Analisis Penulisan Hasil Penelitan

77 gugatan penggugat telah diajukan berdasarkan hukum sesuai ketentuan pasal 19 huruf d dan f PP Nomor 9 tahun 1975 jo pasal 116 huruf d dan f kompilasi hukum islam dan oleh karenanya gugatan penggugat untuk bercerai dapat dikabulkan.

D. Analisis Penulisan Hasil Penelitan

Kekerasan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat merasa kuat kepada seseorang atau sejumlah orang yang berposisi lemah dipandang lemahdilemahkan, yang dengan sarana kekuatannya, baik secara fisik ataupun non fisik dengan segaja dilakukan untuk meninbulkan penderitaan kepada obyek kekerasan. 1 Dengan kata lain kekerasan secara umum didefinisikan sebagai suatu tindakan yang bertujuan untuk melukai seseorang atau merusak barang. Dalam hal ini segala bentuk ancaman, cemoohan, penghinaan, pengucapan kata-kata kasar. Juga diartikan sebagai penggunaan kekuatan fisik untuk melukai manusia atau merusak barang, serta mencakup ancaman pemaksaan terhadap kekerasan indifidu. 2 Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan kekerasan dalam rumah tangga adalah sebuah perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan 1 Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Mufidah Ch, Malang: UIN Malang: 2008cet-ke1, h, 267. 2 Deklarasi PPB Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan, Jakarta: Buletin LBH APIK, 2003, h. 3. 78 fisik atau barang orang lain. Sedangkan rumah tangga dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah suatu yang berkenaan dengan masalah kehidupan di rumah. 3 Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwasannya kekersan dalam rumah tangga merupakan suatu tindak penindasan, kesombongan, kerusakan, dan menghilangkan hak-hak dasar manusia yang bertentangan dengan nilai-nilai islam. Kalau kita pahami islam dan dipahami dan diamalkan tetapi mencedrai pesan-pesan ideal islam, sama saja prilaku itu akan menghancurkan citra islam, dan jauh dari sunnah Rasulullah karena sesungguhnya tindakan seperti itu senyatanya telah keluar dari rambu-rambu etika Islam. Islam menghendaki seseorang tidak boleh melakukan kekerasan kepada siapapun menjadi pelaku, dan memerintahkan untuk tidak menjadi korban . karena itu pelaku kekersan harus ditindak tegas, demikian pula perlindungan terhadap korban kekerasan harus dilakukan sebagai bentuk keberpihakan kepada perempuan atau anak korban kekerasan untuk pulih dan bisa hidup normal. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al Turmudzi yang artinya”ingatlah aku berpesan agar kalian berbuat baik terhadap perempuan karena mereka sering menjadi sasaran pelecehan diantara kalian, padahal sedikitpun kalian tidak berhak memperlakukan mereka, kecuali untuk kebaikan itu”. Dengan demikian jauh sebelumnya Rasulullah telah memprediksi bahwa problem relasi gender akan terjadi sepanjang sejarah kehidupan manusia, untuk itu pesan beliau 3 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kanus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, cet-ke2, h.429. 79 mengisaratkan bahwa laki-laki memiliki potensi untuk melakukan kekerasan dan ketidak adilan terhadap perempuan, disisi lain Rasulullah mengisyaratkan bahwa perempuan berhak memperoleh perlindungan dan terbebas dari berbagai penindasan. Kekerasan terhadap istri merupakan masalah sosial yang kurang mendapatkan tanggapan yang serius dari masyarakat karena: Pertama, memiliki ruang lingkup yang relatif tertutup pribadi dan terjaga ketat privacinya karena persoalannya terjadi dalam keluarga. Kedua, sering dianggap “wajar” karena diyakini bahwa memperlakukan istri sekehendak suami merupakan hak suami sebagai pemimpin dan kepala rumah tangga. Ketiga, terjadi dalam lembaga- lembaga yaitu dalam perkawinan. Pada undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga PKDRT, adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, danatau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 4 Kalau kita perhatikan tujuan dari pernikahan pada mulanya untuk menciptakan keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah sebagai mana yang dicantumkan dalam kompilasi hukum islam KHI 5 dan ini merupakan cita-cita setiap insan dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Akan tetapi tidak semua 4 Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pasal 1. 5 Kompilasi Hukum Islam KHI pasal 3. 80 orang mencapai cita-cita tersebut dengan mudah, karena dalam perjalanannya sering sekali bahtera rumah tangga kandas ditengah jalan. Dan tidak semudah yang mereka bayangkan seperti membalikan telapak tangan. Bahkan tidak jarang perselisihan tersebut berakhir dengan kekerasan, baik fisik, psikologis, ekonomi, atau bentuk kekerasan lainnya yang mengakibatkan istri terluka baik jasmani ataupun rohaninya, akan tetapai pada perkembangannya kaum perempuan mulai berani melakukan perlawanan dengan kondisi yang memojokkan tersebut. Dengan adanya undang-undang penghapusan kekerasam dalam rumah rangga nomor 23 tahun 2004, berarti perlindungan terhadap perempuan mulai diperhatikan dalam masyarakat, sedangkan dalam ruang lingkup keluarga perempuan mulai berani melakukan upaya-upaya hukum dalam menyelesaikan perselisihan yang disertai dengan kekerasan dalam rumah tangga KDRT. Kekerasan yang terjadi di masyarakat yang disebabkan banyakna factor yang menyebabkan terjadinya keretakan dalam menjalani bahtera rumah tangga, antara lain dari factor dalam diri seseorang yaitu sikap bawaan dari diri seseorang, sikap kedewasaan yang mana masing-masing pasangan tidak bisa memahami keadaan pasangannya, lalu factor ekonomi yang sering mendominasi penyebab awal mulanya terjadi keretakan rumah tangga menjadi tidak harmonis, selain factor interen ada junga factor eksteren yang menyebabkan terjadinya keretakan dalam rumah tangga salah satunya adanya wanita idaman lain, ini yang menyebabkan ketidak harmonisan dalam rumah tangga karena ada pihak ketiga 81 dalam hal ini adalah orang yang mengganggu ketenangan dan kerukunan perasaan pasangan suami istri. Dari bentuk-bentuk kekerasan tersebut, dalam putusan perkara nomor 607 Pdt. G 2009 PA. DEPOK. Terdapat beberapa kekerasan berupa kekerasan fisik ataupun fisikis. Maka disini penulis akan mencoba menganalisis masalah perceraian atau cerai gugat akibat kekerasan dalam rumah tangga KDRT yang diputuskan oleh pengadilan agama depok. Perkara ini diperiksa oelh pengadilan agama depok yang mengambil sumber hukum undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974, PP No. 9 Tahun 1975 serta inpres tahun 1991 kompilasi hukum islam, dimana ketiga perundang-undangan ini adalah sebagai rujukan pada peradilan agama diseluruh Indonesia. Dari putusan yang penulis dapatkan, kekerasan rumah tangga yang dijadikan alasan putusnya perkawinan alasan perceraian padahal dalam kompilasi hukom islam serta PP nomor 9 tahun 1975 tentang pelak sanaan undang-uandang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawian tidak menyebutkan kekerasan dalam rumah tangga tidak menjadi alasan putusnya perkawinan perceraian. Dan mengapa hakim dalam putusannya tidak mencantumkan pasal dalam undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga KDRT nomor 23 tahun 2004. Kalau kita analisis, maka ada kata-kata kekejaman dan penganiayaan berat pada isi kompilasi hukum islam KHI pada pasal 116 poin d yang memang 82 tidak menyebutkan secara gamblang bahwa kekerasan dalam rumah tangga KDRT itu sebagai alasan perceraian. Namun, kalau kita tafsirkan lagi maka kata-kata kekejaman dan penganiayaan berarti itu mengarah kepada objek berupa fisik atautubuh. Dimana pada undang-undang nomor 23 tahun 2004 pada pasal lima disebutkan bahwa “setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengna cara a kekerasan fisik, b kekerasan fisikis, c kekerasan seksual, d penelantaran rumah tangga” jadai dapat dikatakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga dan penelantara rumah tangga menjadi alasan hakim untuk memutuskan perkawinan atau penyebab perceraian. Didalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 pada pasal 39 ayat 2 menyebutkan “ untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami istri” adapun salah satu alasan perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga yang memang tidak diuaraikan secara gamlang, ini terdapat dalam kompilasi hukum islam KHI pada pasal 116 poin d “salah satu pihak melakukan kekejaman dan penganiayaan berat yang membahanyakan pihak lain” kalu kita lihat melalui undang-undang ini istri bisa mengajukan kepada pengadilan untuk bercerai yang diakibatkan oleh factor kekersan dlam rumah tangga. Kalau kita tinjau dari hukum positif, putusan hakim tidak semena-mena untuk mengabulkan gugatan cerai yang diajukan istri karena majelis hakim telah melalui beberapa tahap mulai dari mediasi, perundingan musyawarah tingkat 83 keluarga sudah dilakukan guna merajut kembali rumah tangganya tetap hidup rukun, damai dan sejahtra sesuai dengan tujuan perkawinan. Dengan demikian kalau kita melihat dari perkara yang diputus oleh pengadilan agama depok telah memberikan gugatan kepada penggugat untuk menceraikan suaminya tergugat, karena dalil yang diajukan penggugat dalah dalil yang benar dan telah dilengkapi dengan dalil-dalil dan bukti-bukti dan saksi-saksi yang sah menurut hukum. Dan mengabulkan kepada penggugat untuk memiliki hak hadhanah terhadap anak karena masih dibawah usia 12 tahun maka hak hadhonah diberikan kepada penggugat dalam hal ini istri, ini sesuai dengan pasal 105 Kompilasi Hukum Islam KHI poin a “pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau yang belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya” Akan tetapi hakim Pengadilan Agama Depok dalam putusan ini tidak merujuk kedalam undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga KDRT nomor 23 tahun 2004, dengan pertimbangan hakim cukup menggunakan undang-undang dalam pasal 116 poin d dalam Kompilasi Hukum Islam.

BAB V PENUTUP