Perekrutan Para Pekerja Lampion Selendang (Studi Etnografi Industri Rumah Tangga di Jalan Rawa II Kelurahan Tegal Sari Mandala III Kecamatan Medan Denai)

4.2. Perekrutan Para Pekerja

Dalam industri lampion selendang ini para pekerja perekrutan tenaga kerja dimulai dengan tingginya permintaan pasar akan lampion selendang ini. Para toke mulai mencari tenaga kerja guna memenuhi permintaan dari pasar. Sama halnya dengan yang dilakukan oleh Ibu Yuni selaku toke, dia mencari langsung tenaga kerja untuk membuat lampion selendang ini, berbeda dengan toke lain Ibu Yanti menggunakan jasa orang lain untuk menncari serta mengkordinir para pekerja itulah yang dinamakan koordinator para pekerja dalam hal ini dipegang oleh Ibu P. Pasaribu. Terdapat berbagai alasan mengapa Ibu Yanti mau menggunakan jasa koordinator pekerja untuk merekrut para pekerja lampion selendang ini, salah satunya ialah untuk keefisienan waktu. Dengan maksud ialah bila memakai koordinator pekerja maka dia tidak perlu lagi turun tangan dalam mengajari para pekerja untuk membuat lampion selendang. Urusan tersebut dapat diserahkan kepada koordinator pekerja, dengan demikian Ibu Yanti akan lebih fokus kepada pihak pasar untuk mencari pesanan lebih banyak lagi. Sedangkan bagi Ibu Yuni yang memilih untuk mencari tenaga kerja sendiri, hal ini terlihat bahwa Ibu Yuni lebih mementingkan keuntungan dibandingkan dengan keefesienan waktu. Bila memakai koordinator pekerja, maka Ibu Yuni harus mengeluarkan biaya untuk membayarnya. Pembayaran yang dimaksud ialah bila, memakai koordinator pekerja maka bahan baku akan diserahkan langsung kepada Universitas Sumatera Utara koordinator pekerja. Dengan demikian koordinator pekerjalah yang menggulung benang tersebut hal inilah yang membuatnya harus membayar sebesar Rp 50satu gulungan benang. Bila tugas menggulung benang tersebut diserahkan langsung kepada pekerja maka Ibu Yuni hanya perlu menambah upah pekerja sebanyak Rp10satu gulungan benang. Sehingga Rp 40 tersebut dapat masuk ke Ibu Yuni, bila diperhitungkan dalam satu hari Ibu Yuni mengumpulkan sebesar Rp 40.000 hasil dari upah yang seharusnya diberikan bila memakai koordinator pekerja. Tidak hanya sampai disitu saja, Ibu Yuni juga akan mengalami kesulitan bila tidak memakai jasa koordinator para pekerja. Hal ini terbukti bahwa Ibu Yuni harus mengajari sendiri para pekerja tersebut untuk membuat lampion selendang tersebut, bukan waktu yang singkat untuk mengajari para pekerja tergantung dari keahliaan para pekerja dalam menyerap pengetahuan dalam membuat lampion selendang ini. Jangka waktu tercepat bagi pekerja untuk dapat membuat lampion selendang yang benar ialah 3 minggu. Bila tidak ingin mengajari para pekerja, maka Ibu Yuni harus mencari tenaga kerja yang sudah lama berkerja dalam pembuatan lampion selendang ini. Saat barang yang diterima dari pasar dalam jumlah yang besar. Maka dalam hal ini adanya sistem pinjam-meminjam pekerja diantara para toke. Dalam industri rumah tangga ini sikap-sikap tradisional yang tidak mementingkan keuntungan ekonomi tetap dimanfaatkan untuk mendukung aktifitas proses produksi, Universitas Sumatera Utara misalnya saja pencarian tenaga kerja melalui relasi kekerabatan, ketetanggaan, atau kelonggaran dalam menuntut hak dari pihak yang lain. Ahimsa Putra, 2003: 415 Dalam merekrut para pekerja yang dilakukan oleh Ibu P. Pasaribu Koordinator Pekerja didasarkan atas ketetanggaan. Langkah ini dipilih oleh Ibu P. Pasaribu dikarenakan beberapa hal diantaranya: seperti dalam hal mengajari para pekerja yang baru dalam membuat lampion selendang lebih terjangkau. Selain itu Ibu P. Pasaribu juga memiliki pertimbangan sendiri untuk merekrut tetangganya sebagai pekerja. “Biasanya aku, ngasihnya ke tetangga-tetangga ataupun orang yang udah aku kenal untuk mengerjakannya, kenapa tetangga? Karena kan untuk bantu-bantu tetangga juga, soalnya disini banyak yang ibu-ibu yang ga da kerjanya, jadi ku tawarin mau gak kerja ini? mereka bilang mau, ya udah aku ajarin dulu cara-caranya, setelah udah mahir ya aku kasih ke mereka untuk dikerjakan.Selain itu juga alasan memilih tetangga, dikarenakan juga tetangga dapat dipercaya. Kalau sama orang yang rumah nya jauh kan, gak bisa aku percaya, mana tau dibuangnya, atau dikasihnya sama orang lain kan jadi aku yang rugi sementara toke nuntut jumlah lampion nya harus pas ” Ibu P. Pasaribu, 45 tahun Kebanyakan para pekerja ini ialah Etnis batak, selain karena sama-sama Etnis Batak, hal ini dipilih oleh Ibu P. Pasaribu karena keseriusan dari pekerja yang beretnis batak untuk menekuni pekerjaan ini. Universitas Sumatera Utara “Awalnya yang ku ajari cuman satu orang yaitu ibu viktor kan orang batak untuk buat lampion ini. Terus aku ajarin juga mamak si Eka orang padang, tapi kayaknya kurang serius nanti bentar-bentar minta gaji, padahal gajinya pun sedikitnya. Yang ku lihat pekerja orang batak ini lebuh serius ngerjainnya makanya semua pekerja ini rata-rata orang batak ”Ibu P. Pasaribu, 45 Tahun. Dalam hal ini keseriusan yang dimaksud ialah dalam pengerjaan lampion ini. Misalnya: Ibu Napitupulu yang bertenis batak mampu membuat 500 buah lampion dalam satu hari, sedangkan mama Eka hanya mampu mengerjakan 200 buah lampion dalam satu hari. Hal ini yang menjadi salah satu alasan dari Ibu P. Pasaribu untuk memperbanyak pekerja yang etnis batak.

4.3. Hubungan Sosial antara Bos dengan Toke