Respon akademik terhadap gagasan Maqâshid dan penafsiran Ibn ‘Âsyûr

B. Respon akademik terhadap gagasan Maqâshid dan penafsiran Ibn ‘Âsyûr

Sebelum penulis mengemukakan pandangan dan penilaian terhadap gagasan Ibn ‘Âsyûr, penulis menemukan satu tulisan tentang pengarang al-Tahrîr wa al- Tanwîr secara komprehensif, dia adalah Ismaîl Hasani dengan judul Nadhariyyatu al- Maqâshid ‘ind Muhammad Thâhir Ibn ‘Âsyûr, dimana ia memaparkan sejarah hidupnya, rihlah ilmiahnya, mulai dari gagasan pendasaran ‘Ilm Maqâshidnya dan prinsip-prinsip penafsirannya, teman dan keluarganya, serta berbagai problematika

tentang perjalanan hidupnya, selama masa peralihan (al-Isti’mâr ilâ al-Istiqlâl al- Siyâsî). 387

Ibn ‘Âsyûr (1296-1394 H/1879-1973 M) dikelompokkan Abdul Ghoffâr ‘Abdul Rahîm dalam Abnâ madrâsâh ‘Abduh, disebutkan dalam pandangannya corak pemikirannya dan penafsirannya sejalan dengan Muhammad ‘Abduh, Ibn ‘Asyûr telah meringkas pendapat dari mufassir klasik dan pandangan pakar tafsir modern (jama’a fîhi khulâshah Ârâ’i al- Sâbiqîn wa zubdatu afkâri al-Mu’âsirîn) yang kemudian dituangkannya dalam penafsiran dengan gaya bahasa sastra (uslûb adabiy) dan keindahan susunannya (wa taqsim ‘ala badî’). Abdul Ghofar Abdur al-Rahîm (guru besar tafsir di Universitas al-Muluk Jeddah) membagi gagasan Ibn ‘Âsyûr menjadi dua kesimpulan besar; pertama bahwa tujuan-tujuan (aghrâduhâ) penafsirannya dipusatkan pada titik tolak dari petunjuk agama yang agung (al- Qur’ân) sebagai petunjuk, sumber hukum dan sebagai upaya penyucian diri (sammû hâdzâ al-dîn mâ sabaqahû wa uluww hadiyyati wa ushûl tathhîri al-nufûs). Kedua;

387 Lihat Ismaîl Hasani dalam Nazhariyyah al-Maqâshid ‘ind Ibn ‘Âsyûr, (al Ma'had Al- ‘Â'limiy lil fikri al Islamiy, Herendun USA) cet. I thn. 1995 hal. 75-82. dikutip dari al-Shahabiy al- ‘Atîq, al-Tafsîr wa al-Maqâshid ind Syaikh Muhammad Thâhir Ibn ‘Asyûr (Dâr Tûnis al-Sanâbil, 1410 H/1989 M) cet-1., hal. 11. Lihat juga dan baca lebih lanjut, Ayâd Khâlid Thabbâ’, ‘Ulamâu wa Mufakkirîn Mu’âshirîn, lanmahâtu min hayâtihim wa ma’rifatun bimu’allafâtihim, (Dâr al-Qalam, Damaskus, cet-1, 2005) hal. 7. lihat juga karya ‘Abdul Qâdir Muhammad Shâlih dalam al-Tafsîr wa al-Mufassirûn fî al-‘Ashri al-Hadîts, ia mengelompokkan Ibn ‘Âsyûr dalam deretan pakar tafsir umum kontemporer (tafsîr al-‘Âm), disejajarkan dengan beberapa Mufassir diantaranya Muhammad Jamaluddin al-Qâsimî dengan karyanya Mahâsin al-Tâ’wîl, dan shafwatu al-Tafâsîr karya monumental ‘Ali al-Shâbûnî.

bagian yang menerangkan pokok-pokok syari’at agama sebagai pengawal dalam implementasi kehidupan (liatbâ’ihi) dan memperbaiki aturan-aturan masyrakat secara

luas untuk mewujudkan kemaslahatan umum. 388 Pandangan Abdul Ghaffâr diatas tidak seluruhnya diamini oleh penulis,

terutama pada prinsip-prinsip penafsiran, dan dasar pemikiran antara keduanya terdapat perbedaan yang signifikan, terlihat pada aplikasi Maqâshid al-Qur’ân pada

ayat-ayat hukum surah al-Baqarah sebelum sub bab ini. 389 Iffat Syarqâwi menyimpulkan bahwa metode yang digunakan Thâhir Ibn

‘Âsyûr dengan karya tafsîrnya ia kelompokkan dalam corak penafsiran dengan

nuansa modern, 391 dimana Ibn ‘Âsyûr berupaya mengkombinasikan tafsir Riwâyat dan tafsir Dirâyat, 392 cara ini dipakai pakar tafsir sebelumnya seperti; Fakhruddîn Al- Râzi (1209 M/554 H) dalam tafsir al-Kabîr, 393 Tafsir Jawâhîr karya Thântâwi

Jauharî, Tafsir al-Manâr karya Muhammad 'Abduh (w.1905 M) yang ditulis oleh

388 Disebutkan dalam pengelompokannya Musthafâ al-Marâghî, Syaikh Muhammad Syaltût, Abdullah Darrâz, Muhammad Bâhi, Syaikh Muhammad Muhamamad al-Madanî dll. Lihat Abdul

Ghoffâr, Abdurrahîm, Al Imam Muhammad 'Abduh wa mânhâjuhu fî al tafsîr, Mesir: Al markaz Al Arâbi li ats tsaqâfah wal ulûm, 1980, hlm 357. Bandingkan dengan apa yang ditulis oleh Abdullâh Mahmud Syahatah dalam karyanya manhaj al-Imam Muhammad Abduh fi tafsir al-Qur’ân al-karim (Kairo:al Majlis al a’lâli Ri’âyah al funûn wal adab wa al- Ulûm al Ijtimâ;iyyah 1963, hal. 33. dan karyanya yang berjudul ahdâf kulli sûrah wa maqâsiduhâ fî al-Qur’ân al Karîm, (Mesir; Haiah al- Mishriyyah, 1986), hal. 93-94.

389 Lihat prinsip-prinsip penafsiran Ibn’Âsyûr dalam al-Tâhrir wa al-Tânwîr vol. 1 hal. 38-41. dan lihat gagasan Ibn ‘Asyur dalam peletakan dasar ilmu Maqâshid al- syarî’ah karyanya berjudul

Maqâshid al-syarî’ah al-Islâmiyyah, tahqîq Thâhir al-Maisâwi, Dâr al-Nafâis-Urdun 2001, hal. 90-93. bandingkan dengan tafsir al-Manâr juz.1. hlm 36, lihat foot note ke-14.

390 Iffat Syarqâwi, qâdhâya insâniyyah fi ‘âmâl al-mufassirin, Mesir: maktabah Syabâb, 1980 hal 80, lihat juga uraian Ali Iyâzi tentang Ibnu ‘Âsyûr dalam al mufassirun hayâtuhum wa

manhajuhum, Mu'assah Thaba'ah wa an Nasyr wizârah al Islâmi, cet-1. hal. 240-246. 391 Tafsir Riwayat atau bi al ma’tsur adalah tafsir yang dikutip dari al Qur’an, Hadits, atsar

sahabat dan tabi’in. Lihat: Muhammad Husain al Zahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Maktabah Mus’ab bin Umair al Islâmiyah, juz I h.112

392 Tafsir Dirâyat atau bi al-Râ’yi adalah tafsir al Qur’ân yang didasarkan pada ijtihad. Lihat: Muhammad Husain al Zahabi, al Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz I h.183.

393 Tafsir mafâtih al-Ghayb (al-Kabir) karya al-Imam Fakhruddin al-Razi (544 H) tafsir ini tergolong penafsiran bi al-Ra’y/dirâyah/ma’qul/bi al-ijtihad, tafsir ini mengutamakan penyebutan

hubungan antar surah-surah Al-Qur’ân dan ayat-ayatnya satu sama lain, dengan membubuhkan pendapat para filosof, ahli ilmu kalam, sesekali menyimpang ke pembahasan tentang ilmu matematika, filsafat, biologi dan lainnya. Secara global tafsir ar-Razy lebih pantas untuk dikatakan sebagai ensiklopedia dalam ilmu alam, biologi, dan ilmu-ilmu yang berhubungan secara langsung atau tidak dengan ilmu tafsir dan semua ilmu yangmenjadi sarana untuk memahaminya (tafsir ‘Ilmi) hubungan antar surah-surah Al-Qur’ân dan ayat-ayatnya satu sama lain, dengan membubuhkan pendapat para filosof, ahli ilmu kalam, sesekali menyimpang ke pembahasan tentang ilmu matematika, filsafat, biologi dan lainnya. Secara global tafsir ar-Razy lebih pantas untuk dikatakan sebagai ensiklopedia dalam ilmu alam, biologi, dan ilmu-ilmu yang berhubungan secara langsung atau tidak dengan ilmu tafsir dan semua ilmu yangmenjadi sarana untuk memahaminya (tafsir ‘Ilmi)

kepada pemantapan Iman. 394 Kemudian Ibn ‘Âsyûr mengelaborasi sumber penafsirannya dengan metode

Muqârin dan corak filologik (balâghiah) penulis melihat bahwa gagasan Ibn ‘Âsyûr berbeda dengan pandangan 'Abduh sebagaimana dinyatakan oleh ‘Abdul Ghoffâr Abdur Rahîm. Tafsir Ibn Âsyûr juga memiliki kekhasan dengan menambahkan penjelasan pada makna-makna mufradat (kata demi kata) dalam surah-surah dan ayat- ayat Al Qur'ân, serta membatasi, meneliti ulang, dan menambahkan/melengkapi dari

yang telah dilakukan sebagian mufassir sebelumnya. 395

Ahmad Raisuny dalam disertasinya (1995) “Nazhariyyah al-Maqâshid ind al- Imâm al-Syâtibi” menyebutkan bahwa Ibn ‘Âsyûr tidak hanya mengelaborasi gagasan al-Syâtibi, (laisa mujarrada taqdîm “tanbîhât jadîdah wa amtsilati jadîdah”, ia juga memberikan terobosan baru bagi disiplin keilmuan tentang Maqâshid. Kemudian gelar Al-Mu’allim al-Tsâni disematkan kepadanya oleh Ahmad al-

394 Komentar Golziher dalam penafsiran 'ilmi bahwa; "Al Qur'ân mencakup hal segala hakikat ilmiah yang diungkapkan oleh pendapat-pendapat kontemporer (pada masanya), terutama pada

bidang filsafat dan sosiologi" lihat mazâhib al tafsir al Islamiy terj.dalam bahasa arab oleh 'Abd Mun'im al Najjâr, al Sunnah Muhammadiyyah, Kairo, 1955, h. 375. lebih lanjut lihat al-Syâtibi dengan komentarnya tentang tafsir ilmiy, muwafaqât,Dar al Ma'rifah, Beirut t.th. Jilid 2 hal. 80-2. dalam penafsiran ilmiy Ibnu Taimiyah juga mengomentari tafsir Ar-Râzi dengan mengatakan mengandung segala sesuatu kecuali tafsir itu sendiri. Kemudian belakangan komentar Ibnu Taimiyyah tersebut diulangi oleh Manna' Al Qatthan yang dinisbatkan pada karya Thanthâwi Jauhari. Lihat dalam mabâhits fi ulûm al-Qur’ân Mannâ’ Khalil al-Qaththân (Studi ilmu-ilmu al-Qur’ân), al-Mansyûrat al- ‘ashr al-hadits) cet. 3, 1973.

395 Ibn’Âsyûr, al-Tâhrir wa al-Tânwîr al-râbi’ah” hal. 8-9 Dar-el Tunisiyah linnasar. T. th. . perbedaan terebut seperti prinsip dan penafsiranya pada ayat-ayat hokum sebagaimana penulis uraikan,

Ibn ‘Âsyur mengeksplorasi dengan teori gradual dan sementara Muhammad ‘Abduh dan Rasyîd Rihâ menggunakan prinsip-prinsip kaidah yang tidak kurang dari 33 (kaidah) yang dituangkanya sebelum menafsirkan sinâm al-Qur’ân atau surat al-Baqarah. Lihat foot note. 14.

Raisyûni, karena gagasannya dipandang menjembatani pengkajian maqâshid sebagai pendasaran ilmu Maqâshid al-syarî’ah. 396

Ibn ‘Âsyûr (w.1973 M) sebagaimana dikatakan oleh Murid Abid al-Jabiri yaitu abdul Majîd al-Shaghîr bahwa ia telah mengumumkan (yu’linuhâ) cara pandang sejarah ilmiah dan metodologis yang digunakan untuk penelitian dan peletakan dasar ilmu Maqâshid al-Syarî’ah yang berbeda dengan kajian ilmu ushul al-syarî’ah (ushûlul fiqh) yang banyak dipengaruhi pendapat al-Syatibi (w.1388 M), gagasan ini mengelaborasi pandangan al-Syâtibi mengenai Maqâshid yang selama ini menginduk pada ilmu ushul fiqh dengan ilmu Maqâshid al-Syarî’ah. Ibnu ‘Âsyûr melihat bahwa peneliti yang berkecimpung pada ilmu ini membutuhkan kaidah-kaidah yang lebih luas dari sekedar kaidah yang selama ini digunakan pakar ushul (ahwaju ilâ qawâid awsa’ min qawâ’id ahl ushûl fiqh). Mereka yang menggunakan kaidah-kaidah ushul dalam dalam memberikan solusi kemaslahatan dengan memberikan contoh-contoh illat kemaslahatan problematika hukum-hukum kemudian dengan menggunakan metode qiyas untuk mengukur kesamaan (illat), namun tidak memperhatikan esensi dari kesimpulan hukum-hukum (hikmah al-tasyrî’) yang memungkinkan

bertumbuhnya problematika (illat-illat) hukumnya berkembang. 397 Setelah melihat beberapa respon akademik dan penilaian terhadap gagasan

dan konsep yang dibangun Ibn Âsyur dari konstruksi pemikiran Islam dan tafsirnya, paling tidak dalam prinsip-prinsip tafsirnya telah dituangkan sebelum menafsirkan dalam mukaddimah bab IV (fîmâ yahiqqu an yakûna gharad al-mufassir) hampir dari

396 Ahmad Al Raisyuni, cet IV th 1995 hal 335-341. bandingkan dengan gagasan yang dibangun oleh ustadz ‘Allâl al-Fâsi dalam Maqâshid al-syar’ah al- Islâmiyah wa makârimuha, Mu’assasah

‘Allâl al-Fâsi, wa mathba’ah al-Najâh al- hadîtshah (Dâr al-Baidhâ’, cet-4) 1411 H/1991 M, hlm 5. lihat juga al-Maysâwi Maqâshid al-Syarî’ah al-Islâmiyah , hal. 139.

397 Abdul Majîd Turkî Manâzharat fî ushûl al-Syarî’ah bayna ibn Hazm dan al-Bâjî, oleh Abdul al-Shabûr Syâhin, hal. 361,484 dan 511. lihat Maqâshid al-Syarîah al-Islâmiyah hal. 5-6. lihat juga

tahqîq dirâsah al-Mâysâwî dalam Maqâshid al Syarîah al Islâmiyah, hal. 96-99. baca juga Abdul Aziz bin ‘Ali Abd ar-Rahmân bin ‘Ali ‘Ilm Maqâshid al-Syâri’ hal. 41-43. lihat juga Ibn ‘Âsyûr dalam ushûlu al-Nizhâm... hal. 21.

setiap bagiannya Ibn ‘Âsyur mengkritik terhadap pemikiran, keyakinan, dan realitas kemasyarakatan yang menyimpang dari petunjuk Al-Qur’ân. 398