PENDAHULUAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi MotivasI Ibu Terhadap Terapi Autisme Di Yayasan Tali Kasih Medan Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Menurut Notoatmodjo 2003 yang mengutip pendapat WHO, kesehatan adalah suatu keadaan yang dua prima, meliputi fisik, mental, maupun sosial, melainkan diartikan pula bebas dari sakit atau cacat. Sementara, dalam UU RI No. 23 tahun 1992 kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera, badan jiwa, dan sosial dan ekonomi, dengan demikian maka kesehatan adalah suatu kondisi yang penuh secara fisiologis maupun psikologis. Dalam menyongsong dan menyukseskan pembangunan jangka panjang II 1993- 2018, maka unsur Sumber daya Manusia SDM menjadi primadona yang amat penting. Salah satu sasaran terpenting SDM adalah anak. Anak adalah tumpuan harapan bangsa dan negara, karena ia merupakan generasi penerus, pembangunan manusia di masa depan adalah pembangunan anak sekarang Riyadi, 1982. Kualitas anak adalah cermin kualitas bangsa dan cermin peradaban dunia. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat dilihat dari kualitas hidup anak. Semula perhatian kepada anak lebih ditujukan kepada daya hidup anak Child survival dibanding terhadap kualitas hidup anak quality of life yang bersifat lebih intergral dan komperhensif Sunarti, 2004. Kualitas anak atau derajat keandalan anak bisa terwakili dari dimensi pertumbuhan dan perkembangan anak. Baik pertumbuhan dan perkembangan menunjukkan pengertian yang sama yaitu adanya proses perubahan. Untuk membedakan dengan pertumbuhan Sunarti 2004 yang mengutip pendapat Hurlock mengartikan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pertumbuhan sebagai suatu proses pertambahan ukuran dan struktur fisik seperti berat badan dan tinggi badan, sedangkan perkembangan di maksudkan sebagai perubahan kuantitatif dan kualitatif, sebagai suatu proses perubahan progresif, koheren dan berurutan. Perkembangan menunjukkan perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaan maturity yang berlangsung secara sistemik progresif dan berkesinambungan, baik mengenai fisik atau jasmaniah maupun psikis atau rohaniahnya. Dalam perkembangannya menjadi manusia dewasa, seorang anak berkembang melalui tahapan tertentu. Diantara jenis perkembangan, yang paling penting menentukan kemampuan intelegensi di kemudian hari adalah perkembangan motorik halus dan pemecahan masalah visio-motor, serta perkembangan berbahasa. Kemudian keduanya berkembang menjadi perkembangan sosial yang merupakan adaptasi terhadap lingkungan Anonim, 2008. Autisme, adalah gangguan perkembangan khususnya terjadi pada masa anak- anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah- olah hidup dalam dunianya sendiri. Pada anak-anak biasa disebut dengan Autisme Infantil Angelfire, 2008. Gejala Autisme Infantil timbul sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Pada sebagian anak, gejala-gejala itu sudah ada sejak lahir. Seorang ibu yang sangat cermat memantau perkembangan anaknya sudah akan melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya tatap mata Angelfire, 2008. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Data menunjukkan bahwa jumlah penyandang autisme semakin hari semakin banyak. Dari berbagai kepustakaan, dulu diperkirakan “hanya” 4-5 per 10.000 kelahiran, kemudian meningkat pada tahun 1990-an awal menjadi 15-20 per 10.000 kelahiran. Pada tahun 2000 ASA Confrence, meningkat lagi mencapiai 60 per 10.000 kelahiran,atau 1:250 anak. Di Amerika autisme telah dinyatakan sebagai national alarming Purboyo, 2007. Hasil penelitian terbaru menunjukkan satu dari 150 balita di Indonesia kini menderita autisme. Laporan terakhir badan kesehatan dunia WHO yang di kutip oleh Sinung 2008 tahun 2005 juga memperlihatkan hal serupa, yang mana perbandingan anak autisme dengan anak normal di seluruh dunia, termasuk Indonesia telah mencapai 1:100. Dulu autisme dianggap sebagai suatu kondisi yang tanpa harapan dan tidak dapat membaik. Saat ini diketahui, bila dilakukan intervensi secara dini, intensif, optimal, dan komperhensif, maka penyandang autisme diantara dapat sembuh, yang berarti mereka dapat masuk dan mengikut i sekolah biasa, dapat berkembang dan dapat hidup mandiri di masyarakat, serta tidak tampak gejala sisa Sutardi, 2003. Menurut Sabri 2008 yang mengutip pendapat Masra, tujuan terapi pada anak autisme adalah untuk mengurangi masalah perilaku serta meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam penggunaan bahasa. Tujuan ini dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang menyeluruh dan bersifat individual. Menurut Sutardi 2003 yang mengutip pendapat Danuatmaja, berbagai Jenis terapi telah dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan anak autisme agar dapat Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara hidup mendekati normal seperti medikamentosa, terapi biomedik, terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi. Anak yang diberikan terapi tidak mempunyai target waktu yang ditentukan, karena terapi dari anak autisme ini tidak mempunyai waktu yang pasti dan terapi yang diberikan tergantung pada banyak hal seperti usia anak pada saat pertama kali diterapi dan kemampuan terapis untuk memberikan terapi.Orangtua dalam hal ini ibu, harus peka terhadap perkembangan anak sejak lahir. Sehingga bila terjadi gangguan perkembangan atau autisme pada anak dapat segera diketahui dan mendapatkan intervensi sedini mungkin. Yayasan Tali Kasih adalah yayasan yang pertama sekali berdiri di kota Medan yang memberikan terapi terhadap anak autisme. Terapi yang diberikan pada penderita autisme di Yayasan Tali Kasih berupa terapi wicara dan terapi kesulitan belajar. Terapis yang bekerja di yayasan ini berasal dari berbagai disiplin ilmu terutama dari bagian pendidikan yang mendapatkan pelatihan selama tiga bulan sebelum menjadi seorang terapis. Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan terapi juga bervariasi yaitu Rp500.000-Rp 1000.000 setiap bulannya. Yayasan ini juga telah melepaskan sebagaian siswanya yang telah menjalani terapi untuk beberapa waktu, bersekolah di sekolah biasa atau regular. Dari hasil survei pendahuluan dengan mewawancarai pengelola Yayasan Tali Kasih Medan Juni, 2008 ditemukan bahwa, jumlah anak yang mengikuti terapi adalah 45 orang. Pada tiga bulan terakhir, tujuh orang anak telah mengalami drop out dengan berbagai macam alasan yang tidak diketahui, sehingga jumlah anak yang mengikuti terapi pada bulan Juni, totalnya adalah 38 orang. Berdasarkan latar belakang di atas, dirasakan perlu dilakukan penelitian di Yayasan Tali Kasih. Karena itu penulis mengambil judul penelitian “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Ibu terhadap Terapi Anak Autisme di Yayasan Tali Kasih Medan Tahun 2008”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah ingin mengetahui yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu terhadap terapi anak autisme di Yayasan Tali Kasih Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu terhadap terapi anak autisme di Yayasan Tali Kasih Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui faktor-faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi Ibu terhadap terapi anak autisme. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi Ibu terhadap terapi anak autisme.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: 1. Yayasan Tali Kasih Terapi Autisme sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan terapi autisme di masa yang akan datang. 2. Bahan Masukan bagi teman- teman FKM USU Medan ataupun di Lembaga yang lain. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 3. Menambah pengetahuan dan wawasan si peneliti untuk mengetahui motivasi Ibu terhadap terapi autisme di Yayasan Tali Kasih Medan. 4. Bahan masukkan untuk Ibu yang memiliki anak autisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA