sebanyak 4 orang responden pada post-2 dan post-3 intervensi CBIA yang berada pada tingkat pengetahuan sedang.
Sebelum dilakukan intervensi, terdapat 2 orang responden berada pada tingkat pengetahuan kategori buruk, namun jumlah tersebut menurun bahkan tidak
ada lagi responden yang memiliki pengetahuan yang buruk setelah dilaksanakan kegiatan CBIA. Hal tersebut menunjukkan bahwa CBIA efektif untuk
meningkatkan pengetahuan responden terkait antibiotika. Selain CBIA, ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan pengetahuan responden
diantaranya menurut Mubarak 2007, usia responden yang semakin bertambah atau dewasa akan mempengaruhi aspek psikologis, mental dan taraf berpikir
responden semakin matang dan dewasa, selain itu minat responden terkait antibiotika menjadikan responden mencoba untuk menekuni atau memperhatikan
setiap penjelasan dari narasumber maupun membaca dari booklet, sehingga diperoleh pengetahuan yang lebih dalam. Sedangkan menurut Notoatmodjo
2007, tingkat pendidikan responden yang sebagian besar lulusan SMA atau sederajat mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan tingkat
pendidikan yang lebih rendah. Selain itu, pengalaman diri sendiri dan melalui pengalaman yang diceritakan orang lain pada saat diskusi juga menjadi faktor
yang mempengaruhi peningkatan pengetahuan responden.
2. Sikap
Ada perbedaan tingkat sikap responden sebelum dan sesudah dilaksanakannya CBIA. Pada saat pre-intervensi, ada sebanyak 17 orang
responden memiliki tingkat sikap yang baik, kemudian secara berangsur
meningkat menjadi sebanyak 25 orang pada post-1 intervensi, lalu 26 orang pada post-2
intervensi dan sebanyak 27 orang memiliki sikap kategori baik pada post-3 intervensi CBIA. Setelah dilaksanakan CBIA, diketahui responden tidak hanya
baik dalam pengetahuan, namun juga tercermin dari sikap responden baik yang lebih banyak jumlahnya dibandingan dengan pre-intervensi.
Sebanyak 15 orang memiliki tingkat sikap kategori sedang pada pre- intervensi. Jumlah tersebut kemudian menurun menjadi sebanyak 7 orang pada
post-1 , 6 orang pada post-2 dan 5 orang pada post-3 CBIA. Pada aspek ini, tidak
ada responden yang memiliki tingkat sikap kategori buruk, bahkan pada saat sebelum intervensi. Hal ini menunjukkan sikap dari responden ini sebenarnya
sudah cukup baik, responden cukup mengerti cara menyikapi penggunaan antibiotika dan bagaimana memperolehnya. Sikap responden tersebut bisa
dikarenakan faktor jenis kelamin, dimana wanita usia dewasa pernah mengantar anggota keluarga yang sakit, dan merawatnya sehingga sudah tidak terlalu asing
dengan antibiotika. Meskipun begitu, tetap terjadi peningkatan pada aspek sikap responden kategori baik, hal tersebut menunjukkan bahwa metode CBIA juga
efektif meingkatkan sikap responden terkait antibiotika. Selain hal tersebut, ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan
sikap, diantaranya menurut Azwar, 2007 yaitu pengalaman pribadi yang telah atau sedang dialami responden meninggalkan kesan yang kuat sehingga
membentuk dan mempengaruhi responden dalam bersikap, misalnya pernah ada anggota keluarga responden yang alergi terhadap antibiotika, atau banyak
responden yang memperoleh resep yang terdapat antibiotika. Selain itu, pengaruh
dari orang lain yang dianggap penting, seperti narasumber dalam penelitian ini, dapat mempengaruhi sikap responden karena ada kecenderungan dari responden
untuk memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting. 3.
Tindakan
Pada saat pre-intervensi, tindakan responden dalam kategori baik sebanyak 11 responden, kemudian meningkat menjadi 21 orang responden pada
post-1 , lalu bertambah jumlahnya menjadi 25 orang pada post-2 dan terjadi
penurunan jumlah pada post-3 CBIA menjadi sebanyak 23 orang responden yang memiliki tindakan kategori baik.
Jumlah responden pada aspek tindakan kategori sedang sebanyak 21 orang responden pada saat pre-intervensi, kemudian jumlah tersebut menurun
menjadi 11 orang pada post-1, 7 orang pada post-2 dan 9 orang pada post-3 intervensi. Sama dengan yang terjadi pada aspek sikap, pada aspek tindakan ini
tidak ada responden yang memiliki tindakan dengan kategori buruk. Meskipun begitu, hasil penelitian tetap menunjukkan terjadi peningkatan tindakan responden
bila dibandingkan dengan sebelum intervensi, sehingga membuktikan juga bahwa CBIA merupakan metode edukasi yang mampu meningkatkan tindakan responden
terkait antibiotika. Peningkatan dari aspek tindakan responden tersebut dapat dipengaruhi karena persepsi responden tentang antibiotika menjadi lebih baik,
melakukan respon terpimpin sesuai dengan contoh yang diberikan oleh narasumber dan dari booklet serta diskusi yang terjadi, dan diharapkan akan
menjadi suatu kebiasaan dalam menggunakan antibiotika secara tepat. Selain itu,
adanya motivasi untuk memenuhi kebutuhan sehingga mendorong seseorang untuk melakukan tindakan secara benar Maulana, 2009.
Penelitian ini lebih fokus pada peningkatan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan. Maka penyajian data menunjukkan aspek-aspek tersebut pada
tingkat kategori baik saja. Perbandingan jumlah responden pada aspek
pengetahuan, sikap, dan tindakan kategori baik ditunjukkan pada gambar 4.
Gambar 4. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan pada Kategori Baik antara Post-1, Post-2, dan Post-3 CBIA
D. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Responden Sebelum dan Setelah CBIA