ANALISA KONTEKS

B. ANALISA KONTEKS

1. Analisa Realitas Historis Islam lahir dari rahim agrarianat, 23 sebuah istilah yang digunakan oleh Marshal G S Hodgson

untuk menggambarkan sebuah format komunitas yang sangat bergantung pada sumber pertanian sebagai basis dasar pemenuhan kebutuhan hidup. Ketergantungan ini sangat berpengaruh terhadap dinamika masyarakat baik dalam bentuk aspirasi politik maupun dalam aktifitas perekonomian masyarakat. Hal ini berbeda pada masyarakat yang berbasis industri (atau masa teknik) di mana pertanian hanya menjadi semacam “industri” di antara sektor

usaha lainnya, ketimbang sebagai sumber utama kekayaan. 24 Dalam paparanya itu, ia

membagi model masyarakat dalam dua periode, yaitu periode agraris (10.000 SM-1.800 M),

dan periode teknik-industri (1800-sekarang). 25 Dengan pembagian seperti ini, aktivitas-aktivitas

perdagangan yang dilakukan pada rentang waktu masa tersebut merupakan sub saja dari masyarakat agraris, sedang para pelakunya tetap dikategorikan sebagai bagian integral dari budaya masyarakat yang berbasis agraris, tak terkecuali bangsa Arab di mana risalah nubuwwah diturunkan. Oleh karena itu, menjadi tidak mengherankan ketika sebagian besar ulama klasik, di antaranya adalah Imam Nawawi, melakuan kategorisasi terhadap pertanian sebagai jenis profesi yang bersifat

karena dari tangan para petani ini dihasilkan berbagai

sumber makanan, sebuah proses penciptaan produk, dari tak ada menjadi ada, untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat lewat aktivitas perdagangan.

2. Analisa Generalisasi (Menemuka Ide Dasar)

Dalam kajian terhadap hadits-hadits yang bertemakan profesi ideal dalam sub bab sebelum- nya, ditemukan dua jenis profesi yaitu (1) pekerjaan yang bertumpu pada ketrampilan (tangan) dan (2) berdagang/berniaga yang mabrur. Dari dua kategori profesi yang tersurat dalam redaksi hadits, mayoritas ulama sepakat bahwa pekerjaan/profesi yang paling ideal menurut Rasulullah SAW adalah jenis profesi yang pertama dengan beberapa alasan sebagaimana yang telah dibahas pada sub bab kajian linguistik tentang pemaknaan kata

di mana

pertanian masuk di dalamnya dengan dua pertimbangan, yaitu (1) membutuhkan sikap tawakkal, (2) mempertimbangkan kemanfaatanya terhadap umat manusia.

Problem yang muncul kemudian adalah melakukan reaktualisasi pemaknaan kontemporer terhadap profesi tersebut seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, sehingga batasan

23 Biasanya masyrakat agraris dipahami sebagai kebiasaan sekelompok individu yang menetap disuatu daerah dan menggantungkan kehidupannya pada bercocok tanam atau bertani baik di sawah atau di kebun.

Sektor lain semisal berternak masuk dalam kategori agraris.

24 Marshal G S Hodgson, The Venture of Islam, terj, Dr. Mulyadi Kartanegara, Jakarta; Paramadina, 1999, hlm. 151.

25 Ibid., hlm. 158.

profesi ideal sebagaimana disebutkan dalam redaksi hadits tersebut bisa kita persepsikan sesuai dengan konteks kontemporer. Jika merujuk pada pendapat Imam Mawardi, salah seorang sarjana klasik Islam, beliau menuturkan bahwasanya urutan-proses evolusi ragam pekerjaan / profesi

adalah bertani kemudian berdagang dan akhirnya berproduksi, 26 kemudian dipadukan dengan dua pertimbangan kenapa pertanian bisa masuk dalam kategori

maka bisa dipahami sebagai pekerjaan yang bertumpu pada kreativitas mencipta sebuah produk (sektor produksi) apapun bentuknya, di mana dalam rantai bisnis, maka produksi berada di posisi paling hulu, kenapa? Sebab jika tak ada produksi maka tak aka ada bahan-bahan / produk yang akan dijual, persisi seperti sektor pertanian, di mana jika tak ada yang bertani maka tak akan ada yang bisa makan, tak ada yang bisa jual beli makan begitu seterusnya. Selain itu produksi memiliki resiko lebih tinggi, dituntuk untuk memiliki kemam- puan berkreasi yang tinggi, menyedot banyak tenaga kerja, mampu menciptakan trend baik di pasar, mampu mengontrol pasar, dibandingkan dengan jual beli (hampir sama dengan karakter sektor pertanian).