Gambar 3. Saluran Pemasaran Padi di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes
6.2.1. Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Pada penelitian ini yang termasuk ke dalam biaya pemasaran meliputi,
biaya angkut, biaya pengolahan penimbangan, pengeringan, penggilingan, biaya pengemasan dan biaya transportasi. Perincian biaya pemasaran selengkapnya
pada Tabel 19.
Tabel 19. Marjin Pemasaran Padi untuk Pola Saluran Pemasaran I dan II pada 7 Desa di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Tahun
2002
Keterangan Pola I
Pola II RpKg
Prosentase RpKg
Prosentase Petani
1. Biaya produksi
- -
- -
2. Keuntungan -
- -
- 3. Harga jual
1.278,33 -
1.278,33 -
Pedagang pengumpul
1. Harga beli -
- 1.278,33
53,19 2. Biaya
- -
41,87 1,76
3. Keuntungan -
- 17,29
0,73 4. Margin
- -
59,22 2,49
5. Harga jual -
- 1.337,50
56,32
Pedagang besar 1. Harga beli
1.917,50 50,00
2.006,25 84,47
2. Biaya 360,00
40,87 340,00
14,32 3. Keuntungan
172,50 3,37
28,75 1,21
4. Margin 532,50
44,14 368,75
15,53 5. Harga jual
2.450,00 94,23
2.375,00 100,00
Pedagang pengecer 1.
Harga beli 2.450,00
94,23 -
- 2. Biaya
30,00 0,58
- -
3. Keuntungan 20,00
5,19 -
- 4. Margin
50,00 5,77
- -
5. Harga jual 2.500,00
100,00 -
-
Total Marjin Pemasaran 582,50
23,30 427,97
18,00 Total Biaya Pemasaran
390,00 15,60
381,88 16,00
Total Keuntungan 192,50
7,70 46,05
2,00 Efisiensi
0,49 0,12
Keterangan 1 Kg beras sama dengan 1,67 Kg GKP Rendemen 60
Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa terdapat dua pola pemasaran yang bisa dipilih oleh petani, yaitu pola I dan pola II. Pola tersebut terbentuk dari tiga
lembaga pemasaran yang berbeda. Adapun lembaga tersebut adalah petani- pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen untuk pola I dan petani-pedagang
pengumpul-pedagang besar-pedagang pengecer-konsumen untuk pola II. Walaupun jumlah lembaga pemasaran yang membentuk pola pemasaran tersebut
sama tetapi apabila dilihat dari nilai total marjin pemasarannya tidak sama. Hal
ini terjadi karena kegiatan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing- masing pola tersebut adalah tidak sama.
Pada Tabel 19 diketahui bahwa pola pemasaran yang memiliki nilai total marjin pemasaran terbesar adalah pola pemasaran I dengan nilai total marjin
pemasaran adalah sama dengan Rp 582,50 atau sama dengan 23,30 persen dari harga eceran. Sedangkan pola pemasaran II hanya memperoleh nilai total marjin
pemasaran sebesar Rp 427,97 atau sama dengan 18 persen dari harga eceran. Besarnya nilai total marjin pemasaran yang diperoleh pola pemasaran I
dikarenakan nilai total biaya pemasaran dan keuntungan yang diperoleh pola pemasaran ini lebih besar dari pola pemasaran II. Adapun nilai total biaya
pemasaran yang harus dikeluarkan oleh pola pemasaran I adalah sama dengan Rp 390 atau 15,60 persen dari harga eceran dan keuntungan yang diperoleh adalah
sama dengan Rp 192,50 atau 7,20 persen dari harga eceran. Untuk pola pemasaran II, total biaya pemasaran yang dikeluarkan adalah
sebesar Rp 381,88 atau 16 persen dari harga eceran dengan keuntungan sebesar Rp 46,05 atau 2 persen dari harga eceran. Besarnya nilai total biaya pemasaran
yang dikeluarkan oleh pola pemasaran I dikarenakan aktifitas fungsi fisik yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terdapat pada pola ini lebih banyak
dibandingkan pola pemasaran II. Adapun kegiatannya meliputi pengolahan, pengemasan, pengangkutan dan pengantaran. Perbedaannya dengan kegiatan yang
dilakukan oleh pola pemasaran II terletak pada kegiatan pengangkutan. Hal ini karena untuk pola pemasaran II tidak melakukan pengangkutan gabah dari petani
ke lembaga pemasaran. Penyebabnya adalah karena jarak antara petani dengan lembaga pemasaran tidak begitu jauh seperti pola pemasaran I.
Selain itu untuk pola pemasaran II ini, dalam melakukan kegiatan pengantaran produk ke lembaga pemasaran lain tidak sejauh pola pemasaran I.
Akibat dari hal tersebut biaya transportasi yang harus dikeluarkan oleh pola ini menjadi lebih rendah dari pola pemasaran I.
Sementara itu, besarnya total keuntungan yang diperoleh pola pemasaran I adalah dikarenakan pada pola ini petani dalam menyalurkan gabahnya ke lembaga
pemasaran tidak melalui lembaga pemasaran pedagang pengumpul seperti pola pemasaran II tetapi langsung ke pedagang besar. Dampaknya adalah lembaga
pemasaran yang terdapat pada pola ini dapat membeli gabah dengan harga yang lebih murah dari petani. Adapun harganya adalah sama dengan Rp 1.917,50 untuk
1,67 Kg GKP setara 1 Kg beras, sedangkan pola II untuk memperoleh satu Kg beras, pedagang besarnya harus membeli GKP dari pedagang pengumpul dengan
harga Rp 2.006,25. Selain itu yang menyebabkan besarnya nilai keuntungan yang diperoleh
pola pemasaran I adalah dikarenakan lembaga pemasran yang terdapat pada pola ini mampu menjual berasnya dengan harga yang lebih mahal dari harga beras
yang ditawarkan oleh pola pemasaran II. Adapun nilainya adalah sama dengan Rp 2.500 perkilogram, sedangkan pola pemasaran II hanya mampu menjual dengan
harga sebesar Rp 2.375 perkilogram. Besarnya nilai total keuntungan yang diperoleh masing- masing pola
pemasaran tersebut tidak lepas dari peranan lembaga pemasaran yang ada pada pola pemasaran tersebut. Berdasarkan Tabel 19 diketahui keuntungan yang
diperoleh masing- masing lembaga pemasaran bila dihitung untuk setiap kilogram
berasnya ternyata nilainya tidak sama. Hal ini terjadi karena masing- masing lembaga pemasaran tersebut memiliki aktifitas fungsi pemasaran yang berbeda.
Pada tingkat pedagang besar, keuntungan terbesar diperoleh pola pemasaran I dengan nilai sebesar Rp 172,50, sedangkan keuntungan yang
diperoleh pedagang besar pada pola pemasaran II hanya sebesar Rp 28,75. Besarnya keuntungan yang diperoleh pedagang besar pada pola I dikarenakan
harga beli gabah yang diperoleh pedagang ini lebih rendah dari pedagang besar pola II, sementara itu harga jual beras yang diperoleh pedagang besar pola I lebih
tinggi dari pedagang pada pola II. Selain pedagang besar terdapat lembaga pemasaran lain yang memperoleh keuntungan. Lembaga pemasaran tersebut
adalah pedagang pengumpul yang terdapat pada pola pemasaran II dan pedagang pengecer yang terdapat pada pola pemasaran I. Adapun nilainya adalah sama
dengan Rp 17,29 untuk pedagang pengumpul pola II dan Rp 20,00 untuk pedagang pengecer pola I.
Selain melihat dari nilai total marjin pemasaran, pada penelitian ini efisiensi pemasaran pun diukur dengan menggunakan analisis imbangan
keuntungan - biaya LiCi. Berdasarkan analisis rasio keuntungan - biaya tersebut diketahui ternyata pola pemasaran yang memiliki nilai efisiensi paling tinggi
adalah pola pemasaran I, yaitu dengan nilai 0,59. Hal ini berarti bahwa setiap rupiah biaya ya ng dikeluarkan oleh lembaga pemasaran akan memberikan
keuntungan sebesar Rp 0,49. Sedangkan pola pemasaran II hanya memperoleh nilai efisiensi sebesar 0,12.
Namun walaupun nilai total marjin dan efisiensi pemasaran terbesar diperoleh pola pemasaran I, tetapi apabila dilihat dari volume gabah atau beras
yang disalurkannya ternyata tidak sebanyak pola pemasaran II. Hal ini terjadi karena jarak antara petani dengan lembaga pemasaran yang terdapat pada pola
pemasaran I lebih jauh bila dibandingkan dengan jarak antara petani dengan lembaga pemasaran yang terdapat pada pola pemasaran II. Akibatnya petani
banyak yang menggunakan pola pemasaran II untuk menyalurkan produk hasil pertaniannya kepada konsumen. Hal ini dikarenakan petani dapat menekan biaya
pemasaran.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa usahatani dan pemasaran padi yang dikembangkan oleh petani di Tujuh Desa,
Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Propinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut :
1. Usahatani padi yang dikembangkan oleh petani di Tujuh Desa, pada Kecamatan Salem ini memberikan keuntungan karena nilai pendapatan atas
biaya tunai dan biaya totalnya memiliki nilai positif. Selain itu nilai RC rasio atas biaya total dan RC rasio atas biaya tunai yang diperoleh lebih
besar dari satu. Hal ini berarti usahatani ini layak untuk dikembangkan oleh petani di Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes.
2. Pada Kecamatan Salem terdapat dua pola saluran pemasaran untuk padi, tetapi dari kedua saluran pemasaran tersebut yang paling banyak dipakai
oleh petani adalah pola pemasaran II, yaitu sebesar 63,33 persen. Apabila dilihat dari marjin dan efisiensi pemasarannya diketahui pola pemasaran I
memiliki nilai yang lebih besar dari pola pemasaran II. Hal ini berarti pola pemasaran I lebih efisien bila dibandingkan dengan pola pemasaran II.
8.2. Saran
Usahatani ini sebaiknya tetap dipertahankan oleh petani padi di Kecamatan Salem. Hal ini dikarenakan keuntunga n petani masih bernilai positif. Namun
pemerintah setempat harus mendukung keinginan petani dengan memberikan fasilitas yang mempermudah petani dalam membudidayakan usahatani padinya.
Comtohnya adalah pemberian kredit dengan bunga yang ringan. Sedangkan untuk pemasarannya, petani disarankan menggunakan pola pemasaran yang banyak
digunakan oleh petani.