara, seperti atasan atau bawahan yang meminta saran satu sama lain, dapat juga dengan mengungkapkan kekaguman atas ketrampilan dan integritas orang lain. Di sisi lain, penghormatan profesional yang negatif ditunjukkan dengan menghindari untuk meminta saran satu sama lain dan mungkin mengejek satu sama lain di depan umum (Liden, 1997).

Liden (1997) mengatakan bahwa LMX mungkin didasarkan terutama pada satu dimensi, dua dimensi, tiga dimensi, atau keempat dimensi. Setiap dimensi LMX dapat berkembang berbeda dan bervariasi


(50)

25

dalam pentingnya hubungan atasan-bawahan yang ada. Namun, pemimpin dan anggota yang dapat mengembangkan hubungan dengan beberapa konten yang ada (misalnya: afeksi, kontribusi, loyalitas, dan penghormatan profesional) tidak hanya dengan satu sama lain, tetapi juga dengan orang lain akan menuai lebih banyak keuntungan daripada mereka yang hubungannya didasarkan pada konten tunggal.

Berdasarkan penjelasan mengenai dimensi LMX dari teori-teori yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa LMX melibatkan empat dimensi utama, yaitu: afeksi, kontribusi, loyalitas, dan penghormatan profesional (Dienesch & Liden dalam Harris, 2004).

4. Dampak Leader Member Exchange (LMX)

Hubungan Leader Member Exchange (LMX) yang berkualitas tinggi akan menghasilkan karyawan dengan kinerja yang lebih baik, peningkatan komitmen organisasi, kepuasan kerja, organizational

citizenship behavior, dan menurunnya intensi turnover (Gerstner & Day;

Schriesheim et al dalam Harris, 2007). Bawahan juga memiliki peringkat kinerja yang lebih tinggi, keinginan turnover yang rendah, kepuasan yang lebih besar terhadap atasan mereka, dan kepuasan keseluruhan yang lebih besar dibandingkan dengan bawahan yang memiliki kualitas hubungan yang rendah. Selain itu, bawahan lebih dipercaya, mendapat perhatian dalam porsi yang lebih besar dari atasan, dan mendapat hak-hak khusus (Robbins, 2006).


(51)

26

Sebaliknya, bawahan yang memiliki kualitas hubungan yang rendah akan mendapat waktu yang terbatas dari atasannya, menjalin hubungan antara atasan dan bawahan berdasar pada hubungan formal yang dapat dilihat dari penggunaan bahasa pada saat berkomunikasi. Karyawan dengan kualitas hubungan yang rendah juga cenderung memandang hubungan atasan dan bawahan tidak lebih dari hubungan kontraktual (sesuai dengan surat kontrak), dimana karyawan bekerja ‘delapan jam untuk upah delapan jam’ dalam pekerjaan, serta tingginya turnover (Graen, Liden, & Hoel dalam Landy, 2010).

B. Employee Engagement

1. Definisi Employee Engagement

Kahn (dalam Chaurasia, 2013) menjelaskan employee engagement sebagai investasi energi fisik, emosional, dan kognitif karyawan secara terus menerus dalam peran pekerjaan mereka. Menurut CLC dan Blessing (dalam Muthuveloo, 2013), employee engagement merupakan penekanan terhadap hubungan kognitif antarpekerja untuk bekerja dan perilaku selanjutnya yang ditunjukkan pekerja terhadap kepuasan kerja, serta efeknya mengenai seberapa sulit pekerja ingin untuk bekerja. Di sisi lain, Gubman dan Bates (dalam Muthuveloo, 2013) mendefinisikan employee

engagement sebagai kelekatan emosional yang dibawa pekerja ke

pekerjaan mereka, organisasi, dan manajer.


(52)

27

Schaufeli (dalam Heger, 2007) mendefinisikan employee

engagement sebagai sebuah pemenuhan positif keadaan mental yang

berhubungan dengan pekerjaan yang melibatkan faktor rasional dan emosional mengenai apa yang dipikir dan dirasa oleh karyawan mengenai pekerjaannya dan organisasi. Faktor rasional meliputi hubungan yang lebih luas yang dimiliki karyawan dengan organisasi, seperti memiliki sumber daya, peralatan, dan dukungan yang mereka butuhkan untuk melakukan pekerjaan. Faktor emosional meliputi rasa akan inspirasi dan prestasi yang karyawan dapatkan dengan menjadi anggota dari perusahaan dan dari pekerjaan mereka. Menurut Robbins (2015), employee

engagement adalah keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme seorang

individu terhadap pekerjaan yang dilakukan. Pekerja yang sangat terlibat akan memiliki gairah dalam pekerjaannya dan merasakan hubungan yang dalam dengan perusahaannya.

Merujuk pada definisi yang telah dikemukakan, peneliti menyimpulkan employee engagement sebagai tingkat keterlibatan, kepuasan, dan antusiasme karyawan mengenai pekerjaannya dan organisasi, sehingga karyawan memiliki gairah dalam pekerjaannya dan merasakan hubungan yang dalam dengan perusahaannya.


(53)

28

2. Aspek Employee Engagement

Schaufeli (2004) mendefinisikan tiga aspek employee engagement sebagai berikut:

a. Vigor (semangat)

Vigor merupakan tingginya energi yang diberikan saat bekerja,

ketahanan dalam menghadapi pekerjaan, kemauan untuk mencurahkan usaha dalam pekerjaan, serta ketekunan saat menghadapi kesulitan dalam bekerja.

b. Dedication (dedikasi)

Dedication merupakan rasa bermakna dan antusiasme terhadap

pekerjaan, serta inspirasi, kebanggaan, dan tantangan yang didapat dari pekerjaan.

c. Absorption (penghayatan)

Absorption merupakan konsentrasi dan atensi penuh yang diberikan

seseorang dalam pekerjaannya.

3. Anteseden Employee Engagement

Kahn (dalam Kumar, 2011) mengungkapkan bahwa anteseden dari

employee engagement ialah:

a. Job characteristics

Kebermaknaan psikologis dapat dicapai dari karakteristik tugas yang memberikan pekerjaan yang menantang dan bervariasi, memungkinkan penggunaan keterampilan yang berbeda, kebijaksanaan


(54)

29

pribadi, dan kesempatan untuk membuat kontribusi penting.

b. Perceived organisasional support

Hubungan resiprokal antaranggota berkembang dari waktu ke waktu melalui rasa percaya, setia, dan komitmen mutual sepanjang anggota patuh pada beberapa aturan yang ada. POS menciptakan kewajiban pada bagian dari karyawan untuk peduli kesejahteraan organisasi dan membantu organisasi mencapai tujuannya.

c. Perceived supervisor support

PSS juga merupakan prediktor penting dari engagement karyawan. Bahkan, kurangnya dukungan dari supervisor telah ditemukan menjadi faktor yang sangat penting terkait dengan burnout (Maslach et al dalam Kumar, 2011). Temuan ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Graen, Liden, dan Hoel (dalam Landy, 2010) yang mengatakan bahwa kurangnya perhatian dan komunikasi dari atasan ke bawahan dapat menciptakan hubungan yang renggang di antara keduanya dan dapat memunculkan kecenderungan bagi bawahan untuk memandang hubungan atasan dan bawahan tidak lebih dari hubungan kontraktual, dimana karyawan bekerja ‘delapan jam untuk upah delapan jam’ dalam pekerjaan, serta tingginya turnover. Karyawan tersebut akan memiliki kualitas hubungan yang rendah dengan atasannya, sehingga cenderung menjadi karyawan yang not-engaged. Sedangkan karyawan yang memiliki kualitas hubungan yang tinggi dengan atasannya, akan cenderung menjadi karyawan yang engaged.


(55)

30

Oleh karena itu, peneliti memilih variabel LMX terkait hubungannya dengan employee engagement karena teori LMX mengungkap pertukaran yang dilakukan pemimpin dan bawahannya dalam hubungan atasan-bawahan yang dikembangkan satu sama lain yang membuat karyawan dapat memiliki kualitas hubungan yang tinggi maupun rendah dengan atasan.

d. Reward and recognition

Pengakuan dan penghargaan yang tepat penting untuk mengembangkan engagement karyawan, sedangkan kurangnya penghargaan dan pengakuan dapat menyebabkan burnout pada karyawan.

e. Distributive and procedural justice

Keadilan distributif berkaitan dengan persepsi seseorang tentang kewajaran hasil keputusan, sedangkan keadilan prosedural mengacu pada keadilan yang dirasakan dari sarana dan proses yang digunakan untuk menentukan jumlah dan distribusi sumber daya. Persepsi akan keadilan terkait dengan hasil organisasi seperti kepuasan kerja, komitmen organisasi, perilaku anggota organisasi, withdrawal, dan kinerja (Colquitt et al. dalam Kumar, 2011).


(56)

31

4. Tipe Engagement pada Karyawan

Menurut Fleming (dalam Muthuveloo, 2013) ada 2 grup karyawan, yaitu:

a. Engaged Employees

Engaged employee merupakan pekerja yang bersemangat terhadap

pekerjaannya dan mempunyai tanggung jawab mengenai apa yang harus dilakukan kepada perusahaan mereka.

b. Not-Engaged Employees

Not-Engaged Employees merupakan pekerja yang tidak memiliki

energi dalam melakukan pekerjaannya.

5. Dampak Employee Engagement

Menurut Vance (dalam Muthuveloo, 2013), karyawan yang tidak

engaged dengan pekerjaannya akan mempengaruhi performansinya dalam

perusahaan melalui tingginya absensi, tingginya turnover, dan rendahnya produktivitas. Employee engagement dapat mempengaruhi kinerja organisasi saat employee engagement terlebih dahulu memberikan pengaruh positif bagi karyawan. Menurut Ramsay (dalam Muthuveloo, 2013), karyawan yang engaged lebih mungkin untuk tinggal dalam organisasi mereka saat ini dan berkomitmen terhadap organisasi mereka. Karyawan yang engaged juga akan termotivasi untuk meningkatkan produktifitasnya, mau menerima tantangan, dan merasa bahwa pekerjaannya memberi makna bagi dirinya. Pengalaman tersebut akan


(57)

32

berpengaruh bagi kinerja pegawai dan juga memberikan dampak positif di tingkat organisasi, yaitu produktivitas dan pertumbuhan organisasi (Margaretha & Saragih dalam Murnianita, 2012).

C. Karyawan Sumber Baru KIA Yogyakarta

Berdasarkan hasil wawancara dengan SB selaku kepala HRD Sumber Baru KIA Yogyakarta (komunikasi pribadi, 28 Februari 2015) diketahui bahwa terdapat 88 karyawan yang bekerja di Sumber Baru KIA Yogyakarta dan terbagi menjadi 4 kelompok besar sebagai berikut:

a. Back Office (Operasional)

Karyawan yang bekerja pada bagian ini bertugas untuk mengurusi berbagai administrasi perusahaan. Divisi dan karyawan yang termasuk dalam bagian ini meliputi: ADH (Administration Head), HRD, Promosi,

Marketing Support, BBN/STNK, Accounting, Finance, PDC (Pre

Delivery Check), dan Admin Logistik.

b. After Sales Service

Karyawan yang bekerja pada bagian ini bertugas untuk mengurusi berbagai layanan servis bengkel dan spare part mobil. Divisi dan karyawan yang termasuk dalam bagian ini meliputi: Assistant Manager, Kepala Bengkel, CS Service, Kasir, Staff Spare Part, Manager Part, Kepala Regu, Service Advisor, dan Technical Advisor.


(58)

33

c. Marketing

Karyawan yang bekerja pada bagian ini bertugas untuk mengejar pencapaian target penjualan mobil di perusahaan. Karyawan yang termasuk dalam bagian ini meliputi: Manager Marketing, SPV, dan Marketing.

d. Support System

Karyawan yang bekerja pada bagian ini bertugas untuk membantu dan mendukung kegiatan operasional yang ada di perusahaan. Karyawan yang termasuk dalam bagian ini meliputi: Security, Cleaning Service, dan

Office Boy.

D. Dinamika Hubungan Leader Member Exchange (LMX) dan Employee

Engagement

Sumber Baru KIA Yogyakarta memiliki 88 karyawan yang terbagi menjadi 4 kelompok besar, meliputi : karyawan back office (operasional),

after sales/service, marketing, dan support system. Berdasarkan hasil

wawancara dan data yang diberikan SB selaku kepala HRD Sumber Baru KIA Yogyakarta, diketahui bahwa mayoritas karyawan di perusahaan tersebut telah bekerja selama lebih dari 1 tahun (komunikasi pribadi, 28 Februari 2015). Menurut RN selaku supervisor marketing di bagian konter yang sudah bekerja selama kurang lebih 12 tahun di perusahaan tersebut, hal yang membuat ia dan karyawan-karyawan lain betah bekerja lama di sana ialah karena adanya peran pemimpin yang selalu memotivasi dan mendukung karyawan dalam bekerja


(59)

34

(komunikasi pribadi, 4 Februari 2015).

Sesuai penuturan RN, peneliti berasumsi bahwa karyawan yang betah bekerja selama bertahun-tahun di Sumber Baru KIA Yogyakarta dikarenakan adanya hubungan timbal balik yang baik antara atasan dengan bawahan di perusahaan tersebut. Hal ini sesuai dengan asumsi dasar teori LMX yang menyatakan bahwa para pemimpin akan mengembangkan hubungan atasan-bawahan yang berbeda dengan masing-masing atasan-bawahan (Yukl dalam Wijanto, 2013). Hubungan atasan dan bawahan yang dikembangkan pemimpin melibatkan melibatkan empat dimensi utama teori LMX (Dienesch dan Liden dalam Harris, 2004), yaitu afeksi (affection), kontribusi (contribution), loyalitas (loyalty), dan penghormatan profesional (professional respect).

Afeksi (affection) merupakan kepedulian antara atasan dan bawahan yang saling mempengaruhi satu sama lain tidak hanya dari nilai profesional pekerja, tetapi juga berdasarkan pada daya tarik interpersonal. Afeksi ditunjukkan dengan gerakan spontan kasih sayang, menyuarakan keprihatinan dan memberi dukungan pada masalah-masalah pribadi yang dihadapi seseorang, bersosialisasi di luar tempat kerja, senyum atau sikap dukungan (Capella dalam Liden, 1997). Karyawan yang mempersepsi positif perilaku tersebut dari atasannya akan menjalin suatu hubungan pribadi yang saling bermanfaat antara atasan dengan bawahan, yaitu persahabatan. Hal ini membuat karyawan memiliki kualitas hubungan yang tinggi, sehingga karyawan cenderung menjadi karyawan yang engaged. Di sisi lain, karyawan yang mempersepsi negatif perilaku tersebut dari atasannya tidak akan


(60)

35

menjalin suatu hubungan pribadi seperti persahabatan dengan atasannya. Hal ini membuat karyawan memiliki kualitas hubungan yang rendah, sehingga karyawan cenderung menjadi karyawan yang not-engaged.

Kedua, kontribusi (Contribution) merupakan persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama, baik secara eksplisit maupun implisit. Hal yang penting dalam mengevaluasi orientasi kerja adalah sejauh mana anggota bawahan dari dyad (dua orang yang berupa kesatuan yang berinteraksi) bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas-tugasnya melebihi deskripsi pekerjaan atau kontrak kerjanya, serta sejauh mana atasan memberikan sumber daya dan peluang untuk kegiatan tersebut. Kontribusi ditunjukkan dengan pemimpin yang memberikan memberikan sumber daya dan kebebasan pengambilan keputusan yang lebih besar bagi karyawan (Scandura et al dalam Liden, 1997). Jika karyawan mampu mempersepsi perilaku atasannya secara positif, maka ia akan mau mengambil tanggung jawab dan menyelesaikan tugas yang melampaui deskripsi pekerjaan/ kontrak kerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan memiliki kualitas hubungan yang tinggi, sehingga ia cenderung akan menjadi karyawan yang engaged. Di sisi lain, karyawan yang mempersepsi perilaku atasannya secara negatif hanya akan mau menyelesaikan tugas sesuai deskripsi pekerjaan/ kontrak kerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan memiliki kualitas hubungan yang rendah, sehingga ia cenderung akan menjadi karyawan yang not-engaged.


(61)

36

Ketiga, loyalitas (Loyalty) merupakan ekspresi dan ungkapan yang mendukung penuh tujuan dan karakter pribadi anggota lainnya dalam hubungan timbal balik pimpinan dan bawahan. Loyalitas melibatkan kesetiaan pada individu yang bersifat konsisten dari satu situasi ke situasi lainnya. Loyalitas ditunjukkan dengan perilaku pemimpin yang mau mendukung dalam situasi yang sulit dan mendukung saat dihadapkan pada kritik eksternal (Liden, 1997). Karyawan yang mempersepsi positif perilaku pemimpin tersebut akan memiliki kesetiaan yang ditunjukkan dengan sikap mendukung satu sama lain. Hal itu menunjukkan bahwa karyawan tersebut memiliki kualitas hubungan yang tinggi, sehingga karyawan cenderung menjadi karyawan yang engaged. Di sisi lain, karyawan yang mempersepsi negatif perilaku pemimpinnya tersebut tidak akan memiliki kesetiaan yang ditunjukkan karyawan dengan memulai atau menyetujui kritik terhadap orang lain di depan umum. Hal tersebut menunjukkan bahwa karyawan memiliki kualitas hubungan yang rendah, sehingga ia cenderung akan menjadi karyawan yang not-engaged.

Keempat, penghormatan profesional (professional respect) merupakan persepsi sejauh mana setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun reputasi di dalam atau luar organisasi. Persepsi dapat didasarkan pada riwayat hidup seseorang. Misalnya, pengalaman pribadi dengan individu, komentar yang dibuat orang lain di dalam atau luar organisasi, dan penghargaan atau pengakuan profesional lain yang telah dicapai. Ada kemungkinan bahwa persepsi tentang rasa hormat pada seseorang telah ada


(62)

37

sebelum bekerja atau bertemu dengan orang tersebut. Penghormatan profesional ditunjukkan dengan meminta nasehat satu sama lain dan mengungkapkan kekaguman atas ketrampilan dan integritas orang lain (Liden, 1997). Jika karyawan mampu mempersepsi perilaku tersebut secara positif, karyawan akan memiliki penghargaan/ pengakuan profesional, serta rasa hormat terhadap orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan memiliki kualitas hubungan yang tinggi, sehingga nantinya ia cenderung akan menjadi karyawan yang engaged. Di sisi lain, jika karyawan mempersepsi perilaku tersebut secara negatif, maka karyawan tidak akan memiliki penghargaan/ pengakuan profesional, serta rasa hormat terhadap orang lain yang ditunjukkan dengan sikap mengejek orang lain di depan umum. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan memiliki kualitas hubungan yang rendah, sehingga nantinya ia cenderung akan menjadi karyawan yang not-engaged.


(63)

38

E. Kerangka Penelitian

Skema 1

Hubungan antara Dimensi Afeksi dengan Variabel Employee Engagement

Karyawan Sumber Baru

KIA Yogyakarta

dipersepsi positif

oleh karyawan

dipersepsi negatif

oleh karyawan

menjalin persahabatan

tidak menjalin

persahabatan

Engaged

Not Engaged

Afeksi

dipengaruhi


(64)

39

Skema 2

Hubungan antara Dimensi Kontribusi dengan Variabel Employee

Engagement

dipengaruhi

Karyawan Sumber Baru

KIA Yogyakarta

dipersepsi positif

oleh karyawan

dipersepsi negatif

oleh karyawan

Mau mengambil tanggung jawab dan menyelesaikan tugas

yang melampaui deskripsi pekerjaan/ kontrak kerja

Hanya mau menyelesaikan tugas sesuai deskripsi pekerjaan/

kontrak kerja

Engaged

Not Engaged

Kontribusi


(65)

40

Skema 3

Hubungan antara Dimensi Loyalitas dengan Variabel Employee Engagement

dipengaruhi

Karyawan Sumber Baru

KIA Yogyakarta

dipersepsi positif

oleh karyawan

dipersepsi negatif

oleh karyawan

Memiliki kesetiaan ditunjukkan dengan mendukung satu sama lain

Tidak memiliki kesetiaan ditunjukkan dengan memulai/ menyetujui kritik terhadap orang lain

di depan umum

Engaged

Engaged

Not

Loyalitas


(1)

6.2. HASIL UJI LINEARITAS DIMENSI AFEKSI DENGAN VARIABEL EMPLOYEE ENGAGEMENT

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

EE * Afeksi

Between Groups

(Combined) 991.967 8 123.996 2.924 .007 Linearity 333.740 1 333.740 7.871 .007 Deviation from

Linearity 658.227 7 94.032 2.218 .044

Within Groups 2798.353 66 42.399

Total 3790.320 74

6.3. HASIL UJI LINEARITAS DIMENSI KONTRIBUSI DENGAN VARIABEL EMPLOYEE ENGAGEMENT

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

EE * Kontribusi

Between Groups

(Combined) 1214.141 6 202.357 5.341 .000 Linearity 783.221 1 783.221 20.674 .000 Deviation

from Linearity

430.920 5 86.184 2.275 .057

Within Groups 2576.179 68 37.885


(2)

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

EE * Loyalitas

Between Groups

(Combined) 351.280 6 58.547 1.158 .339 Linearity 197.734 1 197.734 3.910 .052 Deviation from

Linearity 153.545 5 30.709 .607 .695

Within Groups 3439.040 68 50.574

Total 3790.320 74

6.5. HASIL UJI LINEARITAS DIMENSI PENGHORMATAN PROFESIONAL DENGAN VARIABEL EMPLOYEE ENGAGEMENT

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

EE *

Penghormatan Profesional

Between Groups

(Combined) 284.367 6 47.394 .919 .487

Linearity 42.138 1 42.138 .817 .369

Deviation from

Linearity 242.228 5 48.446 .940 .461

Within Groups 3505.953 68 51.558


(3)

LAMPIRAN 7


(4)

7.1. HASIL UJI HIPOTESIS DIMENSI AFEKSI DENGAN VARIABEL

EMPLOYEE ENGAGEMENT

Correlations

EE Afeksi

Spearman's rho

EE

Correlation Coefficient 1.000 .268* Sig. (1-tailed) . .010

N 75 75

Afeksi

Correlation Coefficient .268* 1.000 Sig. (1-tailed) .010 .

N 75 75

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

7.2. HASIL UJI HIPOTESIS DIMENSI KONTRIBUSI DENGAN

VARIABEL EMPLOYEE ENGAGEMENT

Correlations

EE Kontribusi

Spearman's rho

EE

Correlation Coefficient 1.000 .391** Sig. (1-tailed) . .000

N 75 75

Kontribusi

Correlation Coefficient .391** 1.000 Sig. (1-tailed) .000 .

N 75 75


(5)

7.3. HASIL UJI HIPOTESIS DIMENSI LOYALITAS DENGAN

VARIABEL EMPLOYEE ENGAGEMENT

Correlations

EE Loyalitas

Spearman's rho

EE

Correlation Coefficient 1.000 .198* Sig. (1-tailed) . .044

N 75 75

Loyalitas

Correlation Coefficient .198* 1.000 Sig. (1-tailed) .044 .

N 75 75

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

7.4. HASIL UJI HIPOTESIS DIMENSI PENGHORMATAN

PROFESIONAL DENGAN VARIABEL EMPLOYEE ENGAGEMENT

Correlations

EE Penghormatan Profesional

Spearman's rho

EE

Correlation

Coefficient 1.000 -.166 Sig. (1-tailed) . .077

N 75 75

Penghormatan Profesional

Correlation

Coefficient -.166 1.000 Sig. (1-tailed) .077 .


(6)

7.5. HASIL UJI HIPOTESIS VARIABEL LEADER MEMBER

EXCHANGE (LMX) DENGAN VARIABEL EMPLOYEE

ENGAGEMENT

Correlations

EE LMX

Spearman's rho

EE

Correlation Coefficient 1.000 .258* Sig. (1-tailed) . .013

N 75 75

LMX

Correlation Coefficient .258* 1.000 Sig. (1-tailed) .013 .

N 75 75