Pengertian Budaya Jawa Perilaku Masyarakat Jawa

30 mengisi serta menentukan jalannya kehidupan manusia. Prinsip yang mengarahkan perilaku ini dikenal dengan istilah value atau nilai. Rokeach dalam Muniarti dan Beatrix 2000 mendefinisikan nilai sebagai tujuan yang diharapkan seseorang. Nilai berfungsi sebagai prinsip yang mengarahkan perilaku, dan memiliki derajat kepentingan yang berbeda-beda. Pandangan Moghaddam dan Studer dalam Utama 2003 menyebutkan bahwa perilaku manusia bukan dilihat dari hubungan sebab akibat melainkan dari keterkaitan normatif manusia dan lingkungan sekitarnya, sehingga budaya menentukan perilaku yang dianggap tepat tentang bagaimana seharusnya seseorang berperilaku. Menurut Hardjowirogo 1983 orang Jawa tidak bisa melepaskan diri dari lilitan tradisinya sehinga perilaku-perilaku orang Jawa juga tidak lepas dari budaya Jawa. Manusia Jawa digambarkan sebagai makhluk yang tidak begitu tertarik terhadap materi dan merasa bangga akan gambaran mengenai dirinya. Mulder 1984 menyebutkan kaidah-kaidah moril Javanisme yang menekankan pada sikap narima, sabar, waspada-eling mawas diri, andap asor rendah diri, dan prasaja sahaja, serta dorongan-dorongan dan emosi-emosi pribadi. Mudler juga mengatakan bahwa sumber budaya Jawa berpusat pada pendidikan budi pekerti, budi luhur, budi utama, sopan santun, lemah lembut, ramah tamah, sabar, dan menerima diri apa adanya. Interaksi masyarakat jawa dalam kehidupan memiliki berbagai macam peraturan dengan tujuan menjaga keselarasan dalam masyrakat. Greetz dalam Suseno 1996 menyebutkan bahwa terdapat dua kaidah yang paling menentukan kaidah pergaulan dalam masyarakat Jawa. Kaidah pertama menyatakan bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 dalam segala situasi manusia hendak bersikap sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan konflik. Kaidah kedua menuntut agar manusia dalam cara bicara dan membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain. Dua kaidah ini adalah prinsip rukun dan prinsip hormat. Suseno juga mengatakan bahwa nilai rukun dan hormat secara turun-temurun telah mendasari pandangan- pandangan hidup orang Jawa.

E. Anak

1. Pengertian Anak

Dalam bukunya, Santrock 2003 menjelaskan beberapa fase anak. Masa awal anak-anak memiliki rentang usia kira-kira 5 atau 6 tahun. Untuk pertengahan dan akhir anak-anak ialah periode perkembangan yang memiliki rentang usia kira- kira 6 hingga 11 tahun atau kira-kira setara dengan tahun-tahun sekolah dasar. Sehingga dapat diartikan anak adalah seseorang yang memiliki rentang usia 5 sampai 11 tahun

2. Perkembangan Sosio Emosional Masa Anak-anak

Masa anak-anak pasti tidak terlepas oleh masa-masa bermain dengan teman sebaya dan relasi dengan keluarga. Masa-masa ini sangat berpangaruh dalam pembentukan sosio emotional pada anak. Dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan relasi orang tua, anak akan belajar dan berkembang secara sosial. 32 Relasi pertama seorang anak terjadi dalam keluarga. Hal tersebut tentu saja berkaitan dengan pola asuh orang tua terhadap anaknya. Menurut Santrock 2003 pola asuh adalah pola atau bentuk pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, dan termasuk dalam pengaruh mikrosistem terhadap perkembangan. Menurut Utti 2006, Okapko 2004, dan Ofoegbu 2002 dalam Okorodudu 2010, pola asuh adalah tindakan orang tua dalam pengasuhan anak, pelatihan, pemeliharaan, atau pendidikan anak. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh adalah bentuk pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, pelatihan, pemeliharaan, atau pendidikan anak yang mempengaruhi perkembangan anak. Definisi teman sebaya dalam Santrock 2007 yaitu anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama. Interaksi teman sebaya yang mengisi suatu peran yang unik dalam kebudayaan kita. Penelitian yang dilakukan oleh Suaomi, Harlow, dan Domek 1970 dalam Santrock 2007 menjawab pentingya peran teman sebaya bagi perkembangan anak. Penelitian ini menggunakan subjek sekumpulan monyet dimana sekumpulan monyet sebaya yang diasuh bersama dipisahkan, mereka menjadi depresi dan kurang berkembang secara sosial. Sebagian besar interaksi anak-anak dengan teman sebaya akan melibatkan permainan. Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilakukan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Menurut Freud dan Erikson dalam Santrock 2007, permainan adalah suatu bentuk penyesuaian diri manusia yang sangat berguna, menolong anak menguasai kecemasan dan konflik. Permainan ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI