Hasil dan analisis, yang terdiri dari Persepsi K.H. Yang merupakan bagian akhir dari skripsi ini, terdiri dari

menggunakan bahasa untuk menghasilkan kesan yang diinginkan terhadap pembaca dan pendengar. 3 Beberapa pakar berpendapat tentang definisi retorika dari segi istilah, di antaranya: a. I Gusti Ngurah Oka berpendapat bahwa retorika adalah ilmu yang mengajarkan tindak dan usaha efektif dalam persuasi penataan dan penampilan kultur untuk membina saling pengertian dan kerjasama serta kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. 4 b. Wahidin Saputra berpendapat bahwa retorika adalah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana bertutur kata dihadapan orang lain dengan sistematis dan logis untuk memberikan pemahaman dan meyakinkan orang lain. 5 c. Jalaluddin Rahkmat berpendapat bahwa retorika adalah pemekaran bakat-bakat tertinggi manusia, yakni rasio dan cita rasa lewat bahasa selaku kemampuan untuk berkomunikasi dalam medan fikiran. 6 d. Gorys Keraf berpendapat bahwa retorika adalah suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik. 7 3 Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah, Jakarta: PT. Rhineka Cipta, hal. 36 4 I Gusti Ngurah Oka, Retorika Sebuah Tinjauan Sejarah Pengantar, Bandung: Terate, 1976, cet-1, hal. 13 5 Wahidin Saputra, Retorika Dakwah Lisan, Buku Ajar Fakultas Ilmu Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Dakwah Press, 2006, hal. 2 6 Jalaluddin Rahmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1998, hal. 5 e. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, retorika adalah keterampilan bahasa secara efektif dalam karang-mengarang atau seni berpidato yang muluk-muluk dan bombastis. 8 Dalam menggunakan retorika dibutuhkan kepandaian berbicara. Kepandaian berbicara itu mengenai menjelaskan, mengungkapkan, dan mengutarakan apa yang terdapat dalam fikiran dan perasaan. Setiap manusia telah diberikan anugerah untuk pandai berbicara, seperti dalam firman-Nya dalam Surat Ar-Rahman ayat 1-4:  ,   ,   ,   “tuhan yang Maha pemurah, Yang telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.” Pandai berbicara merupakan warisan biologis dari ke dua orang tua yang bersifat genetis dan otomatis. Pandai berbicara adalah hasil dari proses pembelajaran oleh lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman pada surat Al-Balad ayat 8-9:          “Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, Lidah dan dua buah bibir.” Allah swt memudahkan semua itu dengan karunia-Nya berupa perangkat lunak, yaitu potensi kemampuan berbicara dan perangkat keras, 7 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum, 2007, cet-17, hal. 1 8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, edisi ke-2, hal. 953