Hasil Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian yaitu suatu fungsi untuk menggambarkan pembelian persediaan produksi untuk diolah dan dijual kembali. Fungsi penjualan adalah suatu kegiatan yang bertujuan mencari atau mengusahakan agar ada permintaan pasar yang cukup baik pada tingkat harga tertentu. Fungsi fisik adalah semua kegiatan atau tindakan yang menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu pada barang atau jasa. Fungsi fisik meliputi penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang berhubungan dengan kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dengan konsumen. Fungsi fasilitas ini terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Fungsi standarisasi merupakan suatu ukuran atau perientuan mutu suatu barang. Ukuran ini dapat berdasarkan warna, bentuk, tingkat kematangan dan kadar air. Grading adalah tindakan menggolongkan atau mengklasifikasikan barang menurut standar yang diinginkan.

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

Dahlia 1999 dalam penelitiannya di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat menemukan bahwa usahatani padi per hektar MT 1998 di Kabupaten Indramayu diperoleh nilai RC rasio atas biaya tunai adalah 3,14 dan RC rasio atas biaya total adalah 2,01. Sedangkan di Kabupaten Karawang RC rasio atas biaya tunai adalah 3,09 dan RC atas biaya total adalah 1,65. Nilai RC di Kabupaten Indramayu lebih tinggi karena harga gabah yang terjadi saat panen di Kabupaten Indramayu lebih tinggi dan biaya produksi lebih rendah daripada di Kabupaten Karawang. Dari nilai RC rasio yang diperoleh menunjukan bahwa usahatani padi sawah di dua lokasi penelitian selama MT II 1998 telah mencapai tingkat yang layak. Yanuar 1999 dalam penelitiannya menemukan bahwa usahatani padi yang dikembangkan di Kabupaten Aceh Barat memberikan nilai RC rasio dari pendapatan atas biaya total sebesar 0,573. Hal ini berarti bahwa untuk setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan hanya mampu memberikan total penerimaan sebesar Rp. 0,573,- kondisi ini belum menguntungkan atau tidak layak secara finansial karena kurang dari satu. Sedangkan nilai RC rasio dari pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar 1,583 yang berarti unutk setiap rupiah biaya tunai yang dipakai untuk usahatani padi di lahan gambut akan memberikan Rp. 1.583,- sebagai penerimaan. Nilai RC ini dapat digolongkan layak secara finansial karena nilainya lebih dari satu. Ahmad, T. 1999 dalam penelitiannya tentang analisis pendapatan usahatani padi dan faktor- faktor yang mempengaruhi marketed supply gabah di Kabupaten Magelang dan Kabupaten Klaten menemukan bahwa uasahatani padi selama MT II tahun 1998 terlihat bahwa pada daerah non sentra padi Kab. Magelang, pendapatan total usahatani padi terbesar terjadi di wilayah polikultur yaitu sebesar Rp. 2.923.844,- dengan nilai RC rasio sebesar 2,12. Sedangkan di wilayah monokultur pendapatan total usahatani padinya sebesar Rp. 2.713.216,- dengan RC rasio sebesar 2,09. Lain halnya pada daerah sentra padi Kab. Klaten, pendapatan total usahatani padi terbesar terjadi di wilayah monokultur, yaitu sebesar Rp. 3.267.384,- dengan RC rasio 2,27, sedangkan di wilayah polikultur pendapatan total usahatani padinya sebesar Rp. 2.722.543,- dengan RC rasio 2,07. Menurut hasil penelitian Nainggolan 2001 tentang analisis usahatani padi organik dan anorganik di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa perbedaan antara usahatani padi organik dan anorganik terletak pada input pupuk dan pestisida yang digunakannya. Untuk usahatani padi organik input yang digunakan berasal dari alam seperti menggunakan pupuk kandang, kompos dan pestisida alami. Sedangkan untuk usahatani padi anorganik input yang digunakannya adalah urea, TSP, SP-36 dan KCL. Adapun produktivitas padi yang dihasilkan lebih besar pada usahatani padi organik yaitu 4851,59 Kg untuk pemilik dan 5034,09 Kg untuk penggarap. Sedangkan produktivitas padi yang dihasilkan secara anorganik adalah 4440,99 Kg untuk pemilik dan penggarap adalah 4752,58 Kg. Hal ini menunjukkan bahwa pengunaan pestisida kimia tidak begitu mempengaruhi produksi padi. Apabila dilihat dari tingkat pendapatannya menunjukkan bahwa pendapatan usahatani padi organik lebih besar dari usahatani padi anorganik. Begitu pula apabila dilihat dari nilai RC rasionya. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Ringkasan Hasil Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik di Kecamatan Tempuran, Tahun 2001 Uraian Jenis dan Status Petani Petani Organik Petani Anorganik Pemilik Penggarap Pemilik Penggarap a. PenerimaanUsahatani Rp b. Pendapatan Bersih Rp c. Pendapatan Kotor Rp d. RC atas Biaya Tunai e. RC atas Biaya Total 4.463.460,62 2.520.753,51 2.819.713,02 2,72 2,30 4.631.363,64 738.045,69 870.778,42 1,23 1,19 4.085.708,22 2.213.775,87 2.371.794,18 2,38 2,18 4.372.371,13 428.610,68 557.090,20 1,15 1.11 Sumber : Nainggolan, 2001 Mengenai hasil pemasarannya petani menjual hasil panennya ke tengkulak dalam bentuk Gabah Kering Panen GKP. Transaksi antara petani dan tengkulak berlangsung di sawah. Harga jualnya pun tidak ada perbedaan dengan padi konvensional. Hal ini dikarenakan tidak adanya suatu tempat atau lembaga pemasaran khusus yang menampung hasil padi organik. Rachmawaty 2003 dalam penelitiannya tentang usahatani dan pemasaran beras pandanwangi di Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat menemukan bahwa dari beberapa pola saluran pemasaran yang terbentuk ternyata beras pandanwangi yang dijual meliputi 2 jenis kualitas, yaitu kepala dan super. Hal ini menyebabkan perbedaan biaya pemasaran yang terbentuk serta marjin pemasarannya didasarkan atas kualitas jenis beras. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pola saluran pemasaran yang terbentuk pada penelitian Rachmawaty adalah sebanyak 12 polam saluran pemasaran. Dari ke 12 pola saluran pemasaran tersebut, saluran pemasaran 9A yang terdiri dari petani - pedagang besar daerah - konsumen merupakan saluran pemasaran yang paling efisien bila dibandingkan dengan saluran lainnya. Namun apabila dilihat secara nominal saluran pemasaran 9B memiliki nilai marjin yang paling kecil, tetapi saluran tersebut tidak dapat disimpulkan sebagai saluran pemasaran yang paling efisien. Hal ini disebabkan oleh beras yang dijual bukan murni pandan wangi melainkan campuran. Oleh sebab itu walaupun nilai marjinnya kecil, pedagang memiliki kemungkinan mendapatkan keuntungan yang besar dibandingkan yang menjual beras pandanwangi murni. Keuntungan yang didapat tersebut dapat menjadi lebih besar la gi jika beras campurannya lebih besar lagi. Tetapi pada prakteknya pencampuran tidak dapat diketahui secara pasti oleh pihak konsumen berapa besar persentasenya. Persamaan hasil penelitian terdahulu dengan usahatani padi yang sedang dikembangkan adalah dari proses budidaya dan input yang digunakan. Proses budidaya yang dilakukan oleh petani padi di Kecamatan Salem, meliputi pengolahan lahan, penyemaian, pemupukan, penyiangan, pengendalian HPT dan panen. Sedangkan input yang digunakannya adalah pupuk Urea, TSP, KC1 dan pestisida. Namun yang membedakan hasil penelitian terdahulu dengan usahatani padi yang dilakukan oleh petani Kecamatan Salem adalah dari musim tanamnya. Musim tanam padi pada penelitian yang dilakukan adalah pada waktu musim tanam Mei - Agustus 2002.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Seringnya terjadi kelangkaan pupuk di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes mengakibatkan petani setempat mengalami kesulitan untuk menentukan usahatani padi yang akan dikembangkan. Hal ini dikarenakan harga pupuk di pasaran menjadi tinggi. Dampaknya adalah penggunaan pupuk oleh petani menjadi berkurang sehingga menyebabkan produktivitas padi yang dihasilkan oleh petani menjadi menurun. Akibat dari hal tersebut adalah pendapatan petani menjadi menurun. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang mendalam agar diperoleh informasi sejauhmana penurunan pendapatan petani tersebut akibat dari adanya kelangkaan pupuk di Kecamatan Salem. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah usahatani padi yang dikembangkan oleh petani padi di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes masih menguntungkan atau sudah merugikan. Adapun operasional penelitiannya adalah dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani dan RC rasio. Tingkat pendapatan yang dianalisis adalah terdiri dari dua komponen, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Selain tingkat pendapatan, pada penelitian ini juga terdapat komponen lain yang dianalisis, yaitu komponen penerimaan dan komponen pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut diharapkan diperoleh suatu informasi yang dapat menjelaskan tingkat pendapatan petani padi di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes.