Perdagangan Negara Anggota ASEAN

peningkatan perdagangan tetap positif karena negara ASEAN lebih berorientasi ekspor. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Yeats 1998 yang menunjukkan bahwa hanya produk yang kompetitif di luar kawasan integrasi yang dapat mendorong pertumbuhan perdagangan di luar kawasan integrasi. Kebijakan tarif ASEAN mengacu pada kesepakatan AFTA melalui penghapusan tarif dan non- tarif dengan target penurunan 0-5 persen untuk produk yang memiliki muatan ASEAN sebesar 15 persen dalam kurun waktu 15 tahun sejak tahun 1993. Sebesar 98.98 persen produk yang masuk dalam inclusion list CEPT telah berhasil diturunkan oleh ASEAN-5 ditambah Vietnam, yang diberlakukan sejak 1 Januari 2005. Produk dalam Inclusion List IL yang tarifnya di atas 5 persen adalah produk yang baru ditransfer dari Temporary Exclution List TEL, Sensitive List SL dan General Exclution List GEL pada tahun 2003. Secara teoritis tarif dapat menghambat impor dan meningkatkan harga barang impor dan melindungi industri dalam negeri. Pengaruh tingkat tarif negara importir terhadap volume ekspor negara ASEAN adalah negatif dan signifikan. Secara teoritis dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat tarif pada negara tujuan ekspor, volume ekspor akan menurun. Produsen domestik dapat memenuhi pasar dalam negeri dengan harga yang relatif murah dibandingkan dengan harga barang impor yang dikenai tarif dengan harga lebih mahal. Jadi, meskipun impor menurun tetapi ekspor tetap lebih tinggi.

5.1.2. Perdagangan Negara Anggota ASEAN

Bagian ini menganalisis pengaruh integrasi ekonomi dan variabel makro ekonomi negara ASEAN terhadap perdagangan setiap anggota ASEAN yaitu Malaysia, Indonesia, Singapura, Thailand dan Filipina. Dengan menggunakan panel data model gravity persamaan perdagangan yang diestimasi dijelaskan sebagai berikut:

5.1.2.1. Analisis Aliran Perdagangan Malaysia

Pengaruh integrasi ekonomi dan variabel makro ekonomi terhadap aliran perdagangan Malaysia dianalisis berdasarkan hasil estimasi persamaan perdagangan Malaysia disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Estimasi Model Perdagangan Malaysia Variabel Koefisien Standar Error Nilai Prob. C -33.632 0.724037 0.0000 GDPi 2.2262 0.037227 0.0000 POPi 2.2663 0.040850 0.0000 FDIi 0.0014 0.001608 0.3777 RERi -0,0009 0.001576 0.9529 OPENi 0.0302 0.005204 0.0000 TAXi -0.2958 0.011843 0.0000 IRi 0.0006 0.003099 0.8339 GDPj 0.0109 0.002687 0.0001 POPj 0.0030 0.000772 0.0001 FDIj -0.0014 0.000805 0.0801 RERj 0.0014 0.001030 0.1616 IRj -0.0714 0.003071 0.0000 DIST -0.0763 0.003414 0.0000 TIIi 0.0062 0.001190 0.0000 TAXj -0.0057 0.000787 0.0000 ASEAN 0.1847 0.018518 0.0000 APEC 0.1424 0.023311 0.0000 Malaysia merupakan negara ASEAN yang berhasil melaksanakan industrialisasi secara terencana sejak diterapkannya kebijakan ekonomi baru New Economic Policy, NEP pada tahun 1971. Program NEP dibiayai oleh hasil ekspor komoditas primer Malaysia. Untuk menjamin tercapainya NEP pemerintah Malaysia meningkatkan intervensi negara dalam kegiatan ekonomi. Peran pemerintah tersebut membawa wajah baru industrialisasi di Malaysia. Malaysia dikenal sebagai negara Asia yang sukses melewati transisi ekonomi, bahkan pada tahun 1990 ekspor manufaktur mencapai 30 persen sehingga masuk dalam Newly Industrialized Country NIC. Hasil estimasi model perdagangan Malaysia menunjukkan bahwa secara umum variabel yang dianalisis memiliki koefisien yang berpengaruh positif dan signifikan, kecuali variabel tarif dan nilai tukar. Pengaruh FDI terhadap perdagangan bilateral Malaysia adalah positif dan signifikan. Hal tersebut menjelaskan bahwa FDI dapat meningkatkan output yang akhirnya peningkatan ekspor. Nilai ekspor Malaysia meningkat dari US 46 316.5 miliar tahun 1993 menjadi 194 495.9 miliar tahun 2008 atau rata-rata naik sebesar 11.08 persen per tahun. Sedangkan nilai impor Malaysia mencapai US 44 338.0 miliar tahun 1993 kemudian menjadi US 144 298.8 miliar tahun 2008 atau naik 9.662 persen per tahun. Dari hasil nilai ekspor dan impor tersebut berarti setiap tahun Malaysia masih net ekspor. Ekspor Malaysia sebagian besar ditujukan pada negara ekstra-ASEAN. Pada tahun 1993 nilai ekspor Malaysia ke negara ekstra-ASEAN yaitu sebesar US 33 329.7 miliar menjadi US 144 094.5 miliar pada tahun 2008 atau rata-rata naik sebesar 11.28 persen per tahun. Ekspor pada negara intra-ASEAN juga meningkat. Pada tahun 1993 nilai ekspor Malaysia adalah sebesar US 12 986.9 miliar kemudian menjadi US 50 401.4 miliar pada tahun 2008 atau rata-rata naik sebesar 10.69 persen per tahun. Peningkatan perdagangan tersebut menunjukkan bahwa FDI di Malaysia dapat menghasilkan komoditi ekspor dan meningkatkan volume ekspor bilateral, baik terhadap ASEAN maupun negara ekstra-ASEAN. Realisasi FDI ke Malaysia antara tahun 2000-2008 meningkat searah dengan perdagangan. Pada tahun 2000 realisasi FDI mencapai US 3 787.6 miliar dan pada tahun 2008 menjadi US 8 053.0 miliar. Dibanding dengan negara ASEAN lainnya pada tahun 2002 share FDI malaysia mencapai 27.5 persen kemudian menurun menjadi 18.9 persen pada tahun 2008. FDI negara importir berpengaruh secara negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa FDI pada negara mitra perdagangan memproduksi barang yang bersifat substitusi impor. GDP Malaysia maupun GDP negara importir memberi pengaruh positif dan signifikan. Peningkatan GDP menunjukkan adanya peningkatan volume produksi barang dan jasa serta adanya peningkatan penambahan kapasitas produksi. Pada rentang tahun 2000-2008, GDP Malaysia rata-rata mengalami peningkatan sebesar 5.087 persen. Pada tahun 2000 sebesar 356 miliar ringgit kemudian meningkat menjadi 528.80 miliar pada tahun 2008. Selain itu, GDP perkapita juga meningkat dari US 3 844 tahun 2000 menjadi US 7 992 tahun 2008 atau rata-rata mengalami kenaikan sebesar 9.807 persen per tahun. Sementara itu, kenaikan GDP pada negara importir juga berpengaruh positif terhadap volume ekspor Malaysia. Hal ini dipengaruhi oleh adanya kenaikan daya beli masyarakat negara importir. Do 2006 menyimpulkan bahwa salah satu penyebab aliran perdagangan bilateral adalah ukuran ekonomi atau GDP. Jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume perdagangan, begitu pula dengan jumlah penduduk negara mitra dagang. Do 2006 menyimpulkan bahwa aliran perdagangan bilateral salah satunya ditentukan oleh ukuran pasar. Jumlah penduduk Malaysia tahun 2000 adalah sebesar 23 275 juta kemudian tumbuh menjadi 27 863 juta pada tahun 2008 atau rata-rata naik sebesar 2.02 persen per tahun. Secara teoritis, jumlah penduduk Malaysia berpengaruh positif karena pertambahan penduduk berarti pertumbuhan tenaga kerja yang akan meningkatkan produksi barang dan jasa yang akan meningkatkan volume perdagangan. Penduduk yang besar juga merupakan pasar yang besar. Nilai tukar Ringgit Malaysia terhadap US relatif stabil dibanding dengan negara ASEAN lainnya. Pada tahun 2000 nilai tukar Malaysia sebesar 3.80 RinggitUS dan cenderung menguat pada tahun 2008 menjadi 3.55 RinggitUS. Dalam analisis ini, variabel nilai tukar Ringgit Malaysia berpengaruh negatif, tetapi tidak signifikan terhadap volume perdagangannya. Hal ini berarti semakin terdepresiasi nilai mata uang Ringgit maka perdagangan Malaysia mengalami penurunan, tetapi penurunan tersebut tidak signifikan. Nilai ini menunjukkan elastisitas nilai tukar terhadap ekspor Malaysia relatif rendah tetapi positif, artinya semakin terdepresiasi nilai tukar negara importir maka permintaan atas barang- barang impor dari Malaysia akan meningkat. Tingkat tarif di Malaysia memberi pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor Malaysia. Variabel tarif negara importir juga negatif dan signifikan. Malaysia memiliki komitmen yang kuat terhadap CEPT-AFTA untuk mengikuti liberalisasi perdagangan. Sejak 1 Januari 2005, sebesar 98.98 persen produk yang masuk dalam inclusion list CEPT telah berhasil diturunkan oleh ASEAN-5 ditambah Vietnam. Produk-produk dalam Inclusion List IL yang tarifnya diatas 5 persen adalah produk yang baru ditransfer dari Temporary Exclution List TEL, Sensitive List SL dan General Exclution List GEL pada tahun 2003. Secara teori, semakin tinggi tarif pada negara tujuan ekspor, volume ekspor akan menurun. Jarak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume ekspor Malaysia. Semakin jauh jarak antar negara eksportir dengan negara importir maka semakin besar biaya transportasi dan semakin turun volume ekspor pada negara tersebut. Hal ini sesuai dengan temuan Carillo dan Li 2002 bahwa jarak, market size dan FTA berpengaruh terhadap aliran perdagangan pada kawasan integrasi ekonomi Andean dan Mercusor. Pengaruh variabel integrasi ekonomi ASEAN maupun APEC berpengaruh positif dan signifikan. Nilai koefisien ASEAN ini lebih besar dibanding dengan APEC, artinya dengan adanya integrasi ekonomi ASEAN maka volume perdagangan Malaysia di ASEAN meningkat lebih besar dibanding integrasi APEC. Hal tersebut menunjukkan bahwa Malaysia dapat memanfaatkan ASEAN untuk meningkatkan perdagangannya. Secara keseluruhan ekspor ASEAN ke negara intra-ASEAN masih relatif kecil. Pada tahun 2000 ekspor intra-ASEAN hanya US 93.380 juta sedangkan keluar ASEAN US 316 760 juta atau hanya sekitar 22.8 persen. Pada tahun 2006 ekspor intra-ASEAN US 189 176 juta sedangkan luar ASEAN sebesar US 561 531 juta atau sekitar 25.2 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa sampai sekarang sumbangan perdagangan intra- ASEAN masih relatif kecil dibanding dengan negara mitra perdagangannya. Dalam rangka meningkatkan perdagangannya, Malaysia juga membentuk FTA dengan beberapa negara termasuk Amerika Serikat AS. Inisiatif FTA Malaysia–AS tersebut sebenarnya berasal dari AS. Dengan membuat FTA dengan Malaysia, memberi kesempatan kepada perusahaan AS masuk ke Asia Tenggara dengan pasar sebesar US 3 triliun. Saat ini Malaysia merupakan mitra terbesar AS di ASEAN dan sepuluh besar di dunia. AS memiliki perdagangan dua arah berjumlah US 44 miliar pada tahun 2005, 60 persen lebih besar daripada perdagangangan dengan India. AS merupakan pasar terbesar kedua Malaysia. Malaysia dan AS merupakan mitra dalam negosiasi perdagangan global serta menjadi pemain penting dalam forum APEC. Kesimpulan Diao, Bonilla dan Robinson 2002 yang menganalisis dua skenario liberalisasi perdagangan potensial, yaitu Free Trade Area FTA di Amerika dan kemungkinan hubungan antara Mercusor dan Uni Eropa. Hasilnya FTA menciptakan kreasi perdagangan, dan terdapat penurunan perdagangan pada jumlah yang kecil trade disversion di negara yang tidak berpartisipasi dalam FTA sekitar 0.02 persen. Kesimpulan tersebut menolak kekhawatiran bahwa liberalisasi dalam jangka panjang akan menyebabkan instabilitas makroekonomi.

5.1.2.2. Analisis Aliran Perdagangan Indonesia

Bagian ini menganalisis variabel integrasi ekonomi dan makroekonomi ASEAN yang berpengaruh terhadap aliran perdagangan Indonesia. Hasil estimasi model aliran perdagangan Indonesia disajikan pada Tabel 13. Salah satu kebijakan penting perdagangan Indonesia setelah krisis tahun 1998 adalah memperluas liberalisasi perdagangan dengan menghapus berbagai restriksi tarif dan non-tarif maupun batasan ekspor. Kritik terhadap kebijakan tersebut adalah dilakukannya liberalisasi terhadap sektor sensitif seperti notifikasi terhadap peran bulog sebagai state trading enterprise. Indonesia menjadi negara berkembang paling liberal di sektor perdagangan. Padahal ekspor Indonesia masih didominasi sektor primer yang berbasis komoditas sumberdaya alam. Tabel 13. Hasil Estimasi Model Perdagangan Indonesia Variabel Koefisien Standar Error Nilai Prob. C -24.768 1.622555 0.0000 GDPi 1.6231 0.070841 0.0000 POPi 1.8339 0.175496 0.0000 FDIi 0.0712 0.014547 0.0000 RERi -0.0838 0.015105 0.0000 OPENi 0.0082 0.019689 0.6767 TAXi -0.3318 0.026451 0.0000 IRi 0.0453 0.012247 0.0002 GDPj 0.0082 0.024819 0.7400 POPj 0.0371 0.008228 0.0000 FDIj 0.0426 0.006214 0.0000 RERj 0.0444 0.006619 0.0000 IRj -0.1357 0.010563 0.0000 DIST -0.1632 0.015705 0.0000 TIIi 0.0645 0.012455 0.0000 TAXj -0.0013 0.007354 0.8521 ASEAN 0.2232 0.023125 0.0000 APEC 0.2358 0.020207 0.0000 Hasil estimasi menunjukkan pengaruh integrasi ekonomi dan variabel makroekonomi terhadap perdagangan Indonesia dengan negara mitra, adalah hampir semua variabel yang dianalisis berpengaruh positif dan signifikan terhadap perdagangan bilateral Indonesia kecuali tarif, jarak, dan variabel suku bunga. Pengaruh FDI terhadap perdagangan bilateral Indonesia adalah positif karena kegiatan investasi di Indonesia dapat menghasilkan komoditi ekspor. FDI di Indonesia menunjukkan peningkatan yang sangat berarti sekalipun dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia dan Thailand, Indonesia masih relatif tertinggal. Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya penyerapan FDI di Indonesia adalah tingkat kemudahan investasi kemudahan mengawali bisnis, kemudahan perizinan, perlindungan terhadap investor, kemudahan perdagangan, komitmen kontrak yang nilainya lebih rendah, dibandingkan negara lainnya di kawasan. Indonesia hanya bersaing dengan Filipina, sementara Singapura, Malaysia, Thailand menikmati FDI jauh lebih besar dari Indonesia. Sejak tahun 1995 FDI ke Indonesia hanya sekitar US 4 346.0 miliar kemudian menjadi US 8 336.0 miliar pada tahun 2005, meskipun terjadi FDI outflow pada saat krisis tahun 1998 sebesar US -356.0 miliar bahkan pada tahun 2001 FDI outflow masih terjadi sebesar US -3 278.5 miliar. Semakin besar FDI masuk ke Indonesia, semakin besar pula volume perdagangan bilateral. FDI negara importir juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap perdagangan Indonesia. Pengaruh variabel GDP, baik GDP Indonesia maupun negara importir adalah positif. Kenaikan GDP Indonesia dapat meningkatkan volume perdagangan karena adanya peningkatan volume produksi barang dan jasa serta penambahan kapasitas produksi juga peningkatan daya beli. GDP Indonesia pada harga konstan naik sangat tinggi pada tahun 2000 GDP adalah Rp. 1 389 770 miliar dan pada tahun 2008 menjadi Rp. 2 082 104 miliar. Kenaikan GDP pada negara importir juga berpengaruh positif terhadap perdagangan Indonesia. Hal ini disebabkan adanya kenaikan daya beli bagi negara importir. Semakin tinggi GDP maka semakin besar pangsa pasar produk ekspor Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia adalah input bagi pertumbuhan ekonomi, sekaligus merupakan konsumen bagi output perekonomian. Ketidakmampuan memanfaatkan potensi jumlah penduduk dapat menumbuhkan ketidakefisienan dalam alokasi sumberdaya dan menunjukkan ketidakmampuan perekonomian suatu negara untuk meningkatkan daya beli pada negaranya. Lewis 1959 menyatakan bahwa penduduk yang besar dapat memberikan kontribusi terhadap output dan tenaga kerja pada sektor baru yang lain. Dengan kata lain, kelebihan jumlah penduduk dapat digunakan untuk mengakumulasi pendapatan. Hasil analisis menunjukkan jumlah penduduk Indonesia berpengaruh signifikan terhadap peningkatan volume perdagangan, baik Indonesia maupun negara mitra. Hal tersebut sesuai temuan Carillo dan Li 2002 bahwa market size berpengaruh positif terhadap perdagangan bilateral. Dari sisi permintaan besarnya jumlah penduduk menyebabkan produsen dalam negeri lebih mengutamakan permintaan dalam negeri dibanding ekspor. Penduduk Indonesia merupakan yang terbesar di ASEAN dan terbesar keempat di dunia. Tahun 2000 penduduk Indonesia mencapai 205 juta jiwa dan pada tahun 2008 menjadi 228 juta jiwa atau rata-rata tumbuh sebesar 1.208 persen per tahun. Potensi pasar tersebut sangat menjanjikan bagi produsen dalam negeri maupun negara mitra perdagangan. Produk yang dihasilkan adalah produk antara dan produk akhir. Pengaruh nilai tukar riil terhadap perdagangan Indonesia adalah negatif dan signifikan. Artinya, bahwa apabila nilai tukar Rupiah terdepresiasi terhadap Dolar AS maka akan meningkatkan ekspor Indonesia dengan mitranya. Hal tersebut menunjukkan bahwa respons perubahan nilai tukar terhadap perdagangan meningkat, respons ekspor lebih besar dari pada respons terhadap impor. Secara teori, depresiasi nilai tukar akan meningkatkan produksi dan meningkatkan volume ekspor. Sementara nilai tukar riil importir juga adalah positif dan signifikan. Depresiasi nilai tukar pada negara mitra dagang Indonesia akan meningkatkan permintaan perdagangan dari negara ASEAN dan Indonesia. Variabel tarif yang berupa pengaruh tingkat tarif negara Indonesia terhadap perdagangan adalah kecil dan tidak signifikan. Fluktuasi volume perdagangan juga dipengaruhi oleh tingkat tarif yang diberlakukan di negara importir. Sebesar 98.98 persen produk yang masuk dalam Inclusion List CEPT telah berhasil diturunkan oleh ASEAN-5 ditambah Vietnam yang diberlakukan sejak 1 Januari 2005. Produk-produk dalam Inclusion List IL yang tarifnya di atas 5 persen adalah produk yang baru ditransfer dari Temporary Exclution List TEL, Sensitive List SL dan General Exclution List GEL pada tahun 2003. Variabel tarif negara importir berpengaruh negatif dan signifikan. Secara teoritis dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat tarif pada negara tujuan ekspor maka volume ekspor akan menurun karena harga akan cenderung mengalami kenaikan. Variabel jarak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume perdagangan Indonesia. Semakin jauh jarak antara Jakarta dengan negara importir maka semakin besar biaya transportasi dan semakin turun volume perdagangan dengan negara mitra dagang pada negara tersebut. Hal ini sesuai dengan temuan Carillo dan Li 2002 bahwa jarak, market size dan FTA di Andean dan Mercusor berpengaruh terhadap aliran perdagangan pada kedua kawasan tersebut. Integrasi ekonomi ASEAN maupun APEC berpengaruh positif dan signifikan terhadap perdagangan. Integrasi APEC lebih besar pengaruhnya dibanding nilai koefisien integrasi ASEAN. Nilai tersebut menunjukkan bahwa integrasi ekonomi ASEAN dapat meningkatkan perdagangan Indonesia di ASEAN, tetapi nilainya ini relatif kecil. Penelitian Clarete et al. 2002 tentang tingkat integrasi perdagangan yang tergabung dengan integrasi APEC, Uni Eropa dan NAFTA memberikan hasil yang sama. Artinya, integrasi ekonomi berpengaruh positif terhadap peningkatan perdagangan dunia. Rendahnya ekspor Indonesia ke intra-ASEAN memperkuat adanya kesamaan sumberdaya yang dimiliki Indonesia dengan negara-negara ASEAN, sehingga cenderung terjadi kompetisi di antara negara kawasan, terutama pada komoditi-komoditi primer. Perdagangan Indonesia dengan negara-negara ASEAN masih relatif kecil. Perdagangan Indonesia didominasi oleh Jepang, Amerika, Eropa dan Cina. Perdagangan di antara negara ASEAN masih didominasi oleh perdagangan barang-barang komponen intra industri trade seperti elektronik dan produk lainnya. Integrasi APEC memberi pengaruh yang lebih besar dalam meningkatkan perdagangan Indonesia. Pengaruh perdagangan intra-APEC lebih besar dari perdagangan intra-ASEAN. Hal ini menunjukkan bahwa semakin luas integrasi ekonomi, semakin meningkatkan volume perdagangan dengan negara anggotanya. Selain itu, ada kecenderungan kerja sama integrasi menyebabkan negara anggota memberikan perhatian yang lebih tinggi bagi negara anggota. Hasil ini sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh Soloaga dan Winters 2001 dan Frankel 1997 yang meneliti bagaimana perdagangan kawasan integrasi Mercusor. Hasilnya menunjukkan bahwa keanggotaan Mercusor berpengaruh positif dan signikan pada peningkatan ekspor.

5.1.2.3. Analisis Aliran Perdagangan Singapura

Singapura merupakan promotor utama liberalisasi perdagangan barang dan jasa di ASEAN. Di antara negara ASEAN, Singapura dikenal lebih agresif dalam melakukan FTA baik dalam kerangka AFTA maupun APEC. Sebagai anggota ASEAN, Singapura telah menurunkan beberapa hambatan tarif dan non-tarif dalam kerangka CEPT-AFTA serta kerjasama ekonomi lainnya di ASEAN. Analisis ini melihat pengaruh integrasi ekonomi dan variabel makroekonomi ASEAN terhadap aliran perdagangan Singapura. Hasil estimasi persamaan perdagangan untuk Singapura, secara ringkas seperti Tabel 14. Tabel 14. Hasil Estimasi Model Perdagangan Singapura Variabel Koefisien Standar Error Nilai Probabilitas C -29.440 0.744213 0.0000 GDPi 1.9524 0.031241 0.0000 POPi 2.1693 0.061484 0.0000 FDIi 0.0065 0.003725 0.0805 RERi 0.0122 0.003779 0.0012 OPENi 0.1052 0.012035 0.0000 TAXi -0.3478 0.011583 0.0000 Iri 0.0242 0.003492 0.0000 GDPj 0.0296 0.008200 0.0003 POPj 0.0105 0.002293 0.0000 FDIj -0.0068 0.002168 0.0018 RERj 0.0060 0.001261 0.0000 Irj -0.1101 0.005031 0.0000 DIST -0.1355 0.005913 0.0000 TIIi 0.0038 0.003000 0.1948 TAXj -0.0152 0.002089 0.0000 ASEAN 0.1148 0.009628 0.0000 APEC 0.2475 0.006723 0.0000 Hasil estimasi model perdagangan Singapura menunjukkan bahwa variabel yang dianalisis memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perdagangan bilateral Singapura kecuali variabel tarif dan jarak. Pengaruh investasi FDI di Singapura terhadap perdagangan bilateral Singapura dengan negara mitra dagangnya adalah signifikan. Ekspor Singapura mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi dan tertinggi di kawasan ASEAN. Nilai ekspor Singapura rata-rata mengalami kenaikan sebesar 8.607 persen dan impor 7.38 persen. Hal ini terlihat dari nilai ekspor pada tahun 1993 sebesar US 74 001.1 miliar menjadi menjadi US 241 404.7 miliar pada tahun 2008, sedangkan impornya dari US 85 227.7 miliar menjadi US 230 760.3 miliar. Angka tersebut menunjukkan bahwa Singapura merupakan negara net ekspor. Ekspor Singapura sebagian besar ditujukan pada negara ekstra-ASEAN. Pada rentang tahun 1993-2008, ekspor Singapura ke negara ekstra-ASEAN meningkat dari US 74 001.1 miliar tahun 1993 menjadi US 139 927.4 miliar tahun 2008 atau rata-rata naik sebesar 7.015 persen per tahun. Sedangkan ekspor pada negara intra-ASEAN, pada rentang tahun yang sama, menunjukkan peningkatan dari US 85 227.7 miliar menjadi US 101 477.3 miliar atau rata-rata naik sebesar 12.933 persen per tahun. Data tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kegiatan investasi di Singapura berkorelasi secara positif dengan perdagangan. Hal tersebut disebabkan karena FDI dapat menghasilkan komoditi ekspor, semakin besar FDI di Singapura maka akan meningkatkan volume ekspor bilateral, baik terhadap sesama anggota kawasan maupun dengan kawasan diluar integrasi ASEAN. Ekspor intra-ASEAN hanya berkisar 13.339 persen artinya 86.661 persen ekspor Singapura ke negara di luar anggota integrasi ASEAN. Singapura adalah negara paling banyak memanfaatkan perjanjian CEPT-AFTA ekspor di kawasan negara anggota ASEAN. Realisasi FDI ke Singapura antara tahun 2000-2008 meningkat pesat. Pada tahun 2000, realisasi investasi FDI mencapai US 16 485.4 miliar dan pada tahun 2008 sebesar US 22 801.8 miliar, atau rata-rata meningkat sebesar 12.77 persen per tahun. Dibanding dengan negara anggota ASEAN lainnya, pada tahun 2000 share FDI Singapura mencapai 84.1 persen kemudian turun menjadi 53.1 persen pada tahun 2008. Singapura adalah negara dengan FDI inflow terbesar di kawasan ASEAN. Salah satu penyebabnya adalah kemudahan investasi serta korupsi yang rendah sehingga menyebabkan investor tidak begitu tertarik menanamkan modalnya di Singapura. Hal yang sama juga terjadi pada FDI negara importir atau mitra dagang Singapura yang berpengaruh signifikan secara negatif. Hal ini menunjukkan bahwa FDI di negara mitra Singapura memproduksi komoditas yang bersifat substitusi impor, atau mengalihkan permintaan pasarnya ke negara lain atau kawasan integrasi ekonomi lainnya. Pada saat krisis di Asia timur tahun 1998, Singapura adalah negara yang mampu mengatur pertumbuhan positif. Strateginya adalah keterbukaan eksternal terhadap perdagangan dan arus investasi. Singapura merupakan negara keenam belas terbesar dalam sektor perdagangan dan ekspor jasa. Perkembangan GDP Singapura mengalami peningkatan yang cukup berarti antara tahun 2000-2007. GDP Singapura pada tahun 2000 adalah sebesar 160 miliar Dolar Singapura kemudian pada tahun 2008 meningkat menjadi 234 miliar Dolar Singapura, atau mengalami peningkatan rata-rata 4.39 persen per tahun. Peningkatan tersebut menunjukkan adanya peningkatan volume produksi barang dan jasa serta adanya peningkatan penambahan kapasitas produksi. GDP perkapita juga meningkat dari sebesar US 23 007 tahun 2000 menjadi US 38 046 tahun 2008, atau mengalami kenaikan rata-rata 6.10 persen per tahun. Sementara kenaikan GDP pada negara importir juga berpengaruh positif terhadap volume ekspor Singapura. Hal ini dipengaruhi oleh adanya kenaikan daya beli bagi negara mitra dagang Singapura, semakin tinggi GDP semakin besar pangsa pasar produk ekspor. Peningkatan dalam daya beli menyebabkan peningkatan permintaan barang komponen untuk substitusi impor. Jumlah penduduk Singapura sangat kecil, tetapi memberi pengaruh yang positif begitu juga jumlah penduduk negara mitra dagang berpengaruh positif terhadap volume perdagangan. Perkembangan jumlah penduduk Singapura pada tahun 2000 sebesar 4 028 juta jiwa menjadi 4 839 juta jiwa, atau naik rata-rata 2.077 persen per tahun. Singapura merupakan negara dengan kualitas sumberdaya manusia yang sangat tinggi, sehingga memiliki produktifitas yang tinggi pula. Meskipun pertambahan penduduknya kecil, tetapi kualitas tenaga kerjanya sangat baik sehingga akan meningkatkan produksi barang dan jasa dan pada akhirnya meningkatkan perdagangan baik dalam negeri maupun ekspor. Di negara mitra, pertumbuhan penduduk akan meningkatkan permintaan impor dari Singapura. Nilai tukar Dolar Singapura terhadap Dolar Amerika Serikat relatif stabil dibanding dengan negara ASEAN lainnya. Pada tahun 1998 nilai tukar Dolar Singapura sebesar 1.76 SingUS dan cenderung melemah pada tahun 2008 menjadi 1.44 SingUS dalam 9 tahun terakhir. Nilai tukar Dolar Singapura berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap volume ekspornya, artinya semakin terdepresiasi nilai mata uang Singapura maka perdagangannya mengalami penurunan. Pengaruh nilai tukar negara importir terhadap perdagangan Singapura adalah positif, artinya semakin terdepresiasi nilai tukar negara importir maka permintaan atas barang impor dari Singapura akan meningkat. Tarif yang diberlakukan Singapura berpengaruh negatif yang signifikan terhadap volume perdagangan Singapura. Tarif negara importir juga berpengaruh negatif. Singapura adalah negara yang konsisten terhadap pelaksanaan kebijakan CEPT-AFTA. Sebesar 98.98 persen produk yang masuk dalam Inclusion List IL CEPT telah berhasil diturunkan oleh ASEAN-5 mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2005. Produk-produk dalam IL yang tarifnya di atas 5 persen adalah produk yang baru ditransfer dari Temporary Exclution List TEL, Sensitive List SL dan General Exclution List GEL pada tahun 2003. Secara teoritis, semakin tinggi tingkat tarif pada negara tujuan ekspor maka volume ekspor akan menurun. Integrasi ekonomi ASEAN maupun APEC berpengaruh positif dan signifikan terhadap perdagangan Singapura. Nilai koefisien integrasi APEC lebih besar dibanding nilai koefisien integrasi ASEAN. Dengan adanya integrasi ekonomi ASEAN, volume perdagangan Singapura terhadap negara anggota lebih kecil dibandingkan dengan negara anggota APEC. Kenyataan tersebut memperkuat asumsi adanya kesamaan sumberdaya yang dimiliki Singapura dengan negara ASEAN. Perdagangan Singapura dengan negara ASEAN masih relatif kecil. Pada tahun 1993 pada saat mulainya penurunan tarif CEPT-AFTA ekspor Singapura ke negara intra-ASEAN US 18 0406.1 miliar pada tahun yang sama ekspor ke ekstra-Singapura sebesar US 55 595.0 miliar. Dibandingkan ekstra-ASEAN, ekspor intra-ASEAN hanya 24.8 persen selebihnya 75.2 persen ekstra-ASEAN. Nilai tersebut merupakan persentase terbesar dibanding dengan negara ASEAN lainnya. Singapura berhasil memanfaatkan peluang perdagangan dalam konteks CEPT-AFTA. Di luar ASEAN, mitra dagang Singapura didominasi oleh Jepang, Amerika, Eropa dan Cina. Manfaat yang diperoleh Singapura dengan bergabung dalam integrasi ekonomi ASEAN masih relatif kecil dibanding dengan APEC. Pengaruh perdagangan Singapura dengan intra-APEC lebih besar dari perdagangan intra-ASEAN. Hal ini sesuai kesimpulan Diao, Bonilla dan Robinson 2002 yang menganalisis dua skenario liberalisasi perdagangan potensial, yaitu FTA di Amerika dan kemungkinan hubungan antara Mercusor dan Uni Eropa. Kesimpulannya, FTA menciptakan kreasi perdagangan. Hal tersebut yang mendorong Singapura terus memprakarsai kerjasama regional dan bilateral dibidang perdagangan maupun investasi. Singapura juga menilai integrasi APEC terlalu besar dan luas sehingga tidak mampu menangani semua masalah perdagangan dan investasi. Karena itu, Singapura menempuh dan memperkuat jalur bilateral untuk mendukung kebijakannya di sektor perdagangan. Singapura membentuk perjanjian bilateral dengan Amerika Serikat dan Jepang. Bagi Singapura kerja sama tersebut bernilai strategis karena memperoleh akses pasar yang luas dan sebagai cara menghindari kerugian dari adanya kebijakan proteksi.

5.1.2.4. Analisis Aliran Perdagangan Thailand

Hasil estimasi pengaruh integrasi ekonomi ASEAN dan variabel makroekonomi terhadap aliran perdagangan di Thailand, secara ringkas disajikan pada Tabel 15. Hasil estimasi menunjukkan bahwa secara umum variabel yang dianalisis berpengaruh positif dan signifikan terhadap perdagangan bilateral Thailand kecuali tarif dan nilai tukar berpengaruh negatif. Thailand mengalami pertumbuhan ekspor yang tinggi, secara berurutan nilai ekspor pada tahun 1993 dan 2008 adalah sebesar US 37 634.5 miliar dan US 174 966.7 miliar atau rata- rata naik sebesar 10.82 persen per tahun. Pada rentang tahun yang sama, impornya mengalami perubahan dari US 46 883.7 miliar menjadi US 177 567.5 atau naik 10.44 persen per tahun. Thailand masih merupakan negara net impor. Ekspor Thailand sebagian besar ditujukan pada negara ekstra-ASEAN. Tahun 1993 ekspor ke negara ekstra-ASEAN, yaitu sebesar US 37 634.5 miliar dan pada tahun 2008 sebesar US 135 479.6 miliar atau rata-rata naik sebesar 10.18 persen per tahun. Sedang ekspor pada negara intra-ASEAN pada tahun 1993 sebesar US 46 883.7 miliar menjadi US 39 487.0 miliar tahun 2008, atau rata-rata naik sebesar 14.18 persen per tahun. Data tersebut menunjukkan peningkatan FDI di Thailand berkorelasi positif dengan perdagangan. FDI menghasilkan komoditi ekspor, meningkatkan volume ekspor bilateral baik intra-ASEAN maupun ekstra- ASEAN. Tabel 15. Hasil Estimasi Model Perdagangan Thailand Variabel Koefisien Standar Error Nilai Probabilitas C 47.420 2.446053 0.0000 GDPi 0.7832 0.060074 0.0000 POPi 1.8173 0.403689 0.0000 FDIi 0.0096 0.004148 0.0205 RERi -0.0435 0.038171 0.2548 OPENi 0.2052 0.015821 0.0000 TAXi -0.0066 0.011504 0.5610 IRi -0.0078 0.004257 0.0649 GDPj -0.1665 0.042716 0.0001 POPj 0.4966 0.103982 0.0000 FDIj -0.0395 0.002834 0.0000 RERj 0.1078 0.013705 0.0000 IRj -0.0181 0.003379 0.0000 DIST -8.8738 0.178935 0.0000 TIIi 0.0972 0.008040 0.0000 TAXj -0.0155 0.013279 0.2423 ASEAN -0.1135 0.011803 0.0000 APEC 0.3746 0.017104 0.0000 Pengaruh FDI terhadap perdagangan bilateral Thailand dengan negara mitra dagangnya, adalah positif. Secara teoritis FDI akan meningkatkan output dan output meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi meningkatkan perdagangan. Data realisasi FDI ke Thailand antara tahun 2000- 2008 menujukkan peningkatan pada tahun 2000 realisasi investasi FDI mencapai US 3 350.3 miliar dan pada tahun 2008 sebesar US 9 834.5 miliar, atau rata-rata naik sebesar 21.54 persen per tahun. Dibanding dengan negara ASEAN lainnya, pada tahun 2002 FDI Thailand mencapai 7.2 persen meningkat menjadi 8.4 persen pada tahun 2008. Artinya, share FDI Thailand di ASEAN menurun sejak 4 tahun terakhir. Sedangkan perkembangan FDI negara importir berpengaruh negatif dan signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa FDI pada negara mitra Thailand memproduksi komoditas yang bersifat substitusi impor atau mengalihkan permintaan pasarnya ke negara lain atau kawasan lainnya. Pertumbuhan GDP Thailand maupun negara mitra dagangnya, berpengaruh positif dan signifikan. Perkembangan GDP Thailand pada harga konstan mengalami peningkatan yang cukup berarti antara tahun 2000-2008. GDP Thailand pada tahun 2000 adalah sebesar 3 008 miliar Bath kemudian pada tahun 2008 nilainya menjadi 4 370 miliar Bath, atau mengalami kenaikan rata-rata sebesar 4.258 persen per tahun. Peningkatan tersebut disebabkan karena adanya peningkatan volume produksi barang dan jasa serta adanya peningkatan penambahan kapasitas produksi. GDP per kapita meningkat dari US 1 976 pada tahun 2000 menjadi US 4 116 pada tahun 2008, atau mengalami kenaikan rata- rata 8.75 persen per tahun. Kenaikan GDP pada negara importir juga berpengaruh positif terhadap volume ekspor Thailand. Hal ini disebabkan oleh adanya kenaikan daya beli bagi negara mitra dagang Thailand. Semakin tinggi tingkat GDP semakin besar pangsa pasar produk ekspor. Komoditi yang diekspor Thailand kepada negara mitranya adalah produk final goods dan intermediate goods. Nilai tukar Bath Thailand terhadap Dolar Amerika Serikat relatif stabil dibanding dengan negara ASEAN lainnya setelah krisis tahun 1998. Pada tahun 1998 nilai tukar Bath Thailand sebesar 40.31 BathUS dan cenderung menguat pada tahun 2008 menjadi 33.36 BathUS atau menguat 14 persen dalam 10 tahun terakhir. Nilai tukar Bath Thailand berpengaruh negatif, tetapi tidak signifikan terhadap volume ekspornya. Hal tersebut berarti bahwa semakin Bath terdepresiasi maka perdagangan Thailand pun mengalami peningkatan, walaupun peningkatan tersebut tidak signifikan. Nilai tukar negara importir terhadap ekspor Thailand adalah positif, tetapi elastisitas nilai tukar terhadap ekspor Thailand relatif rendah. Artinya, semakin terdepresiasi nilai tukar negara importir maka permintaan atas barang impor dari Thailand meningkat. Tingkat tarif yang diberlakukan di Thailand ternyata tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor Thailand. Sementara variabel tarif negara importir negatif dan signifikan. Thailand konsisten dalam menjalankan kebijakan dan perjanjian CEPT-AFTA. Sejak 1 Januari 2005 sebesar 98.98 persen produk yang masuk dalam Inclusion List IL CEPT telah berhasil diturunkan oleh ASEAN-5 ditambah Vietnam. Produk-produk dalam IL yang tarifnya di atas 5 persen adalah produk yang baru ditransfer dari Temporary Exclution List TEL, Sensitive List SL dan General Exclution List GEL pada tahun 2003. Secara teori, semakin tinggi tingkat tarif pada negara tujuan ekspor maka volume ekspor akan menurun. Artinya, apabila terjadi peningkatan tarif pada negara mitra perdagangan maka terjadi penurunan nilai ekspor dari Thailand. Variabel jarak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume ekspor Thailand. Semakin jauh jarak antar negara eksportir dengan negara importir maka semakin besar biaya transportasi dan semakin turun volume ekspor pada negara tersebut. Hal ini sesuai dengan temuan Carillo dan Li 2002 bahwa jarak, market size dan FTA di Andean dan Mercusor berpengaruh terhadap aliran perdagangan pada kedua kawasan tersebut. Integrasi ekonomi ASEAN maupun APEC berpengaruh positif dan signifikan terhadap perdagangan Thailand. Pengaruh integrasi APEC lebih besar dibanding integrasi ASEAN. Artinya, dengan adanya integrasi ekonomi ASEAN maka volume perdagangan Thailand di ASEAN terhadap negara anggota ASEAN lebih kecil. Hal ini memperkuat alasan adanya kesamaan sumberdaya yang dimiliki Thailand dengan negara ASEAN sehingga cenderung terjadi kompetisi di negara ASEAN, terutama pada komoditi primer. Perdagangan Thailand dengan negara ASEAN masih relatif kecil. Pada tahun 1993 ekspor Thailand ke negara intra-ASEAN adalah sebesar US 6 008.4 miliar sedangkan ekspor ke negara ekstra-ASEAN sebesar US 31 626.1 miliar. Dibandingkan ekstra-ASEAN, ekspor intra-ASEAN hanya sebesar 16 persen. Mitra dagang Thailand didominasi oleh Jepang, Amerika, Eropa dan Cina. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manfaat perdagangan yang diperoleh Thailand dalam integrasi ekonomi ASEAN masih relatif kecil. Perdagangan di antara negara ASEAN lebih pada perdagangan barang komponen intra industri trade seperti elektronik dan produk lainnya. Pengaruh perdagangan intra-APEC lebih besar dari perdagangan intra-ASEAN. Integrasi ekonomi APEC lebih banyak meningkatkan perdagangan negara Thailand ketimbang pengaruh integrasi ASEAN. Manfaat ASEAN bagi Thailand masih lebih kecil dibanding manfaat yang diperoleh Thailand bergabung dalam APEC. Hal ini menunjukkan bahwa semakin luas integrasi ekonomi, semakin meningkatkan volume perdagangan bagi negara anggota integrasi ekonomi.

5.1.2.5. Analisis Aliran Perdagangan Filipina

Hasil estimasi model perdagangan Filipina disajikan secara ringkas pada Tabel 16. Hampir semua variabel yang dianalisis berpengaruh positif dan signifikan terhadap perdagangan bilateral Filipina kecuali variabel tarif dan jarak. Pengaruh investasi FDI di Filipina terhadap perdagangan bilateral Filipina dengan negara mitra dagangnya, adalah signifikan. Ekspor Filipina mengalami pertumbuhan yang baik, pada tahun 1993 nilai ekspornya US 11 374.8 miliar kemudian menjadi US 49 025.4 miliar pada tahun 2008 atau rata-rata naik sebesar 10.140 persen per tahun. Impornya pada tahun 1993 mencapai US 17 597.4 miliar kemudian menjadi US 56 645.6 miliar pada tahun 2008, atau naik 8.2 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa Filipina merupakan negara net impor. Ekspor Filipina sebagian besar ditujukan pada negara ekstra-ASEAN. Pada tahun 1993 ekspor ke negara ekstra-ASEAN yaitu sebesar US 11 374.8 miliar dan pada tahun 2008 menjadi sebesar US 41 943.7 miliar, atau rata-rata naik sebesar 9.53 persen per tahun. Ekspor pada negara intra-ASEAN tahun 1993 adalah sebesar US 795.3 miliar menjadi US 7 081.7 miliar pada tahun 2008, atau rata-rata naik sebesar 16.90 persen per tahun. Tabel 16. Hasil Estimasi Model Perdagangan Filipina Variabel Koefisien Standar Error Nilai Probabilitas C 4.5232 0.966109 0.0000 GDPi 0.1398 0.043974 0.0016 POPi 0.6052 0.075790 0.0000 FDIi 0.0233 0.005246 0.0000 RERi -0.0480 0.005566 0.0000 OPENi 0.2711 0.014163 0.0000 TAXi -0.8540 0.013181 0.0000 IRi 0.0355 0.004656 0.0000 GDPj -0.0012 0.009933 0.8998 POPj 0.0335 0.002807 0.0000 FDIj -0.0308 0.002943 0.0000 RERj 0.0115 0.001997 0.0000 IRj -0.1938 0.009575 0.0000 DIST -0.2028 0.009968 0.0000 TIIi 0.0110 0.003967 0.0054 TAXj -0.0274 0.003097 0.0000 ASEAN 0.0306 0.011339 0.0071 APEC 0.0723 0.012032 0.0000 Fakta tersebut menunjukkan bahwa peningkatan FDI di Filipina berkorelasi secara positif dengan perdagangan. FDI dapat menghasilkan komoditi yang dapat diekspor. Semakin besar FDI di Filipina maka semakin meningkatkan volume ekspor bilateral, baik terhadap anggota negara ASEAN maupun dengan kawasan di luar integrasi ASEAN. Tetapi ekspor intra-ASEAN hanya berkisar 17.4 persen sedangkan 82.6 persen ekspor Filipina ke negara di luar anggota integrasi ASEAN. Realisasi FDI ke Filipina antara tahun 2000-2008 meningkat dengan pesat. Realisasi investasi FDI awalnya tahun 2000 mencapai US 2 239.6 miliar dan menjadi US 1 520.0 miliar tahun 2008. Dibanding dengan negara anggota ASEAN lainnya, pada tahun 2000 share FDI Filipina mencapai 12.1 persen kemudian menurun menjadi 0.6 persen pada tahun 2008. Artinya, share FDI Filipina di ASEAN menurun drastis sejak 9 tahun terakhir. FDI negara importir atau mitra dagang Filipina, berpengaruh negatif dan signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa FDI negara mitra memproduksi komoditas yang bersifat substitusi impor atau mengalihkan permintaan pasarnya dari Filipina ke negara lain atau kawasan integrasi ekonomi lainnya. GDP Filipina maupun negara mitra dagangnya, berpengaruh positif dan signifikan. Perkembangan GDP pada harga konstan Filipina mengalami peningkatan yang cukup berarti antara tahun 2000-2008, yaitu sebesar 958 miliar Peso menjadi 1 419 miliar Peso atau rata-rata meningkat 4.48 persen per tahun. Peningkatan GDP menunjukkan adanya peningkatan volume produksi barang dan jasa serta adanya peningkatan penambahan kapasitas produksi. GDP perkapita juga meningkat dari US 978 pada tahun 2000 menjadi US 1 844 pada tahun 2008 atau mengalami kenaikan rata-rata sebesar 7.63 persen per tahun. Kenaikan GDP pada negara importir berpengaruh positif terhadap volume perdagangan Filipina. Hal ini dipengaruhi oleh adanya kenaikan daya beli bagi negara mitra dagang. Semakin tinggi GDP semakin besar pangsa pasar produk ekspor. Peningkatan dalam daya beli menunjukkan peningkatan permintaan barang serta untuk substitusi impor. Jumlah penduduk Filipina memberi pengaruh yang positif dan signifikan, begitu juga jumlah penduduk negara mitra dagang berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume perdagangan. Perkembangan jumlah penduduk Filipina pada tahun 2000 sebesar 76 947 juta jiwa menjadi 90 457 juta jiwa pada tahun 2008 atau rata-rata naik sebesar 1.815 persen per tahun. Hal tersebut disebabkan karena pertambahan penduduk menunjukkan adanya pertambahan tenaga kerja yang meningkatkan produksi barang dan jasa. Selain itu, penduduk yang besar merupakan sumber peningkatan daya beli yang pada akhirnya meningkatkan perdagangan, baik dalam negeri maupun ekspor. Pada negara mitra perdagangan Filipina yang umumnya merupakan negara maju, memiliki penduduk yang relatif terdidik dengan produktivitas yang tinggi sehingga berpengaruh besar terhadap peningkatan output. Kualitas penduduk dapat menyebabkan perubahan produktivitas yang akhirnya dapat menggeser fungsi produksi. Schultz 1962 menjelaskan pentingnya penduduk dalam pertumbuhan ekonomi. Sekalipun sumberdaya cukup tersedia, peralatan teknologi yang tinggi dan modal uang yang besar, tidak akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar. Terjadinya pertumbuhan populasi bagi negara importir menunjukan peningkatan daya beli sehingga akan meningkatkan permintaan impor dari Filipina, khususnya pada komoditi intermediate goods, bukan komoditi final goods. Nilai tukar Peso Filipina terhadap Dolar Amerika Serikat relatif stabil dibanding dengan negara ASEAN lainnya. Pada tahun 1998 nilai tukar Peso Filipina sebesar 50.00 PesoUS dan cenderung menguat pada tahun 2008 menjadi 48.09 PesoUS atau melemah 15.5 persen dalam 9 tahun terakhir. Nilai tukar Peso Filipina berpengaruh negatif, dan signifikan terhadap volume ekspornya. Semakin terdepresiasi nilai mata uang Peso maka ekspor Filipina akan mengalami peningkatan. Peso yang rendah akan menaikkan jumlah uang beredar, meningkatkan produksi dan mendorong ekspor. Sedangkan elastisitas nilai tukar negara importir terhadap ekspor Filipina adalah positif, artinya semakin terdepresiasi nilai tukar negara importir maka permintaan atas barang impor dari Filipina akan meningkat. Tingkat tarif yang diberlakukan di Filipina ternyata tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap volume perdagangan Filipina. Sementara variabel tarif negara importir berpengaruh negatif. Filipina adalah negara ASEAN yang konsisten terhadap kebijakan dan perjanjian CEPT-AFTA. Sebesar 98.98 persen produk yang masuk dalam inclusion list CEPT telah berhasil diturunkan oleh ASEAN-5 ditambah Vietnam yang diberlakukan sejak 1 Januari 2005. Produk dalam Inclusion List IL yang tarifnya diatas 5 persen adalah produk yang baru ditransfer dari Temporary Exclution List TEL, Sensitive List SL dan General Exclution List GEL pada tahun 2003. Secara teori bahwa semakin tinggi tingkat tarif pada negara tujuan ekspor maka volume ekspor akan menurun. Variabel jarak sebagai proksi transportation cost berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume perdagangan Filipina. Semakin jauh jarak antar negara eksportir dengan importir, semakin besar biaya transportasi dan semakin turun volume ekspor pada negara tersebut. Hasil yang sama dikemukakan Carillo dan Li 2002 bahwa jarak, market size dan FTA di Andean dan Mercusor berpengaruh terhadap aliran perdagangan pada kedua kawasan tersebut. Integrasi ekonomi ASEAN maupun APEC berpengaruh positif dan signifikan. Pengaruh APEC lebih besar dibanding integrasi ASEAN, meskipun perjanjian pada kawasan APEC tidak mengikat seperti ASEAN yang kesepakatannya mengikat anggota integrasi. Dengan adanya integrasi ekonomi ASEAN maka volume perdagangan Filipina di ASEAN terhadap negara anggota meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesamaan sumberdaya yang dimiliki Filipina dengan negara anggota lainnya, sehingga cenderung terjadi kompetisi di negara ASEAN, terutama pada komoditas primer. Perdagangan intra-ASEAN Filipina masih relatif kecil, pada tahun 1993 saat dimulainya penurunan tarif CEPT-AFTA ekspor Filipina ke negara intra-ASEAN US 6 008.4 miliar sedangkan ekspor ke negara ekstra-ASEAN sebesar US 31 626.1 miliar. Perdagangan Filipina didominasi oleh Jepang, Amerika, Eropa dan Cina. Manfaat yang diperoleh Filipina bergabung dalam integrasi ekonomi ASEAN masih relatif kecil. Perdagangan di antara negara ASEAN lebih pada perdagangan barang-barang komponen intra industri trade. Pengaruh perdagangan intra-APEC lebih besar dari perdagangan intra-ASEAN. Dengan demikian maka integrasi ekonomi APEC lebih banyak meningkatkan perdagangan Filipina. Hal ini membuktikan bahwa semakin luas integrasi ekonomi, semakin meningkatkan volume perdagangan bagi anggota integrasi ekonomi. Hasil ini sesuai kesimpulan Diao, Bonilla dan Robinson 2002 yang mengatakan bahwa integrasi ekonomi dapat menciptakan kreasi perdagangan.

5.2. Analisis Aliran Foreign Direct Invesment pada Kawasan ASEAN