Gaya Kepemimpinan Wanita Kepemimpinan Wanita

Hal ini merupakan sifat yang diperlukan seorang pemimpin, tanpa hal itu akan sulit dilaksanakan, mengingat banyak pendapat bahwa wanita adalah makhluk lemah tetapi sebenarnya tidaklah demikian.

1. Gaya Kepemimpinan Wanita

Secara umum ada 2 dua gaya kepemimpinan khas wanita yaitu kepemimpinan maskulin-feminim dan kepemimpinan transformasional- transaksional.

a. Gaya Kepemimpinan Feminim-Maskulin

Menurut Bass 1985, gaya kepemimpinan maskulin mempunyai ciri-ciri kompetitif, otoritas hirarki, kontrol tinggi bagi pemimpin, tidak emosional dan analisis dalam mengatasi masalah. Sedangkan kepemimpinan feminim mempunyai ciri-ciri koperatif, kolaborasi dengan manajer dan bawahan, kontrol rendah bagi pemimpin dan mengatasi masalah berdasarkan intuisi dan empati. Perbedaan jenis kelamin dalam kepemimpinan maskulin dan feminim terlihat jelas, laki-laki cenderung mempunyai model kepemimpinan maskulin sedangkan wanita cenderung kepemimpinan feminim sesuai dengan ciri-ciri yang ada. Sesuai dengan gaya kepemimpinan feminim yang khas berdasarkan jenis kelamin, Visser 2002 mengungkapkan bahwa gaya kepemimpinan melekat pada orientasi keluarga sedangkan gaya maskulin lebih berorientasi pada karir.

b. Gaya Kepemimpinan Transformasional-Transaksional

Bass 1985 mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional adalah suatu pendekatan sosial terhadap kepemimpinan yang melibatkan proses timbal balik antara pimpinan dan bawahan. Pemimpin meyakinkan pengikut bahwa beberapa keuntungan akan bertambah bila pengikut berprilaku seperti yang Universitas Sumatera Utara diharapkan pemimpin. Pemimpin merespon terhadap kebutuhan dasar bawahan dan kebutuhan akan rasa aman. Pemimpin dan bawahan mengatur suatu proses pertukaran transaksi. Sedangkan kepemimpinan transformasional menjelaskan proses hubungan antara atasan dan bawahan yang didasari oleh nilai-nilai, keyakinan dan asumsi mengenai visi dan misi organisasi. Pemimpin transformasional dapat menggerakkan pengaruhnya demi kepentingan kelompok, organisasi, atau negara daripada kepentingan self interest mereka sendiri. Mereka berusaha agar dapat mengubah konsep diri bawahan dan meningkatkan bawahan mereka menjadi orang-orang yang dapat mencapai aktualisasi diri, regulasi diri dan kontrol diri.Secara umum penelitian-penelitian yang ada menunjukkan bahwa wanita cenderung memiliki gaya kepemimpinan transformasional dibanding pria. Dalam kenyataannya tidak selalu 2 dua gaya tersebut yang dipunyai pemimpin wanita, bisa saja seorang pemimpin wanita memiliki kombinasi dari 2 dua gaya tersebut jika dibentuk matriks, maka akan berbentuk 4 empat kombinasi gaya yaitu : 1 Feminim-Maskulin 2 Feminim-Transaksional 3 Maskulin-Transformasional 4 Transaksional-Transformasional

2. Hambatan-Hambatan Kepemimpinan Wanita

Wanita sebagai pemimpin tidak jarang menghadapi banyak hambatan yang berasal dari sikap budaya masyarakat yang keberatan, mengingat bahwa laki-laki Universitas Sumatera Utara berfungsi sebagai pelindung dan kepala keluarga. Begitu pula hambatan fisik wanita yang dianggap tidak mampu melaksanakan tugas-tugas berat. Ibrahim dalam Tan, 1991 : 16 mengatakan hambatan yang muncul dari kepemimpinan wanita adalah sebagai berikut : c. Hambatan fisik Wanita katanya dibebani tugas “kontrak” untuk mengandung, melahirkan dan menyusui. Keharusan ini mengurangi keleluasaan mereka untuk aktif terus meneru dalam berbagai kehidupan. Bayangkan jika wanita harus melahirkan sampai banyak anak. Pastilah usia produktinya habis dipakai untuk tugas- tugas reproduktif yang mulia itu. d. Hambatan teologis Untuk waktu yang lama, wanita dipandang sebagai makhluk yang dicipta untuk lelaki. Termasuk mendampingi mereka, menghiburnya, dan mengurus keperluannya. Perempuan menurut cerita teologis seperti ini, diciptakan dari rusuk lelaki. Cerita ini telah jauh merasuk dalam benak banyak orang, dan secara psikologis menkadi salah satu faktor penghambat perempuan untuk mengambil peran yang berarti. e. Hambatan sosial budaya Pandangan ini melihat wanita sebagai makhluk yang pasif, lemah, perasa, tergantung dan menerima keadaan. Sebaliknya lelaki dinilai sebagai makhluk yang aktif, kuat, cerdas, mandiri dan sebagainya. Pandangan ini menempatkan lelaki memiliki derajat lebih tinggi dibanding wanita. f. Hambatan sikap pandang Hambatan ini memandang antara tugas perempuan dan lelaki. Perempuan dinilai sebagai makhluk rumah, sedangkan lelaki dilihat sebagai makhluk luar Universitas Sumatera Utara rumah. Pandangan seperti ini boleh jadi telah membuat wanita merasa risih keluar rumah, dan visi bahwa tugas-tugas kerumah-tanggaan tidak layak digeluti lelaki. g. Hambatan historis Kurangnya nama perempuan dalam sejarah di masa lalu bisa dipakai membenarkan ketidakmampuan perempuan untuk berkiprah seperti halnya lelaki.

1.5.4 Pengambilan Keputusan