Gangguan Pendengaran pada Pekerja

mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu kerja tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kepmenaker No.Kep-51 MEN1999.Untuk system waktu kerja, jika dibandingkan dengan kepmenaker hal ini masih sesuai dengan standar yang di tetapkan oleh kepmenaker. Pada Tabel 5.2 diketahui lebih banyak pekerja yang terpapar dosis kebisingan 100 dibandingkan dengan yang terpapar dosis kebisingan 100. Hal ini dikarenakan di unit utilities memang terdapat 64 buah mesin yang dimana menjadi sumber kebisingan. Adapun mesin-mesin yang menjadi sumber kebisingan di area utilities adalah mesin pompa, compressor, boiler, generator plant dan nitrogen plant. Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan yang dilakukan di tempat tersebut didapatkan juga rata-rata intensitas kebisingan yang cukup besar 90,4 dB. Hal ini lah yang menyebabkan banyaknya pekerja yang terpapar dosis kebisingan 100. Semakin besar dosis bising yang diterima oleh seorang pekerja, maka semakin besar pula potensi terjadinya gangguan pendengaran. Di dalam telinga bagian tengah terdapat sebuah otot terkecil dalam tubuh manusia, yaitu tensor timpani, yang bertugas membuat tegang rangkaian tulang pendengaran pada saat bunyi yang mencapai sistem pendengaran kita berkekuatan lebih dari 70 dB, untuk meredam getaran yang mencapai sel-sel rambut reseptor pendengaran manusia. Namun, otot ini yang bekerja terus menerus juga tak mampu bertahan pada keadaan bising yang terlalu kuat dan kontinu, dan terjadilah stimulasi berlebih yang merusak fungsi sel-sel rambut. Kerusakan sel rambut dapat bersifat sementara saja pada awalnya sehingga dapat terjadi ketulian sementara. Akan tetapi, kemudian bila terjadi rangsangan terus menerus, terjadi kerusakan permanen, sel rambut berkurang sampai menghilang dan terjadi ketulian menetap. Ketulian akan terjadi pada kedua telinga secara simetris dengan mengenai nada tinggi terlebih dahulu, terutama dalam frekuensi 3000 sampai 6000 Hz. Sering kali juga terjadi penurunan tajam dip hanya pada frekuensi 4000 Hz, yang sangat khas untuk gangguan pendengaran akibat bising. Karena yang terkena adalah nada yang lebih tinggi dari nada percakapan manusia, sering kali pada awalnya sama sekali tidak dirasakan oleh penderitanya karena belum begitu jelas gangguan pada saat berkomunikasi dengan sesama Djelantik, 2004. Dari hasil penelitian yang dilakukan Srisantyorini 2002 diketahui bahwa terdapat hubungan antara tingkat kebisingan dengan terjadinya penurunan pendengaran setelah bekerja dan lingkungan kerja yang sangat bising berpeluang memberikan risiko terhadap terjadinya penurunan pendengaran 5 kali dibandingkan dengan lingkungan kerja yang tidak bising. Kemudian pada studi tentang hubungan antara kebisingan dengan ganggguan pendengaran pekerja di Petrochina pada hasil analisis hubungan antara intensitas kebisingan dengan status pendengaran diperoleh ada 2 dari 5 orang 28,6 pekerja dengan intensitas kebisingan lebih dari 85 dBA mempunyai status pendengaran tidak normal. Pekerja dengan intens itas kebisingan ≤ 85 dBA ada sebanyak 18 orang dari 30 orang 37,5 yang mempunyai status pendengaran tidak normal Herman, 2000. Pada Penelitian ini, berdasarkan hasil analisis bivariat, didapatkan dosis diketahui dapat mempengaruhi gangguan pendengaran. Dengan demikian hipotesis awal yang menyatakan bahwa ada hubungan antara dosis kebisingan dengan gangguan pendengaran dapat terbukti. Meskipun begitu, walaupun dari 55 pekerja yang ada, dan 16 orang terpapar kebisingan dengan dosis lebih dari 100 persen dan mengalami gangguan pendengaran, hal tersebut harus diperhatikan agar tidak bertambah lagi pekerja yang mengalami hal tersebut. Sehingga disarankan bagi pihak pengelola, agar memperhatikan sumber kebisingan yang ada, jika memungkinkan pada alat yang menimbulkan kebisingan dapat diberikan barier atau penghalang. Pengawasan dan penggunaan APT pada pegawai juga harus dilakukan untuk mengurangi dosis yang diterima pekerja. 6.3.2 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Gangguan Pendengaran Pekerja Utilities PT Pertamina Persero Refinery Unit VI Balongan, Indramayu Tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa dari 55 pekerja, terdapat 30 Pekerja 54,5 dengan masa kerja yang sudah lebih dari 10 tahun. Sedangkan pekerja dengan masa kerja yang kurang dari 10 tahun sebanyak 25 45,5 pekerja. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square didapatkan Pvalue sebesar 0,645 artinya pada alpha 5 dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan gangguan pendengaran. Semakin lama masa kerja sesorang pekerja, maka semakin besar pula risiko terhadap terjadinya gangguan pendengaran. Menurut National Safety