BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberagaman masalah dalam perkawinan yang terjadi pada masa kini banyak menyentak perhatian dari berbagai kalangan. Implikasi-implikasi dari
persoalan dalam perkawinan bukan hanya tidak tercapainya tujuan perkawinan tetapi sudah mencapai pada kondisi yang sudah sangat memprihatinkan, seperti
banyaknya kasus perceraian yang diakibatkan oleh tindakan kekerasan dalam rumah tangga dengan dipicu oleh berbagai faktor baik faktor emosional
keharmonisan, faktor ekonomi dan lain sebagainya. Kenyataan ini seharusnya dapat dijadikan sebagai masukan berharga yang dapat menggugah kesadaran
semua pihak. Padahal kalau kita lihat tujuan dari sebuah pernikahan sebagai mana yang disebutkan dalam Undang-Undang No 1 tahun 1974 pasal 1 adalah: “
perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga
yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa”.
1
Dari isi pasal tersebut dapat kita tarik pemahaman bahwa tujuan dari suatu pernikahan adalah:
1. Membentuk keluarga yang kekal dan bahagia.
1
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia KHI, Departemen Agama RI, Direktur Jendral Kelembagaan Agama Islam Tahun 2001.
1
2
2. Berdasarkan ikatan-ikatan agama dalam perkawinan.
3. Kedua belah pihak harus menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
menjalankannya. 4.
Bisa menjadi suri tauladan bagi keluarga dan masyarakat. Tentu tujuan tersebut tidak bisa dicapai begitu saja tanpa ada satu
kemauan berarti yang dapat diwujudkan dalam sebuah aturan. Sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam memasuki perkawinan, perkawinan rumah
tangga adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan melalui akad nikah ijab dan kobul dengan tujuan untuk membentuk
rumah tangga bahagia dan sejahtera.
2
Pernikahan atau perkawinan merupakan sunnatullah yang artinya perintah Allah SWT dan Rasulnya, tidak hanya semata-
mata keinginan manusia semata atau hawa nafsunya saja, karena seseorang yang telah berumah tangga berarti ia telah menjalankan sebagian dari syari’at islam.
3
Seperti yang difirmankan Allah SWT, dalam Al Quran surat An-Nur ayat 32 :
☺
رﻮﻨﻟا :
32
Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu yang
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka
2
Sidi Nazar Bakry “Kunci Keutuhan Rumah Tangga, Keluarga yang Sakinah” Pedoman Ilmu Jaya,2001 cet. I, h.2
3
Ibid., h.3.
3
miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.
Q.S.An Nur :32. Selanjutnya juga diterangkan Dalam Al Qur’an Surat An–Nisa ayat 3:
☺
رﻮﻨﻟا :
3
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka
kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka
kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Q.S.An Nur: 3.
Pada hakikatnya, seseorang yang melakukan akad pernikahan adalah saling berjanji serta berkomitmen untuk saling membantu, menghargai dan
menghormati satu dengan yang lainnya. Sehingga tercapailah kebahagian dan cita-cita yang diinginkan. Tujuan perkawinan itu tertulis pada Kompilasi Hukum
Islam atau yang biasa kita sebut dengan KHI, pada pasal 3 yang berbunyi: “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah dan rohmah.”
4
Islam sendiri menghendaki dicapainya suatu makna yang di mulia dari suatu perkawinan atau kehidupan berumah tangga.
5
4
Kompilasi Hukum Islam KHI Departemen Agama RI, Direktur Jendral Kelembagaan Agama Islam Tahun 2001, h.14.
4
Tujuan lain dari pernikahan adalah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.
Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan
hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga. Selain itu untuk membangun suatu kehidupan berumah
tangga yang penuh kasih sayang, tenggang rasa, toleransi, solidaritas dan kesederhanaan akhlak yang semuanya akan membawa seseorang pada keimanan
dan ketakwaan yang sempurna.
6
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kenyataan hidup yang terdapat di masyarakat roda kehidupan berjalan dengan dinamis, tidak lepas dari
perselisihan antara anggota keluarga tersebut terlebih antara suami dan isteri. Kenyataan hidup seperti itu menimbulkan bahwa memelihara kelestarian
kesinambungan hidup bersama suami isteri itu bukanlah perkara yang mudah dilaksanakan, bahkan dalam banyak hal kasih sayang dan kehidupan yang
harmonis antara suami isteri tidak dapat diwujudkan. Munculnya perubahan pandangan hidup yang berbeda antara suami dan isteri, timbul perselisihan
pendapat antara keduanya, berubah kecenderungan hati pada masing-masing memungkinkan timbulnya krisis rumah tangga yang merubah suasana harmonis
menjadi percekcokan, persesuaian menjadi pertikaian, kasih sayang menjadi
5
Abduttawab Haikal, Illyas Ismail Al Sendany, et. Al pent “Rahasia Rasulullah Saw, Poligami Dalam Islam Versus Monogamy Barat
” Jakarta: Pedoman Ilu Jaya, 1988, h.7
6
Abduttawab Haikal, Op.cit, h.10
5
kebencian. Perselisihan yang terjadi adalah suatu hal yang sangat sering dijumpai dalam kehidupan dalam rumah tangga, dimana hal tersebut adalah sesuatu yang
wajar selama tidak disertai dengan tindak kekerasan. Dalam masyarakat kita yang mayoritas laki-laki memiliki peran yang lebih dominan dibandingkan dengan
perempuan dan posisi perempuan dianggap lemah dalam masyarakat patriarki, istri memiliki peluang untuk mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari
suaminya sehingga perselisihan yang terjadi antara suami dengan istri tidak jarang disertai dengan kekerasan dalam pertikaian-pertikaian tersebut. Akan tetapi tidak
menutup kemungkinan suami yang menjadi korban kekerasan tersebut. Kekerasan yang dialami dalam pertikaian tersebut bukan hanya sebatas
kekerasan fisik semata, kekerasan itu bisa berbentuk psikis, ekonomi, dan seksual. Termasuk kekerasan seksual dalam relasi perkawinan, dengan cakupan bentuk
pemaksaan hubungan seksual dengan cara yang wajar maupun yang tidak wajar.
7
Perselisihan yang terjadi antara suami dengan isteri yang disertai kekerasan baik fisik, psikis, ekonomi, bahkan seksual, secara langsung sangat
berpengaruh terhadap jalannya bahtera rumah tangga tersebut. Yang pada puncaknya terjadilah perceraian. Dari permasalahan inilah peneliti melakukan
penelitian tentang “PENYELESAIAN PERCERAIAN DALAM PERKARA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA”Analisis terhadap Putusan
7
Suara Apik, lahirnya UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga PKDRT: Sebuah Bentuk Terobosan Hukum Dan Implikasinya Terhadap Hukum Nasional, Jakarta: lbh Apik, 2005,
Edisi 28, h.4
6
Peradilan Agama Depok Perkara Nomor 607 Pdt. G PA. Depok. Jawa Barat
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah