Kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Di Bidang Pertanahan Pada Masyarakat Pakpak Di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi

(1)

TESIS

Oleh

RAMLY YUSUF ANGKAT

107011087/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RAMLY YUSUF ANGKAT

107011087/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nomor Pokok : 107011087

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN)(Dr.Idha Aprilyana Sembiring,SH,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum 3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS


(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : RAMLY YUSUF ANGKAT

Nim : 107011087

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : KEWENANGAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA

DI BIDANG PERTANAHAN PADA MASYARAKAT

PAKPAK DI KECAMATAN SIDIKALANG

KABUPATEN DAIRI

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : RAMLY YUSUF ANGKAT Nim :107011087


(6)

terjadinya penguatan identitas dan entitas kebudayaan sebagai ciri bangsa yang terdapat di belahan daerah Indonesia. Harapannya adalah dengan penguatan identitas dan entitas kebudayaan tersebut dapat menghantarkan Indonesia menjadi bangsa yang memiliki karakter dan berdaulat. Pada masyarakat daerah tentunya budaya yang dimaksud adalah lumbung karakter yang menjadi ciri yang mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan zaman. Dan kongkritnya wujud masyarakat daerah dalam dinamika kebudayaannya salah satunya adalah adanya Lembaga Adat yang mengurusi beberapa hal berkaitan dengan kehidupan masyarakat tersebut. Diantaranya Lembaga Adat yang terdapat di Indonesia adalah Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak. Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak adalah salah satu lembaga adat yang terdapat di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi, yang mengurusi persoalan adat masyarakat pakpak. Diantaranya adalah persoalan perkawinan, warisan dan pertanahan adat.

Melalui Surat Edaran Bupati Dairi Nomor 590/8859 Pada Tanggal 18 (delapan belas) oktober 2001, perihal keberadaan tanah ulayat/tanah marga, dijelaskan di awal pembuka surat edaran tersebut bahwa mencermati perkembangan akhir-akhir ini dan mensiasati kehidupan masyarakat pada era reformasi saat ini, mengacu kepada UUPA yaitu Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Pasal 3 (tiga) dan 5 (lima) jis. Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka BPN No 2 Tahun 2000, bahwa untuk meminimalkan dan mengantisipasi persoalan pertanahan dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah para pihak-pihak pemerintahan baik para camat, para kepala desa dan lurah serta Notaris/PPAT Se Kabupaten Dairi diminta arif dan bijaksana serta senantiasa membina kemitraan dan berdampingan secara serasi dengan Lembaga Adat. Dengan dasar surat edaran tersebut semakin menguatkan kedudukan, peranan dan kewenangan yang dimiliki oleh Lembaga Adat.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan hukum primer dan sekunder serta melakukan studi lapangan dengan wawancara, serta teknis analisis datanya dilakukan secara kualitatif dan penarikan kesimpulannya dilakukan dengan menggunakan logika berfikir induktif dan deduktif.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak diakui keberadaannya/eksistensinya yang mana salah satu kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak tersebut adalah dengan menerbitkan hak alas tanah, hal ini didasari bahwa tanah-tanah yang terdapat di Kecamatan Sidikalang merupakan tanah-tanah yang statusnya adalah tanah marga. Sehingga untuk melepaskan tanah marga tersebut terlepas statusnya dari tanah marga sebagai persyaratan untuk pengajuan sertipikasi hak milik ke kantor Badan Pertanahan Nasional menjadi milik masyarakat atau pemerintah maka diterbitkanlah


(7)

masyarakat utnuk berperan aktif untuk dikeluarkannya peraturan daerah sekaligus mempertegas keberadaan/eksistensi beserta kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak sesuai dengan peraturan pertanahan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Dengan adanya peraturan daerah yang akan mengatur keberadaaan/eksistensi Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak serta kewenangannya maka harapannya adalah meminimalisir tumpang tindih kepemilikan tanah, mencegah terjadinya konflik pertanahan serta menciptakan tertib hukum dan kepastian hukum.

Peraturan daerah tersebut juga dapat memfasilitasi iklim investasi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi sekaligus pemerintah daerah dapat melaksanakan pembangunan daerah yang bertujuan untuk laju pembangunan ekonomi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.


(8)

strengthening of identity and cultural entity can place Indonesia to become a nation which has its own character and sovereignty.

The Circular letter of Dairi Regent No. 590/8859 on October 18, 2001 on the existence of tanahulayat/ tanahmarga (village marga land), in its introduction, observing the development of today’s situation and examining people’s lives in the reformation era, referred to Article 3 and 5 of UUPA No. 5/1960, in conjunction with the Regulation of the Agrarian State Minister/Ka BPN No. 2/2000, states that in order to minimize and anticipate land problem caused by the increasing need for land, requires all land stakeholders in the government such as camat (head of subdistrict), village heads, and notaries/PPAT (officials empowered to draw up land deeds) in Dairi District, were asked to be capable and wise. They are also asked to develop partnership and get together harmoniously with Lembaga Adat (adat council). The circular letter strengthens the position, role, and authority of Lembaga Adat.

The research used judicial normative approach by gathering data from primary and secondary legal materials, conducting field research, and interviews. The gathered data were analyzed qualitatively, and drawing the conclusion was done by using inductive and deductive logical thinking.

It could be concluded that Lembaga Adat of Sulang Silima Marga Pakpak was acknowledged its existence. One of its authorities is the issuing of land rights, based on the land in Sidikalang Subdistrict with it marga status. In consequence, the renunciation of the land status from marga land as the requirement to get ownership certificate requested to the National Land Office to issue the land rights and to explain the origin and the history of the land.

It is recommended that Lembaga Adat Sulang Silima Margas Pakpak and the community play an active role in filing the proposal for regional regulation and to make certain the existence and the authority of Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak which is in line with land regulation and legal provisions, regulations, and laws in Indonesia.

By the existence of regional regulation which regulates the existence and the authority of Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak, it is expected that it will minimize the overlapping of land ownership, prevent the potential conflict of land, and create law and order and legal certainty.

The regional regulation can also facilitate the investment climate in Sidikalang Subdistrict, Dairi District, and Local Administration can implement regional development which is aimed to the economic development in order to increase Regional Revenues and to improve people’s welfare in Sidikalang Subdistrict, Dairi District.


(9)

berkat dan Rahmat-Nya kepada penulis serta salam kita untuk junjungan rasul Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum/Tesis yang berjudul “KEWENANGAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA DI

BIDANG PERTANAHAN PADA MASYARAKAT PAKPAK DI

KECAMATAN SIDIKALANG KABUPATEN DAIRI”. Tesis ini disusun guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S-2 pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis berharap tesis ini menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca, khususnya mengenai Hukum Agraria/Pertanahan. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka penulisan Hukum/Tesis ini tidak dapat dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian memberi dorongan, bimbingan dan saran kepada penulis

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus anggota komisi pembimbing yang telah memberikan dukungan, semangat, dan masukan kepada penulis;


(10)

5. Ibu Dr. Idha Aprilyana Sembiring SH, M.Hum. selaku anggota komisi pembimbing yang selalu memberi semangat, arahan serta kritik yang membangun kepada penulis;

6. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS. selaku penguji yang selalu memberi arahan serta kritik yang membangun kepada penulis;

7. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Kedua orang tua Ayahanda Malum Pagi Angkat dan Almarhumah ibunda Nurhayati Sinaga terima Kasih atas segalanya kalian adalah insipirasi dan motivasiku untuk melakukan yang terbaik dunia dan akhirat.

9. Abangku Rahmad Syaiful, Rusdi Saleh, Adik tersayangku Lulu Malahayati dan Eka Syahputra yang telah menjadi motivasi untuk menyelesaikan studi dalam penulisan tesis ini; serta kakak ipar, kakak Marni dan kakak Wulan.

10. Seluruh keluarga di Sidikalang Khususnya Keluarga Besar Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak, Kantor Badan Pertanahan Nasional Sidikalang Kabupaten Dairi, Kantor Kecamatan Sidikalang, Kantor Kelurahan Sidiangkat, Kantor Kelurahan Batang Beruh yang telah banyak membantu penulis dalam mengerjakan tesis ini, terimakasih banyak atas informasi yang di berikan.

11. Teman terbaik dr Weny Yuarsih selaku penjaga hati yang melengkapi hari-hari penulis dengan hal-hal indah dan susah selama menjadi bagian hidup penulis 12. Teman penulis Rotua Deswita, Fitri, Riva, Evi, Kriston, Halim, terimakasih ikut


(11)

14. Seluruh pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungannya kepada penulis dalam penyelesaian penulisan Tesis ini.

Penulis sadar bahwa Penulisan Hukum/Tesis ini masih jauh dari sempurna dan perlu terus dibenahi untuk hasil yang lebih baik lagi. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan sebagai masukan dan kesempurnaan Penulisan Hukum/Tesis ini.

Akhir kata, Penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2013 Penulis,


(12)

Nama : Ramly Yusuf Angkat

Tempat, Tanggal Lahir : Gunung Sayang, 25 Januari 1985 Nomor Pokok Mahasiswa : 107011087

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sisingamangaraja No. 225 Sidikalang, Kabupaten Dairi

B. ORANG TUA

Nama Ayah : Malum Pagi Angkat

Nama Ibu : Almarhumah Nurhayati Br. Sinaga

C. PENDIDIKAN

SD : Teladan Sidikalang

SMP : Negeri 1 Sidikalang

SMA : Negeri 1 Sidikalang

Strata 1 : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Strata 2 : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU


(13)

vi

ABSTRACT . ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah... 12

C. Tujuan Penelitian... 12

D. Manfaat Penelitian... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13

1. Kerangka Teori ... 14

2. Konsepsi ... 24

G. Metode Penelitian ... 25

1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan... 25

2. Lokasi Penelitian... 26

3. Populasi dan Sampel ... 26

4. Teknik Pengumpulan Data... 27

5. Alat Pengumpulan Data ... 27

BAB II KEDUDUKAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA MARGA-MARGA PADA MASYARAKAT PAKPAK DI KECAMATAN SIDIKALANG ... 29

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian... 29

B. Tentang Lembaga Adat Sulang Silima ... 36

BAB III KEWENANGAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA MARGA MARGA PAKPAK PADA MASYARAKAT PAKPAK... 62


(14)

vii

Hutan Tanah Marga ... 65

D. Kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Dalam Pendaftaran Tanah Menurut UUPA Dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah ... 70

E. Kewenangan Yang Dilakukan Oleh Lembaga Adat Sulang Silima Dalam Pendaftaran Tanah ... 75

F. Peranan Lembaga Adat Sulang Silima Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Warisan, Jual-Beli, Hibah ... 77

BAB IV HUBUNGAN HUKUM LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA DENGAN PEMERINTAH DALAM PENERBITAN HAK ATAS TANAH PADA MASYARAKAT PAKPAK DI KECAMATAN SIDIKALANG ... 88

A. Tanah Milik Adat ... 88

B. Alas Hak ... 91

C. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah ... 94

D. Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum... 97

E. Peranan Hukum Tanah Adat Dalam Pembangunan Hukum Tanah Adat Nasional... 99

F. Pengertian dan Tugas Pokok Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ... 104

G. Hubungan Hukum Antara Lembaga Adat Sulang Silima Dengan Pemerintah Kabupaten Dairi Dalam Penerbitan Hak Atas Tanah... 108

H. Kemitraan Antara Lembaga Adat Sulang Silima Dengan Pemerintah Kabupetan Dairi Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Untuk Di Jadikan Fasilitas Umum... 111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

A. Kesimpulan ... 118

B. Saran ... 119


(15)

terjadinya penguatan identitas dan entitas kebudayaan sebagai ciri bangsa yang terdapat di belahan daerah Indonesia. Harapannya adalah dengan penguatan identitas dan entitas kebudayaan tersebut dapat menghantarkan Indonesia menjadi bangsa yang memiliki karakter dan berdaulat. Pada masyarakat daerah tentunya budaya yang dimaksud adalah lumbung karakter yang menjadi ciri yang mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan zaman. Dan kongkritnya wujud masyarakat daerah dalam dinamika kebudayaannya salah satunya adalah adanya Lembaga Adat yang mengurusi beberapa hal berkaitan dengan kehidupan masyarakat tersebut. Diantaranya Lembaga Adat yang terdapat di Indonesia adalah Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak. Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak adalah salah satu lembaga adat yang terdapat di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi, yang mengurusi persoalan adat masyarakat pakpak. Diantaranya adalah persoalan perkawinan, warisan dan pertanahan adat.

Melalui Surat Edaran Bupati Dairi Nomor 590/8859 Pada Tanggal 18 (delapan belas) oktober 2001, perihal keberadaan tanah ulayat/tanah marga, dijelaskan di awal pembuka surat edaran tersebut bahwa mencermati perkembangan akhir-akhir ini dan mensiasati kehidupan masyarakat pada era reformasi saat ini, mengacu kepada UUPA yaitu Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Pasal 3 (tiga) dan 5 (lima) jis. Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka BPN No 2 Tahun 2000, bahwa untuk meminimalkan dan mengantisipasi persoalan pertanahan dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah para pihak-pihak pemerintahan baik para camat, para kepala desa dan lurah serta Notaris/PPAT Se Kabupaten Dairi diminta arif dan bijaksana serta senantiasa membina kemitraan dan berdampingan secara serasi dengan Lembaga Adat. Dengan dasar surat edaran tersebut semakin menguatkan kedudukan, peranan dan kewenangan yang dimiliki oleh Lembaga Adat.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu dengan mengumpulkan data-data dan bahan-bahan hukum primer dan sekunder serta melakukan studi lapangan dengan wawancara, serta teknis analisis datanya dilakukan secara kualitatif dan penarikan kesimpulannya dilakukan dengan menggunakan logika berfikir induktif dan deduktif.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak diakui keberadaannya/eksistensinya yang mana salah satu kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak tersebut adalah dengan menerbitkan hak alas tanah, hal ini didasari bahwa tanah-tanah yang terdapat di Kecamatan Sidikalang merupakan tanah-tanah yang statusnya adalah tanah marga. Sehingga untuk melepaskan tanah marga tersebut terlepas statusnya dari tanah marga sebagai persyaratan untuk pengajuan sertipikasi hak milik ke kantor Badan Pertanahan Nasional menjadi milik masyarakat atau pemerintah maka diterbitkanlah


(16)

masyarakat utnuk berperan aktif untuk dikeluarkannya peraturan daerah sekaligus mempertegas keberadaan/eksistensi beserta kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak sesuai dengan peraturan pertanahan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Dengan adanya peraturan daerah yang akan mengatur keberadaaan/eksistensi Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak serta kewenangannya maka harapannya adalah meminimalisir tumpang tindih kepemilikan tanah, mencegah terjadinya konflik pertanahan serta menciptakan tertib hukum dan kepastian hukum.

Peraturan daerah tersebut juga dapat memfasilitasi iklim investasi di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi sekaligus pemerintah daerah dapat melaksanakan pembangunan daerah yang bertujuan untuk laju pembangunan ekonomi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.


(17)

strengthening of identity and cultural entity can place Indonesia to become a nation which has its own character and sovereignty.

The Circular letter of Dairi Regent No. 590/8859 on October 18, 2001 on the existence of tanahulayat/ tanahmarga (village marga land), in its introduction, observing the development of today’s situation and examining people’s lives in the reformation era, referred to Article 3 and 5 of UUPA No. 5/1960, in conjunction with the Regulation of the Agrarian State Minister/Ka BPN No. 2/2000, states that in order to minimize and anticipate land problem caused by the increasing need for land, requires all land stakeholders in the government such as camat (head of subdistrict), village heads, and notaries/PPAT (officials empowered to draw up land deeds) in Dairi District, were asked to be capable and wise. They are also asked to develop partnership and get together harmoniously with Lembaga Adat (adat council). The circular letter strengthens the position, role, and authority of Lembaga Adat.

The research used judicial normative approach by gathering data from primary and secondary legal materials, conducting field research, and interviews. The gathered data were analyzed qualitatively, and drawing the conclusion was done by using inductive and deductive logical thinking.

It could be concluded that Lembaga Adat of Sulang Silima Marga Pakpak was acknowledged its existence. One of its authorities is the issuing of land rights, based on the land in Sidikalang Subdistrict with it marga status. In consequence, the renunciation of the land status from marga land as the requirement to get ownership certificate requested to the National Land Office to issue the land rights and to explain the origin and the history of the land.

It is recommended that Lembaga Adat Sulang Silima Margas Pakpak and the community play an active role in filing the proposal for regional regulation and to make certain the existence and the authority of Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak which is in line with land regulation and legal provisions, regulations, and laws in Indonesia.

By the existence of regional regulation which regulates the existence and the authority of Lembaga Adat Sulang Silima Marga Pakpak, it is expected that it will minimize the overlapping of land ownership, prevent the potential conflict of land, and create law and order and legal certainty.

The regional regulation can also facilitate the investment climate in Sidikalang Subdistrict, Dairi District, and Local Administration can implement regional development which is aimed to the economic development in order to increase Regional Revenues and to improve people’s welfare in Sidikalang Subdistrict, Dairi District.


(18)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Seiring dengan paradigma otonomi daerah, secara umum melahirkan penguatan-penguatan politik di belahan daerah indonesia, tak terkecuali sampai kebelahan pulau Sumatera. Hal ini juga terlihat dari paradigma bangkitnya kekuatan-kekuatan identitas dan entitas budaya serta politik di Kabupaten Dairi.

Penguatan-penguatan Kekuatan politik budaya terlihat makin tumbuh subur di Sumatera Utara, di lain hal suku Pakpak mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan suku-suku asli di propinsi Sumatera Utara. Bahkan sempat di klaim secara kasat mata akan kepunahan suku Pakpak tersebut. Hal ini di karenakan berbagai faktor yang memaksanya.

Namun yang menarik dari paradigma suku Pakpak adalah penguatan-penguatan kebudayaan di mulai dari fenomena adat. Fenomena adat tersebut mensyaratkan adanya kebangkitan ataupun kesadaran akan sebuah suku yang jauh tertinggal dibandingkan dengan suku-suku lain yang mendiami propinsi Sumatera Utara.

Pegunungan bukit barisan melintang di sepanjang pulau Sumatera dengan posisi yang jauh lebih dekat ke pantai barat. Tanah Pakpak Dairi terletak di lintangan ini. Kedudukannya diutara berbatasan dengan Karo, ditimur laut dengan Karo dan Simalungun, ditimur dengan Simalungun dan Samosir , ditenggara dengan Samosir


(19)

dan Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah (Manduamas yang sejajar dengan Barus), dan Aceh (termasuk Singkil). Adapun perbatasan mulai dari barat daya hingga barat laut adalah Aceh.1

Kabupaten dairi terdiri dari 15 (lima belas) kecamatan yaitu Kecamatan Sidikalang, Kecamatan Gunung Sitember, Kecamatan Lae Parira, Kecamatan Berampu, Kecamatan Parbuluan, Kecamatan Pegagan Hilir, Kecamatan Siempat Nempu Hilir, Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Kecamatan Silahisabungan, Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kecamatan Sitinjo, Kecamatan Sumbul, Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Tigalingga, Kecamatan Siempat Nempu. dengan ibukota Kabupaten adalah Sidikalang.

Kecamatan Sidikalang terletak diantara 2E-3E lintang utara dan 98E-98E30’ bujur timur dan terletak diketinggian 700-1100 meter diatas permukaan laut dan ketinggian kota Sidikalang sebagai ibu kota Kecamatan Sidikalang dan sekaligus ibu kota Kabupaten Dairi adalah 1.066 m diatas permukaan laut.

Kecamatan Sidikalang memiliki luas wilayah : 70.67km2 atau total 4,20% dari total luas Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang memanjang dari arah utara ke tenggara dimana sebagian besar arealnya terdiri dari pegungungan yang bergelombang dan hanya sebagian kecil yang datar/rata.2

1http:/www.blogspot.com/2012/Sejarah Muasal Suku Pakpak.html, di Akses Tanggal 26 Mei

2013

2Kecamatan Sidikalang Dalam Angka Sidikalang In Figure,Integrasi Pengolahan Dan


(20)

Kecamatan Sidikalang sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Siempat Nempu di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kerajaan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Berampu dan disebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sitinjo/Sumbul.

Kecamatan Sidikalang terdiri dari 11 kelurahan/desa yaitu : Kelurahan Batang Beruh, Kelurahan Kalang, Kelurahan Sidiangkat, Kelurahan Huta Rakyat, Kelurahan Bintang, Kelurahan Belang Malum, Kelurahan Kuta Gambir, Kelurahan Bintang Marsada, Kelurahan Kalang Simbara, Kelurahan Bintang Hulu, Kelurahan Kota Sidikalang.

Kecamatan Sidikalang memiliki jumlah penduduk 44.202 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 22.120 jiwa dan perempuan 22.082 jiwa.

Kepadatan penduduk adalah sebanyak 625 jiwa per km persegi yang tidak merata pada setiap desa/kelurahan.3 Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Sidikalang masih didominasi sektor pertanian yaitu sebesar 41,16%

Dari total luas Kecamatan Sidikalang terdapat luas tanah sawah 563 hektar. Luas tanah kering 3.894 hektar dan luas untuk bangunan dan halaman sekitarnya 1.725 hektar dan lainnya sekitar 930 hektar. Tanaman keras yang paling banyak adalah kopi (kopi arabika) dan produksi buah-buahan terbesar adalah pisang.

Karakteristik sosial adat istiadat di Kecamatan Sidikalang dipengaruhi oleh penduduk yang ada, seperti suku Pakpak, Karo, Toba, Simalungun, dan suku yang


(21)

lainnya serta sifatnya masih dipengaruhi oleh suku-suku tersebut, sehingga kegiatannya masih dipengaruhi oleh norma adat yang berlaku.

Suku asli yang mendiami Kabupaten Dairi dan khususnya Sidikalang adalah suku Pakpak. Dalam mayarakat Dairi di kenal Lembaga Adat Sulang Silima Marga, dimana Sulang Silima Marga memiliki peran dan kewenangan yang penting dalam masyarakat Sidikalang. Peran sentral yang dimiliki Sulang Silima adalah persoalan perkawinan, tanah, dan persoalan-persoalan peradatan.

Sampai hari ini secara turun temurun dapat kita temukan di tengah-tengah masyarakat yang berdomisili di Sidikalang, apabila hendak melakukan kepentingan yang berkaitan dengan pertanahan haruslah bersinergi dengan lembaga adat tersebut. Bersinergi dengan Lembaga Adat Sulang Silima tersebut adalah dengan berkoordinasi apabila hendak melakukan urusan yang berkaitan dengan pertanahan, baik melalui penyerahan kemudian untuk di teruskan menjadi kepemilikan tanah dalam jual beli, hibah, pinjam pakai dan semacamnya.

Dan di tambah dengan kewenangan yang dimiliki Lembaga Adat Sulang Silima Marga yang paling penting adalah mengenai penerbitan alas tanah. Satu-satunya lembaga yang berwenang di Sidikalang yang menerbitkan alas tanah untuk kepentingan fasilitas Negara/Pemerintah maupun individu adalah Sulang Silima Marga tersebut. Kemudian setelah penerbitan alas tanah tersebut bisa di teruskan ke pengurusan dan penerbitan sertipikat oleh lembaga yang terkait dalam hal ini adalah Badan Pertanahan Nasional Sidikalang.


(22)

Dikarenakan kebiasaan secara turun temurun dan keberadaan Sulang Silima Marga-Marga Suku Pakpak di tengah-tengah masyarakat, melalui Surat Edaran Bupati Dairi Nomor 590/8859 Pada Tanggal 18 (delapan belas) Oktober 2001, perihal keberadaan tanah ulayat/tanah marga, dijelaskan diawal pembuka surat edaran tersebut bahwa mencermati perkembangan akhir-akhir ini dan mensiasati kehidupan masyarakat pada era reformasi saat ini, mengacu kepada UUPA yaitu Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Pasal 3 (Tiga) dan 5 (lima) jis. Peraturan Menteri Negara Agraria /Ka BPN No 2 Tahun 2000, bahwa untuk meminimalkan dan mengantisipasi persoalan pertanahan dikarenakan semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah para pihak-pihak pemerintahan baik Para Camat, Para Kepala Desa dan Lurah serta Notaris/PPAT Se Kabupaten Dairi diminta arif dan bijaksana serta senantiasa membina kemitraan dan berdampingan secara serasi dengan Lembaga Adat.

Hal ini dilatar belakangi adanya persoalan tanah secara umum yang riwayat tanah tersebut berasal dari tanah marga tapi kemudian ditengah-tengah masyarakat diperjual belikan tanpa melibatkan Lembaga Adat Sulang Silima Marga, dan belakang hari pengurus Lembaga Adat Sulang Silima Marga melakukan protes atas status tanah tersebut, hal ini merupakan semakin tumbuh suburnya kesadaran masyarakat Pakpak akan kedudukannya sebagai pemangku ulayat disatu sisi, kemudian disatu sisi yang lain kebutuhan akan tanah semakin meningkat. di tambah dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Maka surat edaran tersebut di terbitkan guna mensepadankan pihak-pihak yang terkait untuk mencapai keselarasan


(23)

pertanahan di Kabupaten Dairi dan meminimalisir tumpang tindih ataupun carut marut persoalan pertanahan di Kabupaten Dairi.

Dan hal ini juga bisa di pahami bahwa secara umum riwayat tanah di Kabupaten Dairi awalnya adalah tanah ulayat dan seiring perkembangan zaman tanah-tanah ulayat tersebut banyak di keluarkan statusnya dari tanah ulayat untuk kemudian di manfaatkan sesuai kepentingan masyarakat baik secara individu maupun lembaga.

Dikarenakan status riwayat tanah adalah tanah ulayat , maka melalui surat edaran tersebut juga bermaksud untuk menegaskan kepada pihak-pihak yang terkait supaya meminimalisir persoalan tanah hendaknya melibatkan Sulang Silima Marga Suku Pakpak agar menjalin kemitraan. Dengan jalinan kemitraan tersebut pada akhirnya selaras dengan semangat pengakuan UUPA yang mengakui keberadaan hak ulayat dan juga meminimalisir tumpang tindih kepemilikan status tanah dan persoalan-persoalan lainnya.

Seiring dengan diterbitkannya Surat Edaran Bupati tersebut maka dampaknya meneguhkan bahwa Sulang Silima Marga Suku Pakpak semakin memiliki kewenangan yang cukup berpengaruh terkait pertanahan di Kabupaten Dairi khusunya Kota Sidikalang, dan juga tindak lanjut dalam surat edaran tersebut hendak lebih mengarahkan pada akhirnya akan diatur dalam Peraturan Daerah yang disampaikan melalui klausula ketiga dalam surat edaran Bupati tersebut.

Penguatan hukum adat dalam perkembangannya mengalami proses yang panjang, penguasa pada saat Indonesia memerdekakan sebagai sebuah bangsa melalui


(24)

proklasmasi 17 agustus 1945 telah menyadari bahwa hukum adat sebagai salah satu hukum asli bangsa Indonesia merupakan hukum yang harus diakui dan sekaligus sebagai benteng pertahanan jati diri bangsa.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), hukum tanah di Indonesia dipengaruhi oleh keadaan pada zaman penjajahan adalah bersifat dualisme, dimana status hukum tanah ada yang dikuasai oleh hukum Eropa

(burgerlijk wetboekdan ada yang dikuasai oleh hukum adat (hukum tanah adat).4

Tanah-tanah yang dikuasai oleh hukum Eropa disebut juga dengan tanah hak barat, “misalnyaTanah Eigendom, Tanah Erpacht,Tanah Opstal, dan lain-lain yang hampir semuanya terdaftar pada kantor pendaftaran tanah, menurut

overscrijvingsordonnantieatau ordonasi balik nama (S. 1834-27)”. Tanah-tanah hak

barat itu tunduk pada ketentuan hukum agraria barat, misalnya mengenai cara memperolehnya, peralihannya, lenyapnya, hapusnya), pembebanannya dengan hak-hak lain dan wewenang-wewenang serta kewajiban-kewajiban yang mempunyai hak-hak.

Tanah-tanah dengan hak Indonesia yaitu tanah yang tunduk pada hukum agraria adat, “antara lain adalah tanah ulayat, tanah milik (yayasan), tanah usaha, tanah gogolan.5

Tanah-tanah dengan hak Indonesia atau yang tunduk pada hukum adat hampir semua belum terdaftar kecuali tanah yang berstatus buatan atau ciptaan Pemerintah Kolonial yaitu, “Tanah Agrarische Eigendom, tanah milik di dalam kota Yogjakarta,

4Ahmad Fauzi Ridwan,Hukum Tanah Adat, Dewaruci Press, Jakarta, 1982, hal 11. 5Kartini Soedjendro,Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik,


(25)

tanah-tanah milik di dalam kota, di daerah Surakarta dan tanah-tanah grant di Sumatera Timur.”6

Tanah adat merupakan milik dari masyarakat hukum adat yang telah di kuasai sejak dulu, dan telah memegang peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa/negara yang bersangkutan, lebih-lebih yang corak agrarisnya berdominasi.

Di negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat merupakan suatu condition sine qua non. Untuk mencapai tujuan itu di perlukan campur tangan penguasa yang berkompeten dalam urusan tanah khususnya mengenai lahirnya, berpindah dan berakhirnya hak milik atas tanah. Di lingkungan hukum adat, campur tangan itu di lakukan oleh kepala berbagai persekutuan hukum, seperti kepala atau pengurus desa. Jadi, jika timbul permasalahan yang berkaitan dengan tanah adat ini, maka pengurus-pengurus yang telah ada itulah yang menyelesaikannya.

Dalam hukum tanah adat ini terdapat kaedah-kaedah hukum. Keseluruhan kaedah hukum yang tumbuh dan berkembang di dalam pergaulan hidup antar sesama manusia adalah sangat berhubungan erat dengan pemanfaatan tanah sebaik-baiknya sekaligus menghindarkan perselisihan. Hal ini lah yang di atur dalam hukum tanah adat. Dari ketentuan-ketentuan hukum tanah ini akan timbul hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan hak-hak yang ada di atas tanah.


(26)

Hukum tanah di Indonesia dari zaman penjajahan terkenal besifat “dualisme”, yang dapat diartikan bahwa status hukum atas tanah ada yang dikuasai oleh hukum eropa disatu pihak, dan yang dikuasai oleh hukum adat, dipihak lain.7

Dualisme dalam hukum pertanahan juga mengakibatkan dualisme dalam penyelenggaraan dan prosedur peralihan hak atas tanah. Untuk itulah di perlukan unifikasi hukum pertanhan yang bersifat nasional. Oleh sebab itu, pada tanggal 24 September 1960 lahir Undang-Undan Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), maka hukum agraria lama yang lebih condong untuk kepentingan penjajah di hapuskan dan digantikan dengan hukum agraria baru yang besifat nasional.

Di dalam pasal 5 UUPA disebutkan bahwa “hukum agraria yang berlaku atas bumi air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan sengan kepentingan nasional dan Negara”.8

Dengan demikian, “landasan hukum yang di jadikan sendi-sendi dari hukum agraria nasional adalah hukum adat menurut versi UUPA”.9 Dari kenyatan tersebut maka jelaslah bahwa keberadaan tanah hak milik adat yang di akui berdasarkan UUPA masih dapat di temukan pada masa sekarang.

7Ahmad Fauzi Ridwan, Hukum Tanah Adat-Multi Disiplin Pembudayaan Pancasila,

Dewaruci Press, Jakarta, 1982, hal 12.

8Kartini Soedjendro,OpCit, hal 66. 9Ibid,hal 16.


(27)

Salah satu tujuan pokok UUPA adalah meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat, dengan telah dilaksanakan pendaftaran tanah pada setiap tanah di seluruh Indonesia, berarti telah telah memberikan dasar-dasar untuk mewujutkan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah bagi rakyat Indonesia, terutama bagi rakyat petani sebagai masyarakat dapat dilindungi haknya.

Tujuan pendaftaran tanah meliputi pendaftaran untuk pertama kali, maupun untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah, pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali diatur dalam Bab III Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, sedangkan yang berlaku pada saat sekarang ini, diatur dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dan untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah diatur dalam Pasal 19 PP Nomor 24 Tahun 1997.

Pendaftaran tanah ini dapat dikelompokkan :

1. Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya untuk tanah milik adat yang belum pernah didaftarkan.

2. Pendaftaran peralihan hak atas tanah.

Pendaftaran tanah yang merupakan kepunyaan bersama menurut hukum adat tidak dapat didaftarkan begitu saja tanpa ada musyawarah dari kaum dan pemilik tanah, oleh sebab itu petugas Kantor Pertanahan harus menanyakan terlebih dahulu pada pemilik tanah adat tersebut, apakah sudah merupakan kesepakatan bersama dari anggota kaum untuk mendaftarkan tanah adat tersebut. Untuk mendaftarkan tanah


(28)

adat haruslah ada kesepakatan atau persetujuan dari anggota kaum yang gunanya untuk menjaga jangan timbulnya sengketa nantinya.

Pembuatan dan penerbitan sertifikat hak atas tanah merupakan salah satu rangkaian kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana diatur dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah. Disamping itu dengan dilakukannya pendaftaran tanh secara tertib dan teratur akan merupakan salah satu perwujudan dari pada pelaksanaan Catur Tertib Pertanahan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui, mempelajari dan memahami bagaimana Kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima Di Bidang Pertanahan Pada Masyarakat Pakpak Di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi dan mengkaji ataupun mengupasnya dalam bentuk tesis dikarenakan kedudukan maupun peranan Sulang Silima Marga-Marga Suku Pakpak ditengah-tengah masyarakat Dairi sangat kuat secara yuridis bahkan boleh dikatakan bahwa alas tanah yang diterbitkan oleh Sulang Silima Marga-Marga Suku Pakpak merupakan “kunci” utama dalam melakukan proses untuk diteruskan dalam melakukan pendaftaran sertipikat tanah ataupun dalam hal transaksi tanah baik jual beli dan lain sebagainya. Sehingga penulis tertarik untuk mengupas tesis ini dengan judul:

“KEWENANGAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA DI BIDANG

PERTANAHAN PADA MASYARAKAT PAKPAK DI KECAMATAN


(29)

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang sebagaimana telah diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan Lembaga Adat Sulang Silima Marga-Marga pada masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang?

2. Bagaimana kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima dalam bidang pertanahan pada masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang?

3. Bagaimana hubungan hukum Lembaga Adat Sulang Silima dengan Pemerintah dalam penerbitan hak atas tanah pada masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang?

C. Tujuan Penelitian

berdasarkan pada permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kedudukan Lembaga Adat Sulang Silima Marga-Marga pada masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang.

2. Untuk mengetahui kewenangan Lembaga Adat Sulang Silima dalam bidang pertanahan pada masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang.

3. Untuk mengetahui hubungan hukum Lembaga Adat Sulang Silima dengan Pemerintah dalam penerbitan hak atas tanah pada masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis


(30)

Secara teori, diharapkan dengan adanya pembahasan mengenai tanah ulayat atau tanah marga maka pembaca dapat semakin mengetahui tentang perkembangan tanah adat dalam hukum agraria.

2. Secara Praktis

Secara praktis, pembahasan dalam tesis ini diharapkan dapat memperkaya bahan pustaka mengenai hukum pertanahan, menjadi masukan bagi kalangan praktisi yang berkepentingan terutama mengenai hak ulayat dalam hukum pertanahan Indonesia dan juga diharapkan menjadi bahan bagi mereka yang akan mendalami atau meneliti masalah hak ulayat atau tanah marga masyarakat hukum adat.

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang yang diketahui berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran yang telah ada dilakukan khususnya di lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Lembaga Adat Pada Masyarakat Pakpak : Kewenangannya di Bidang Pertanhan (Study di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi)”, belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan dapat di pertanggungjawabkan keasliannya secara akademis.

Adapun penelitian yang pernah dilakukan adalah :

1.”Kajian Hukum Mengenai Alat Bukti Kepemilikan Tanah Milik Adat Dalam Pendaftaran Tanah di Kota Padang Sidempuan”. Oleh : Idawati Harahap

2.”Suatu Kajian Hukum Status dan Eksistensi Tanah Marga Yang di Jadikan Fasilitas Umum Oleh Pemerintah Kabupaten Dairi”. Oleh : Enrico Nugraha Simatupang F. Kerangka Teori dan Konsepsi


(31)

1. Kerangka Teori

Teori adalah gejala untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkannya ketidak benarannya.10

Menurut M. Solly Lubis

Menetapkan landasan teori pada waktu di adakan penelitian ini tidak salah arah sebelum diambil rumusan landasan teori, yang menyebutkan bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang membuat kerangka berfikir dalam penulisan.11

Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah : “mewujudkan keadilan

(rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum

(rechtszekerheid).”12 Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith (1723-1790).

Guru besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasglow University pada tahun 1950,13 telah melahirkan ajaran tentang keadilan (justice).

10J.J.M. Wuisman, dalam M. Hisyam,Penelitian Ilmu-ilmu Ssosial, Asas-Asas, FE

UI,Jakarta, 1996, Hal 2003

11M Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke II, 1994,

Hal 80

12Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum, (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung

Agung Jakarta, 2002, Hal 85

13Bismar Nasution,Mengkaji Ulang sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato Pada

Pengukuhansebagai Guru Besar , USU-Medan, 17 April 2004, hal 4-5. Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cornick, “Adam Smith On Law”, Valvarasio University Law Review, Vol 15, 1981, hal 244

14Ibid, sebagaimana dikutip dari R. L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, e.d, Lecture of


(32)

Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian” (the end of justice is to secure from injury)14

Menurut Sajipto Raharjo,

Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti, ditentukan kekuasaan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tdak disetiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang15

Penelitian ini menggunakan teori harmonisasi hukum sebagai wacana dan pisau analisis (tools of analysis). Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan, petunjuk, dinamika hukum yang terjadi, serta gejala yang diamati dan diteliti karena penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum yang diarahan secara khas ilmu hukum,maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk membongkar dan memahami tentang eksistensi dan dinamika hak ulayat serta hubungan hukumnya dengan pendaftaran tanah dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Titik tautnya adalah tanah jika kita berbicara menyangkut pembangunan dan kehidupan.”tanah adalah suatu benda bernilai ekonomis, sekaligus magis

religio kosmis menurut pandangan bangsa Indonesia, ia pula yang sering

memberi getaran didalam perdamaian dan sering pula menimbulkan goncangan dalam masyarakat, lalu ia juga yang sering menimbulkan sendatan dalam pembangunan16

15Sajipto Rahardjo,Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V, Bandung, 2000, hal 53 16John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1987,


(33)

Harmonisasi hukum diartikan sebagai upaya atau proses penyesuaian asas dan sistem hukum agar terwujud kesederhanaan hukum, kepastian hukum dan keadilan. Harmonisasi hukum sebagai suatu proses dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, mengatasi hal-hal yang bertentangan dan kejanggalan di antara norma-norma hukum di dalam peraturan perundang-undangan, sehingga terbentuk peraturan perundang-undangan nasional yang harmonis, dalam arti selaras, serasi, seimbang, terintegrasi dan konsisten serta taat asas.

Langkah sistematik harmonisasi hukum nasional, bertumpu pada paradigma Pancasila dan UUD 1945 yang melahirkan sistem kenegaraan dengan dua asas fundamental, asas demokrasi dan asas Negara hukum yang di idealkan mewujudkan sistem hukum nasional dengan tiga komponen yaitu substansi hukum, struktur hukum, beserta kelembagaannya dan budaya hukum.

Langkah sistematik tersebut disatu sisi dapat di jabarkan dalam harmonisasi peraturan perundang-undangan dan di sisi lain di implementasikan dalam rangka penegakan-penegakan hukum

Melalui harmonisasi hukum akan terbentuk sistem hukum yang mengakomodir tuntutan akan kepastian hukum dan terwujudnya keadilan. Begitu pula dalam hal penegakan hukum, harmonisasi hukum akan dapat menghindari tumpang tindih bagi badan peradilan yang melakukan kekuasaan kehakiman dengan badan-badan pemerintah yang di beri wewenang melakukan fungsi peradilan menurut peraturan perundang-undangan.


(34)

Dasar dan orientasi dalam setiap langkah harmonisasi hukum adalah tujuan harmonisasi, nilai-nilai dan asas hukum, serta tujuan hukum itu sendiri, yakni harmoni antara keadilan, kepastian hukum dan sesuai tujuan (doelmatigheid). Pada akhirnya, pelaksanaan penegakan hukum perlu memperhatikan aktualisasi tata nilai yang terkandung dalam konstitusi dan prinsip-prinsip penegakan hukum yang baik

(good law enforcement governance).17

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan di buat dan di undangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam arti tidak menimbulkan keragu-raguan (multitafsir) dan logis dalam arti karena menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma yang ditimbulkan dari ketidak pastian aturan dapat berbentuk

kontestasinorma,reduksinorma, ataudistorsinorma.18

Pasal 33 ayat (3) yang merupakan payung hukum tertinggi terhadap pengakuan hak-hak masyarakat dalam mempergunakan berbagai sumber kekayaan yang ada dibumi, seperti hutan dan tanah atau lahan yang tujuannya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pasal ini mengamanatkan kepada pemerintah sebagai penyelenggara Negara untuk dapat mengelola bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dengan sebaik-baiknya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.19

17http.//www.blogspot.com/2009/penegakanhukum.html, diakses tanggal 20 Oktober 2012 18http://www.sosial-budaya.blogspot.com/2009/05/tujuan-dan-fungsihukum.html, diakses

tanggal 20 Oktober 2012

19http:/www.blogspot.com/2010/harmonisasi kedudukan hak ulayat dalam peraturan


(35)

Hak ulayat sebagai sebuah istilah teknis yuridis adalah hak yang melekat sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat, berupa wewenang/kekuasaan mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku kedalam maupun keluar.

Titik berat hak ulayat adalah penguasaan atas tanah adat beserta seluruh isinya oleh masyarakat hukum adat. Penguasaan di sini bukanlah dalam arti memiliki tetapi hanya sebatas mengelola.

Hal ini dapat di lihat dalam peraturan perundang-undangan yang diterbitkan diantaranya dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas, Undang Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Tenaga Listrik, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.20

Beberapa daerah telah mengeluarkan peraturan daerah sebagai pengakuan dan pengukuhan keberadaan masyarakat adat di wilayahnya tetapi masih banyak juga daerah yang belum menerbitkan peraturan daerah meskipun di tengarai ada masyarakat adat di wilayah tersebut. Di sisi lain dalam era reformasi, pemerintah di tuntut untuk dapat melakukan pembaharuan menyeluruh di segala bidang termasuk hukum.

20. htpp://wwwblogspot.com/2010/harmonisasi kedudukan hak ulayat dalam peraturan perundangan Indonesia.html, diakses tanggal 22 Oktober 2012


(36)

Tanah merupakan salah satu unsur esensial dalam kehidupan dan penghidupan umat manusia. Ada dua hal yang menyebabkan bahwa tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam hukum adat yaitu :

1. Karena sifatnya yang merupakan suatu benda kekayaan yang bersifat tetap dan menguntungkan.

2. Karena tanah merupakan tempat tinggal persekutuan masyarakat adat, memberi penghidupan kepada persekutuan masyarakat adat bahkan merupakan tempat dimana para warga persekutuan meninggal dunia di kebumikan.

Hubungan antara masyarakat adat dengan tanah yang di dudukinya sangat erat, dimana tanah merupakan sumber penghidupan yang bersifat religio-magis. Hubungan erat dan bersifat religio magis ini kemudian mendorong masyarakat adat berusaha untuk memperoleh hak menguasai tanah. Mengingat pentingnya kedudukan tanah bagi masyarakat adat, maka bagaimanapun sederhana tingkat kebudayaannya masyarakat adat tentu mempunyai cara dan kebiasaan dalam pengaturan tanah meskipun tidak selalu dalam wujud dokumen tertulis, akan tetapi akses dalam suatu persekutuan pengelolaan tanah secara umum di kontrol dan di dukung oleh suatu jaringan kekerabatan yang kompleks.

Wujud hak ulayat tersebut berciri sebagai berikut.21

21Dirman dan Boedi Harsono, dalam tampil Anshari Siregar,Mempertahankan Hak Atas


(37)

1. Masyarakat hukum adat dan para anggota-anggotanya berhak untuk dapat mempergunakan tanah hutan belukar didalam lingkungan wilayah dengan bebas yaitu bebas untuk membuka tanah, memungut hasil, berburu, mengambil ikan, mengembala ternak, dan lain sebagainya.

2. Bagi yang bukan anggota masyarakat hukum adat tersebut dapat pula mempergunakan hak-hak itu hanya saja harus mendapatkan izin lebih dahulu dari kepala masyarakat hukum adat, dan membayar uang pengakuan atau

recognitie(diakui setelah memenuhi kewajibannya).

3. Masyarakat hukum adat bertanggung jawab atas kejahatan-kejahatan yang terjadi dalam lingkungan wilayahnya apabila pelakunya tidak dapat dikenal. 4. Masyarakat hukum adat tidak dapat menjual atau mengalihkan hak ulayat itu

untuk selama-lamanya kepada siapa saja.

5. Masyarakat hukum adat mempunyai hak campur tangan terhadap tanah-tanah yang digarap dan dimiliki oleh para anggota-anggotanya seperti dalam hal jual beli dan lain sebagainya.

Hak ulayat mengandung dua unsur/aspek, yaitu aspek hukum perdata dan aspek hukum publik. Aspek hukum perdata yaitu merupakan hak kepunyaan bersama para warga masyarkat hukum adat yang bersangkutan atas tanah ulayat, sedangkan aspek hukum publik yaitu sebagai kewenangan mengelola dan mengatur peruntukan, penggunaan dan penguasaan tanah ulayat tersebut baik dalam hubungan intern dengan para warganya sendiri maupunekstern dengan orang yang bukan warga atau orang luar.


(38)

Pada dasarnya setiap orang maupun badan hukum membutuhkan tanah karena tidak ada aktifitas orang maupun badan hukum apalagi yang disebut kegiatan pembangunan yang tidak membutuhkan tanah. Pembangunan untuk kepentingan umum yang di laksanakan Pemerintah tidak bisa di tawar ataupun ditunda, terlebih lagi di dalam Dasar Negara Pancasila di nyatakan bahwa kepentingan umum itu harus di pandang porsinya lebih besar dan di dahulukan dari kepentingan individu.

Demikian juga pihak swasta yang melaksanakan upaya pengembangan dan peningkatan usahanya, baik yang bernuasnsa untuk kepentingan umum maupun juga membutuhkan tanah. Belum lagi banyaknya anggota masyarakat yang nekat menduduki dan menguasai tanah tanpa alas hak yang sah bahkan dengan cara-cara yang terencana dan sengaja melakukan kekerasan untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu semakin cepat roda pembangunan berputar maka semakin luaslah tanah yang di butuhkan. Di wilayah yang padat penduduknya secara logis akan di laksanakan kegiatan pembangunan yang lebih luas. Dengan demikian pengambilan tanah-tanah yang lebih luaspun yang sudah di miliki/di kuasai oleh masyarakat tidak terelakkan akan menjadi korban.

Hak seseorang atas tanah yang semestinya harus di hormati, dalam pengertian tidak boleh orang lain melakukan tindakan yang melawan hukum untuk memiliki/menguasai lahan tersebut. Seyogianya jika ada hak seseorang atas tanah harus didukung oleh bukti hak dapat berupa sertipikat, bukti hak tertulis non sertipikat dan/atau pengakuan/keterangan yang dapat dipercaya kebenarannya. Jika


(39)

penguasaan atas tanah di maksud hanya di dasarkan atas kekuasaan, arogansi atau kenekatan semata, pada hakekatnya penguasaan tersebut sudah melawan hukum.

Tegasnya berdasarkan hukum tidak dapat di sebut bahwa yang bersangkutan mempunyai hak atau tanah itu atau dengan kata lain, penguasaan yang demikian tidak boleh di tolerir dan semestinya yang berwenang dengan segala wewenang yang ada padanya harus segera menggusurnya dari tanah tersebut karena jika berlarut-larut masalahnya semakin rumit untuk diselesaikan dan pengaruhnya sangat meluas (komplikatif) dan berdampak tidak baik (destruktif) di masa mendatang. Masalah ini semakin meningkat akhir-akhir ini karena jumlah penduduk Indonesia sebagai petani yang membutuhkan lahan untuk di olah warga.22

Jika pemerintah dengan jajarannya memerlukan sebidang tanah yang penggunaannya untuk kepentingan Negara dan/atau kepentingan umum dapat menempuh cara yang bersesuaian dengan status tanah yang diperlukan itu.

Jika tanah tersebut tanah Negara yang bebas cukup dengan mengajukan permohonan hak, tetapi jika tanah Negara tidak bebas cukup dengan mengajukan permohonan hak, tetapi jika tanah Negara tidak bebas dengan kata lain tanah tersebut telah di kuasai dan di usahai oleh orang/badan hukum lain tanpa alasan hak yang sah maka akan bertambah kewajiban si pemohon untuk membebaskannya jika permohonannya dikabulkan.

Selain itu yang positif dalam upaya pencegahan spekulasi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yakni apabila tanah

22


(40)

telah di tetapkan sebagai lokasi pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan surat keputusan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan surat Keputusan penetapan lokasi oleh Bupati/Walikota atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya.23 Maka tidak mengherankan apabila Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tanggal 3 Mei 2005 telah di revisi oleh Pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tanggal 5 Juni 2006.24

Dalam prinsip “Negara Menguasi”, maka dalam hubungan antara Negara dan masyarakat, masyarakat tidak dapat disubordinasikan kedudukannya dibawah Negara karena Negara justru menerima kuasa dari masyarakat untuk mengatur tentang peruntukan, persediaan dan penggunaan tanah, serta hubungan hukum dan pembuatan hukum yang bersangkutan dengan tanah.

Saat sekarang kepentingan pemerintah daerah serta masyarakat dalam rangka pelaksanaan pembangunan yang terus meningkat dan berkembang tentunya menjadi hal yang penting pula untuk kemajuan suatu daerah. Hal tersebut di lakukan dengan membangun infrastruktur, fasilitas-fasilitas umum diatas tanah hak ulayat yang bertujuan untuk laju pertumbuhan eonomi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Tanah yang dulu di pandang dari sudut sosial yang tercakup dalam lingkup hukum adat, hak ulayat dan fungsi sosial, kini mulai dilihat dari kaca mata ekonomi,

23Muhammad Yamin, Abd Rahim Lubis (a),Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju,

Bandung 2008, hal 331


(41)

sehingga tepat apabila Persatuan Bangsa-Bangsa mensinyalir bahwa saat ini masalah pertanahan tidak lagi menyangkut isu kemasyarakatan tetapi telah berkembang menjadi isu ekonomi.25

Penggunaan tanah harus di sesuaikan dengan keadaaannya dan sifat dari hakikatnya, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Tetapi dalam ketentuan tersebut tdak berarti bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat).

Kepentingan masyarakat dan perorangan haruslah saling berdampingan, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan, bagi masyarakat seluruhnya.26 Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam pasal 2 ayat (2) UUPA yaitu “wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara tersebut pada ayat 2 pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam mayarakat dan negara hukum indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur”.

2. Konsepsi

Dalam kerangka konsepsional di ungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang di pergunakan sebagai dasar penelitian hukum.27konsepsi di

25Muhammad Yamin, Abd Rahim (b),Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Medan,

Pustaka Bangsa Press, 2004, hal 26

26Ibid, hal 62

27Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,


(42)

terjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit.

Konsepsi merupakan defenisi operasional dari intisari obyek penelitian yang dilaksanakan. Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian dan penafsiran dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu di pergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini di rumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau defenisi operasioanl sebgai berikut :

1. Status adalah keadaan atau kedudukan (orang, badan,dsb) dalam hubungan dengan masyarakat disekelilingnya.28

2. Eksistensi adalah hal berada;keberadaan29

3. Hak ulayat, sebutan yang dikenal dalam kepustakaan hukum adat dan dikalangan masyarakat hukum adat diberbagai daerah dengan nama yang berbeda-beda merupakan penguasaan yang tertinggi atas tanah dalam hukum adat, yang meliputi semua tanah yang termasuk dalam lingkungan wilayah suatu masyarakat hukum adat tertentu yang merupakan tanah ulayat di Kabupaten Dairi.

4. Sulang Silima Marga, sebutan untuk lembaga adat Pakpak yang mengurusi persoalan peradatan di Kabupaten Dairi serta lembaga pemangku hak adat Suku Pakpak Kabupaten Dairi.

5. Suku pakpak adalah salah satu kelompok etnis di propinsi sumatera utara G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan

28http://www.Kamus Bahasa Indonesia.org, diakses tanggal 22 Oktober 2012 29http://www.Kamus Bahasa Indonesia.org, diakses tanggal 22 Oktober 2012


(43)

Sesuai dengan permasalahan maka sifat penelitian ini adalah deskriptif

analitisyaitu penelitian yang bertujuan memberikan gambaran tentang Kewenangan

Lembaga Adat Sulang Silima Di Bidang Pertanahan Pada Masyarakat Pakpak di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Selain melihat perundang-undangan yang berlaku dibidang pertanahan yang berhubungan dengan tanah marga juga untuk mendapatkan jawaban permasalahan dari lapangan tentang Lembaga Adat Pada Masyarakat Pakpak : Kewenangannya di Bidang Pertanahan (Study di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi).

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kecamatan Sidikalang, namun mengingat luasnya wilayah Kecamatan Sidikalang, yang terdiri dari 11 kelurahan dan desa, maka diambil 2 (dua) kelurahan sebagai sampel yaitu Kelurahan Batang Beruh dan Kelurahan Sidiangkat.

Pengambilan sampel pada dua kelurahan ini dilakukan dengan teknik

purposive sampling, mengingat (2) dua kelurahan ini mayoritas penduduknya adalah

suku Pakpak dan masih mengakui eksistensi dan peranan Sulang Silima. 3. Populasi dan Sampel

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat adat yang terdapat di Kelurahan Sidiangkat dan Kelurahan Batang Beruh, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi.

Sedangkan sampel yang diambil masing-masing dua puluh (20) orang masyarakat yang menjadi perwakilan dari Kelurahan Sidiangkat dan Kelurahan Batang Beruh.


(44)

4. Teknik Pengumpul Data

Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat di pertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua) Teknik pengumpulan data yaitu:

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan di lakukan dengan menelaah semua literatur yang berhubungan dengan topik penelitian yang sedang di lakukan. Data ini di peroleh dengan mempelajari buku-buku, hasil penelitian, dokumen-dokumen perundang-undangan yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

b. Studi Lapangan

Dilakukan dengan pedoman wawancara kepada para pihak yang di anggap berkompeten dalam bidang pertanahan dan berwenang untuk memberikan penjelasan berkaitan dengan materi yang menjadi obyek penelitian, antara lain instansi-instansi terkait dengan masalah pendaftaran tanah marga/ulayat sepeti lembaga adat, Badan Pertanahan Kabupaten Dairi, serta masyarakat Dairi.

5. Alat Pengumpul Data

Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpul data yaitu :

a. Studi Dokumen

Studi dokumen dilakukan dengan menelaah semua dokumen yang berkaitan dengan topik penelitian yang sedang dilakukan. Dokumen ini diperoleh dari Penetua-Penetua Adat.


(45)

Dilakukan wawancara langsung kepada pihak-pihak yang mengetahui dan berkompeten untuk memberikan penjelasan yang berkaitan dengan topik penelitian, antara lain Penetua Adat, instansi Pemerintah yang terkait dan masyarakat Sidikalang. 6. Sumber Data

Data penelitian ini di peroleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder:

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang di peroleh langsung dari nara sumber, yakni pihak pejabat Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Dairi, Penatua Adat, serta masyarakat Dairi, sebagaimana di jelaskan dalam sampel yang di tunjuk sebelumnya

b. Data Sekunder

Dalam penelitian ini yang di jadikan sebagai data sekunder adalah berupa bahan-bahan kepustakaan hukum, Peraturan Perundang-Undangan yang relevan, serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang di teliti.

7. Analisis Data

Data yang dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan selanjutnya di analisis secara kualitatif, yaitu metode analisa yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang di peroleh dari penelitian lapangan menurut kualitas kebenarannya, kemudian di hubungkan dengan teori-teori yang di peroleh dari kepustakaan, sehingga di peroleh jawaban atas permasalahan yang di ajukan. Kemudian berdasarkan analisa tersebut ditarik kesimpulan dengan menggungkan metode deduktif.


(46)

BAB II

KEDUDUKAN LEMBAGA ADAT SULANG SILIMA MARGA-MARGA PADA MASYARAKAT PAKPAK DI KECAMATAN SIDIKALANG

A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 1. Kecamatan Sidikalang Dalam Angka

Kecamatan Sidikalang terletak diantara 2E-3E lintang utara dan 98E 98E30’ Bujur Timur dan terletak di ketinggian 700-1100 meter diatas permukaan laut dan ketinggian kota Sidikalang sebagai ibukota Kecamatan Sidikalang dan sekaligus ibu kota Kabupaten Dairi adalah 1.066m di atas permukaan laut.

Kecamatan Sidikalang memiliki luas wilayah : 70.67 km2 atau total 4,20% dari total luas Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang memanjang dari arah utara ke tenggara di mana sebagian besar arealnya terdiri dari pegunungan yang bergelombang dan hanya sebagaian kecil yang rata/datar.30

Kecamatan Sidikalang di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Siempat Nempu di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kerajaan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Berampu dan di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sitinjo/Sumbul.

Kecamatan Sidikalang terdiri dari 11 kelurahan/desa yaitu : Kelurahan Batang Beruh, Kelurahan Kalang, Kelurahan Sidiangkat, Kelurahan Huta Rakyat, Kelurahan Bintang, Kelurahan Belang Malum, Kelurahan Kuta Gambir, Kelurahan Bintang 30 Kecamatan sidikalang dalam angka sidikalang in figure, integrasi pengolahan dan


(47)

Marsada, Kelurahan Kalang Simbara, Kelurahan Bintang Hulu, Kelurahan Kota Sidikalang.

Kecamatan Sidikalang memiliki jumlah penduduk 44.202 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 22.120 jiwa dan perempuan sebanyak 22.082 jiwa.

Kepadatan penduduk adalah sebanyak 625 jiwa per km persegi yang tidak merata pada setiap desa/kelurahan.31 Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Sidikalang masih didominasi sektor pertanianyaitu sebesar 41,16%.

Dari total luas Kecamatan Sidikalang terdapat luas tanah sawah kurang lebih 563 hektar. Luas tanah kering 3.894 hektar dan luas untuk bangunan dan halaman sekitarnya 1.725 hektar dan lainnya sekitar 930 hektar. Tanaman keras yang paling banyak adalah kopi (kopi arabika) dan produksi buah-buahan terbesar adalah pisang.

Karakteristik sosial adat istiadat di Kecamatan Sidikalang dipengaruhi oleh penduduk yang ada, seperti Suku Pakpak, Toba, Simalungun, Karo, dan Suku lainnya serta sifat masih dipengaruhi oleh suku-suku di atas, sehingga kegiatannya masih sangat dipengaruhi oleh norma adat yang berlaku.

Masyarakat adat masih tersebar diberbagai daerah di Kecamatan Sidikalang yang menempati hak ulayatnya/tanah marga masing-masing.

Sampai saat ini eksistensi/keberadaan tanah marga di Kecamatan Sidikalang masih tetap terjaga. Marga-marga yang dianggap sebagai pemilik tanah marga di Kecamatan Sidikalang adalah Marga Angkat, Ujung, dan Marga Bintang.


(48)

2. Profil Singkat Kelurahan Sidiangkat

Kelurahan Sidiangkat adalah salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Sidikalang, luas wilayahnya 2000 hektar, dengan jumlah penduduk 5371 jiwa, dengan jumlah laki-laki adalah 2005 jiwa, perempuan 2364 jiwa, dan jumlah kepala keluarga adalah 940. Kelurahan Sidiangkat berbatasan dengan sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Batang Beruh, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Bharat, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Panji Dabutar, sebelah barat berbatasan dengan Desa Karing.32 Kelurahan Sidiangkat terbagi dalam delapan lingkungan yang masing-masing lingkungan dikepalai oleh Kepala Lingkungan (kepling), dan Kepala Lingkungan bertanggung jawab kepada Lurah sebagai kepala Kelurahan Sidiangkat33

Kepala Lingkungan yang mengepalai lingkungan di Kelurahan Sidiangkat adalah mereka yang diangkat dan diberhentikan oleh Lurah dan mendapat honorarium dari Pemerintah atas kerja dan tanggungjawab kerjanya dalam lingkungan masing-masing kemudian kerja Kepala Lingkungan dimasing-masing lingkungan dilaporkan kepada kecamatan melalui pertanggungjawaban Lurah sebagai Kepala Lingkungan di Kelurahan Sidiangkat.34

Pada umumnya mata pencaharian penduduk di Kelurahan Sidiangkat adalah bertani, sebagian kecil ada yang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), buruh tani.

32

Daftar Isian Monografi, Kelurahan Sidiankgat, 2008

33Hasil Wawancaradengan Masran Bako Lurah Kelurahan Sidiangkat Tanggal 14 Mei 2013

34


(49)

Di Kelurahan Sidiangat terdapat tanah sawah seluas 117 Hektar, lahan kering 330 Hektar, Kebun 196 Hektar, Kolam 22 Hektar. Tanaman unggulan Kelurahan Sidiangkat adalah kopi, namun belakangan masyarakat Kelurahan Sidiangkat telah banyak yang beralih ke tanaman jeruk, hal ini dilatarbelakangi adanya peningkatan pendapatan masyarakat menanam jeruk daripada tanamana kopi, dan sebagian ada yang menanam padi, menanam jagung, dan tanaman sayur mayur.

Kelurahan Sidiangkat telah melakukan beberapa Program Pemerintah yang dituju untuk pembangunan masyarakat, seperti program P2KP (Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) yaitu pengaspalan jalan, pembukaan jalan. Dan juga telah melakukan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yaitu pembuatan sumur bor untuk masyarakat, pembuatan parit.35

Tingkat keberhasilan program Kelurahan Sidiangkat sangat baik, dan juga fungsi Kepala Lingkungan sangat efektif dalam melakukan aktifitas-aktifitas pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat Kelurahan Sidiangkat, seperti pelayanan Kartu Tanda Penduduk (KTP), pelayanan Kartu Keluarga (KK), dan pelayanan administrasi Lainnya.

Kelurahan Sidiangkat dihuni oleh beragam suku, seperti Suku Pakpak, Suku Simalungun, Batak Toba, Suku Karo, Minang. Sosial kehidupan masyarakat dipengaruhi oleh adat istiadat yang masih dipegang dan dijadikan sebagai sistim kehidupan masyarakat setempat. Kehidupan masyarakat Kelurahan Sidiangkat yang


(50)

masih terikat dengan adat istiadat terlihat dari proses pewarisan, perkawinan, pertanahan. Kehidupan masyarakat yang masih menghormati dan mempraktekkan adat sudah terjadi dari zaman penjajahan dahulu dan sampai hari ini.

Pada Kelurahan Sidiangkat Marga Angkat adalah tuan tanah atau marga tanah yang menguasai tanah-tanah yang terdapat pada Kelurahan Sidiangkat. Kelurahan Sidiangkat masih mempunyai Tanah Marga (Angkat) yang belum dilakukan penyerahan kepada perorangan maupun badan hukum (statusnya adalah tanah marga). Tanah marga tersebut terdapat di Lingkunagan Lima Gunung Amal dan mayoritas penduduknya adalah Marga Angkat atau Keturunan Marga Angkat.

3. Profil Singkat Kelurahan Batang Beruh

Kelurahan Batang Beruh adalah salah satu dari 11 kelurahan yang terdapat di Kecamatan Sidikalang. Luas wilayah kelurahan Batang Beruh adalah 648 Ha/M2 yang berbatasan dengan sebelah utara dengan Desa Kalang Simbara, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Belang Malum, sebelah timur berbatasan dengan Sitinjo, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sidikalang.36

Luas tanah sawah di Kelurahan Batang Beruh sebanyak 14 Hektar, luas tanah kering sebanyak 480 Hektar, dan selebihnya masuk kategori tanah hutan dan lain sebagainya.

Kelurahan Batang Beruh terletak pada pada ketinggian 700-1100 meter di atas permukaan laut dan beriklim tropis dengan suhu rata-rata 180C-240C.

36Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa Dan Kelurahan, Badan Pemberdayaan


(51)

Jumlah penduduk Kelurahan Batang Beruh adalah sebanyak 9.111 jiwa dengan jumlah penduduk laki sebanyak 4577 jiwa, jumlah penduduk perempuan sebanyak 4.534 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga (KK) adalah sebanyak 1.874.37

Kelurahan Batang Beruh terbagi menjadi 11 lingkungan, dan masing-masing lingkungan dikepalai oleh Kepala Lingkungan yang diangkat dan diberhentikan oleh Lurah dan bertanggungjawab atas kerjanya masing dilingkungannya masing-masing sekaligus mendapat honorarium dari Lurah. Sebelum tahun 2012 Kelurahan Batang Beruh hanya terdiri dari delapan lingkungan, namun atas beberapa pertimbangan baik menyangkut jumlah kepadatan penduduk dan untuk memudahkan urusan administrasi di wilayah Kelurahan Batang Beruh, maka Lurah Batang Beruh memecah lingkungan di wilayah Kelurahan Batang Beruh menjadi dua belas lingkungan.38

Mata pencaharian penduduk adalah bertani (1450 orang), Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 1462 orang, Buruh Tani sebanyak 275 orang, Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebanyak 104 orang, pensiunan PNS/TNI/Polri sebanyak 377 orang, pengusaha kecil dan menengah sebanysk 1066 orang.39

Agama yang dipeluk oleh masyarakat Kelurahan Batang Beruh mayoritas adalah memeluk agama Kristen sebanyak 6319 orang, pemeluk agama Islam sebanyak 1961 orang, pemeluk agama Katholik sebanyak 565 orang, pemeluk agama 37Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa Dan Kelurahan, Badan Pemberdayaan

Masyarakat Dan Pemdes, 2009

38Hasil Wawancara Dengan Terang Dewi S Ujung Lurah Kelurahan Batang Beruh Tanggal

15 Mei 2013

39Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa Dan Kelurahan, Badan Pemberdayaan


(52)

Hindu sebanyak 5 orang dan pemeluk agama Buddha sebanyak 9 orang. Semua penduduk Kelurahan Batang Beruh adalah Warga Negara Indonesia (WNI).40

Jarak tempuh Kelurahan Batang Beruh dengan ibukota Kecamatan adalah 3 km dan jarah Kelurahan Batang Beruh dengan ibukota Kabupaten adalah 2,5 km, dan ini juga menjadi penyebab banyaknya Pegawai Negeri Sipil (PNS) memilih untuk bertempat tinggal dan berdomisili di wilayah Kelurahan Batang Beruh.

Dan letak wilayak Kelurahan Batang Beruh yang strategis, yang menjadi lintasan antar wilayah kelurahan serta menjadi lintasan jalan Provinsi baik menuju Kotamadya Medan dan jalan menuju Provinsi Nanggroe Aceh Darusallam membuat Kelurahan Batang Beruh berkembang cukup pesat.

Pendidikan pada masyarakat Kelurahan Batang Beruh sangat baik, dan tidak ada buta huruf ataupun buta aksara pada masyarakat Kelurahan Batang Beruh, masyarakat Batang Beruh seluruhnya bisa membaca dan menulis. Tingkat pendidikan pada masyarakat Kelurahan Batang Beruh yang tingkat pendidikannya lulusan Pascasarjana (S2) adalah sebanyak 46 orang, lulus Sarjana (S1) sebanyak 251 orang, lulus D3/sederajat sebanyak 553 orang, lulus D2/sederajat sebanyak 540 arang, lulus D1/sederajat sebanyak 245 orang, lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 2381 orang, lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 1700 orang.41

40Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa Dan Kelurahan, Badan Pemberdayaan

Masyarakat Dan Pemdes, 2009

41Ekspose Lurah Batang Beruh, Dalam Rangka Penilaian Perlombaan Desa/Kelurahan


(53)

Penduduk Kelurahan Batang Beruh terdiri dari beberapa etnis yaitu Etnis Pakpak, Etnis Karo, Etnis Batak Toba, Etnis Simalungun, Etnis Mandailing, Etnis Jawa, Etnis Minang dan hidup secara rukun. Kehidupan sosial masyarakat Kelurahan Batang Beruh masih terikat dengan adat istiadat yang diakui dan dihormati oleh masyarakat Kelurahan Batang Beruh. Etnis Pakpak diakui sebagai etnis asli yang memiliki tanah marga di wilayah Kelurahan Batang Beruh.

B. Tentang Lembaga Adat Sulang Silima

Pemerintahan di Dairi telah ada jauh sebelum kedatangan penjajahan Belanda. Walaupun saat itu belum dikenal sebutan wilayah/daerah otonom, tetapi kehadiran sebuah pemerintahan pada zaman tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dengan adanya pengakuan terhadap Raja-Raja Adat. Pemerintahan pada masa itu dikendalikan oleh Raja Ekuten/Takal Aur/Kampong/Suak dan Pertaki sebagai Raja-Raja Adat merangkap sebagai Kepala Pemerintahan.

Adapun struktur pemerintahan pada masa itu adalah sebagai berikut :

1. Raja Ekuten, sebagai pemimpin satu wilayah (Suak) atau yang terdiri dari beberapa suku/kuta/kampong Raja Ekuten disebut juga Takal Aur, yang merupakan Kepala Negeri.

2. Pertaki, sebagai pemimpin satu kampong, setingkat di bawah Raja Ekuten, 3. Sulang Silima, sebagai pembantu Pertaki pada setiap Kuta (kampong), yang

terdiri dari :1)Perisang-Isang; 2)Perekur-Ekur; 3)Pertulah Tengah; 4)Perpunca Ndiadep; 5)Perbetekken.


(54)

Menurut literatur sejarah bahwa wilayah Dairi sangat luas dan pernah jaya di masa lalu. Sesuai dengan struktur organisasi di atas, maka wilayah Dairi dibagi atas lima wilayah (Suak/Aur) yaitu ;

1. Suak/Aur Simsim, meliputi wilayah : Salak, Kerajaaan, Siempat Rube, Sitellu Tali Urang Jehe, Sitellu Tali Urang Julu dan Manik.

2. Suak/Aur Pegagan dan Kampong Karo, meliputi wilayah : Silalahi, Paropo, Pegagan Jehe dan Tanah Pinem.

3. Suak/Aur Keppas, meliputi wilayah : Sitellu Nempu, Silima Pungga-Pungga, Lae Luhung dan Parbuluan.

4. Suak/Aur Boang, meliputi wilayah : Simpang Kanan, Simpang Kiri, Lipat Kajang, Belenggen, Gelombang Runding dan Singkil (saat ini wilayah Aceh) 5. Suak/Aur Kelasen, meliputi wilayah : Sienem Koden, Manduamas dan

Barus.42

Dulunya Kepala Adat pada masyarakat Pakpak disebut dengan Pertaki atau Kappung (kepala kampung) yang menjadi pimpinan dan penanggung jawab dari suatu Lebbuh atau Kuta dengan Sulang Silima sebagai pelaksana tugasnya, oleh Karena perkembangan zaman dan perkembangan daerah istilah Pertaki ini perlahan-lahan menghilang keberadaannya dan Sulang Silima yang dianggap sebagai ketua adatnya. Lamban laun Sulang Silima yang tadinya terdiri dari lima unsur yaitu : Perisang-Isang (anak paling besar), Perekur-Ekur (anak paling bungsu), Pertulang Tengah (anak tengah), Perpunca Ndiadep (anak perempuan), Perbetekken (teman


(55)

semarga) juga mengalami perubahan, Sulang Silima yang ada dan yang sekarang hanya beranggotan dari marga-marga Pakpak yang ada.

Pada sekarang ini istilah Pertaki atau Kappung (kepala kampung) sudah tidak dipergunakan lagi tetapi sudah diganti menjadi kepala desa seuai dengan Pengaturan Pemerintah dalam Undang-Undang No 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, dulunya dialah yang berkauasa penuh dalam pelaksanaan hukum adat terutama masalah pertanahan setelah Pertaki atau Kappung (kepala kampung) tidak lagi digunakan yang berpengaruh saat ini adalah Sulang Silima.

Sulang Silima yang menjadi penentu dan pembuat keputusan dan sumber dari segala sumber hukum adat Pakpak yang berkaitan dengan hukum pertanahan, hukum perkawinan, hukum pewarisan dan juga mengatur tentang kekerabatan pada masyarakat Pakpak, dimana dalam pelaksanaannya di luar dari kelima unsur yang ada dalam Sulang Silima diangkatlah satu orang dengan marga yang sama kepala adat, fungsi kepala adat di sini hanyalah sebagai perantara masyarakat dengan kelima unsur Sulang Silima, kepala adat di sini tidak berhak untuk mengambil keputusan dalam pelaksanaan adat, kepala adat ini hanya berfungsi dengan baik pada saat acara-acara adat saja, sedang Sulang Silima sama dengan peranan Pertaki atau Kappung (kepala kampung). Kelima unsur yang terdapat dalam Sulang Silima bukan satu ketetapan yang mana isi dari kelima unsur masih merupakan satu keluarga dari satu garis keturunan.

Sulang Silima sekarang yang dikenal di Sidikalang dan masih diakui eksistensinya adalah Lembaga Adat Sulang Silima yang dibentuk dan anggotanya


(56)

dipilih sendiri oleh para marganya.walaupun Sulang Silima ini menjadi satu kesatuan, tetapi dalam pembentukannya juga masih berdasarkan keturan keluarga satu empungnya (kakek).

Umumnya peranan Sulang Silima pada saat ini terlihat dalam upaya untuk melestarikan amanah atau warisan tanah marganya. Dalam pelaksanaannya bila ada perbuatan-perbuatan hukum serta permasalahan mengenai tanah marga, maka penyelesaiannya diserahkan kepada Sulang Silima sebagai lembaga adat tertinggi suku Pakpak pada masa sekarang ini.

1. Keberadaan Sulang Silima Marga Angkat

Sulang Silima Marga Angkat adalah organisasi yang kita kenal pada umumnya ditengah-tengah masyarakat yang terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, beberapa divisi/departemen, serta anggota. Seluruh anggota dan pimpinan Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat terdiri dari marga tanah, berru, berre, kula-kula marga angkat itu sendiri

Struktur organisasi Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat terdiri dari Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat besar yang menaungi lima Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat masing-masing Lebbuh/Kuta (kampung). Kelima Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat tersebut menjadi sub bagian dari Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat besar yang saat ini dipimpin oleh DR (HC) Abdul Angkat. Kelima Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat tersebut adalah Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat Kuta Padang, Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat Parmang-Mang, Lembaga Adat Sulang Silima Angkat


(57)

Simbara, Lembaga Adat Sulang Silima Batu Kapur, Lembaga Adat Sulang Silima Batun Kerbo. Lembaga Adat Sulang Silima di masing-masing Lebbuh/Kuta tersebut mandiri sesuai dengan status tanah marganya di Lebbuh masing-masing. Kepengurusan dan keanggotaannya mandiri di Lebbuh masing-masing. Dan hal ini disesuaikan dengan dimana Lebbuh masing-masing mempunyai kompetensi/kewenangan dengan tanah marganya masing. Dan masing-masing Lembaga Adat Sulang Silima Marga Angkat mempunyai garis koordinasi dengan Lembaga Adat Sulang Silima Angkat besar. baik itu yang berkaitan dengan peradatan marga maupun pertanahan.

Gambar 6


(1)

3. Karena sifat koordinasi antara Sulang Silima Marga-Marga Pakpak dengan Pemerintah masih bersipat himbauan yang diedarkan oleh Bupati Dengan Nomor Surat 590/8859 pada tanggal 18 Oktober 2001 yang pada hakekatnya menghimbau aparatur Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dengan Sulang Silima Marga-Marga Pakpak berkaitan dengan pertanahan, maka perlu kiranya dibuatkan semacam ketentuan pedoman teknis dalam melaksankan koordinasi tersebut sehingga akan meminimalisir kebingungan pihak pihak yang terkait bilamana terjadi kebingungan administrasi dalam hal pertanahan di Sidikalang, Kabupaten Dairi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, Cetakan ke II, 2003

Ali Achmad, Menguak Tabir Hukum, (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung Jakarta, 2002.

Amrah, Muslim,Aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung, 1978

Bachtiar, Effendie,Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1993

Bakri, Muhammad,Hak Menguasai Tanah Oleh Negara, Citra Media, Jakarta, 2007 Bzn, B. Terhaar, terjemahan oleh K. Ng. Soebakti Poesponoto, Asas-Asas dan

Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1981

Bratakusukama, dkk, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Gramedia, Jakarta, 2001

Chandra, S,Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005

Dalimunthe Chadidjah, Politik Hukum Agraria Nasional Terhadap Hak-Hak Atas Tanah, Yayasan Pencerahan Mandailing, Medan 2008.

E. Koswara, Otonomi Daerah untuk Demokrasi dan Kemandirian Rakyat, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001

G. Kartasapoetra, dkk,Hukum Tanah Jaminan Undang-Undang Pokok Agraria Bagi Keberhasilan Pemberdayagunaan Tanah, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1985 Hadikusuma, Hilman, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Cetakan II, Mandar

Maju, bandung, 2003

Hadjon, M. Philipus, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987


(3)

Harsono Boedi, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaan, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, 1999.

Hasan, Basri, Kebijakan Pertanahan serta Indikator Kinerja Dan Langkah Awal, Reformasi Bidang Pertanahan, Makalah Seminar pada Keluarga Mahasiswa Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta, 1998

Hutagalung, Arie Sukanti dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah Untuk Kepentingan Umum, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004

Ibid, sebagaimana dikutip dari R. L. Meek, D.D. Raphael dan P.G. Stein, e.d,Lecture of Jurisprudence, Indianapolis, Liberty Fund, Tahun 1982.

Kallo, Syafruddin,Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pustaka bangsa Press, Jakarta, 2004

Kecamatan Sidikalang Dalam Angka Sidikalang In Figure, Integrasi Pengolahan Dan Diseminasi Statistik, 2008

Koetjaraningrat,Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1977 Lubis Solly M,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke II,

1994.

Manan, Bagir,Hubungan Antara Pusat dan daerah Menurut Undang-Undang Dasar 1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994

Mardiasmo,Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta, 2002 Mas’oed, Mochtar dengan Penyunting, Tanah dan Pembangunan, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta, 1997

Muhammad Bushar, Pokok-Pokok Hukum adat, Cetakan kesepuluh, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2006.

Mukti, Affan,Pokok-Pokok Bahasan Hukum Agraria, USU Press, Medan, 2006 Mustopadidjaja, A.R, Studi Kebijaksanaan, Perkembangan, dan Penerapannya

dalam Rangka Administrasi dan Manajemen Pembangunan, LP-FEUI, Jakarta, 1992


(4)

Nasution Bismar,Mengkaji Ulang sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato Pada Pengukuhansebagai Guru Besar , USU-Medan, 17 April 2004. Sebagaimana dikutip dari Neil Mac Cornick, “Adam Smith On

Law”, Valvarasio University Law Review.

Parlindungan, A.P, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1993

Ridwan Fauzi Ahmad,Hukum Tanah Adat, Dewaruci Press, Jakarta, 1982.

Santoso, Urip, Hukum Agraria dan Hak-Hak atas Tanah, Predana Media, Jakarta, 2006

S.H. Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara< Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001

Siregar, Tampil Anshari, Mempertahankam Hak Atas Tanah,Multi Grafika, Medan, 2005

Salindeho John,Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1987, cetakan pertama.

Saragih, Djaren,Pengantar Hukum Adat Indonesia, Tarsito, Bandung, 1996

Sembiring Rosdinar, Eksistensi Hak Ulayat Atas Tanah Dalam Masayarakat Adat Simalungun, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2008.

Sihombing, Irene Eka, Segi-Segi Hukum Tanah Nasional Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Universitas Trisakti, Jakarta, 2005

Soedjendro Kartini, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Jogjakarta, 2001.

Soehadi, Penyelesaian Sengketa Tentang Tanah Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, Karya Anda Surabaya, 1999

Soekanto, Soedjono dan Mamuji Sri, Penelitian Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Edisi I Cetakan ke 7, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003

Soehino,Hukum Tata Negara, Liberty, Yograkarta, 1983

Soemadiningrat, Otje Salman, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, PT. Alumni, Bandung, 2002


(5)

Sudiyat, Imam,Hukum Adat Sketsa Atas, Cetakan V, Liberty, Yogyakarta, 2007 Sunggono, Bambang, Metediologi Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 1996. Sutedi, Adrian, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika,

Jakarta, 2009

S.W. Soemarjono Maria, 1997, kepastian hukum dan perlindungan hukum dalam pendaftaran tanah, makalah seminar nasional atas kerjasama fakultas hukum Universitas Gadjah Mada dan Badan Pertanahan Nasional di Yogyakarta. Rahardjo Sajipto,Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke-V, Bandung, 2000. Tarigan, Pandastaren, Arah Demokratis Memperkuat Posisi Pemerintah Dengan

Delegasi Legislasi Namun Terkendali, Dengan Delegasi Pengaturan dan Penguasaan Tindakan Pemerintah dalam Bidang Pertanahan, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2008

Wignjodipuro, Soerojo,Asas-Asas Hukum Adat, Sumur Bandung, Jakarta, 1983 Wuisman J.J.M., dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Ssosial, Asas-Asas, FE

UI,Jakarta, 1996.

Yamin, Muhammad, Abdul Rahim Lubis,Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004

Zainun, Buchari,Kebijakan Publik, LAN, Jakarta, 1990 B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada di Atasnya

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997Tentang Pendaftaran Tanah

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum


(6)

Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembanguan Untuk Kepentingan Umum

Peraturan Menteri Negara/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

C. Makalah, Jurnal, dan Internet

Bismar Nasution,Mengkaji Ulang Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato Pada Pengukuhan Sebagai Guru Besar, USU-Medan, 17 April 2004

Kumpulan-Kumpulan Seminar Tanah Adat, Atma Jaya dan BPN di Puncak, September 1996

Kecamatan Sidikalang Dalam Angka Sidikalang in Figure, Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik, 2008

Laporan Penelitian Integrasi Hak Ulayat Kedalam Yuridiksi Undang-Undang Pokok Agraria, Departemen Dalam Negeri (DEPDAGRI)-FH UGM Tahun 1978 http://www.blogspot.com/2009/penegakanhukum.html

http://www.sosial-budaya.blogspot.com/2009/05/tujuan-dan-fungsihukum.html http://www.harmonisasi kedudukan hak ulayat dalam peraturan perundangan

Indonesia.blogspot.com/2010/Tano Batak.html http://www.blogspot.com/2008/apa itu kepastian hukum.html http://www.kamusbahasaindonesia.org

http://www.panwaslukalsel.wordpress.com http://www.mediaindonesia.com